1. Pengertian
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau oleh
kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau kelainan pada putting susu
(Mochtar, 1998).
2. Etiologi
Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika payudara telah
memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,
karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan,
hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik dan dapat pula karena adanya pembatasan
waktu menyusui. (Sarwono, 2009)
Tanda dan gejala terjadinya bendungan ASI antara lain (Wiknjosastro, 2005):
3) Putting susu bisa mendatar dan dalam hal ini dapat menyukarkan bayi untuk menyusu.
Gejala bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan payudara bilateral dan secara
palpasi teraba keras, kadang kadang terasa nyeri serta sering kali disertai peningkatan suhu
badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kemerahan dan demam. (Sarwono, 2009)
4. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari.
Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormon
(prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan
terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar
mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang
menyebabkan kontraksi sel-sel mio-epitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil
kelenjar-kelenjar tersebut. Refleksi ini timbul jika bayi menyusu. Pada permulaan nifas
apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak
dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu (Wiknjosastro, 2005).
5. Penanganan
Penanganan bendungan air susu dilakukan dengan pemakaian bra untuk menyangga payudara
dan pemberian analgetika, dianjurkan menyusui segera dan lebih sering, kompres hangat, air
susu dikeluarkan dengan pompa dan dilakukan pemijatan (masase) serta perawatan payudara.
Jika perlu diberi supresi laktasi untuk sementara (2-3 hari) agar bendungan terkurangi dan
memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan. Keadaan ini pada umumnya akan
menurun dalam beberapa hari dan bayi dapat menyusu dengan normal. (Sarwono, 2009)
BENDUNGAN ASI
Bendungan ASI terjadi karena penyempitan duktus laktiferus,atau bias juga disebabkan
karena kelainan pada putting susu ibu (misalnya putting susu yang datar,cekung,dan
terbenam).Pada versi lain bendungan ASI diartikan sebagai pembengkakan payudara karena
aliran vena dan limfe.
Pada bendungan payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan.Aliran
vena limfatik tersumbat,aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan
alveoli meningkat.
Tanda-tanda :
Penyebab :
Dalam masa laktasi terjadi peningkatan produksi ASI,pada ibu yang produksi ASInya yang
berlebihan,apabila bayi telah kenyang dan selesai menyusu dan payudara tidak dikosongkan
maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara.Sisa ASI tersebutlah yang menyebabkan
bendungan ASI.
Putting susu yang terlalu panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu,karena bayi
tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan
ASI,sehingga terjadi bendungan ASI.
Putting susu yang terbenam menyebabkan bayi sulit untuk menyusu sehingga ia malas untuk
menyusu.
Posisi menyusui yang kurang tepat menyebabkan putting susu ibu lecet dan ibu menjadi
malas untuk menyusui bayinya,sehingga terjadi bendungan ASI.
Penanganan :
1.Jika ibu menyusui
Penanganan sebaiknya dimula selama hamil dengan perwatan payudara untuk mencegah
terjadinya kelainan.Bila terjadi juga berikan terapi simptomatis untuk sakitnya
(analgetik),kosongkan payudara,sebelum menyusui pengurutan dulu atau dipompa,sehingga
sumbatan hilang.
ichiekiky
Simple Blogg
Beranda
BAB 1
PENDAHULUAN
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang di perlukan untuk pulihnya kembali alat
kandungan yang lamanya 6 – 8 mgg, sedangkan yang terpenting dalam nifas adalah masa involusi
dan laktasi. Asuhan pada masa nifas diperlukan karena masa ini merupakan masa kritis baik ibu
maupun janin.
Perawatan masa nifas sangat di perlukan untuk mencegah dan mendeteksi adanya komplikasi
yang terjadi setelah persalinan ,antara lain perdarahan, infeksi, dan gangguan psikologis. Dengan
latar belakang di atas penulis tertarik untuk mengangkat kasus bendungan ASI
1.2 Tujuan
Mengembangkan pola pikir dan menambah pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman
nyaa dan teori yang selama ini diperoleh dalam melaksanakan Asuhan Kebidanan.
Mampu memberikan dan melaksanakan Asuhan Kebidanan dengan 7 langkah Varney, antara lain:
Yaitu mengumpulkan data dengan cara tanya jawab secara langsung dengan pasien dan keluarganya
juga kepada petugas kesehatan setempat.
Mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan judul makalah di atas yaitu nifas normal.
3. Observasi
Melakukan pengamatan dalam melakukan asuhan kebidanan secara langsung kepada pasien.
4. Dokumentasi
Teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari sehingga dapat dijadikan pendukung selama
menganalisa data
BAB 1 PENDAHULUAN
Meliputi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sitematika penulisan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu
(Saifuddin, 2005).
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik.
2. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana,
menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
(Winkjosastro, 2006)
Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, yang dilakukan untuk menilai
status ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.
Kunjungan pertama dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan dengan
tujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi dan merawat penyebab
perdarahan dan merujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling kepada ibu atau salah
satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Pemberian
ASI membantu proses hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, serta menjaga bayi tetap sehat
dengan cara mencegah hipotermi (Winkjosastro dkk,2006).
Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan
dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, yaitu uterus berkontraksi dan
fundus di bawah umbilikus. Menilai adanya tanda infeksi atau perdarahan abnormal. Memastikan
ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak
memperlihatkan tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi.
Kunjungan ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, yang mana kunjungan ini
tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua. Setelah kunjungan ketiga maka dilakukanlah
kunjungan pada 6 minggu setelah persalinan yang merupakan kujungan terakhir selama masa nifas,
yang mana kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ibu
atau bayi alami, juga memberikan konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara dini.
(Saifuddin et al, 2005).
1. Perubahan fisik berupa pengeluaran lokea, bekas implantasi uri, luka perineum, nyeri abdomen
bagian suprapubik, tanda vital meliputi tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan suhu,
perubahan servik, dan ligamen.
a. Lokea
Dengan adanya involusi uterus, maka lapisan luar dari desidua yang mengelilingi selaput plasenta
akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama dengan sisa cairan. Campuran antara
darah dan desidua tersebut dinamakan lokea, yang biasanya berwarna merah muda atau putih
pucat. Lokea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas dan mempunyai reaksi basa/ alkalis
yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam yang ada pada
vagina normal. Lokea mempunyai bau yang amis meskipun tidak terlalu menyengat dan volumenya
berbeda-beda pada setiap wanita. Secret mikroskopik lokea terdiri dari eritrosit, peluruhan decidua,
sel epitel dan bakteri. Lokea mengalami perubahan karena proses involusi.
Pengeluaran Lokia dapat dibagi berdasarkan waktu dan warnanya diantaranya :
1) Lokea rubra/ merah (kruenta), lokea ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum. Sesuai dengan namanya, warnanya biasanya merah dan mengandung darah dari
perobekan/ luka pada plasenta dan serabut dari decidua dan chorion. Terdiri dari sel desidua, verniks
caseosa, rambut lanugo, sisa mekoneum dan sisa darah.
2) Lokea serosa, lokea ini muncul pada hari kelima sampai kesembilan postpartum. Warnanya biasanya
kekuningan atau kecokelatan. Lokea ini terdiri dari lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga
terdiri dari leukosit dan robekan laserasi plasenta.
3) Lokea alba, lokia ini muncul lebih dari hari ke-sepuluh postpartum. Warnanya lebih pucat, putih
kekuningan dan lebih banyak mengandung leukosit, selaput lender, serviks dan serabut jaringan
yang mati (Sekolah Bidan, 2008).
Bila pengeluaran lokia tidak lancar maka disebut lochiastasis. Kalau lokea tetap berwarna
merah setelah 2 minggu ada kemungkinan tertinggalnya sisa plasenta atau karena involusi yang
kurang sempurna
yang sering disebabkan retroflexio uteri. Lokea mempunyai suatu karakteristik bau yang tidak
sama dengan sekret menstrual. Bau yang paling kuat pada lokea serosa dan harus dibedakan juga
dengan bau yang menandakan infeksi (Sekolah Bidan, 2008).
Lokea disekresikan dalam jumlah banyak pada awal jam pertama postpartum yang selanjutnya
akan berkurang sejumlah besar sebagai lokea rubra, sejumlah kecil sebagai lokea serosa dan
sejumlah lebih sedikit lagi lokia alba. Umumnya jumlah lokea lebih sedikit bila wanita postpartum
berada dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi akibat pembuangan bersatu di vagina
bagian atas manakala wanita dalam posisi berbaring dan kemudian akan mengalir keluar manakala
dia berdiri. Total jumlah lokea yang dikeluarkan sekitar 240 hingga 270 ml (Varney’s Midwifery,
2004).
f. Servik
Setelah persalinan bentuk servik masih sedikit berdilatasi seperti corong berwarna merah
kehitaman, konsistennya lunak. Kadang terdapat laserasi. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2 – 3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui
1 jari (Mochtar, R, 2002).
g. Ligamen
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan, setelah bayi lahir secara
berangsur mengecil dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus ke belakang dan menjadi
retrofleksi, karena ligamentum rotundum menjadi kendor (Mochtar, R, 2002).
a. Post partum blues, merupakan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesedihan atau
kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara waktu yakni sekitar dua hari
hingga dua minggu sejak kelahiran bayi ditandai dengan gejalagejala: cemas tanpa sebab, menangis
tanpa sebab, tidak percaya diri, sensitif, mudah tersinggung dan merasa kurang menyayangi bayinya;
b. Post partum syndrome (pps), merupakan gangguan psikologis yang ditandai dengan kesedihan dan
kemurungan yang biasa bertahan satu sampai dua tahun;
c. Depresi post partum, ibu yang merasakan kesedihan, kebebasan, interaksi sosial, dan
kemandiriannya berkurang. Gejalanya : sulit tidur, nafsu makan hilang, perasaan tidak berdaya atau
kehilangan kontrol (Huliana, M, 2003).
Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase sebagai berikut
(Huliana, M, 2003):
a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua
setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pengalaman
secara persalinan sering berulangkali diceritakan.
b. Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini
ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam merawat bayinya. Selain
itu, perasaan ibu sangat sensitif sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang dijaga. Oleh
sebab itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik menerima
berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
c. Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung
sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya. Pada fase ini sudah ada keinginan tinggi untuk merawat bayinya.
2.1.5 Perawatan Paska Persalinan
1. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur terlentang selama 8 jam paska persalinan.
Kemudian boleh miring kanan dan miring kiri untuk mencegah terjadinya trombosis dan
tromboemboli. Pada hari ke 2 duduk, hari ke 3 exercise, hari ke 4-5 sudah diperbolehkan pulang.
Mobilisasi diatas mempunyai variasi, bergantung pada komplikasi persalinan, nifas dan
penyembuhan luka.
2. Diet
Makanan harus bermutu, bergizi dan cukup kalori. Sebaiknya mengkonsumsi makanan yang
mengandung protein, banyak cairan, serat dan vitamin.
3. Miksi
Hendaknya miksi dapat dilakukan sendiri secepatnya. Terkadang wanita mengalami sulit kencing,
karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi M.sphincter ani selama
persalinan, juga karena adanya distensi kandung kemih yang terjadi selama persalinan. Kandung
kemih penuh dan wanita sulit kencing, sebaiknya dilakukan katererisasi.
4. Defekasi
Buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari paska persalinan. Bila masih sulit buang air besar dan
terjadi obstipasi dapat diberikan obat pencahar per oral atau supositoria.
a. Proliferasi jaringan pada kelenjar mamae, alveoli dan jaringan lemak bertambah.
b. Keluar cairan kolostrum dari duktus laktiferus disebut kolostrum bewarna kekuningan.
c. Hipervasularisasi pada permukaan dan bagian dalam dimana seluruh vena berdilatasi sehingga
tampak jelas.
d. Setelah persalinan pengaruh supresi estrogen dan progesteron hilang. Maka timbul pengaruh
lactogenic hormone (LH) atau prolaktin yang akan merangsang air susu. Di samping itu pengaruh
oksitosin menyebabkan mio-epitel kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu keluar. Produksi akan
banyak sesudah 2-3 hari postpartum. kontraksinya buruk , sakit pada punggung atau nyeri pada
pelvik yang persisten , perdarahan pervagina abnormal seperti perdarahan segar, lochea rubra
banyak, persisten, dan berbau busuk ( Barbara, 2004 ).
2.2.1 Definisi
Bendungan ASI adalah pembendungan air susu karena penyempitan duktus laktiferi atau
oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada putting susu.
Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena
dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan.
(Sarwono, 2005).
Payudara terasa lebih penuh tegang dan nyeri terjadi pada hari ketiga atau hari ke empat
pasca persalinan disebakan oleh bendungan vera edan pembuluh dasar bening. Hal ini semua
merupakan bahwa tanda asi mulai banyak di sekresi, namun pengeluaran belum lancar.
Bila nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi yang disekresi akan
menumpuk sehingga payudara bertambah tegang. Gelanggang susu menonjol dan putting menjadi
lebih getar. Bayi menjadi sulit menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih meningkat, ibu demam
dan payudara terasa nyeri tekan (oserty patologi: 196) Saluran tersumbat = obstructed duct = caked
brecs t. terjadi statis pada saluran asi (ductus akhferus) secara local sehingga timbul benjolan local
(Wiknjosastro, 2006).
Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.
apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu, & payudara tidak dikosongkan, maka masih
terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan
bendungan ASI.
Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif
mengisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI.
Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu. Karena bayi tidak dapat
menghisap puting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.
Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat
menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan
dan menimbulkan bendungan ASI.
2.2.4 Pencegahan
1. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30 menit) setelah dilahirkan
3. Keluarkan asi dengan tangga atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan bayi
2.2.5 Penatalaksanaan
2. Keluarkan asi sebelum menyusui sehingga asi keluar lebih mudah ditangkap dan di isap oleh bayi
4. Untuk mengurangi ras sakit pada payudara berikan kompres dingin
5. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh dara getah benih dilakukan pengurutan (marase)
payudara yang dimulai dari putting kearah korpus
BAB 3
PENUTUP
Masa Nifas merupakan proses pulihnya kembali alat-alat kandungan seperti keadaan sebelum hamil,
proses pengambilan data, pemeriksaan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi berjalan lancar.
Tingkat pencapaian tujuan dan kesembuhan klien akan berhasil bila klien aktif dan ada dukungan
dari keluarga.
3.2 Saran
a. Diharapkan petugas kesehatan lebih meningkatkan konseling tentang menyusui secara eksklusif.
b. Diharapkan petugas kesehatan bisa mempertahankan pelayanan kebidanan yang sudah memenuhi
standart.
2. Pasien
a. Diharapkan pasien aktif bertanya kepada petugas meskipun belum ada keluhan.
DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, Eny Retna, S.SiT, M.Kes dan Diah Wulandari , SST, M.Keb. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas.
Yogyakarta, Nuha Medika.
Dewi, Vivian dan Tri Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas. Jakarta, Salemba Medika.
Mansjuer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Aesculap FKUI.
Manuaba. Ida Bagus Gdc. 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Saifudin , Abdul Bari. 2005. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :
YBPSP