CERITA FIKSI
Ketamakan An Li
"Pertapa tua, betulkah ada bukit sakti di dalam hutan ini?" tanya An Li.
Pertapa itu langsung menjelaskan. "Bukit itu akan segera kau temukan
begitu aku pergi. Dakilah bukit itu. Disana terdapat empat tangkai mawar
biru. Kau hanya boleh memetik satu tangkai. Jangan berbalik ke mawar
yang sudah kau lewati! Ingatlah pesanku. Keserakahan akan
menghancurkanmu. Menyesal tak ada gunanya," katanya melanjutkan
lalu menghilang.
Pada saat itu juga, muncul sebuah bukit hijau di hadapan An Li.
Saudagar itu agak takut, namun ia lalu mengikuti petunjuk pertapa tua
tadi. Setelah An Li mendaki, ia menemukan setangkai mawar biru yang
tumbuh di tanah. An Li segera mendekat. Saat jemari An Li menyentuh
helai mawar biru tersebut, muncullah peri kecil. Sambil tersenyum sang
peri berkata lembut, "An Li, bila kau memetik mawar ini, hartamu akan
berlipat lima kali. Kau akan menjadi orang terkaya di kotamu."
"Ah, tanpa memetik kau pun, aku sudah menjadi orang terkaya di kota,"
An Li pun meninggalkan mawar pertama. Beberapa saat kemudian, An
Li menemukan mawar kedua. "Mawar kedua ini akan membuatmu
menjadi orang terkaya di seluruh negeri, An Li," ucap peri penjaga
mawar itu. "Huh, tanpa mawar ini pun sebentar lagi aku pasti bisa
melebihi kekayaan Kaisar Chen," jawab An Li sombong lalu melanjutkan
perjalanan.
Tahukah kau apa yang akan diberikan mawar ini untukmu jika kau
memetiknya?" tanya sang peri penuh kemarahan. "Aku akan menjadi
orang terkaya di dunia, kan?" tanya An Li gugup. "Tidak akan! Mawar
keempat yang terlanjur kau petik itu akan membuatmu menjadi orang
paling miskin di dunia. Hartamu akan habis! Terimalah akibat dari
ketamakanmu, An Li!" seru sang peri. Ucapan tersebut seketika
membuat An Li berada di kotanya sendiri.
"Malangnya nasib Tuan An Li. Baru tadi pagi kudengar empat kapal
dagangnya tenggelam. Kini rumah dan hartanya terbakar habis. Bahkan
kereta kudanya juga dirampok tadi siang!" sayup-sayup An Li
mendengar percakapan sekelompok penduduk kota. "Hei, lihat!
Pengemis itu mirip sekali dengan Tuan An Li!" seru seorang anak kecil
kepada temannya, saat ia melihat An Li. An Li langsung melihat dirinya
sendiri. Benar saja. Baju yang kini ini pakai sudah compang-camping.
An Li terjatuh lemas. Tak ada lagi yang bisa dilakukannya saat itu. Andai
saja ia tidak mendengar percakapan tentang harta yang bisa
dilipatgandakan. Andai saja ia tak tamak. Memang benar apa yang
dikatakan sang pertapa tua. Tak ada gunanya menyesal. Semua ini
terjadi karena ia tak pernah puas dan bersyukur atas apa yang ia miliki.
7.8