Oleh :
Kelompok 5
Aufa Leila Nabilah 210101010217
Muhammad Sobarna 210101010762
BANJARMASIN
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 14
3.2 Saran.............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………. 15
BAB I
PENDAHULUAN
1
Afriza, S.Ag., M.Pd, Manajemen Kelas, (Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014). h. 29
4. Untuk mengetahui pendekatan analitik pluralistic
BAB II
PEMBAHASAN
2
Neneng Nurmalasari, “Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas”, Jurnal Pendidikan Islam Al-Ilmi,
Vol. 2 No. 1 (2019). h. 9
b. Guru menduduki posisi terpenting bagi terbentuknya iklim
sosioemosional yang baik.
Carls A. Rogers menekankan pentingnya guru bersikap tulus di hadapan
murid (roalness, genueness, and congruence); menerima dan menghadapi murid
sebagai manusia (acceptance, prizing, caring, and trust); dan mengerti murid dari
sudut pandang murid sendiri (emphatio understanding). Selanjutnya Halm C.
Ginott menganggap sangat penting kemampuan guru melakukan komunikasi yang
efektif dengan murid dalam arti dalam mengusahakan pemecahan masalah, guru
membicarakan situasi, dan bukan pribadi pelaku pelanggaran. Dengan perkataan
lain, William Glasser memusatkan perhatiannya pada pentingnya guru membina
rasa tanggung jawab sosial dan harga diri murid dengan cara setiap kali
mengarahkan murid untuk mendeskripsikan masalah yang dihadapi (Hadari
Nawawi, 1989 : 140-142).3
Jadi, tujuan dari pendekatan sosioemosional adalah untuk menciptakan
suasana belajar yang demokrasi, sehingga dapat membina rasa tanggung jawab
sosial, dan harga diri siswa, dan akhirnya terjalin hubungan yang positif antara
guru dengan siswa dan siswa dengan siswa seperti bersikap jujur dan terbuka diri
satu sama lain.
3
Afriza, S.Ag., M.Pd, Op. Cit h. 40
yang baik atau positif harus dirangsang dengan memberikan pujian atau hadiah
yang menimbulkan perasaan senang atau puas.
Sebaliknya, tingkah laku yang kurang baik dalam melaksanakan program
kelas diberi sanksi atau hukuman yang akan menimbulkan perasaan tidak puas
dan pada gilirannya tingkah laku tersebut akan dihindari.
Tugas pokok guru dengan demikian adalah menguasai dan menerapkan
keempat proses yang telah terbukti merupakan pengontrol tingkah laku manusia,
yaitu: (1) penguatan positif (2) penghukuman (3) penghilangan dan (4)
penguatan negatif .
Penguatan positif berupa memberikan stimulus positif , berupa ganjaran
atau pujian terhadap perilaku atau hasil yang memang diharapkan, misalnya
berupa ungkapan seperti: "nah seperti ini kalau mengerjakan tugas, tulisannya rapi
mudah dibaca ". Jenis-jenis penguatan positif ialah : (1) penguatan primer (dasar)
dan (2) penguatan sekunder (bersyarat). Penguatan primer (dasar) yaitu
penguatan-penguatan yang tidak dipelajari dan selalu diperlukan untuk
berlangsungnya hidup , seperti makanan , air , udara yang segar , dan sebagainya.
Suasana seperti ini dapat membentuk perilaku siswa yang baik dan betah di dalam
kelas. Sedangkan penguatan sekunder (bersyarat) ialah yang menjadi penguat
sebagai hasil proses belajar atau dipelajari , seperti diperhatikan , pujian (penguat
sosial) , nilai angka, ranking (penguatan simbolik) , kegiatan atau permainan yang
disenangi siswa (penguatan bentuk kegiatan).
Penghukuman merupakan pemberian stimulus yang tidak menyenangkan
untuk menghilangkan dengan segera perilaku peserta didik yang tidak
dikehendaki.Tindakan hukuman dalam pengelolaan kelas masih bersifat
kontroversial (dipertentangkan). Sebagian menganggap bahwa hukuman
merupakan alat yang efektif untuk dengan segera menghentikan tingkah laku yang
tidak dikehendaki, sekaligus merupakan contoh yang tidak dikehendaki bagi siswa
lain . Sebagian lain melihat bahwa akibat sampingan dari hubungan pribadi antara
guru ( yang menghukum ) dan siswa (terhukum) menjadi terganggu , atau siswa
yang dihukum menjadi "pahlawan" di mata teman - temannya .
Penguatan negatif adalah berupa peniadaan tingkah laku yang tidak
disukai ( biasanya berupa hukuman ) yang selalu diberikan kepada siswa , karena
siswa yang bersangkutan telah meninggalkan tingkah laku yang menyimpang .
Hal ini dipertegas oleh Nurhadi (1983) yang menyatakan bahwa dengan
penguatan negatif diharapkan tingkah l siswa yang lebih baik itu akan
ditingkatkan frekuensinya.
Penghilangan adalah upaya mengubah perilaku peserta didik dengan cara
menghentikan pemberian respons terhadap suatu perilaku peserta didik yang
semula dilakukan oleh respons tersebut. Penghilangan ini menghasilkan
penurunan frekuensi tingkah laku yang semula mendapat penguatan. Penundaan
merupakan tindakan tidak jadi memberikan ganjaran atau pengecualian pemberian
ganjaran untuk siswa tertentu. Penundaan seperti ini menurunkan frekuensi
penguatan dan menurunkan frekuensi tingkah laku yang dimaksud itu.4
4
Gunawan, Imam, Manajemen Kelas: Teori dan Aplikasinya, (Depok: PT. Rajagrafindo Persada,
2019). h. 58-59
Iklim Sosio-Emosional dipergunakan apabila sasaran tindakan pengelolaan adalah
peningkatan hubungan antar pribadi guru murid dan antar murid, sedangkan
pendekatan Proses Kelompok dianut bila seorang guru ingin kelompoknya
melakukan kegiatan secara produktif (Abu Ahmadi, Ahmad Rohani, 1991:148).5
Pendekatan eklektik juga dikenal sebagai konseling integratif. Hal ini tentu
saja disebabkan karena orientasi pendekatan eklektik adalah penggabungan teori-
teori konseling dengan mempetimbangkan kelebihan dan kekurangan pada
masing-masing teori tersebut. Tambunan (2017) dalam praktiknya pendekatan
eklektik menggu- nakan semua teori konseling maka pendekatan ini tidak pernah
menggunakan konsep-konsep teori secara tetap tetapi akan memilih konsep teori
apakah yang paling sesuai dengan masalah konseli. Oleh karena itu, pendekatan
eklektik bersifat fleksibel dalam penggunaannya. Selain itu, pendekatan eklektik
juga besifat ilmiah, sistematik dan logis.
Konseling eklektik lebih banyak digunakan karena dianggap lebih efektif dari
pada pendekatan yang hanya mengandalkan satu pendekatan atau satu dua teori
tertentu saja secara optimal, menciptakan hubungan konseling yang hangat, dan
permisif. Menurut Roger menjadi tanggung jawab klien sendiri untuk membantu
dirinya sendiri. Prinsip yang penting adalah mengupayakan agar dapat
menyelesaikan dengan baik. Aliran ini menekankan pentingnya pengembangan
potensi dan kemampuan yang secara hakiki ada pada diri setiap individu. Potensi
dan kemampuan yang berkembang menjadi penggerak bagi upaya individu untuk
mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Dalam melaksanakan tugasnya, konselor
eklektik mengikuti sebuah filsafat dan arah yang konsisten, sedangkan teknik-
teknik yang digunakannya pun dipilih untuk digunakan karena sudah teruji bukan
berdasarkan hanya uji coba semata.
5
Afriza, S.Ag., M.Pd, Op. Cit. h. 41-45
mengembangkan pengetahuannya. Konselor yang mengembangkan pendekatan
eklektik mengetahui kepribadiannya sendiri dan menyadari gaya interaksi yang
perlu dikembangkan dalam hubungan konseling sesuai dengan karakteristik klien
yang berbeda-beda.6
6
Dr. Marsinun Rahmawati B. A. M.Si Kons., Nur Fauzi Ilahi, M.Pd, Bimbingan Dan Konseling
Sosial, Cetakan Pertama, Surabaya, Pustaka Aksara, 2020, hal 80-81
tidak sempurna, bahkan akan terkesan sebagai pendekatan yang tambal
sulam.7
Dalam hal ini, guru perlu mengetahui dengan jelas dan mendalam tentang
kondisi-kondisi yang menurut penilaianya akan memungkinkan mengajar secara
efektif. Keuntungan dari pendekatan ini adalah:
Guru yang efektif adalah guru yang menguasai berbagai strategi manajerial
yang tergantung dalam berbagai pendekatan manajemen kelas dan mampu
memilih dan menggunakan strategi yang paling sesuai dalam situasi tertentu yang
dianalisis sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
9
Surya Nana S.Ag., M.Si. Manajemen Pengelolaan Kelas, Cetakan Pertama, Bandung, Indonesia
Emas Grub, 2022, hal 89-91
3.1 Simpulan
Pendekatan sosioemosional bermaksud untuk menciptakan suasana
belajar yang demokrasi, sehingga dapat membina rasa tanggung jawab
sosial, dan harga diri siswa, dan akhirnya terjalin hubungan yang
positif antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa seperti
bersikap jujur dan terbuka diri satu sama lain.
Prinsip utama yang mendasari pendekatan tingkah laku ini adalah
perilaku merupakan hasil proses belajar. Prinsip ini berlaku bagi
perilaku yang sesuai maupun yang menyimpang.
Pada pendekatan eklektik konselor menggunakan variasi dari sudut
pandangan, prosedur, dan teknik sehingga dapat melayani masing-
masing konsep sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan ciri
khas masalah yang dihadapinya.
Pendekatan analitik pluralistik memberi kesempatan kepada guru
memilih strategi manajemen kelas atau gabungan beberapa strategi
dari berbagai pendekatan yang mempunyai potensi terbesar mampu
menanggulangi masalah manajemen kelas dalam situasi yang telah
dianalisis. Pada pendekatan ini guru dapat memilih dan
menggabungkan secara bebas pendekatan-pendekatan sesuai dengan
kemampuan.
3.2 Saran
Kami sadar bahwa makalah kami ini masih jauh dari
kesempurnaan
oleh karena itu kami senantiasa mengharapkan saran, dan kritik yang
sifatnya membangun demi perbaikan dan kesempurnaan makalah kami
pada waktu yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Imam, Manajemen Kelas: Teori dan Aplikasinya, Depok: PT.
Rajagrafindo Persada, 2019.
Afriza, S.Ag., M.Pd, Manajemen Kelas, Pekanbaru: Kreasi Edukasi,
2014
Neneng Nurmalasari, Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas, Jurnal
Pendidikan Islam Al-Ilmi, Vol. 2 No. 1
Dr. Marsinun Rahmawati B. A. M.Si Kons., Nur Fauzi Ilahi, M.Pd,
Bimbingan Dan Konseling Sosial, Cetakan Pertama, Surabaya, Pustaka
Aksara, 2020.
Riswandi Budi, Benang Merah Prosa, Cetakan Kedua, Tasikmalaya,
Langgam Pustaka, 2022.
Afriza, S.Ag., M.Pd, Manajemen Kelas, Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2014
Surya Nana S.Ag., M.Si., Manajemen Pengelolaan Kelas, Cetakan Pertama,
Bandung, Indonesia Emas Grub, 2022.