Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL SKRIPSI

OPTIMASI VARIASI JENIS PELARUT TERHADAP KADAR


ISOFLAVON RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma
Xanthorriza)

Disusun Guna Memenuhi sebagian Syarat dalam Mencapai Gelar Sarjana di


Program Studi S1 Farmasi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Alma Ata

Oleh:

Triani Utami Dilla


190500258

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA
2023

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi

OPTIMASI VARIASI JENIS PELARUT TERHADAP KADAR ISOFLAVON


RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma
Xanthorriza)

Oleh:
Triani Utami Dilla
190500258

Telah Memenuhi Syarat dan Disetujui untuk Diseminarkan


Di Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Alma Ata

Pembimbing I
apt. Emelda, M.Farm …………….
Tanggal………………..

Pembimbing II
Dr. Muhammad Abdurrahman Munir, S.Farm., M.Sc …………….
Tanggal………………..

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi
Fakultas Ilmi-Ilmu Kesehatan
Universitas Alma Ata

(apt. Rizal Fauzi, M.Clin., Pharm)

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi

OPTIMASI VARIASI JENIS PELARUT TERHADAP KADAR ISOFLAVON


RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma
Xanthorriza)

Oleh:
Triani Utami Dilla
190500258

Telah diseminarkan dan dipertahankan di depan Dewan Penguji


untuk mendapat gelar Sarjana Farmasi
pada tanggal …..

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Pembimbing I
apt. Emelda, M.Farm …………….
Tanggal………………..
Pembimbing II
Dr. Muhammad Abdurrahman Munir, S.Farm., M.Sc …………….
Tanggal………………..
Penguji
apt. Didik Yuni Prasetya, M.Farm …………….
Tanggal………………..

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sarjana Farmasi
Fakultas Ilmi-Ilmu Kesehatan
Universitas Alma Ata

(apt. Rizal Fauzi, M.Clin., Pharm)

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah atas semua nikmat dan karunia yang diberikan
Allah SWT sehingga Proposal dengan judul “optimasi variasi jenis pelarut
terhadap kadar isoflavon rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza)” ini dapat
terselesaikan. Dalam penyusunan Proposal ini, peneliti mendapatkan banyak
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Hamam Hadi, MS., Sc.D.,Sp.GK., selaku Rektor Universitas
Alma Ata Yogyakarta.
2. Dr. Yhona Paratmanitya, S.Gz., MPH., RD., selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu
Kesehatan Universitas Alma Ata Yogyakarta.
3. apt. Didik Yuni Prasetya, M.Farm., selaku Penguji yang telah banyak
memberikan saran dan kritik.
4. apt. Emelda, M.Farm., selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan
bimbingan, saran, dan kritik.
5. Dr. Muhammad Abdurrahman Munir, S.Farm., M.Sc., selaku pembimbing II
yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan kritik.
6. Dosen dan seluruh staf Program Studi Sarjana Farmasi yang telah banyak
mengajarkan ilmu dengan penuh dedikasi, kesabaran, dan keikhlasan.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan Proposal ini masih terdapat
banyak kekurangan. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan. Semoga
penelitian yang dilakukan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu farmasi.
Yogyakarta, Maret 2023

Peneliti

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................................iii
KATA PENGANTAR...................................................................................................iv
DAFTAR ISI....................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................ix
DAFTAR SINGKATAN................................................................................................x
INTISARI........................................................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................3
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................3
D. Manfaat Penelitian........................................................................................3
E. Keaslian Penelitian........................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................9
A. Tinjauan teori................................................................................................9
B. Kerangka Teori...........................................................................................34
C. Kerangka Konsep........................................................................................35
D. Hipotesis......................................................................................................35
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................36
A. Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................................36
B. Tempat dan Waktu Penelitian.....................................................................36
C. Sampel Penelitian........................................................................................36
D. Variabel Penelitian......................................................................................37
E. Definisi Operasional...................................................................................38
F. Instrumen Penelitian...................................................................................39
G. Teknik Pengumpulan Data..........................................................................39
H. Pengolahan dan Analisis Data.....................................................................44

v
I. Ethical Clearance (EC) atau Kelayakan Etik.............................................45
J. Rencana Jalannya Penelitian.......................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................48

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian penelitian...........................................................................................5


Tabel 2. Definisi operasional.......................................................................................38

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur isoflavon.................................................................................14


Gambar 2. Struktur umum isoflavonoid, cincin karbon (benzena) paling kanan
(cincin B) terikat pada atom karbon pada posisi ketiga.........................15
Gambar 4. Kerangka teori......................................................................................34
Gambar 5. Kerangka konsep..................................................................................35
Gambar 6. Rencana jalannya penelitian……...…………………………………..47

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rumus
perhitungan……………………………………………….....53

ix
DAFTAR SINGKATAN

UV : Ultraviolet
HPLC : High Performance Liquid Chromatography
KLT : Kromatograf lapis tipis

x
OPTIMASI VARIASI JENIS PELARUT TERHADAP KADAR ISOFLAVON
RIMPANG TEMULAWAK (CURCUMA XANTHORRIZA)

Triani Utami Dilla¹, Emelda², Muhammad Abdurrahman Munir²


1
Mahasiswa Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Alma Ata Yogyakarta
2
Dosen Program Studi Sarjana Farmasi Universitas Alma Ata Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Rimpang temulawak atau Curcuma Xanthorriza adalah tanaman


yang biasa diracik menjadi ramuan herbal dan terdapat senyawa isoflavon.
Dengan mengoptimasi konsentrasi pelarut yang akan digunakan, kadar isoflavon
pada rimpang temulawak yang sesuai dapat ditetapkan dan seterusnya manfaat
kesehatan bagi tubuh dapat ditingkatkan melalui konsumsi rimpang temulawak.
Pada dasarnya, jumlah pasti kandungan isoflavon pada rimpang temulawak belum
diketahui, oleh karena itu pentingnya melakukan penelitian tentang kandungan
isoflavon pada rimpang temulawak dengan mengoptimasi jenis pelarut yang akan
digunakan seperti penggunaan etanol, aseton dan heksana.
Tujuan: Mengetahui pengaruh konsentrasi pelarut terhadap kadar isoflavon dan
menetapkan kadar isoflavon ekstrak rimpang temulawak.
Metode: Penelitian eksperimen murni dengan menggunakan metode maserasi.
Proses ekstraksi menggunakan proses perendaman bahan dengan pelarut yang
sesuai dengan senyawa aktif yang akan diambil dengan pemanasan rendah atau
tanpa adanya proses pemanansan.

Kata kunci: Variasi jenis pelarut, kadar isoflavon, rimpang temulawak

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Temulawak merupakan tanaman obat berupa tumbuhan rumpun berbatang

semu. Rimpang temulawak merupakan hasil dari tanaman temulawak yang

didapatkan dari akar. Satu rimpang induk biasanya menghasilkan 3-4 rimpang.

Kandungan dari tanaman ini dapat ampuh mengatasi berbagai macam penyakit

(36). Rimpang temulawak atau Curcuma Xanthorriza adalah tanaman yang

biasa diracik menjadi ramuan herbal dan banyak memiliki kandungan yang

memberi manfaat baik bagi tubuh (24). Beberapa kandungan seperti protein,

lemak, serat, kalium, hingga karbohidrat ada di dalamnya. Kemudian,

kandungan yang hanya ditemui pada tanaman tertentu, seperti kurkumin,

membuat temulawak menjadi salah satu yang spesial saat dimanfaatkan untuk

memberi efek baik bagi tubuh (24). Manfaat dari kandungan tersebut

secara berturut-turut untuk membantu mengeluarkan racun dari tubuh melalui

urin, melancarkan proses metabolisme, dan membantu memulihkan tubuh

karena penyakit (29).

Salah satu senyawa yang terdapat pada rimpang temulawak adalah

isoflavon (8). Isoflavon adalah senyawa khas tumbuhan atau

fitonutrien yang ditemukan pada beberapa tanaman salah satunya rimpang

temulawak. Isoflavon berfungsi sebagai antioksidan primer karena berperan

sebagai akseptor radikal bebas sehingga dapat menghambat reaksi rantai

radikal

1
2

bebas pada oksidasi lipid (29). Kemudian, isoflavon juga dapat menurunkan

risiko penyakit kronis, membantu mencegah penyakit jantung, memperkuat

tulang, alternatif untuk meringankan gejala menopause, meningkatkan fungsi

otak, dan menurunkan risiko penyakit Alzheimer (30).

Menurut Fahruz (9) untuk mendapatkan berbagai manfaat dari rimpang

temulawak khususnya memaksimalkan fungsi dari senyawa isoflavon perlu

dilakukan penelitian lanjutan berupa optimasi konsentrasi pelarut yang akan

digunakan untuk mengekstraksi rimpang temulawak tersebut. Jenis pelarut

yang digunakan dalam proses ekstraksi mempengaruhi jenis komponen aktif

bahan yang terekstrak karena masing-masing pelarut mempunyai selektifitas

yang berbeda untuk melarutkan komponen aktif dalam bahan (9). Pelarut yang

digunakan untuk mengekstraksi senyawa fenolik pada tumbuhan dan tanaman

herbal adalah etanol, metanol dan aseton. Selama proses ekstraksi rendemen

akan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah pelarut (16). Dengan

mengoptimasi konsentrasi pelarut yang akan digunakan, kadar isoflavon pada

rimpang temulawak yang sesuai dapat ditetapkan dan seterusnya manfaat

kesehatan bagi tubuh dapat ditingkatkan melalui konsumsi rimpang

temulawak (30).

Pada dasarnya, jumlah pasti kandungan isoflavon pada rimpang

temulawak belum diketahui, oleh karena itu pentingnya melakukan penelitian

tentang kandungan isoflavon pada rimpang temulawak dengan mengoptimasi

jenis pelarut yang akan digunakan seperti penggunaan etanol, aseton dan

heksana (30). Dari latar belakang diatas, optimasi variasi jenis pelarut yang
3

digunakan dalam mengekstrak rimpang termulawak dapat menentukan jumlah

atau takaran isoflavon pada tanaman tersebut serta lebih lanjut sediaan obat

yang berbasis herbal dapat digunakan dengan aman sehingga peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang optimasi variasi pelarut terhadap kadar

isoflavon rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh jenis pelarut terhadap kadar isoflavon ekstrak

rimpang temulawak?

2. Berapakah kadar isoflavon dari hasil optimasi jenis pelarut terhadap

(Curcuma Xanthorriza)?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Melakukan optimasi ekstrak rimpang temulawak dengan berbagai jenis

pelarut terhadap kadar isoflavon.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh jenis pelarut terhadap kadar isoflavon

b. Menetapkan kadar isoflavon ekstrak rimpang temulawak

D. Manfaat Penelitian

1. Peneliti selanjutnya

Dijadikan reference untuk melakukan penelitian lanjutan berupa

melakukan perubahan pelarut, penambahan jumlah sampel, dan lama uji


4

tentang optimasi konsentrasi pelarut terhadap kadar isoflavon rimpang

temulawak (Curcuma Xanthorriza).

2. Bagi Institusi pendidikan Universitas Alma Ata

Dijadikan evidence dalam meningkatkan pengetahuan serta jumlah

atau dosis kadar isoflavon rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza).

3. Bagi masyarakat

Dapat mengetahui manfaat dari kadar isoflavon rimpang temulawak

(Curcuma Xanthorriza).
E. Keaslian Penelitian

Tabel 1. Keaslian penelitian


No Citasi Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan
1 30 Antioxidant from Descriptive dan Hasil peneltian Melakukan uji pada Produk fermentasi
Turmeric dengan menunjukkan bahwa rimpang temulawak diperoleh dengan lama
Fermentation menentukan kapasitas antioksidan fermentasi 14, 21 dan 28
Products jumlah senyawa produk fermentasi jam. Selanjutnya, produk
(Curcuma longa) pada fermentasi temulawak lebih tinggi fermentasi diekstrak
by Aspergillus temulawak dibandingkan tanpa menggunakan etanol dan
Oryzae) fermentasi. Aktivitas ditentukan kapasitas
antioksidan meningkat antioksidannya dengan
dengan lamanya metode peredaman
fermentasi dengan nilai DPPH, penentuan total
kapasitas antioksidan fenolat serta penapisan
tanpa fermentasi dan fitokimia.
dengan inkubasi selama
14, 21, dan 28 hari
berturut-turut sebesar
17.0, 27.3, 33.3, dan 34.1
mg kuersetin/gram
ekstrak. Total fenolat
produk fermentasi adalah
berturut-turut sebesar
261, 324.3, 361, 374.3
mg asam galat/gram
ekstrak. Ekstrak etanol
produk fermentasi dan
tanpa fermentasi
seluruhnya positif

5
No Citasi Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan
mengandung alkaloid,
saponin, flavonoid
(isoflavon), tannin,
kuinon, dan steroid.
Dengan mengoptimasi
konsentrasi pelarut yang
akan digunakan, kadar
isoflavon pada rimpang
temulawak yang sesuai
dapat ditetapkan dan
seterusnya manfaat
kesehatan bagi tubuh
dapat ditingkatkan
melalui konsumsi
rimpang temulawak.
2 9 Efektivitas Ekstrak True eksperimental Hasil uji Kruskal Wallis Desain yakni Hasil penelitian
Etanol Rimpang dengan posttest menunjukan pada eksperiment dan menunjukkan bahwa
Temulawak only control group pengukuran di 1 jam melakukan uji kematian larva 100%
(Curcuma design sampai 7 jam terdapat terhadap rimpang lebih cepat pada
Xanthorrhiza perbedaan secara temulawak konsentrasi 3% yaitu
Roxb) signifikan (<0,05) rerata setelah 2 jam
kematian larva antar pengukuran.
kelompok perlakuan
ekstrak etanol rimpang.
Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut
untuk mengembangkan
ekstrak etanol rimpang
temulawak yang aman
dan layak pakai namun

6
No Citasi Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan
tidak menghilangkan
senyawa yang ada pada
ekstrak etanol rimpang
temulawak.
3 2 Skrining Fitokimia Metode diskriptif Ekstrak temulawak Menilai hasil uji Ekstrak temulawak
pada Ekstrak dengan cara menghasilkan rendemen fitokimia pada positif mengandung tanin
Etanol Temulawak pengamatan sebesar 5%. Ekstrak rimpang temulawak dan flavonoid, sedangkan
(Curcumin temulawak diuji untuk pada pengujian alkaloid,
Xanthorriza Roxb) menguji flavonoid, saponin dan steroid
alkaloid, saponin, tanin, menunjukkan bahwa
dan steroid serta negatif.
kurkumin di dalam
temulawak. Ekstrak
temulawak mengandung
kurkumin.
4 38 Uji Efek Ekstrak Penelitian ini Hasil yang diperoleh Menguji rimpang Data yang diperoleh dari
Etanol Rimpang merupakan menunjukkan bahwa temulawak uji LSD menunjukkan
Temulawak penelitian ekstrak etanol rimpang menggunakan nilai signifikan kelompok
(Curcuma eksperimental temulawak dapat etanol dosis 50 mg/kgBB dan
Xanthorrhiza dengan rancangan menurunkan kadar asam kelompok dosis 200
Roxb.) terhadap pre test and post urat secara signifikan. mg/kgBB (p0,05),
Penurunan Kadar test control group Pemberian ekstrak etanol menunjukkan tidak ada
Asam Urat Tikus design rimpang temulawak perbedaan yang
Wistar yang mampu menurunkan signifikan antar
Diinduksi kadar asam urat dengan kelompok.
Potasium Oksonat persentase penurunan
Secara In Vivo kadar asam urat secara
berturut-turut sebesar
19.53%, 28.80%, dan
43.04% dan ekstrak

7
No Citasi Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan
etanol rimpang
temulawak dengan dosis
200 mg/kgBB memiliki
kemampuan paling
optimal dalam
menurunkan kadar asam
urat dibandingkan
dengan dosis 50
mg/kgBB dan 100
mg/kgBB.
5 39 Uji Efek Eksperiment yang Hasil penelitian Menguji rimpang Tidak terdapat perbedaan
Antipiretik Ekstrak dibagi menjadi 5 menunjukkan bahwa temulawak pada hasil uji dimana
Etanol Rimpang kelompok kandungan kimia yang menggunakan tikus setiap kelompok
Temulawak perlakuan yaitu, ada di dalam ekstrak putih jantan menunjukan gejala akibat
(Curcuma kontrol negatif etanol rimpang penggunaan CMC Na
Zanthorriza) ada (CMC Na), temulawak yang dan
Tikus Putih Jantan Kontrol positif memiliki efek antipiretik Paracetamol
yang Diinduksi (Paracetamol), dan yaitu senyawa flavanoid,
Ragi, Stikes kelompok minyak atsiri, alkaloid.
Nasional perlakuan ektrak Hasil pengukuran
Surakarta. etanol rimpang penurunan suhu tubuh
temulawak menunjukkan ekstrak
etanol rimpang
temulawak memiliki efek
antipiretik yang paling
efektif yaitu dosis 400ml
dibandingkan dengan
kontrol negatif CMC Na.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori

1. Temulawak

a. Pengertian temulawak

Temulawak dengan nama ilmiah Curcuma Xanthorrhiza merupakan

tanaman obat asli Indonesia yang biasanya disebut Curcuma Javanica.

Temulawak termasuk tanaman berbatang basah, tingginya dapat

mencapai 2,5m, bunganya berwarna putih kemerah-merahan atau kuning,

panjang tangkai bunga 1,5-3cm, kelopak bunga 3-4 buah, bunganya

langsung keluar dari rimpang dan ber warna merah, kelopak hijau muda,

sedangkan pangkal bunga bagian atas berwarna ungu. Temulawak

ditanam secara konvensional dalam skala kecil dengan menggunakan

teknologi budidaya yang sederhana hal ini karena sulit menentukkan

letak sentral penanaman temu lawak di Indonesia. Hampir didaerah

pedesaan terutama pada daratan sedang dan tinggi temulawak dapat

ditemukan (17).

Temulawak mempunyai kegunaan tradisional dan sosial yang cukup

luas dikalangan masyarakat Indonesia. Temulawak merupakan salah satu

jenis tumbuhan dari keluarga Zingeberaceae yang secara empirik banyak

digunakan sebagai obat, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran.

Temulawak banyak ditemukan dihutan-hutan hujan tropis. Temulawak

juga berkembangbiak dengan baik ditanah tegalan sekitar pemukiman,

9
10

terutama pada tanah yang gembur sehingga rimpangnya mudah

berkembang menjadi besar (6).

b. Morfologi temulawak

Marfologi tanaman temulawak secara terperinci dapat dilihat sebagai

berikut (6):

1. Morfologi akar

Jenis akar pada tanaman temulawak yakni berbentuk serabut yang

bercabang kuat serta berwarna hijau gelap. Jenis akar ini dapat tumbuh

hingga mencapai kedalaman sekitar 25 cm dan letaknya tidak

beraturan.

2. Morfologi batang

Karakteristik batang tanaman temulawak adalah berbatang semu

yang dapat mencapai 2 sampai 2,5 meter. Dalam satu rumpun tanaman

temulawak biasanya terdiri dari satu tanaman induk dan beberapa

tanaman anakan.

3. Morfologi daun

Tiap batang tanaman mempunyai sekitar 2 sampai 9 helai daun

dengan bentuk panjang dan sedikit lebar. Daun tanaman temulawak

warnanya hijau atau cokelat keunguan terang sampai gelap. Panjang

daun antara 31 sampai 84 cm dengan lebar 10 sampai 18 cm, serta

panjang tangkai daun termasuk helaian antara 43 sampai 80 cm.

4. Morfologi bunga
11

Bunga tanaman ini dapat berbunga terus-menerus sepanjang tahun

secara bergantian, bunga tersebut keluar dari rimpangnya (tipe erantha)

atau dari samping batang setelah tanaman cukup dewasa. Warna bunga

umumnya kuning dengan kelopak bunga kuning tua, serta pangkal

bunganya berwarna ungu. Panjang tangkai bunga ± 3 cm dan

rangkaian bunga ± 1,5 cm.

c. Rimpang temulawak

Rimpang temulawak merupakan hasil dari tanaman temulawak yang

didapatkan dari akar. Satu rimpang induk biasanya menghasilkan 3

sampai 4 rimpang temulawak. Rimpang temulawak berbentuk bulat

seperti telur dengan warna kulit cokelat kemerahan atau kuning tua,

sedangkan warna daging rimpang oranye tua atau kuning. Rimpang ini

mengandung 48-59,64% zat tepung, 1,6-2,2% kurkumin dan 1,48-1,63%

minyak atsiri. Temulawak dimanfaatkan sebagai pewarna alami pada

pengolahan makanan serta sebagai salah satu bahan untuk pembuatan

jamu tradisional (5).

Temulawak dengan kandungan kurkuminnya juga dikenal sebagai

anti-tumor, antioksidan, obat malaria dan juga dapat mencegah

tertularnya HIV pada manusia. Temulawak mengandung zat kuning

kurkuminoid, minyak atsiri, pati, protein, lemak (fixed oil), sellulosa dan

mineral. Dari beberapa senyawa tersebut yang merupakan zat warna

kuning adalah kurkuminoid yang merupakan salah satu bahan pewarna

alami dan aman digunakan untuk pewarna makanan maupun tekstil (4).
12

d. Kandungan dan senyawa kimia temulawak

Menurut Syamsudin et al (32) terdapat kandungan senyawa kimia

pada rimpang temulawak, dapat dilihat sebagai berikut:

1) Pati

Pati merupakan kandungan terbesar dalam temulawak, sehingga

dikembangkan sebagai sumber karbohidrat dalam bahan makanan

atau campuran bahan makanan.

2) Kurkuminoid

Kurkuminoid pada rimpang temulawak mengandung zat

kurkumin sekitar 58-71% dan desmetoksikurkumin sekitar 29-42%.

Kurkuminoid bermanfaat sebagai penetral racun, penghilang rasa

nyeri sendi, peningkat sekresi empedu, penurun kadar kolesterol dan

trigliserida darah, antibakteri, pencegah perlemakan sel-sel hati dan

antioksidan penangkal senyawa radikal bebas yang berbahaya.

Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (Bobot molekul =

368), Kurkumin yang terdapat pada temulawak memiliki antioksidan

alam dimana aktifitasnya lebih besar dibanding dengan α tokoferol

jika diuji dalam minyak. Kurkumin merupakan molekul dengan kadar

polifenol yang rendah namun memiliki aktivitas biologi yang tinggi

sebagai antioksidan.

3) Flavonoid
13

Flavonoid merupakan zat warna merah, ungu, biru dan kuning

yang ada pada tumbuhan seperti temulawak. Kandungan senyawa

flavonoid yakni kandungan polifenol yang terdiri dari 15 atom karbon

dengan 2 cincin aromatik yang dihubungakn dengan 3 jembatan

karbon (C6-C3-C6).

4) Minyak atsiri

Minyak atsiri temulawak mengandung phelandren, kamfer,

borneol, xanthorrizol, turmerol dan sineal. Xanthorrhizol pada

temulawak merupakan zat yang protektif terhadap ginjal. Minyak

atsiri mempunyai khasiat sebagai peluruh empedu atau yang biasa

disebut kolagoda. Minyak ini dapat digunakan sebagai campuran obat

rematik.

2. Isoflavon

Isoflavon adalah bagian dari fitoestrogen yang secara alami terdapat pada

produk kedelai seperti kacang kedelai, tempe, tahu, susu kedelai, edamame

dan tepung kedelai. Senyawa ini mengandung antioksidan yang mampu

mengurangi efek buruk radikal bebas sekaligus mengatasi berbagai macam

gangguan hormonal (12). Isoflavon memiliki struktur dan peran yang

mirip seperti estrogen dalam tubuh, namun cenderung lebih lemah. Estrogen

sendiri adalah hormon yang berperan penting terhadap perkembangan organ

seksual dan reproduksi, terutama pada wanita (7). Senyawa isoflavon dalam

bentuk glikosida (daidzin, genistin dan glisitin) mudah terhidrolisasi menjadi

senyawa isoflavon dalam bentuk aglikon (daidzein, genistein dan glisitein).


14

Daidzein, genistein dan glisitein merupakan turunan isoflavon yang paling

banyak terdapat dikedelai (18).

a. Kelarutan isoflavon

Isoflavon termasuk senyawa polifenol, tahan panas dan mempunyai

aktifitas estrogen (9). Komponen bioaktif seperti flavonoid, tanin, dan

fenol rusak pada suhu diatas 500 celsius karena dapat mengalami

perubahan struktur serta menghasilkan ekstrak yang rendah. Senyawa

flavonoid pada umumnya merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat

kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan

karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga

bersifat polar sehingga akan larut dalam pelarut polar seperti etanol,

metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air

(9).

b. Struktur isoflavon

Isoflavon termasuk dalam golongan flavonoid yang merupakan

senyawa polifenolik (2). Stuktur kimia dasar dari isoflavon hampir sama

seperti flavon, yaitu terdiri dari 2 cincin benzen (A dan B) dan terikat

pada cincin C piran heterosiklik, tetapi orientasi cincin B nya berbeda.

Struktur isoflavon antara lain:


15

Gambar 1. Struktur isoflavon


Sumber: (9)

Gambar 2. Struktur umum isoflavonoid, cincin karbon (benzena) paling kanan


(cincin B) terikat pada atom karbon pada posisi ketiga
Sumber: (9)

3. Analisis isoflavon

a. Spektrofotometri

1) Pengertian spektrofotometri

Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis

instrumental yang menggunakan dasar interaksi energi dan materi.

Spektrofotometri dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi suatu

larutan melalui intensitas serapan pada panjang gelombang tertentu.

Panjang gelombang yang dipakai adalah panjang gelombang

maksimum yang memberikan absorbansi maksimum. Salah satu

prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada fenomena penyerapan

sinar oleh spese kimia tertentu didaerah ultra violet dan sinar tampak

(visible). Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis

instrumental yang menggunakan dasar interaksi energi dan materi (27).

Cahaya diserap oleh materi yang akan diukur dengn sebutan


16

transmitans atau absorbans. Terdapat tiga tempat dari panjang

gelombang elektromagnetik yang digunakan dimulai dari UV (200-380

nm), visible (380-700 nm) dan inframerah (700-3000 nm) (31).

2) Proses absorbsi cahaya pada spektrofotometri

Ketika cahaya polikromatis mengenai suatu zat, maka cahaya

dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap. Di dalam

suatu molekul yang memegang peranan penting adalah elektron

valensi dari setiap atom yang ada hingga terbentuk suatu materi.

Elektron-elektron yang dimiliki oleh suatu molekul dapat berpindah

(eksitasi), berputar (rotasi) dan bergetar (vibrasi) jika dikenai suatu

energi. Jika zat menyerap cahaya tampak dan ultraviolet maka akan

terjadi perpindahan elektron dari keadaan dasar menuju ke keadaan

tereksitasi. Perpindahan elektron ini disebut transisi elektronik (1).

Apabila cahaya yang diserap adalah cahaya inframerah maka

elektron yang ada dalam atom atau elektron ikatan pada suatu molekul

hanya akan bergetar (vibrasi). Sedangkan gerakan berputar elektron

terjadi pada energi yang lebih rendah lagi misalnya pada gelombang

radio. Atas dasar inilah spektrofotometri dirancang untuk mengukur

konsentrasi yang ada dalam suatu sampel. Dimana zat yang ada dalam

sel sampel disinari dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang

tertentu. Ketika cahaya mengenai sampel sebagian akan diserap,


17

sebagian akan dihamburkan dan sebagian lagi akan diteruskan. Pada

spektrofotometri, cahaya datang atau cahaya masuk atau cahaya yang

mengenai permukaan zat dan cahaya setelah melewati zat tidak dapat

diukur, yang dapat diukur adalah It/I0 atau I0/It (perbandingan cahaya

datang dengan cahaya setelah melewati sampel (10).

3) Prinsip kerja spektrofotometri

Rabbani (26) mengungkapkan prinsip kerja spektrofotometri

berdasarkan hukum Lambert-Beer. Jadi ketika cahaya monokromatik

masuk atau melalui sebuah media yang merupakan larutan, maka ada

tiga hasil yang bisa dilihat. Pertama, sebagian cahaya akan diserap.

Kedua, sebagian cahaya akan dipantulkan kembali. Ketiga, sebagian

cahaya akan diteruskan. Terdapat syarat yang harus dipenuhi agar

menghasilkan hasil analisa yang maksimal:

a) Radiasi yang dipakai sudah pasti harus monokromatik

b) Tidak adanya pengaruh molekul ketika sinar tersebut diserap oleh

larutan yang juga memiliki molekul.

c) Radiasi yang diserap oleh sampel tidak akan menimbulkan reaksi

kimia apapun.

d) Larutan yang diukur harus benar-benar jernih, hal ini dikarenakan

agar tidak adanya hamburan cahaya yang disebabkan partikel-

partikel koloid yang ada didalam larutan.


18

e) Konsentrasi analit harus termasuk rendah. Jika tinggi maka bisa

mengganggu kelinearan dari grafis absorbansi yang beradu dengan

konsentrasi.

4) Peralatan spektrofotometri

Dalam analisis spektrofotometri digunakan suatu sumber radiasi

yang masuk ke dalam daerah spektrum ultraviolet itu. Dari spektrum

ini, dipilih panjang-panjang gelombang tertentu dengan lebar pita

kurang dari 1 nm. Proses ini menggunakan instrumen yang disebut

spektrofotometer. Alat ini terdiri dari spektrometer yang menghasilkan

sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer

sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang

diabsorpsi (10).

Gustiarani (10) mengungkapkan terdapat unsur-unsur terpenting

suatu spektrofotometer adalah sebagai berikut:

a) Sumber-sumber lampu

Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang

gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau

lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang

gelombang antara 350- 900 nm.

b) Monokromotor

Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar

yang monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma maupun grating.


19

Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil

penguraian.

c) Kuvet (sel)

Kuvet digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan

ke dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah

meneruskan energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan.

Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca

corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah

ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak

tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang

khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan

ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1

mm sampai 10 cm bahkan lebih.

d) Detektor

Detektor berperan untuk memberikan respon terhadap cahaya

pada berbagai panjang gelombang.

e) Amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang membuat

isyarat listrik itu dapat dibaca.

f) Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat listrik.

b. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

1) Pengertian HPLC

High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan

teknik kromatografi cair (LC) yang digunakan untuk pemisahan


20

berbagai komponen dalam campuran dengan perbandingan 3:7. HPLC

juga digunakan untuk identifikasi dan kuantifikasi senyawa dalam

proses pengembangan obat dan telah digunakan diseluruh dunia sejak

beberapa dekade. Tujuan penggunaan HPLC adalah memisahkan

molekul dalam waktu minimum sehingga penting untuk meningkatkan

hasil analisis dan mengurangi waktu analisis. HPLC adalah sebuah

teknik analisis untuk identifikasi zat atau senyawa dan memisahkan

serta mengukur jumlahnya dalam suatu larutan campuran. Hampir

disetiap farmasi pasti ada unit HPLC yang digunakan untuk menguji

kadar bahan baku dan produk jadi. HPLC merupakan tipe kromatografi

kolom yang secara luas digunakan di farmasi. HPLC ini sangat

berguna untuk menentukkan kadar dan zat terikat pada obat (3).

HPLC merupakan senyawa paling banyak digunakan untuk

mengidentifikasi, mengukur dan memisahkan komponen campuran

dengan menggunakan tekanan tinggi untuk mendorong pelarut melalui

kolom. HPLC secara luas digunakan dalam biokimia untuk analisis

konstituen senyawa. Hal ini adalah cara ideal untuk pemisahan dan

identifikasi asam amino, asam nukleat, protein, hidrokarbon, pestisida,

karbohidrat, antibiotik, steroid dan zat anorganik yang tak terhitung

jumlahnya (28).

2) Kelebihan dan kekurangan HPLC

HPLC memiliki kelebihan dapat menganalisis zat yang tidak

menguap (volatile). Mengubah zat tidak menguap menjadi menguap


21

ini membutuhkan usaha yang tidak mudah agar berhasil. Keuntungan

menggunakan HPLC untuk analisis yakni membutuhkan ukuran

sampel yang kecil, pengujian dapat dimodifikasi tergantung pada

tingkat kuantifikasi yang diperlukan dan menghasilkan hasil yang

andal. Kekurangan HPLC ini membutuhkan analis khusus untuk

mengoperasikan dikarenakan pengoperasiannya membutuhkan skill

kompetensi khusus. Hal-hal yang berhubungan dengan HPLC juga

mahal seperti reagen, sparepart dan kolom dengan harga sampai

puluhan juta rupiah (3).

HPLC memiliki kelebihan untuk resolusi dan kecepatan analisis

yang lebih tinggi, kolom HPLC dapat digunakan kembali tanpa

pengemasan ulang atau regenerasi, kontrol parameter yang lebih baik

yang mampu mempengaruhi efisiensi pemisahan, otomatisasi yang

mudah dari operasi instrument serta analisis data dan kemampuan

beradaptasi terhadap prosedur berskala besar (3).

3) Prinsip kerja HPLC

Prinsip utama dari kromatografi kolom yakni adanya adsorbsi

(penempelan permukaan) dari solut (cairan sampel) ke dalam larutan

melalui fase diam yang menyebabkan adanya pemisahan solut dengan

larutan. Tingkat adsorbs tergantung pada afinitas dari fase diam dan

fase gerak (11).

4) Komponen HPLC
22

Pramita (23) terdapat komponen-komponen penting dari HPLC

dapat dilihat sebagai berikut:

a) Wadah fase gerak

Bahan yang digunakan umumnya dari gelas dan baja anti

karat. Daya tampung lebih besar dari 500 ml sehingga dapat

digunakan selama 4 jam dengan kecepatan alir yang umumnya 1-2

ml/menit.

b) Pompa

Untuk mengalirkan fase gerak melalui kolom diperlukan

pompa yang terbuat dari bahan inert yang umum digunakan gelas,

baja antikarat dan teflon. Aliran pelarut tanpa denyut dapat

dihindari peyimpangan yang besar. Pompa harus menghasilkan

tekanan sampai 600 psi dengan kecepatan alir berkisar 0,1-10

ml/menit. Ada tiga jenis pompa yang masing-masing memiliki

keuntungan dan kerugian, yakni:

1. Pompa reciprocating

Jenis pompa reciprocating paling banyak digunakan.

Pompa reciprocating menghasilkan puls yang dapat

mengganggu baseline kromatogram, maka dipasang peredam.

Sedangkan keuntungannya adalah pompa ini memiliki volume

internal yang kecil untuk mengurangi band broadening.


23

Walaupun, pompa menghasilkan tekanan tinggi, kecepatan alir

konstan, tidak bergantung pada tekanan balik kolom dan

viskositas pelarut.

2. Pompa displacement

Pompa ini menyerupai syringe yang terdiri dari tabung

dengan dilengkapi pendorong. Pompa ini juga menghasilkan

aliran yang cenderung tidak bergantung pada tekanan balik

kolom dan viskositas pelarut. Pompa ini mempunyai

keterbatasan kapasitas pelarut dan tidak mudah untuk

melakukan pergantian pelarut.

3. Pompa pneumatic

Pelarut dalam pompa didorong oleh gas bertekanan tinggi.

Pompa jenis pneumatic harganya murah dan bebas puls, tetapi

pompa ini mempunyai keterbatasan kapasitas dan tekanan yang

dihasilkan serta kecepatan alir yang bergantung pada viskositas

pelarut dan tekanan balik kolom.

c) Injektor

Injektor digunakan untuk memasukkan sampel dan kemudian

sampel dapat didistribusikan masuk ke dalam kolom. Sampel cair

dan larutan disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang

mengalir di bawah tekanan menuju kolom menggunakan alat

penyuntik yang terbuat dari tembaga tahan karat dan katup teflon

yang dilengkapi dengan kantong sampel (sample loop) internal


24

atau eksternal. Ada dua model umum, yaitu stopped flow (fase

gerak dihentikan sesaat) dan solvent flowing (fase gerak tetap

mengalir). Terdapat tiga dasar cara menginjeksikan sampel yang

dapat dilakukan, yakni:

1. Stop flow

Aliran fase gerak dihentikan saat injeksi sampel dilakukan,

sistem tertutup, kemudian aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini

dapat digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi

tidak dipengaruhi.

2. Septum

Injeksi sampel langsung ke aliran fase gerak, umumnya

sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor

dapat digunakan pada tekanan sampai 60-70 atmosfir. Namun

septum ini tidak tahan terhadap pelarut kromatografi cair dan

partikel kecil dari septum yang terkoyak dapat menyebabkan

penyumbatan.

3. Valve

Menginjeksikan sampel ke dalam aliran fasa gerak

dilakukan dengan dua langkah yang pertama jumlah volum

sampel di injeksikan ke dalam loop dalam posisi ‘load’, sampel

masih berada dalam loop kemudian kran diputar untuk

mengubah posisi ‘load’ menjadi posisi ‘injeksi’ dan fasa gerak

membawa sampel ke dalam kolom. Sistem ini memungkinkan


25

sampel dimasukkan pada tekanan sampai 7000 psi dengan

ketelitian yang tinggi.

d) Kolom

Kolom merupakan tempat fase diam untuk berlangsungnya

proses pemisahan dan dibagi menjadi dua kelompok:

1. Kolom analitik

Memiliki diameter 2-6 mm dengan panjang tergantung

pada jenis kemasan. Panjang kolom untuk kemasan poros

makropartikulat (37-44 μ) adalah 50-100 cm dan untuk

kemasan poros mikropartikulat (< 20 µ) pada umumnya 10-30

cm.

2. Kolom preparative

Umumnya memiliki diameter ≥ 6 mm dan panjang 25-100

cm.

e) Detektor

Detektor berfungsi untuk mendeteksi komponen sampel dalam

aliran yang keluar dari kolom. Detektor pada HPLC

dikelompokkan menjadi 2 golongan, yakni:

1. Detektor universal merupakan detektor yang mampu

mendeteksi zat secara umum, tidak bersifat spesifik dan tidak


26

bersifat selektif, seperti detektor indeks bias dan detektor

spektrometri massa.

2. Detektor spesifik yaitu detektor yang hanya mendeteksi

senyawa secara spesifik dan selektif seperti detektor UV-Vis,

detektor fluoresensi dan elektrokimia.

f) Integrator

Integrator adalah peralatan elektronik yang sering dijumpai

pada peralatan kromatografi modern. Alat ini akan mengubah

tanda-tanda listrik dari detektor menjadi kromatogram sekaligus

menghitung luas kromatogram yang dibentuk secara elektronik.

g) Rekorder

Hasil pemisahan senyawa pada sistem kromatografi

ditampilkan dalam bentuk kromatogram pada rekorder. Waktu

retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama

dan dapat digunakan untuk identifikasi atau analisis kualitatif. Luas

puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan

sehingga dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi sampel

pada analisis kuantitatif. Senyawa yang berbeda memiliki waktu

retensi yang berbeda. Waktu retensi bervariasi dan tergantung

pada:

1. Tekanan yang digunakan, hali ini dikarenakan akan

berpengaruh pada laju alir dari pelarut.

2. Kondisi fase diam, baik jenis dan ukuran partikel materialnya.


27

3. Komposisi yang tepat dari pelarut.

4. Temperatur kolom.

5) Klasifikasi HPLC

Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal, jika

fase diam lebih polar daripada fase gerak atau fase terbalik, jika fase

diam kurang polar dibanding dengan fase gerak. Sehingga HPLC dapat

dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC fase terbalik.

Selain klasifikasi tersebut, HPLC juga dapat dikelompokkan

berdasarkan pada sifat fase diam atau berdasarkan mekanisme

adsorbsi, yakni kromatografi adsorbsi, kromatografi pasangan ion,

kromatografi fase terikat, kromatografi eksklusi, kromatografi penukar

ion dan kromatografi afinitas (15).

Menurut Leba (15) terdapat klasifikasi HPLC yang dapat dilihat

sebagai berikut:

a) Fase gerak HPLC

Pemilihan fase gerak hanya dapat dilakukan berdasarkan

eksperimen trial and error hingga diperoleh kromatogram yang

diharapkan. Fase gerak merupakan campuran pelarut yang

mempunyai daya elusi dan resolusi yang baik terhadap senyawa

dalam sampel. Daya elusi dan resolusi dipengaruhi oleh polaritas

pelarut, polaritas fase diam dan sifat fisika-kimia komponen

sampel. Fase normal adalah fase diam lebih polar daripada fase

gerak dan mempunyai kemampuan elusi meningkat dengan


28

kenaikan polaritas pelarut. Sementara untuk fase terbalik, fase

diam kurang polar daripada fase gerak dan mempunyai

kemampuan elusi menurun dengan meningkatnya polaritas pelarut.

Fase gerak yang sering digunakan pada fase terbalik adalah

campuran larutan buffer dengan metanol atau campuran air dengan

asetonitril.

Untuk pemisahan dengan fase normal adalah campuran

pelarut-pelarut hidrokarbon dengan pelarut yang terklorisasi atau

menggunakan pelarut-pelarut jenis alkohol. Fase gerak sebelum

digunakan harus disaring untuk menghindari partikel-partikel kecil.

Selain itu, adanya gas dalam fase gerak juga harus dihilangkan,

sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama

di dalam pompa dan detektor sehingga akan mengganggu analisis.

b) Fase HPLC

Fase diam pada sistem HPLC dapat berupa silika yang

dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi, atau

polimer stiren dan divinil benzena. Silika merupakan senyawa

polar dan sedikit asam, karena mempunyai gugus silanol (Si-OH).

Silika dimodifikasi secara kimiawi dengan menggunakan reagen

seperti klorosilan. Reagen tersebut bereaksi dengan gugus silanol

dan gugus fungsi diganti dengan gugus fungsi yang lain.

6) Parameter optimasi HPLC


29

Kurnia & Pujilestari (14) mengungkapkan bahwa parameter

optimasi HPLC terdiri dari:

a) Waktu retensi

Waktu retensi merupakan waktu yang dibutuhkan senyawa

bergerak melalui kolom menuju detektor. Waktu retensi diukur

mulai dari sampel diinjeksikan sampai sampel menunjukkan

ketinggian puncak maksimum dari senyawa.

b) Faktor kapasitas

Faktor kapasitas merupakan derajat tambatan dari suatu analit

yang tidak dipengaruhi oleh laju alir dan panjang kolom. Idealnya,

suatu analit yang sama jika diukur pada dua instrumen berbeda

dengan ukuran kolom yang berbeda namun memiliki fase diam dan

fase gerak yang sama, maka nilai faktor kapasitas dari analit pada

kedua sistem HPLC tersebut secara teoritis adalah sama. Nilai

faktor kapasitas yang disukai berada antara 1 hingga 10. Jika nilai

faktor kapasitas telalu kecil menunjukkan bahwa senyawa terlalu

cepat melewati kolom sehingga kurang terjadi interaksi antara

senyawa dengan fase diam.

Sebaliknya jika nilai faktor kapasitas terlalu besar maka akan

mengindikasikan waktu analisis yang panjang. Nilai faktor

kapasitas dapat dihitung dengan persamaan 1. Sampel dielusi

biasanya dikontrol dengan memvariasikan komposisi fase gerak

untuk mencapai nilai k tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Tujuan
30

pemisahan biasa adalah k ≤ 10 untuk semua puncak karena

berhubungan dengan to sempit, peningkatkan deteksi puncak serta

jangka waktu pendek sehingga lebih banyak sampel dapat

dianalisis setiap hari. Nilai k < 1 dapat menyebabkan resolusi tidak

baik, kemungkinan terjadi tumpang tindih senyawa dengan

gangguan matriks yang biasanya menumpuk di dekat to. Oleh

karena itu 1 ≤ k ≤ 10 biasanya untuk semua puncak. Namun, ada

kemungkinan untuk memperluas rentang retensi yang juga disukai,

yaitu 0,5 ≤ k ≤ 20.

c) Jumlah plat teoritis

Jumlah plat teoritis (N) merefleksikan jumlah waktu senyawa

berpartisi diantara dua fase selama melalui kolom dan

menggambarkan efisiensi suatu kolom. Jumlah plat teoritis

minimal 2000 agar puncak terpisah secara sempurna. Jumlah plat

teoritis suatu kromatografi dapat dihitung dengan persamaan 2.

d) Resolusi

Resolusi merupakan kemampuan pemisahan dari dua

kromatogram yang berdekatan. Nilai resolusi > 1,5 menunjukkan

bahwa kedua kromatogram terpisah dengan sempurna [4]. Untuk

pengembangan metode, sebaiknya dilakukan sampai resolusi ≥ 2.

e) Selektivitas

Selektivitas merupakan kemampuan sistem HPLC untuk

memisahkan senyawa yang berbeda. Selektivitas ditentukan


31

berdasarkan perbandingan faktor kapasitas dari senyawa yang

berbeda. Nilai selektivitas > 1 agar terjadi pemisahan. Selektivitas

umumnya bergantung pada sifat senyawa dan interaksi antara

senyawa dengan permukaan fase diam dan fase gerak. Selektivitas

dihitung mempergunakan persamaan 4.

f) Faktor tailing

Simetrisitas kromatogram merupakan ukuran yang digunakan

untuk mengontrol sistem kromatografi. Peningkatan puncak

asimetri akan menyebabkan penurunan resolusi, batas deteksi, dan

presisi. Derajat asimetris puncak dapat dihitung dengan

menggunakan faktor tailing dan faktor asimetris. Faktor tailing (Ft)

dihitung dengan menggunakan lebar puncak pada ketinggian 5%

dengan persamaan.

4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan suatu zat dari campurannya dengan

menggunakan pelarut (20). Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak

substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Secara garis

besar, proses pemisahan secara ekstraksi terdiri dari tiga langkah dasar yaitu:

a. Penambahan sejumlah massa pelarut untuk dikontakkan dengan sampel,

biasanya melalui proses difusi.

b. Zat terlarut akan terpisah dari sampel dan larut oleh pelarut membentuk

fase ekstrak.

c. Pemisahan fase ekstrak dengan sampel


32

Ekstraksi merupakan suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia

dari jaringan tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu.

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan cara mengekstraksi zat

aktif dengan menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir

semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian, hingga memenuhi baku yang ditetapkan (21). Untuk mencapai

proses ekstraksi yang baik, pelarut yang digunakan harus memenuhi kriteria

yaitu kemampuan tinggi melarutkan komponen zat terlarut di dalam

campuran, kemampuan tinggi untuk diambil kembali, perbedaan berat jenis

antara ekstrak dan rafinat lebih besar, pelarut dan larutan yang akan

diekstraksi harus tidak mudah campur, tidak mudah bereaksi dengan zat yang

akan diekstraksi, tidak merusak alat secara korosi, tidak mudah terbakar, tidak

beracun dan harganya relatif murah, pelarut yang dimaksud yakni:

a. Konsentrasi pelarut

Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair

atau gas, yang menghasilkan sebuah larutan (20). Pelarut paling umum

digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain yang juga

umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang

juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah

dan lebih mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang

didapatkan. Untuk membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan,

pelarut biasanya terdapat dalam jumlah yang lebih besar (20).


33

Pada penggunaannya, terdapat 2 jenis pelarut yakni pelarut polar dan

non polar. Senyawa polar memiliki momen dipol lebih besar dari nol,

sedangkan senyawa non polar memiliki momen dipol sama dengan nol.

Pelarut yang bersifat polar diantaranya adalah etanol, metanol, aseton dan

air. Sedangkan, senyawa non polar hanya dapat larut pada pelarut non

polar seperti eter, kloroform dan n-heksana (19).

b. Cara perhitungan rendemen

Rendemen merupakan perbandingan berat ekstrak yang dihasilkan

dengan berat simplisia sebagai bahan baku (19). Semakin tinggi nilai

rendemen menunjukkan bahwa ekstrak yang dihasilkan semakin besar.

Hasil rendemen dari suatu sampel sangat diperlukan karena untuk

mengetahui banyaknya ekstrak yang diperoleh selama proses ekstraksi.

Rumus yang digunakan dalam perhitungan rendemen dapat dilihat pada

gambar 3 berikut:

Berat ekstrak yang didapat


% Rendemen= X 100%
Berat simplisia yang diekstrasi

Gambar 3. Rumus perhitungan rendemen


34

B. Kerangka Teori

Temulawak (Curcuma Alkaloid, tannin,


Xanthorriza) saponin, flavonoid
(isoflavon)

Ekstraksi

Pemilihan pelarut

Etanol 70% Aseton Heksana

Penetapan kadar isoflavon

HPLC Spektrofotometri UV KLT


35

Gambar 4. Kerangka teori


Sumber: (1, 7, 9, 18)

C. Kerangka Konsep

Variabel bebas Variabel terikat


Ekstrak rimpang Kadar isoflavon
temulawak dengan
variasi jenis pelarut
(etanol, aseton,
heksana)

Gambar 5. Kerangka konsep

D. Hipotesis

1. Ha: Terdapat pengaruh jenis pelarut terhadap kandungan isoflavon pada

rimpang temulawak.

2. H0: Tidak terdapat pengaruh jenis pelarut terhadap kandungan isoflavon

pada rimpang temulawak.


36
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen murni. Eksperimen

murni atau true eksperimental merupakan penelitian eksperimen tentang

pengendalian secara ketat terhadap variabel-variabel yang tidak dikehendaki

pengaruhnya (22). Rancangan penelitian yang digunakan adalah metode

maserasi. Metode maserasi merupakan metode ekstraksi dengan proses

perendaman bahan dengan pelarut yang sesuai dengan senyawa aktif yang

akan diambil dengan pemanasan rendah atau tanpa adanya proses pemanasan

(13). Metode ini akan menggunakan pelarut polar.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Universitas Alma Ata

Yogyakarta pada bulan April 2023.

C. Sampel Penelitian

1. Sampel

Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

convenience sampling. Sampel yang akan digunakan pada penelitian ini

adalah rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza) yang didapatkan di

pasar Bringharjo di Yogyakarta.

37
38

D. Variabel Penelitian

1. Variabel bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak rimpang temulawak

(Curcuma Xanthorriza).

2. Variabel terikat

Variabel terikat yang terdapat pada penelitian ini yakni kadar isoflavon.

3. Variabel terkendali

Terdapat beberapa variabel terkendali pada penelitian ini yaitu jenis

pelarut, rasio/jumlah pelarut/bahan baku, dan lama waktu.

4. Variabel tidak terkendali

Terdapat juga variabel yang tidak terkendali berupa suhu ruangan.


E. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi operasional


No Variabel Definisi Cara Alat Hasil Skala
Ukur Ukur Ukur
1. Ekstrak rimpang Jumlah zat yang terlarut dalam setiap satuan Ekstraksi Rendeman Persen Numerik
temulawak larutan atau pelarut (etanol, aseton, dan heksana). (%)
(Curcuma Secara sederhana, konsentrasi larutan dapat
Xanthorriza) memberikan gambaran atau sebuah informasi
tentang perbandingan jumlah zat terlarut dan
jumlah pelarutnya.
2. Kadar isoflavon Senyawa khas tumbuhan atau Absorbansi Spektrofotometri, UV Persen Numerik
fitonutrien yang ditemukan pada beberapa (200-380 nm), visible (%)
tanaman salah satunya rimpang temulawak (380-700 nm)
3 Kadar isoflavon Senyawa khas tumbuhan atau Absorbansi HPLC Persen Numerik
fitonutrien yang ditemukan pada beberapa (%)
tanaman salah satunya rimpang temulawak

39
F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan dalam penelitian

untuk mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik

(cermat, lengkap, dan sistematis) sehingga lebih mudah diolah (35). Instrumen

penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini yakni:

1. Alat

Spektrofotometri, High Performance Liquid Chromatography (HPLC),

timbangan analitik (gram), mikropipet, kertas saring, cawan aluminium, pipet ukur,

pipet tetes, corong, pinset, sheating mantle, alumunium foil, pisau, loyang, label,

tabung ukur, tabung reaksi, dan botol kaca.

2. Bahan

Rimpang temulawak, etanol 70%, aseton, heksana, aquades, HCl, klorofom,

pereaksi meyer, magnesium, FeCl3, silicia gel 254, genistein, A1C13, dan etil asetat

5%.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek atau objek dan

proses pengumpulan karakteristik yang diperlukan dalam suatu penelitian (20). Pada

penelitian ini, sampel rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza) diambil langsung di

Pasar Bringharjo.

1. Ekstraksi

Pembuatan ekstrak rimpang temulawak dapat dilakukan antara lain rimpang

dicuci terlebih dahulu menggunakan air bersih mengalir kemudian dilanjutkan

dengan melakukan perajangan guna memperkecil ukuran temulawak agar

mempermudah proses ekstraksi. Setelah itu, rimpang temulawak dikeringkan

dengan oven dan dihaluskan dengan blender. Selanjutnya, dilanjutkan dengan

proses maserasi dimana dilakukan perendaman bubuk temulawak sebanyak 250


40
gram yang disertai pengadukan dalam temperatur ruangan (28-300). Saat

perendaman, pelarut yang digunakan adalah etanol, aseton dan heksana dengan

kadar 70%. Kemudian, rimpang temulawak yang sedang dimaserasi sebelumnya

ditambahkan larutan etanol sebanyak 1.250 liter disertai pengadukan selama 24 jam

hingga didapatkan ekstrasi cair. Setelah itu, ampas temulawak diremaserasi

kembali menggunakan larutan sebelumnya hingga 48 jam yang kemudian akan

didapatkan cairan 1 dan 2 lalu dicampurkan. Ketika proses maserasi selesai, filtrat

atau hasil ekstraksi akan diuap menggunakan evaporator dan hasil akhirnya

didapatkan ekstrak kental.

2. Analisis kualitatif isoflavon dengan Kromatograf lapis tipis (KLT)

Uji ini dilakukanbmenggunakan uji KLT. Analisis dilakukan pada plat

alumunium silica gel 60 F254S ukuran (20 cm × 10 cm dengan ketebalan 0,25

mm) (42). Sekitar 5 µL larutan standar genistein dan 5 µL larutan sampel

ditotolkan pada plat KLT. Jarak totolan 1,5 cm. plat kemudian dielusi pada

chamber yang telah dijenuhkan dengan etil asetat-metanil-air (8:1,3:1 V/V)

kemudian dikeluarkan dari chamber didiamkan sampai kering (42). Hasil

dianalisis dibawah lampu UV.

41
Rancangan totolan analisis KLT yang dapat dilihat pada gambar 6:

Gambar 6 Rancangan totolan analisis dengan KLT

3. Analisis kuantitatif isoflavon

a. Spektrofotometri UV

1) Pembuatan larutan baku induk genistein

Pembuatan larutan baku menggunakan konsentrasi 1000 ppm dengan

cara menimbang serbuk standar genistein sebanyak 5 mg yang dilarutkan ke

setiap 5 ml etanol, aseton, dan heksana hingga mencapai tanda batas

sehingga diperoleh larutan induk 1000 ppm (41).

2) Pembuatan larutan standar 500 PPM

Larutan baku yang didapatkan sebelumnya yakni 1000 ppm digunakan

untuk membuat larutan standar 500 ppm menggunakan cara seperti

pengenceran larutan standar induk 1000 ppm dengan pipet sebanyak 2,5 ml

dan dilarutkan kedalam 5 ml pelarut etanol, aseton, dan heksana (41).

Berikut pembuatan seri pengenceran:

1.Konsentrasi 500 ppm dari pengenceran 1000 ppm

M1 x V1 = M2 x V2

1000 ppm x V1 = 500 ppm x 5 ml

500 ppm x 5 ml
V1 = = 2,5 ml
1000 ppm

42
2. Konsentrasi 10, 20, 30, 40, 50 ppm pengenceran 500 ppm

a) larutan standar 10 ppm

M1 x V2 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 10 ppm x 5 ml

10 ppm x 5 ml
V1= = 0,1 ml
500 ppm
b) larutan standar 20 ppm

M1 x V2 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 20 ppm x 5 ml

20 ppm x 5 ml
V1= = 0,2 ml
500 ppm
c) larutan standar 1ppm

M1 x V2 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 10 ppm x 5 ml

10 ppm x 5 ml
V1= 500 ppm = 0,2 ml
d) larutan standar 40 ppm

M1 x V2 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 10 ppm x 5 ml

40 ppm x 5 ml
V1= = 0,4 ml
500 ppm
e) larutan standar 50 ppm

M1 x V2 = M2 x V2

500 ppm x V1 = 10 ppm x 5 ml

50 ppm x 5 ml
V1= = 0,5 ml
500 ppm

43
3) Penentuan panjang gelombang maksimum

Larutan yang berada dipepet dengan jumlah 1 ml dimasukan kedalam

labu ukur kemudian ditambahkan 10 ml hingga tanda batas lalu

dicampurkan hingga homogen. Kemudian, absorbansi diukur menggunakan

spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 261 nm sebagai panjang

gelombang maksimum (41).

4) Penentuan operating time

Selanjutnya, larutan standar sebelumnya yakni 500 ppm dimasukan

kedalam tabung reaksi sebanyak 1 ml lalu direaksikan dengan 1 ml A1C1 3

2% dan ditambahkan dengan asam asetat 5% sebanyak 8 ml (41).

b. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

Analisis HPLC ditentukan menurut protokol yang dijelaskan oleh

Franke dan Custer (1998) dimana proses identifikasi isoflavon dilakukan

dengan menkondisikan instrumen HPLC dan pembuatan larutan sampel.

Ekstrak rimpang temulawak dianalisis dengan HPLC dilengkapi dengan pompa

kuaterner yang dapat diprogram untuk gradien, ruang kolom yang dikontrol

termostatik, katup injeksirheodyne (loop sampel 10 L), dan dengan detektor

susunan fotodioda. Kolom yang digunakan adalah Lichrosorb RP-18 (250 mm

× 4,0 mm, 10 m) dipasang dengan kolom pelindung yang sesuai. Fase gerak

adalah campuran gradien asam asetat dalam kadar air HPLC (10:90) (pelarut

A) dan asetonitril (pelarut B). Alirannya berupa 0,8 mL/menit pada 300C.

Selanjutnya, gradien keturunan pelarut diterapkan yaitu 77% A dan 23% B

dalam 8 menit; 30% A dan 70% B dalam 12 menit dan 77% A dan 23% B.

Kemudian, kalibrasi kurva disiapkan untuk genistein (0,28– 22,4 mg / mL).

Data tersebut dikumpulkan pada panjang gelombang 260 nm. Setiap ekstrak

dan lima larutan setiap standar (Etanol, Heksana, Aseton) disuntikkan tiga

44
kali. Puncak genistein diidentifikasi dengan membandingkan waktu retensi

dengan standar (43).

H. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara menganalisis data secara

kuantitatif terkait senyawa bioaktif isoflavon dari rimpang temulawak (Curcuma

Xanthorriza), kemudian data akan dijelaskan secara deskriptif dimana hasil

pengamatan akan dianalisis untuk menemukan kesimpulan pengujian.

1. Analisis data

a. Analisis kualitatif Hasil totolan pada plat silica dianalisis secara deskriptif

dengan melihat hasil elusi. Kemudian dihitung nilai Rf dengan rumus seperti

pada gambar 7 berikut:

Gambar 7. Rumus perhitungan RF

b. Analisis kuantitatif

1). Spektrofotometri UV

Hasil dari penentuan panjang gelombang maksimum dan operating

time dapat dilihat nilai absorbansi, kemudian dihitung regresi linearnya

dengan rumus sebagai berikut (44).

Gambar 8. Rumus regresi linier

2). HPLC
Hasil pemisahan senyawa ditentukan dengan fase selektivitas pada sistem

HPLC. Fase ini akan memisahkan senyawa yang berbeda pada sediaan uji.

Selektivitas dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:


45
Gambar 9. Rumus selektivitas

I. Ethical Clearance (EC) atau Kelayakan Etik

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan etika dan prosedur penelitian yang telah

ditetapkan dalam ethical clearance dengan nomor xxxxxxx yang didapatkan dari

Komisi Etik Penelitian Universitas Alma Ata. Penelitian ini dilakukan sesuai dengan

peraturan yang berlaku di Laboratorium Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Program Studi

Sarjana Farmasi Universitas Alma Ata.

J. Rencana Jalannya Penelitian

1. Tahap perencanaan

a. Penentuan judul penelitian yang kemudian dikonsulkan dengan pembimbing I

dan pembimbing II yakni optimasi variasi jenis pelarut terhadap kadar isoflavon

rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza).

b. Mengumpulkan literature dan sumber-sumber sebagai bahan materi penelitian.

c. Melakukan bimbingan dan revisi atau perbaikan isi serta materi yang ada dalam

proposal penelitian dengan pembimbing I dan pembimbing II.

d. Mempersiapkan instrumen penelitian

e. Melakukan bimbingan proposal penelitian dengan pembimbing I dan

pembimbing II serta melakukan revisi atau perbaikan isi dari proposal

penelitian.

f. Seminar proposal dengan judul optimasi konsentrasi pelarut terhadap kadar

isoflavon rimpang temulawak (Curcuma Xanthorriza).

g. Melakukan revisi atau perbaikan proposal sesuai dengan masukan tim penguji

dan pembimbing.

46
h. Mengajukan permohonan izin penelitian yang akan dilaksanakan pada bulan

Maret 2023.

2. Tahap pelaksanaan

Gambar 6. Rencana jalannya penelitian


Sumber: (8, 20, 40, 41)

3.Tahap akhir

a. Melakukan tabulasi data.

b. Melakukan pengolahan data menggunakan program SPSS statistics

c. Menyusun hasil penelitian dan konsultasi dengan pembimbing.

d. Melakukan revisi atau perbaikan isi dari hasil penelitian.

e. Mengadakan seminar.

f. Melakukan revisi atau perbaikan hasil seminar.

g. Konsultasi dengan pembimbing.

47
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Afira, H., P. (2017). Uji Kadar Antosianin pada Kulit Buah Manggis (Garcinia
Mangostana L.) dengan Pelarut Etanol dan Metode Maserasi Menggunakan
Spektrofotometri Visble. http://eprints.undip.ac.id/58526/5/BAB_II.pdf.
Diakses pada tanggal 14 November 2022
2. Aisyah, K, P., & Putri (2018). Skrining fitokimia pada ekstrak etanol
temulawak (curcumin xanthorriza roxb).
http://eprintslib.ummgl.ac.id/1821/1/15.0602.0012_bab%20i_bab%20ii_bab
%20iii_bab%20v_daftar%20pustaka.pdf. Diakses pada tanggal 11 November
2022
3. Annissa, S., Musfiroh, I., & Indriati, L. (2020). Perbandingan Metode Analisis
Instrumen: HPLC dan UHPLC: Article Review.
http://download.garuda.kemdikbud.go.id/article.php?
article=1452135&val=1386&title=perbandingan%20metode%20analisis
%20instrumen%20hplc%20dan%20uhplc%20%20article%20review. Diakses
pada tanggal 15 November 2022
4. Darsini & Aryani, H., P. (2022). Potensi Herbal Indonesia Sebagai
Imunomodulator Booster Selama Pandemi Covid-19. http://e-
journal.lppmdianhusada.ac.id/index.php/jk/article/download/158/149. Diakses
pada tanggal 13 November 2022
5. Devi, M., A., V. (2017). Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Temulawak
(Curcuma xanthorrhiza Roxb) pada Distilasi Uap Air Menggunakan Na2SO4
Sebagai Bahan Pemisah. Eprints.undip.ac.id/60182/4/BAB_II.pdf. Diakses
pada tanggal 13 November 2022
6. Farida & Rohaeni, N. (2020). Uji Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb) dengan Berbagai Media Tanam.
https://repositori.stiperkutim.ac.id/id.eprint/39/1/temulawak%20ok.pdf.
Diakses pada tanggal 13 November 2022
7. Fauzia, N., P. (2018). Hubungan Konsumsi Bahan Makanan Sumber Isoflavon
dan Serat dengan Keluhan Menopause pada Wanita Menopause di Kelurahan
Kedungmundu Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
http://repository.unimus.ac.id/2738/4/BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 13
November 2022
8. Fitriasari, U. (2015). Uji Efektivitas Ekstrak Metanol Rimpang Kunyit Putih
(Curcuma Zedoaria (Berg) Roscoe) terhadap Penurunan pada Kadar
Kolesterol Mencit. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/10595/1/skripsi
%20ulfah%20fitriasari.pdf. Diakses pada tanggal 5 November 2022
9. Fahruz, Z. (2022). Efektivitas Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza Roxb) terhadap Kematian Larva Aedes Aegypti di Laboratorium
Balai. http://eprints.uniska-bjm.ac.id/12105/1/Jurnal%20asli%20fahruz
%20zaini.pdf. Diakses pada tanggal 9 November 2022
10. Gustiarani, M., L. (2017). Uji Kadar Betasianin pada Buah Bit (Beta Vulgaris
L) dengan Pelarut Etanol Menggunakan Spektrofotometri Visible.
49

http://eprints.undip.ac.id/58468/5/BAB_II.pdf. Diakses pada tanggal 14


November 2022
11. Hirjani, H., Mudasir, M., & Pranowo, HD. (2018). Prediction of High
Performance Liquid Chromatography Retention Time for Some Organic
Compounds Based on Abinitio QSPR Study.
http://www.aca.unram.ac.id/index.php/ACA/article/download/6/6. Diakses
pada tanggal 13 November 2022
12. Krisnawati, A. (2017). Kedelai Sebagai Sumber Pangan Fungsional Soybean
as Source of Functional Food.
http://pangan.litbang.pertanian.go.id/backend/images/publikasi/pdf/detail/
681_1_kedelai-sebagai-sumber-pangan-fungsional_1644563076_06-
IPTEK12-01-2017-Ayda.pdf. Diakses pada tanggal 13 November 2022
13. Kurniawati, I., Maftuch, & Hariati, A, M. (2016). Penentuan Pelarut dan Lama
Ekstraksi Terbaik pada Teknik Maserasi Gracilaria Sp. Serta Pengaruhnya
terhadap Kadar Air dan Rendemen.
http://samakia.aperiki.ac.id/index.php/JSAPI. Diakses pada tanggal 29
November 2022
14. Kurnia, D., & Pujilestari, E., T. (2019).
https://jurnal.fmipa.unila.ac.id/analit/article/viewFile/2240/1673. Diakses
pada tanggal 16 November 2022
15. Leba, M., A., U. (2017). Ekstrasi dan Real Kromatografi. Yogyakarta. CV
Budi Utama
16. Mumpuni, F, S., & Mulyana, M. (2021). Pengaruh Penambahan Tepung
Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza) pada Pakan dengan Dosis
Berbeda Terhadap Laju. https://ojs.unida.ac.id/jmss/article/view/4197/2527.
Diakses pada tanggal 29 Oktober 2022
17. Mustakim et al. (2021). Ragam Pembuatan Olahan Bubuk Instan Temulawak
untuk Produk Herbal Desa Rossoan.
https://ummaspul.e-journal.id/pengabdian/article/view/1627/544. Diakses
pada tanggal 13 November 2022
18. Nur et al. (2018). Optimasi Formula Sari Edamame dengan Proses
Pasteurisasi berdasarkan Karakteristik Kimia dan Sensori.
https://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jimpi/article/download/26227/16994.
Diakses pada tanggal 8 Januari 2023
19. Nursalam, N. (2016). Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta.
Salemba Medika.
20. Nursalam, N. (2011). Konsep dan Penerapan Metodelogi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.
21. Notoatmodjo, S. (2011). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta.
Renika Cipta.
22. Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta.
Renika Cipta.
23. Pramita, E., D. (2020). Validasi Metode Penetapan Kadar Tiamfenikol dalam
Sediaan Suspensi Kering (Dry Syrup) Secara Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi. http://repo.upertis.ac.id/1457/1/Skripsi%20a.n%20Else%20Dian
50

%20Pramita_BP%201604127%281%29.pdf. Diakses pada tanggal 15


November 2022
24. Pelawi, S, P, B., & Handayani, D. (2022). Isolasi Cendawan Endofit Pelarut
Fosfat dari Rizosfer Tanaman Temulawak (Curcuma xantorrhiza Roxb.).
https://semnas.biologi.fmipa.unp.ac.id/index.php/prosiding/article/download/
278/172. Diakses pada tanggal 5 November 2022
25. Prayudo, A, N., & Novian, O. (2018). Koefisien Transfer Massa Kurkumin
dari Temulawak.
http://journal.wima.ac.id/index.php/teknik/article/download/1739/1602.
Diakses pada tanggal 5 November 2022
26. Rabbani, F. (2018). Perbedaan Kadar SGPT berdasarkan Frekuensi
Penggunaan Kuvet. http://repository.unimus.ac.id/3137/4/10.%20BAB
%20II.pdf. Diakses pada tanggal 13 November 2022
27. Rosmania & Yanti, F. (2020). Perhitungan Jumlah Bakteri di Laboratorium
Mikrobiologi Menggunakan Pengembangan Metode Spektrofotometri.
DOI: https://doi.org/10.56064/jps.v22i2.564. Diakses pada tanggal 14
November 2022
28. Rubiyanto, D. (2017). Metode Kromatografi, Prinsip Dasar, Praktikum &
Pendekatan Pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta. CV Budi Utama
29. Sofihidayati, T., Wardatun, S., & Suraya, A. (2021). Perbandingan Kadar
Flavonoid Serbuk Instan Kunyit Putih (Curcuma Zedoaria Rosc.) yang
Beredar di Pasaran dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS.
https://sosains.greenvest.co.id/index.php/sosains/article/download/278/582.
Diakses pada tanggal 2 November 2022
30. Sulasiyah, S., Sarjono, P, R., & Aminin, L, M, N. (2018). Antioxidant from
Turmeric Fermentation Products (Curcuma longa) by Aspergillus Oryzae.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/ksa/article/view/17393. Diakses pada
tanggal 9 November 2022
31. Sholehah, 2019. Analisa Kadar Kafein pada Kopi Jenis Robusta dengan
Menggunakan Spektofotometri Ultraviolet.
http://repository.helvetia.ac.id/id/eprint/2347/7/SKRIPSI%20FULL.pdf.
Diakses pada tanggal 14 November 2022
32. Syamsudin et al. (2018). Temulawak Plant (Curcuma xanthorrhiza Roxb) as a
Traditional Medicine. DOI: http://dx.doi.org/10.52434/jfb.v10i1.648. Diakses
pada tanggal 13 November 2022
33. Said, A. (2007). Khasiat dan Manfaat Temulawak.
https://books.google.com/books?hl=id&lr=&id=efdb-
x_1ipmc&oi=fnd&pg=pa1&dq=said,
+2007+temulawak&ots=yhceawq85c&sig=g5sijlvs-ra0odtnxfghzaytvac.
Diakses pada tanggal 5 November 2022
34. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung. Alfabeta.
35. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D.
Bandung. Alfabeta.
36. Tambunan, S., B., Jumadewi, A., & Sari, D., S., P. (2022). Cultivation of
Horticultural Plant Technology as a Medicinal Plant Made From Herbs.
51

https://ojs.serambimekkah.ac.id/sjat/article/download/5175/3894. Diakses
pada tanggal 8 Januari 2023
37. Ulaen, S, P, J., & Banne, Y. (2012). Pembuatan Salep Anti Jerawat dari
Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
https://ejurnal.poltekkes-manado.ac.id/index.php/jif/article/download/275/244.
Diakses pada tanggal 5 November 2022
38. Megawati & Yuliana (2019). Uji Efek Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak
(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Tikus
Wistar yang diinduksi potasium oksonat secara in vivo.
doi: https://doi.org/10.31596/cjp.v3i2.57. Diakses pada tanggal 8 Januari 2023
39. Putri & Priskita (2021). Uji Efek Antipiretik Ekstrak Etanol Rimpang
Temulawak (Curcuma Zanthorriza) ada Tikus Putih Jantan yang Diinduksi
Ragi, Stikes Nasional Surakarta. http://librepo.stikesnas.ac.id/616/. Diakses
pada tanggal 8 Januari 2023
40. Istiani Y, Handajani Sri, Pangastuti A. 2205-article text-2798-1-10-20171231.
Biofarmasi. 2015;13(2):50-8.
41. Fawwaz M, Natalisnawati A, Baits M. Kadar Isoflavon Aglikon pada Ekstrak
Susu Kedelai dan Tempe.
52

Lampiran 1. Rumus perhitungan

1. Rumus menghitung RF
Jarak pergerakan noda
RF x 100 %
Jarak pergerakan eluen
2. Rumus menghitung kadar air
Berat awal sampel − berat sampel kering konstan
Kadar air
Berat awal sampel
3. Preparasi larutan standar
5 mg
x 100 mg/ L=1000 mg / L
5 ml
4. Pembuatan larutan HCl 2 N
p = 1,19 g/ml
% = 37%
BM = 36,46 g/mol
N = 1 (jumlah mol ion H+)
Normalitas HCl = n x molaritas HCl
p x % x 10
1x
BM HCl
1,19 x 37 %x10
1x
36,46 g /mol
12,07 mol/ml (N)
N1 x V1 = N2 x V2
12,07 N x V1 = N2 x 100 ml
V1 =16,57 ml=16,5 ml
5. Pembuatan larutan HCl 1 N
N1 x V1 = N2 x V2
12,07 N x V1 = 1 N x 100 ml
V1 = 0,08 ml
6. Pembuatan larutan HCl 2%
M1 x V1 = M2 x V2
37% x V1 = 2% x 10 ml
V1 = 0,54 ml = 0,5 ml
53

7. Pembuatan larutan FeCl3 1%


g terlarut
% konsentrasi = x 100 %
g terlarut + g pelarut
g terlarut
g terlarut + g pelarut = x 100 %
% konsentrasi
1g
1 g + g pelarut = x 100 %
1%
g pelarut = 100 g – 1 g= 99 g
g pelarut 99 g
Volume pelarut = = =99 mg
BJ pelarut 1 g /ml

Anda mungkin juga menyukai