Anda di halaman 1dari 82

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH


KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
SELATAN TENTANG PENETAPAN ZONA
NILAI TANAH

KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

SELATAN

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang


Maha Esa, karena hanya atas karunia dan rahmat-Nya, penyusunan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah, dapat
diselesaikan dengan baik.
Penyusunan Naskah Akademik ini dilakukan untuk memberikan
pembenaran secara akademis dan sebagai landasan pemikiran atas
materi pokok Rancangan Peraturan Daerah dimaksud. Didasarkan pada
hasil kajian dan diskusi terhadap substansi materi muatan yang terdapat
diberbagai peraturan perundang-undangan, serta kebutuhan hukum
masyarakat akan pengaturan penetapan zona nilai tanah, adapun
penyusunannya dilakukan berdasarkan pengolahan dari hasil eksplorasi
studi kepustakaan, pendalaman berupa tanya jawab atas materi secara
komprehensif dengan stakeholder serta diskusi internal tim yang
dilakukan secara intensif.
Harapan kami, kajian ini dapat menjadi bahan pertimbangan yang
obyektif, ilmiah, dan rasional dalam menetapkan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tentang Penetapan Zona
Nilai Tanah.
Gorontalo, April 2021

Tim Penyusun,

Vd
i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …….....………………………………………… i

KATA PENGANTAR ............................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................. 1

B. Identifikasi Masalah ....................................... 6

C. Tujuan dan Kegunaan ................................... 7

D. Metodologi .......................................................... 8

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ............ 10

A. Kajian Teoritis .............................................. 10

B. Kajian Asas-asas Penyusunan Perda.........................39

C. Kajian Terhadap Praktek Penyelenggaraan,

Kondisi Eksisting dan Permasalahan………………... 45

D. Kajian Implikasi Penerapan Peraturan Daerah ……..51

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN TERKAIT .......................................... 55

BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS . 64

A. Landasan Filosofis .......................................... 64

B. Landasan Sosiologis ....................................... 71

C. Landasan Yuridis ............................................. 74

BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG

LINGKUP MATERI MUATAN .................................... 81


gg
iii
A. Jangkauan, Arah Pengaturan, dan Sasaran Yang

Akan Diwujudkan ............................................ 81

B. Ruang Lingkup Materi Muatan ........................ 82

BAB VI PENUTUP ........................................................... 100

A. Simpulan ...................................................... 100

B. Saran ........................................................... 102

DAFTAR PUSTAKA:

LAMPIRAN:Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow

Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah

gg
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang

berperan penting dalam kehidupan makhluk hidup. Manusia

menggunakan tanah untuk melakukan seluruh aktivitas

kehidupan termasuk pemenuhan kebutuhan primer yang

meliputi, sandang, pangan, dan papan. Pada konsep negara,

tanah memiliki aspek multidimensi sebab berkaitan dengan aspek

ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, serta pertahanan dan

keamanan.1 Tanah digunakan untuk modal pembangunan yang

bertujuan menjamin kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Ketersediaan tanah sebagai bagian dari sumber daya alam

bangsa Indonesia membawa konsekuensi logis adanya proses

pemanfaatan oleh setiap warga negara. Kekayaan alam tersebut

seharusnya digunakan secara berkeadilan sehingga dapat

dijangkau oleh masing-masing individu. Secara yuridis

konstitusional, bangsa Indonesia berupaya menjamin

1
Rejekiningsih, T, “Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah pada Negara Hukum
(Suatu Tinjauan dari Teori, Yuridis dan Penerapannya di Indonesia)”, Jurnal
Yustisia, 5 (2), 2016, hlm. 299

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 1


pemanfaatan sumber daya alam yang berkeadilan melalui amanat

Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945. Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945

tersebut bertujuan untuk memberi jaminan terwujudnya

kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia. 2 Untuk mewujudkan

kemakmuran, sumber daya alam dikuasai oleh negara. Bentuk

penguasaan negara atas sumber daya alam di Indonesia secara

substansi telah diatur pada Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar-Dasar dan Ketentuan-

Ketentuan Pokok Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

Pasal tersebut menyebutkan bahwa hak menguasai dari

negara untuk menjamin terlaksananya Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI

1945 ialah:

a) mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,

penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air,

dan ruang angkasa;

b) menentukan dan mengatur hubunganhubungan hukum

antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa;

c) menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum

antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum

yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Ketiga hak


2
Ruslina, E, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pembangunan
Hukum Ekonomi Indonesia”, Jurnal Konstitusi, 9(1), 2015, hlm. 35

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 2


yang dimiliki oleh negara diartikan sebagai suatu

kewenangan untuk menciptakan regulasi yang berisi

aturan mengikat dibidang pertanahan yang harus ditaati

oleh setiap warga negara.

Perkembangan kontemporer atau di era modern, tanah

manjadi hal yang sangat menjanjikan untuk berinvestasi. Jumlah

luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia sangatlah terbatas,

sedangkan jumlah manusia yang menginginkan tanah semakin

bertambah. Sehubungan dengan itu, tanah semakin lama

dirasakan semakin sempit, sedangkan permintaan selalu

bertambah, sehingga nilai tanah menjadi meningkat tinggi dari

tahun ke tahun. Ini menimbulkan berbagai persoalan di bidang

pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan tanah, sehingga

pemerintah dalam Pasal 5 ayat (1) butir C Ketetapan MPR Nomor

IX Tahun 2011, melakukan kebijakan pembaharuan agrarian

dalam hal:“menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui

inventarisasi dan registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan

dan pemanfaatan tanah secara komprehensif dan sistematis

dalam rangka pelaksanaan land reform”.

Secara umum nilai tanah dipengaruhi dua hal yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal, yaitu semua sifat

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 3


atau karakter yang dimiliki suatu persil atau daerah tertentu.

Elemen-elemen faktor internal antara lain kondisi fisik persil yang

berupa luas, ukuran, bentuk, topografi, legalitas hukum (hak

penguasaan dan penggunaannya), kesesuaian dengan penggunaan

dan lain sebagainya. Faktor eksternal, yaitu keadaan atau

karakteristik lingkungan yang mempengaruhi faktor internalnya.

Misalnya, aksesibilitas (kemudaham menuju lokasi atau site yang

lainnya), tersedianya jaringan infrastruktur kota, dan lain-lain. 3

Perkembangan selanjutnya, pemerintah membuat kebijakan

terkait dengan pertanahan yaitu Zona Nilai Tanah (ZNT). Zona

Nilai Tanah (ZNT) adalah poligon yang menggambarkan nilai tanah

yang relatif sama dari sekumpulan bidang tanah didalamnya, yang

batasannya bisa bersifat imajiner ataupun nyata sesuai dengan

penggunaan tanah dan mempunyai perbedaan nilai antara satu

dengan yang lainnya berdasarkan analisa petugas dengan metode

perbandingan harga pasar dan biaya.4 Menurut Maria S.W.

Sumardjono, karena sifat tanah langka dan terbatas, serta

3
NARENDRA SAKTYO ADI, “Analisa Zona Nilai Tanah Akibat Perubahan
Penggunaan Lahan (Studi Kasus: Surabaya Timur)”, Tugas Akhir, JURUSAN
TEKNIK GEOMATIKA Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya 2015, hlm. 1
4
Zahra Amalia Maimanah, Budi Ispriyarso, dan Paramita Prananingtyas,
“Pemanfaatan Dokumen Zona Nilai Tanah (ZNT) Sebagai Dasar Pemungutan
Penerimaan Negara Bukan Pajak”, NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1, 2019, hlm.
333

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 4


merupakan kebutuhan dasar setiap manusia inilah maka pada

hakekatnya masalah tanah adalah masalah yang sangat

menyentuh keadilan. Tetapi tidak selalu mudah untuk merancang

suatu kebijakan pertanahan yang dirasakan adil untuk semua

pihak.5

Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai tarif

pelayanan pertanahan yang tertuang di dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2015 tentang

Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang

berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional yang di dalamnya tercantum ketentuan

mengenai Zona Nilai Tanah (ZNT).

Berdasarkan Pasal 3 Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun

2015 salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional adalah

melakukan perumusan dan pelaksanaan kebijakan penilaian

tanah di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota yang

tersebar di seluruh wilayah Indonesia. 6 Unit kerja Badan

Pertanahan Nasional di tingkat provinsi disebut Kantor Wilayah

(Kanwil), sedangkan di tingkat kabupaten/kota disebut Kantor


5
Ibid
6
Ardani, M. N, “Penyelenggaraan Tertib Administrasi Bidang Pertanahan untuk
Menuju Pelaksanaan Kewenangan, Tugas dan Fungsi Badan Pertanahan
Nasional”, Administrative Law & Governance Journal, 2(3), 2019, hlm 485

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 5


Pertanahan (Kantah). Keberadaan unit kerja tersebut memiliki

tugas salah satunya membuat Zona Nilai Tanah.

Zona Nilai Tanah adalah kumpulan area yang terdiri atas

beberapa bidang tanah dengan nilai tanah yang relatif sama dan

batasannya bersifat imajiner atau nyata sesuai dengan

penggunaan tanahnya.7 Pasal 16 Ayat (1) Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2015 menyebutkan bahwa

Zona Nilai Tanah merupakan nilai tanah (market value) yang

ditetapkan Badan Pertanahan Nasional. Sifat tanah yang langka

dan terbatas serta bersentuhan dengan kebutuhan dasar setiap

manusia mengakibatkan diperlukannya kebijakan pertanahan

yang dirasakan adil untuk semua pihak. Kendati demikian,

permasalahan yang terjadi ialah sejauh ini tidak terdapat

peraturan yang secara khusus dan spesifik mengatur tentang

Zona Nilai Tanah. Sebagai lembaga yang berada di bawah

Kementerian ATR/BPN, kekosongan hukum terkait Zona Nilai

Tanah akan berdampak pada pelaksanan proses penilaian tanah.

Dampak yang mencolok dengan kekosongan hukum tersebut ialah

adanya ketidakpastian hukum dan tindakan sewenang-wenang

7
Novita, A., Subiyanto, S. & Wijaya, A. P, “Pemetaan Zona Nilai Tanah untuk
Menentukan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) Menggunakan Sistem Informasi
Geografis di Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang”, Jurnal Geodesi UNDIP,
4(1), 2015, hlm. 164

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 6


yang dilakukan oleh petugas dalam penilaian tanah. Kenaikan

zona nilai tanah sendiri sangat erat kaitanya dengan

perkembangan suatu daerah dengan di bangunanya infrastruktur

dan pusat ekonomi serta trasnportasi akan meningkatkan zona

nilai tanah yang signifikan.

Salah satu daerah yang memiliki perkembangan

pembagunan yang cukup pesat adalah Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan. Pusat pertumbuhan di Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan terdiri dari 3 Kecamatan. 3 Kecamatan

tersebut adalah Kecamatan Bolaang Uki yang berperan sebagai

Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) dan Kecamatan Pinolosian serta

Kecamatan Posigadan yang berperan sebagai Pusat Kegiatan Lokal

(PKL).8 Sebagai kawasan strategis pertumbuhan ekonomi dalam

bentuk pengembangan infrastktur kegiatan tertentu, belum lagi

pertumbuhan pariwisata yang pesat makin meningkatkan zona

nilai tanah.

Di lain sisi peningkatan nilai zona tanah ini berdampak

positif terhadap masyarakat yang memiliki tanah srategis di

daerah yang merupakan pusat pembangunan akan tetapi Zona

8
Rizky Juliansar Yasin , Suryanto , dan Ratna Eka Suminar, “Perkembangan
Kegiatan Ekonomi Di Pusat Pertumbuhan Kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan Provinsi Sulawesi Utara”, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper
Ekonomi dan Bisnis, Jember, 27-28 Oktober 2017, hlm. 551

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 7


Nilai Tanah dikatakan berpengaruh terhadap Penerimaan Negara

Bukan Pajak karena sebelumnya nilai tanah sebagaimana Pasal

16 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015

menggunakan Nilai Jual Objek Pajak sebagai Surat

Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan, yang

nilainya terhitung lebih kecil daripada Zona Nilai Tanah. Hal ini

berpengaruh terhadap nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pada

praktiknya, seringkali pemohon keberatan dengan adanya Zona

Nilai Tanah sebagai dasar penghitungan biaya Penerimaan Negara

Bukan Pajak. Adapun faktor yang mempengaruhi sikap keberatan

tersebut antara lain: (a) nilai tanah yang diberikan oleh petugas

terlalu tinggi, (b) objek satu bidang terletak pada lebih satu zona,

(c) overlay data peta bidang dan citra tidak sesuai, dan (d)

perhitungan nilai tanah/meter pada bangunan atau ruko tidak

sesuai dengan kondisi saat ini atau terlalu tinggi. 9

Oleh karena itu penting adanya Peraturan Daerah

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan yang mengatur tentang

Penetapan Zona Nilai Tanah yang menjadi landasan hukum

penentuan zona nilai tanah serta pengaturan tentang mekanisme

9
Hawin Narindra, Iwan Permadi, dan Sudarsono, “Pengaturan Zona Nilai Tanah
Sebagai Dasar Penilaian Tanah Oleh Badan Pertanahan Nasional”, Jurnal Ilmiah
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 1, Juni 2020, hlm.
68

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 8


pelaksanaanya.

1.1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka untuk


lebih memfokuskan pembahasan dalam Naskah Akademik
Ranperda tentang Rumah Susun Sederhana Sewa Kabupaten
Gorontalo Utara ini,maka perlu dilakukan batasan masalah.
Adapun batasan masalah yang dirumuskan dalam Naskah
Akademik peraturan ini adalah :
a. Apa saja masalah yang dihadapi dalam penyediaan
perumahan yang layak dan sehat bagi masyarakat
berpenghasilan rendah di Kabupaten Gorontalo Utara?
b. Mengapa perlu membentuk Rancangan Peraturan Daerah
tentang Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA)?
c. Apa yang menjadi pertimbangan dan landasan
filosofis,sosiologis, dan yuridis pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Rumah Susun Sederhana
Sewa (RUSUNAWA)?
d. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan dan jangkauan dan arah pengaturan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa (RUSUNAWA)?
1.2. Tujuan dan Kegunaan
a. Mengidentifikasi maslaah yang dihadapi oleh Daerah
Kabupaten Gorontalo Utara dalam hal penyediaan
perumahan yang layak dan sehat bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 9


b. Merumuskan alasan pembentukan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Rumah Susun Sederhana Sewa
(RUSUNAWA).
c. Merumuskan pertimbagan dan landasan filosofis,
sosiologis dan yuridis pembentukan Rancangan
Peraturan Daerah tentang Rumah Susun Sederhana
Sewa (RUSUNAWA).
d. Merumuskan sasaran, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan
Daerah tentang Rumah Susun Sederhana Sewa
(RUSUNAWA).
1.3. Metodologi

Sebelum menguraikan tentang pendekatan yang akan


digunakan dalam menjawab rumusan masalah sebagaimana
disebutkan di atas, maka perlu diuraikan terlebih dahulu jenis
penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan daerah tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa (RUSUNAWA) ini. Jenis penelitian yang
digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif adalah sebuah
penelitian hukum yang menitikberatkan pada kajian aspek teoritis
baik berupa asas, norma atau aturan hukum, doktrin dan dogma
hukum. Dalam konteks Rumah Susun Sederhana Sewa
(RUSUNAWA), penelitian ini akan menitikberatkan pada kajian
aspek asas, norma hukum yang berkaitan dengan perumahan dan
permukiman utamanya terkait dengan Rumah Susun Sederhana
Sewa (RUSUNAWA). Untuk menguraikan secara komprehensif
kajian terhadap raperda Rumah Susun Sederhana Sewa

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 10


(RUSUNAWA), maka digunakan beberapa pendekatan di
antaranya:

1) Pendekatan Hukum
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam
pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Sebab, penelitiaan bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
Melalui penelitian tersebut diadakan analisa dan
konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan
diolah.10
Dalam kaitannya dengan penyusunan naskah akademik
rancangan peraturan daerah tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa (RUSUNAWA) Kabupaten Gorontalo
Utara, digunakan metode penelitian yuridis normatif.
Dalam penelitian hukum, dikenal ada beberapa
pendekatan. Di antara pendekatan dalam penelitian
hukum tersebut akan digunakan juga sebagai
pendekatan hukum dalam penyusunan naskah akademik
ini. Pendekatan tersebut sebagai berikut:
a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statuta Approach)11
Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan daerah tentang
Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA). Dalam
10
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, suatu tinjuan
singkat, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, , 2012), hal. 1
11
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta; Kencana, 2011), hal. 96

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 11


upaya melakukan telaah terhadap undang-undang
dan regulasi ini, maka akan membuka kesempatan
untuk mempelajari adakah kesesuaian antara
undang-undang dan regulasi yang satu dengan
undang-undangan dan regulasi yang lainnya.
Undang-undang yang dimaksud dalam pendekatan ini
adalah baik undang-undang yang sifatnya lex
spesialis atau yang secara khusus mengatur tentang
hal-hal yang dibahas dalam penyusunan naskah
akademik ini seperti Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan juga
termasuk keterkaitannya dengan undang-undang
lainnya yang bersifat lex generalis atau undang-
undang yang sifatnya umum seperti Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,
serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Undang-
Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa.
b. Pendekatan Kasus (case approach)12
Pendekatan kasus diperlukan sebagai pembanding dan
bahan dalam melakukan kajian akademis atas
rancangan peraturan daerah yang akan dibuat. Dalam
pendekatan ini, dilakukan telaah atas kasus atau
masalah yang sering muncul dalam kaitannya dengan
penyediaan perumahan yang layak dan sehat
khususnya terkait dengan rumah susun sederhana
12
Ibid., hal. 119

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 12


sewa. Dari kajian atas kasus dan masalah hukum
yang dimaksud, maka akan menghasilkan reasoning
yaitu pertimbangan-pertimbangan yang mendasari
perumusan norma ke dalam peraturan daerah tentang
Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA)
Kabupaten Gorontalo Utara.

c. Pendekatan Konseptual (conseptual approach)


Pendekatan konseptual yang dimaksud dalam
penyusunan naskah akademik ini adalah menelaah
konsep baik itu pandangan maupun doktrin hukum
tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan. Hal ini diperlukan agar ketika konsep
pembentukan peraturan atau norma telah dipahami,
maka akan memudahkan dalam perumusan norma-
norma hukum sehingga potensi akan terjadinya
benturan norma baik itu conflic of law atau
contradictio interminis dalam peraturan dapat
dihindari.

2) Teknik Pengumpulan Data


Dalam melakukan kegiatan penyusunan Naskaha Akademis
Rancangan Peraturan Daerah tentangRumah Susun
Sederhana Sewa (RUSUNAWA) Kabupaten Gorontalo
Utara, teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2
(Dua) cara, yaitu:
a. Studi Literatur
Studi literature dilakukan dalam rangka memperhatikan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 13


segala referensi yang berkaitan dengan Aspek Hukum,
administrasi, dan teknis maupun maupun
kelembagaan yang nantinya terkait langsung dengan
masalah dalam pembentukan Peraturan Daerah
Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA)
Kabupaten Gorontalo Utara.
b. Survei Lapangan
Survei lapangan dilakukan dalam rangka menggali
informasi yang bermanfaat sebanyak mungkin melalui
kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh tim
penyusun Naskah Akademik dengan responden.

3) Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan berupa kajian terhadap
hasil pengolahan data. Analsis data dalam penelitian
hukum memiliki sifat deskriptif dan juga preskriptif. Sifat
deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
atau atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil
penelitiaan yang dilakukannya.13 Sedangkan sifat
preskiptif dalam karya akademik diberikan dalam bentuk
saran atau rekomendasi. Namun demikian, pemberian
saran dan rekomendasi ini diarahkan pada sesuatu yang
realistis. Pemberian saran dan rekomendasi dalam
konteks akademis memang berorientasi pada sesuatu
yang ideal, namun tetap harus dapat diterapkan di alam
realitas dan bersifat terukur.

13
Mukti Fajar ND, Yalianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyaakarta; Pustaka Pelajar, 2010), hal. 183

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 14


Berdasarkan pernyataan di atas, jika ditarik dalam konteks
penyusunan naskah akademik rancangan peraturan
daerah tentang Rumah Susun Sederhana Sewa
(RUSUNAWA) di Kabupaten Gorontalo Utara, maka
analisis data yang sifatnya deskriptif adalah penjelasan
atau gambaran tentang pertimbangan-pertimbangan
tentang pentingnya rancangan peraturan daerah tentang
Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA). Gambaran
tentang pertimbangan-pertimbangan tersebut dapat
berupa penjelasan terhadap persoalan atau masalah
hukum tentang Rumah Susun Sederhana Sewa
(RUSUNAWA),baik dari aspek pemanfaatan fisik
bangunan rusunawa, kepenghunian, administrasi
keuangan dan pemasaran, pengawasan dan
pengendalian, pengembangan bangunan, serta
penjelasan tentang landasan filosofis, yuridis dan
sosiologis.
Sementara preskripsi dalam penyusunan naskah akaademis
ini diorientasikan pada pemberian rekomendasi tentang
hal jangkauan dan materi muatan apa saja yang
sebaiknya atau idealnya di atur dalam rancangan
peraturan daerah tentang Rumah Susun Sederhana
Sewa (RUSUNAWA), namun materi muatan tersebut
harus tetap memperhatikan aspek realitas, artinya
sebuah rekomendasi penormaan yang juga dapat
diterapkan atau memiliki ratio recidendi dan ratio legis
yang kuat.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 15


Di samping itu, untuk menyempurnakan naskah akademik,
tentunya perlu dilakukan pembahasan dan diskusi
dengan pihak-pihak yang terkait (stake holder) di
Kabupaten Gorontalo Utara. Diskusi dan pembahasan
tersebut dapat dilakukan melalui Focus group discussion
(FGD) dengan orientasinya adalah jaring masukan untuk
melengkapi dan menyempurnakan naskah akademik dan
rancangan peraturan daerah tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa (RUSUNAWA).

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 16


A. Kajian Teoretis

1. Hubungan Manusia dan Tanah

Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di

atas sekali.14 Tanah dalam arti hukum memiliki peranan yang

sangat penting dalam kehidupan manusia karena dapat

menentukan keberadaan dan kelangsungan hubungan dan

perbuatan hukum, baik dari segi individu maupun dampak bagi

orang lain.

Pandangan manusia terhadap tanah bukan hanya

dititikberatkan pada kedudukan manusia sebagai makhluk

individu, namun juga pada manusia sebagai makhluk sosial. 15

Hak penguasaan tanah pada hakekatnya merupakan refleksi dari

pandangan manusia terhadap dirinya sebagai manusia dalam

hubungannya dengan tanah.16 Hubungan manusia dengan tanah

melahirkan kewenangan dan tanggung jawab untuk

kemakmuran diri sendiri dan orang lain. 17 Penguasaan tanah

merupakan suatu hak yang hanya dimungkinkan diperoleh


14
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta, 2008, hlm. 433
15
Notonegoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria di Indonesia, Jakarta:
Bina Aksara, 2005, hlm. 2
16
Ismail Alrip, Farida Patittingi, Faisal Abdullah, Pengaturan Pemanfaatan
Ruang Bawah Tanah, Artikel di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2013,
hlm. 3
17
Aslan Noor, Konsepsi Hak Milik atas Tanah bagi Bangsa Indonesia,
Bandung: CV. Mandar Maju, 2006, hlm. 32

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 17


apabila orang atau badan hukum yang akan memiliki hak

tersebut cakap secara hukum untuk menghaki obyek yang

menjadi haknya.

Manusia Indonesia merupakan kumpulan dan kesatuan

dari kelompok-kelompok masyarakat dan suku-suku yang

menyatukan diri dalam ikatan kebangsaan Indonesia. Penyatuan

dalam ikatan satu bangsa tidak berarti menghilangkatan

keberadaan kelompok atau suku-suku sebagai unsur

pembentuknya. Di satu sisi, kelompok suku yang sangat

beragam tetap dihormati keberadaannya, sedangkan di lain

pihak kelompok suku harus menghargai ikatan kebangsaan yang

sudah terbangun. Hal inilah yang melahirkan suatu ideologi

”Bhinneka Tunggal Ika”.

Hubungan manusia Indonesia dengan tanah dalam

wilayah Indonesia mengandung karakter yang spesifik.

Hubungan spesifik bukan hanya menunjukkan ikatan

kebathinan yang sangat ditentukan faktor historis yang panjang

namun juga mengandung ketergantungan yang bersifat

ekonomis, politis, dan sosial. Ketergantungan ekonomis karena

tanah di wilayah Indonesia menjadi sumber penghidupan bagi

manusia Indonesia. Secara politis, tanah di Indonesia

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 18


merupakan tempat, letak, dan batas wilayah kekuasaan manusia

Indonesia. Secara sosial, tanah di wilayah Indonesia merupakan

ajang tempat berlangsungnya hubungan antar manusia

Indonesia sendiri.

Hubungan yang mengandung karakter spesifik inilah yang

menjadi basis lahirnya hubungan hukum antara manusia

Indonesia dengan tanah yang kemudian dikonsepkan dengan

Hak Bangsa. Pasal 1 ayat (2) UUPA menegaskan bahwa bumi,

air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam di wilayah Indonesia

merupakan kepunyaan rakyat yang bersatu dalam ikatan bangsa

Indonesia. Hak bangsa itu bersifat sakral, abadi, dan asasi.

Sakral karena adanya kesadaran dan pengakuan bahwa tanah

beserta isinya merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa.

Abadi karena hubungan antara bangsa dengan tanah di wilayah

Indonesia tidak pernah akan berakhir selama bangsa Indonesia

sebagai subyek dan tanah sebagai obyek masih ada. Asasi

karena hak bangsa menjadi basis bagi lahirnya hak dasar bagi

setiap orang atau kelompok untuk menguasai, memanfaatkan,

dan menikmati tanah dan hasilnya untuk kesejahteraan mereka.

Pemberian hak atas tanah kepada setiap orang

dimaksudkan untuk digunakan atau dimanfaatkan sebagai

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 19


sumber kesejahteraan. Diberikannya dan dimilikinya tanah

dengan hak-hak penggunaannya tidak akan bermakna jika

penggunaannya terbatas pada tanah sebagai permukaan bumi.

Pemanfaatan tanah selalu berbarengan dengan pemanfaatan

sesuatu yang ada di atas dan di bawah permukaan bumi. Oleh

karena itu, hak-hak atas tanah bukan hanya memberikan

wewenang untuk mempergunakan sebagian tertentu permukaan

bumi yang disebut tanah, tetapi juga tubuh bumi yang ada di

bawahnya dan air, serta ruang angkasa yang ada di atasnya

dengan syarat penggunaan bagian tubuh bumi dan air serta

ruang di atasnya sekedar diperlukan dan sesuai dengan tujuan

pemberian haknya (Pasal 4 ayat (2) UUPA).

Hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum adat

menganut asas pemisahan horizontal, yaitu hak atas tanah tidak

dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang ada di

atasnya. Iman Sudiyat dalam bukunya “Hukum Adat Skesta

Asas” mengemukakan bahwa hak milik atas rumah dan tanaman

pada asasnya terpisah dari hak atas tanah tempat benda-benda

itu berada. Seseorang dapat menjadi pemilik rumah atau

tanaman di atas tanah orang lain. Namun, pada pemisahan

prinsipil antara hak atas tanaman dan rumah dengan hak atas

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 20


tanah terdapat restriksi-restriksi, seperti transaksi mengenai

pekarangan biasanya meliputi pula rumah dan tanamannya. 18

Sejalan dengan pendapat Iman Sudiyat, Djuhaendah

Hasan mengemukakan bahwa asas perlekatan vertikal tidak

dikenal dalam hukum adat, karena hukum adat mengenal asas

lainnya, yaitu asas pemisahan horizontal, dimana tanah terlepas

dari segala sesuatu yang melekat pada tanah tersebut. Di dalam

hukum adat benda terdiri dari benda tanah dan benda bukan

tanah. Dalam hal ini yang dimaksud dengan benda tanah hanya

meliputi tanahnya saja, sedangkan sesuatu yang melekat dengan

tanah dimasukkan dalam pengertian benda bukan tanah dan

terhadapnya tidak berlaku ketentuan benda tanah. 19 Namun,

wewenang penggunaan yang bersumber pada hak atas tanah

tersebut diperluas hingga meliputi sebagian tubuh bumi yang

ada di bawah tanah dan air, serta ruang angkasa yang ada di

atasnya.20

Hak atas tanah tersebut bersumber dari hak menguasai

negara yang diberikan kepada perseorangan dan sekelompok

18
Iman Sudiyat, Hukum Adat Skesta Asas, Yogyakarta: Liberty ,Cetakan ke-7,
2012, hlm. 54.
19
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda
Lainnya yang Melekat pada Tanah dalam Konsep Penerapan Asas pemisahan
horizontal, Bandung: Aditya Bakti, 2015, hlm. 75-76.
20
Ibid.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 21


orang secara bersama, maupun badan hukum yang

peruntukannya hanya untuk permukaan bumi, namun UUPA

juga memperbolehkan untuk pemanfaatan tanah pada tubuh

bumi, air serta ruang yang ada di atasnya sesuai dengan tujuan

pemberian haknya. Jika pemanfaatan ruang di bawah tanah

dan/atau ruang di atas tanah oleh subyek yang sama dengan

pemegang hak atas tanah dan menjadi bagian dari pemanfaatan

hak atas tanah, maka statusnya tetap ditempatkan sebagai

bagian dari hak atas tanah. Jika dengan pemanfaatan ruang di

atas permukaan bumi maupun ruang di bawah permukaan bumi

berbeda dengan pemanfaatan hak atas tanah baik oleh subyek

yang sama maupun berbeda, maka keberadaan status

pemanfaatan ruang di atas atau di bawah tanah tidak dapat

ditempatkan sebagai bagian dari hak atas tanah. Jika subyek

haknya sama, maka kewenangan pemegang hak atas tanah

tersebut tidak dapat menjangkau penguasaan atas pemanfaatan

ruang di atas tanah atau ruang di bawah tanah.

Pemanfaatan ruang di atas dan di bawah bumi ini harus

memperhatikan ketentuan Pasal 4 ayat (2) UUPA, tata ruang,

lingkungan hidup, dan aspek kemanfaatan. Pemanfaatan ruang

di atas atau di bawah tanah tidak mempunyai hubungan dengan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 22


hak atas tanah jika subyek pemanfaat dan kegiatan

pemanfaatannya berbeda. Untuk itu di samping harus ada izin

dari pemilik hak atas tanah yang ada di atas atau di bawahnya,

juga harus ada pemberian hak tersendiri yaitu Hak Guna Ruang

Bawah Tanah atau Hak Guna Ruang Atas Tanah. 21 Adanya

pemanfaatan ruang di atas tanah dan di bawah tanah ini

mengakibatkan adanya susunan pemanfaatan berbeda oleh

subyek yang berbeda yaitu pemanfaatan ruang di atas tanah,

pemanfaatan tanah, dan pemanfaatan ruang di bawah tanah.

Atas dasar itu, maka pemanfaatan ruang di atas dan di bawah

tanah oleh subyek yang berbeda dengan hak atas tanah harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut.

1) Pemanfaatannya tidak saling menimbulkan gangguan

satu dengan lainnya;

2) pemanfaatan Ruang Di bawah atau Di atas Tanah

tidak berhubungan langsung dengan pemanfaatan

permukaan bumi atau tanahnya;

3) tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup; dan

4) tidak bertentangan dengan tata ruang dan wilayah.

Selain persyaratan tersebut, pemanfaatan ruang di atas


21
Arie S. Hutagalung, Risalah Rapat Panitia Kerja Penyusunan Rancangan
Undang-Undang tentang Pertanahan, Senin, 19 September 2012, hlm. 23

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 23


maupun di bawah tanah harus memenuhi persyaratan yang

bersifat komulatif seperti syarat administratif termasuk di

dalamnya hak atas tanah dan aspek perizinan. Pemanfaatan

ruang di atas tanah dan ruang di bawah tanah diberikan

Pemerintah kepada perseorangan maupun badan hukum.22

2. Konsep Zona Nilai Tanah

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan

sumberdaya alam yang sangat diperlukan manusia untuk

mencukupi kebutuhannya. Pemanfaatan tanah yang baik akan

menjamin kelangsungan ekosistem yang stabil, membatasi

pencemaran udara, serta dapat menciptakan struktur politik,

ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan nasional

masyarakat. Kebutuhan akan tanah diindikasikan oleh adanya

permintaan (demand) yang pada gilirannya akan dipenuhi dengan

adanya penawaran (supply). Melihat aspek permintaan dan

penawaran ini, maka seharusnya pada suatu saat akan terjadi

keseimbangan harga (equilibrium price). Namun demikian, pada

kenyataannya pasar sempurna tidak pernah ada, mengingat

mekanismenya selalu “diganggu” oleh aktivitas manusia sendiri,

sehingga harga pasar yang terjadi sering tidak mencerminkan nilai

22
Arie S. Hutagalung, Risalah Rapat..., Loc., Cit.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 24


ekonomis yang sesungguhnya.23

Ray M. Northam mengemukakan dua buah pengertian

tentang zona nilai tanah, yakni :24

1. Zona Nilai tanah adalah nilai pasar (market value) yaitu

harga jual beli tanah yang terjadi pada suatu waktu

tertentu.

2. Zona Nilai tanah adalah nilai assessment (assessed value)

yaitu nilai yang diestimasi oleh seorang penilai. Market value

merupakan data dasar bagi assessed value.

Untuk melakukan penilaian tanah, perlu diketahui beberapa

prinsip penilaian. empat prinsip penilaian tanah, yakni penawaran

dan permintaan (supply and demand), penggunaan yang tertinggi

dan terbaik (highest and the best use), keuntungan produktivitas

(surplus productivity), serta prinsip perubahan dan antisipasi

(change and anticipation). Kekuatan penawaran dan permintaan

(supply and demand) saling berinteraksi mempengaruhi nilai

tanah yang direfleksikan oleh harga penjualan. Dalam jangka

pendek, penawaran menjadi sangat kaku (inelastic), karena luas

23
Eckert, J.K, Property Appraisial and Essesment Administration, The
International Association of Assessing Officers, Chicago, Illiois, 2015, hlm. 29
24
Purnamasari, G.D, “Pembuatan Peta Zona Nilai Tanah Kecamatan Kraton
Yogyakarta”, Tugas Akhir pada Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas
Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011, hlm. 59

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 25


tanah tidak dapat ditambah secara cepat dan drastis. Sementara

itu kebutuhan akan tanah sebagai tempat tinggal atau tempat

usaha maupun sebagai barang investasi semakin lama semakin

mendekati gejala konsumtif (durable consumption goods).25

Sementara itu juga, Zona penilaian tanah harus didasarkan

atas penggunaan tanah yang terbaik dan yang paling maksimal

(highest and the best use) agar penggunaannya menjadi lebih

ekonomis. Penggunaan atas sebidang tanah harus dapat

memberikan harapan keuntungan yang paling besar, baik

keuntungan yang bersifat material maupun yang bersifat non

material. Sebenarnya, tanah itu sendiri sudah memiliki nilai, akan

tetapi pengembangannya dapat memberikan kontribusi baru

terhadap bertambahnya nilai tanah.26

Sebagai salah satu faktor produksi, tanah dapat

memberikan keuntungan lebih (surplus productivity), selain yang

diberikan oleh faktor produksi lainnya seperti tenaga kerja, modal

dan manajemen. Hal itu disebabkan karena tanah merupakan sisa

keuntungan yang telah dinikmati. Prinsip perubahan (change)

25
Hidayati, W dan Harjanto, Konsep Dasar Penilaian Properti, BPFE,
Yogyakarta, 2003, hlm. 83
26
Aprianti Budhi, Penilaian Ulang Objek Pajak Bumi Dan Bangunan Berbasis
Peta Zona Nilai Tanah (Studi Kasus Kelurahan Sorosutan, Kecamatan
Umbulharjo, Kota Yogyakarta, DIY), Tugas Akhir pada Program Studi Teknik
Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, 2013, hlm. 79

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 26


menyatakan bahwa nilai pasar dipengaruhi oleh dinamika

ekonomi, politik dan faktor demografi seperti adanya

pemintakatan (zoning), suku bunga (interest rate), transportasi

ataupun keadaan ekonomi lokal dan regional. Sedangkan prinsip

antisipasi (anticipation), didasari oleh pendekatan pendapatan.

Nilai pasar akhirnya diartikan sama dengan nilai saat ini yang

diproyeksikan pada keuntungan yang akan datang (present value

of future benefits).

B. Kajian Asas-Asas Penyusunan Peraturan Daerah

Hamid S. Attamimi, menyampaikan dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan, setidaknya ada beberapa

pegangan yang harus dikembangkan guna memahami asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik

(algemene beginselen van behorlijke regelgeving) secara benar,

meliputi :

Pertama, asas yang terkandung dalam Pancasila selaku

asas-asas hukum umum bagi peraturan perundang-undangan;

Kedua, asas-asas negara berdasar atas hukum selaku asas-asas

hukum umum bagi perundang-undangan; Ketiga, asas-asas

pemerintahan berdasar sistem konstitusi selaku asas-asas

umum bagi perundang-undangan, dan Keempat, asas-asas bagi

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 27


perundang-undangan yang dikembangkan oleh ahli.27

Berkenaan dengan hal tersebut pembentukan peraturan

daerah yang baik selain berpedoman pada asas-asas

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik

(beginselen van behoorlijke wetgeving), juga perlu dilandasi oleh

asas-asas hukum umum (algemene rechtsbeginselen), yang

didalamnya terdiri dari asas negara berdasarkan atas hukum

(rechtstaat), pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi, dan

negara berdasarkan kedaulatan rakyat.

Berdasarkan Undang-undang No. 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,

mencerminkan sebuah konsep yang dikemukakan oleh Hans

Kelsen yang kemudian dikembangkan oleh muridnya Hans

Nawiasky, di mana dalam teori stufenbau des recht dijelaskan

bahwa norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-

lapis dalam suatu hirarki tata susunan, suatu norma hukum

yang lebih rendah, bersumber dan berdasar pada norma yang

lebih tinggi lagi, demikian seterusnya hingga norma yang tidak

27
Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang Baik;
Gagasan Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan, (Jakarta ; RajaGrafindo
Persada, 2009), hlm. 115

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 28


dapat ditelusuri lebih lanjut yang bersifat hipotesis dan

fiktif.28Konsep teori itulah yang mendasari adanya hirarki

peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7 Ayat

(1) yang menyebutkan bahwa Jenis dan hierarki Peraturan

Perundang-undanganterdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dari materi Pasal 7 Ayat (1) tersebut di atas, terlihat

bahwa peraturan daerah merupakan bagian integral dari dari

keseluruhan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal

ini berarti Perda merupakan salah satu jenis produk hukum

daerah. Selanjutnya dalam Permendagri Nomor 120 Tahun 2018

Tentang Perubahan Atas Permendagri Nomor 80 Tahun 2015


28
Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Syafa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Cetakan pertama, (Jakarta: KONpress, 2006), hlm. 100.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 29


Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah disebutkan bahwa

produk hukum daerah dilihat dari sifatnya terdiri atas dua, yaitu

produk hukum daerah yeng bersifat pengaturan dan penetapan.

Yang dimaksud produk hukum daerah yang bersifat pengaturan

antara lain:29

A. Peraturan Daerah (atau dalam UU Keistimewaan Aceh

disebut dengan Qonun);

B. Peraturan Kepala Daerah;

C. Peraturan DPRD.

Pembentukan peraturan perundang-undangan

(termasuk Perda) dibentuk harus memperhatikan beberapa asas

sebagai berikut :

1. Asas Tata Susunan Peraturan Perundang-undangan

atau lex superior derogate lex inferiori: peraturan

perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi.

2. Asas lex specialis derogate lex generalis: peraturan

perundang-undangan yang lebih khusus

29
Lihat Pasal 3 Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas
Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk Hukum
Daerah

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 30


mengenyampingkan peraturan perundang-undangan

yang lebih umum.

3. Asas lex posterior derogate lex priori: peraturan

perundangundangan yang lahir

kemudianmengenyampingkan peraturan perundang-

undangan yang lahir terlebih dahulu jika materi yang

diatur peraturan perundang-undangan tersebut sama.

4. Asas kejelasan tujuan, artinya setip pembentukan

peraturan perundang-undangan harus mempunyai

tujuan jelas yang hendak dicapai.

5. Asas asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang

tepat : bahwa setiap jeniis peraturan perundang-

undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau

pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan

yang berwenang. Peraturan perundang-undangan

tersebutdapat dibatalkan atau batal demi hukum

apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang

tidak berwenang.

6. Asas kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi

muatan: bahwa dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan harus benar-benar

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 31


memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai

dengan jenis dan hirarki peraturan perundang-

undangan.

7. Asas dapat dilaksanakan: setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus memperhitungkaan

efektifitas peraturan perundang-undangan tersebut di

dalam masyarakat baik secara filosofis, sosiologis, dan

yuridis.

8. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan : bahwa setiap

perundang-undangan dibuat karena memang benar-

benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur

kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.

9. Asas kejelasan rumusan : bahwa setiap peraturan

perundang-undangan harus memenuhi persyaratan

teknis penyusunan peraturan perundang-undangan,

sistimatika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa

hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak

menimbulkan berbagai interpretasi dalam

pelaksanaannya.

Asas keterbukaan : bahwa dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan,

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 32


pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan

bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh

lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya

untuk memberikan masukan dalam pembentukan perundang-

undangan.

C. Kajian Terhadap Praktek Penyelenggaraan, Kondisi

Eksisting dan Permasalahan

1. Kondisi Kependudukan

Tabel 1 : Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Tabel 2: Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 33


Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Tabel 3: Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

2. Garis Kemiskinan Kemiskinan dan Pengeluaran

Tabel 4: Indikator Kemiskinan tahun 2018-2020

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 34


Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 35


Tabel 5: Rata-rata Pengeluaran Perkapita

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Tabel 6: Pengeluaran Menurut Golongan dan Barang

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 36


Tabel 7: PDRB Menurut Pengeluaran

3. Sosial Budaya

Tabel 8: Persentase Rumah Tangga Menurut Program

Perlindungan Sosial

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

4. Indeks Pembangunan Manusia

Tabel 9: Indeks Pembangunan Manusia Tahun 2018-2020

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 37


Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Tabel 10: Indeks Pembangunan Manusia Sulawesi Utara

Sumber: Badan Pusat Statistik Sulawesi Utara

Dari data yang disajikan tersebut diatas menunjukkan

bahwa Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan memiliki IPM

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 38


terendah di Provinsi Sulawesi Utara. Apabila disandingkan dengan

beberapa daerah lain, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

memiliki IPM sebesar 65% pada tahun 2020. Pemerintahan

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan mempunyai tanggung

jawab untuk menyelesaikan permasalahan tersebut melalui

pengambilan kebijakan yang terkait dengan penyelesaian masalah

sebagaimana dimaksud. Perlu diketahui bahwa dalam Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

terdapat beberapa urusan yang wajib yang berkaitan dengan

pelayanan dasar dan yang tidak berkaitan dengan pelayanan

dasar serta urusan pilihan yang diselenggarakan oleh

pemerintahan daerah termasuk kabupaten Bolaang Mongondow

Selatan, yang terkait langsung dengan peningkatan kesejahteraan

masyarakat.

D. Kajian Implikasi Penerapan Peraturan Daerah

Indonesia pada dasarnya adalah negara yang memiliki area

yang sangat luas beserta seluruh kekayaan alam yang terkandung

di dalamnya, termasuk juga tanah. Dengan wilayah dan tanah

yang sedemikian luas, seharusnya Indonesia sudah dapat

dikategorikan sebagai negara yang makmur. Sayang seluruh

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 39


potensi yang ada belum terkelola secara optimal. Tanah

merupakan salah satu sumber daya alam yang belum terkelola

secara optimal dimana segelintir orang menguasai luasan yang

sangat luas sementara orang kebanyakan hanya menguasai

kisaran 0-100 meter persegi. Kondisi ini membuat pasar dan nilai

tanah secara teori memiliki kecenderungan tidak sehat apabila

kita melihat dari jumlah luasan tanah Indonesia yang relatif tetap.

Mekanisme pasar tanah akhir-akhir ini tidak sesuai akibat

upaya melambungkan harga penawaran tanah. Akibatnya terjadi

perbedaan yang begitu jauh dengan harga permintaannya. Gejala

meningkatnya harga tanah tanpa melalui mekanisme pasar yang

wajar, umumnya mengikuti pola penggunaan tanah. Untuk

mengendalikannya diperlukan intervensi pemerintah. Tanah

sebagai bagian dari ruang muka bumi adalah sarana bagi

manusia untuk melaksanakan segala aktivitasnya. Penilaian orang

atas sebidang tanah akan menjadi sangat berbeda, karena tanah

memiliki beberapa dimensi dan ukuran yang berbeda-beda pula.

Istilah tanah, bisa diartikan menjadi tiga hal, yakni:

1. Benda tempat tumbuhnya tanaman (soil), ukurannya

adalah tingkat kesuburannya;

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 40


2. Benda yang dapat diangkat dan dipindahkan (material),

ukurannya adalah beratnya dalam ton, meter kubik atau

kilogram;

3. Bagian dari wilayah muka bumi (space) yang sering disebut

dengan tempat, ukurannya adalah luasnya, dalam hektar,

meter persegi dan sebagainya.30

Untuk melakukan transaksi atas tanah sebagai tempat,

diperlukan beberapa parameter lain (selain luasnya) yang harus

dapat mewakili tanah tersebut dengan lebih baik lagi. Jual beli,

ganti rugi, agunan, garansi, gadai maupun hipotik adalah

beberapa contoh transaksi atas tanah yang memerlukan suatu

harga atau nilai sebagai cerminan dari manfaat atau kegunaan

tanah tersebut. Penilaian atas sebidang tanah memerlukan

keahlian tersendiri. Selain membutuhkan pengalaman, penilaian

tanah juga membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang

prinsip-prinsip penilaian, teknik pendekatan dalam penilaian,

faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung atau tidak

langsung ataupun pengetahuan tentang teknik/metode yang

dapat dipakai untuk mempermudah estimasi nilai tanah.

30
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang /
Badan Pertanahan Nasional, Penelitian Pemanfaatan Zona Nilai Tanah Berbasis
Penataan Ruang, hlm 2.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 41


Kebutuhan akan tanah diindikasikan oleh adanya

permintaan (demand) yang pada gilirannya akan dipenuhi dengan

adanya penawaran (supply). Melihat aspek permintaan dan

penawaran ini, maka seharusnya pada suatu saat akan terjadi

keseimbangan harga (equilibrium price). Namun demikian, pada

kenyataannya pasar sempurna tidak pernah ada, mengingat

mekanismenya selalu “diganggu” oleh aktifitas manusia sendiri,

sehingga harga pasar yang terjadi sering tidak mencerminkan

“kenikmatan” yang sesungguhnya dirasakan. Dalam bahasa

penilaian, harga “kenikmatan” itu sering diartikan sebagai nilai

ekonomis.31

Peraturan daerah merupakan instrumen yang memberikan

efek postitif terhadap masyarakat sehingga perumusan normanya

harus mengedepankan kemanfaatan, keadilan dan kepastian

hukum. Konsekuensi logis negara Indonesia adalah negara hukum

adalah kehidupan masyarakatnya harus diatur dengan hukum

yang tertulis dan terterima sebagai pedoman hidup bersama.

Pengaturan penetapan zona nilai tanah yang merupakan bagian

dari tugas pemerintah daerah dibidang pertanahan adalah urusan

pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar

31
Hlm 3.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 42


sebagaimana diatur dalam UU Pemerintahan Daerah. Pasal 12

ayat (2) UU 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

menjelaskan bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak

berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:

a. tenaga kerja;

b. pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak;

c. pangan;

d. pertanahan;

e. lingkungan hidup;

f. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

g. pemberdayaan masyarakat dan Desa;

h. pengendalian penduduk dan keluarga berencana;

i. perhubungan;

j. komunikasi dan informatika;

k. koperasi, usaha kecil, dan menengah;

l. penanaman modal;

m. kepemudaan dan olah raga;

n. statistik;

o. persandian;

p. kebudayaan;

q. perpustakaan; dan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 43


r. kearsipan.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan mengenai tarif

pelayanan pertanahan yang tertuang di dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2015 tentang

Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang

berlaku pada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional yang di dalamnya tercantum ketentuan

mengenai Zona Nilai Tanah (ZNT).

Implikasi ZNT dalam pelayanan peralihan hak terhadap

penentuan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dikarenakan

sebelumnya Nilai Tanah pada Pasal 16 ayat (1) dan (2) tersebut

menggunakan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dalam SPPT PBB

(Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan

Bangunan) dalam penentuan PNBP-nya yang terhitung lebih kecil

daripada Zona Nilai Tanah (ZNT), hal tersebut berpotensi

menimbulkan kerugian terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP). Sehingga dengan fungsi ZNT dalam pelayanan peralihan

hak, khususnya terkait dengan penentuan Penerimaan Negara

Bukan Pajak (PNBP), dalam pemanfaatan informasi nilai pasar

tanah dalam Peta ZNT BPN yang jauh lebih tinggi daripada NJOP,

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 44


diharapkan mampu mendongkrak penerimaan Negara baik dari

pajak maupun nonpajak yang berdasarkan simulasi dan realisasi

mampu meningkatkan penerimaan Negara dari PNBP berkisar 3-6

kali lipat lebih tinggi.

Diterapkannya ZNT (Zona Nilai Tanah) sebagai penentuan

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mengakibatkan semakin

tingginya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat. Hal ini

berdampak pada masyarakat yang merasa terbebani khusunya

masyarakat menengah ke bawah dengan pegeluaran yang semakin

tinggi. Fokus kajian kebijakan ZNT menjadi menarik dan penting

untuk di bahas baik secara konsep hukum positif dan

implementasinya sehubungan dengan arti penting Zona Nilai

Tanah (ZNT) sebagai jaminan kepastian hokum dalam pelayanan

pertanahan, fungsi Zona Nilai Tanah (ZNT) sebagai jaminan

kepastian hukum dalam penentuan dasar pengenaan PNBP

bidang pertanahan, serta pelaksanaan Zona Nilai Tanah (ZNT)

dalam pelayanan peralihan hak atas tanah dan kaitannya dengan

penentuan PNBP. Hal ini terkait dengan ide dasar hukum yang

mencakup nilai kemanfaatan, kepastian dan keadilan hukum

khususnya bagi masyarakat.32

32
Zahra Amalia Maimanah, Op. Cit, hlm 334

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 45


Pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Bolaang Mongondow Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah,

yang dibentuk atas persetujuan bersama antara Bupati dan

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang merupakan salah

satu bentuk dukungan politik (DPRD) dalam penetapan zona nilai

tanah di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan, diharapkan

akan menjadi dasar hukum bagi Pemerintah Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan dalam rangka Penetapan Zona Nilai Tanah di

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

Dengan hadirnya Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah, maka

Pemerintah Daerah dapat melakukan suatu strategi untuk

mencapai Penetapan Zona Nilai Tanah yang berkeadalian. Dapat

diartikan keadilan adalah menyangkut hubungan orang satu

dengan orang yang lain yang menyangkut hak dan kewajiban, dan

bagaimana pihak-pihak yang saling berhubungan

mempertimbangkan haknya dan kemudian dihadapkan dengan

kewajibannya. Kewajiban masyarakat dalam hal ini adalah

membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan

masyarakat berhak untuk sertipikat atas peralihan hak atas

tanah, begitu juga sebaliknya kewajiban Kantor Pertanahan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 46


adalah menerbitkan sertipikat peralihan hak atas tanah dan

haknya adalah menerima pembayaran Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) sehingga keadilan di sini dapat terlihat bahwa

masing-masing pihak sudah mendapatkan hak dan kewajibannya.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 47


BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis

Menurut pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum

bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila, tanah merupakan

karunia Tuhan Yang Maha Kuasa kepada seluruh rakyat

Indonesia yang wajib disyukuri keberadaanya. Wujud dari rasa

syukur itu adalah bahwa tanah harus dikelola dengan sebaik-

baiknya untuk kepentingan pembangunan manusia Indonesia

seutuhnya sesuai dengan perkembangan peradaban dan budaya

bangsa Indonesia. Pengelolaan tanah harus didasarkan kepada

pengaturan hukum yang mampu mempersatukan bangsa

Indonesia yang terdiri atas berbagai latar belakang budaya dan

adat istiadat bangsa Indonesia yang bersifat komunal religius.

Untuk itu pengaturan pengelolaan tanah harus sejalan dengan

nilai-nilai demokrasi, termasuk demokrasi ekonomi, yakni dengan

mengakomodasi kepentingan seluruh suku bangsa yang ada.

Dengan demikian diharapkan tanah sebagai sumber daya modal

dan sumber daya sosial dapat dijadikan sebagai sumber

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 48


kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indnesia. 33

Pengaturan di bidang pertanahan juga harus mendukung

terwujudnya tujuan nasional negara sebagaimana tercantum di

dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Hukum pertanahan Indonesia

harus senantiasa berorientasi kepada kepentingan bangsa dalam

rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia. Perlindungan kepentingan setiap bangsa

Indonesia atas tanah dimaksudkan untuk memajukan

kesejahteraan seluruh rakyat pada umumnya, sehingga

kehidupan bangsa Indonesia menjadi lebih cerdas.

Salah satu hal yang penting untuk diwujudkan adalah

pengaturan zona nilai tanah yang komperhensif dan berkeadilan

khususnya di daerah. Konsep zona nilai tanah di arahkan pada

nilai tanah yang di hubungkan dengan penerimaan bukan pajak

oleh daerah yang nantinya akan berdampak secara positif

terhadap perkembangan pembangunan.

Untuk mewujudkan cita-cita filosofis di atas, maka secara

konstitusional UUD 1945 telah meletakkan landasan politik

hukum pertanahan nasional sebagai bagian dari pengaturan


33
Ria Fitri. “Tinjauan Tanah Terlantar dalam Perspektif Hukum Islam”, Kanun
Jurnal Ilmu Hukum, No. 55, Th. XIII (Desember, 2011), hlm. 1

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 49


terhadap bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya.34 Hal inilah yang ditegaskan oleh Pasal 33 ayat (3) UUD

1945, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat. Terkait dengan itu, kemudian

ditetapkan pula Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, atau lebih dikenal dengan

Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), sebagai peraturan

pelaksana dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945.

Pasal 2 ayat (1) UUPA kembali menegaskan, bahwa “atas dasar

ketentuan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945

dan hal-hal sebagai yang dimaksud dalam Pasal 1, bumi, air dan

ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara,

sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.” Penguasaan dari

negara atas bumi, air, dan ruang angkasa tersebut digunakan

untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti

kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat

dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan

makmur (Pasal 2 ayat (3) UUPA).


34
Winahyu Erwiningsih, Hak Menguasai Negara Atas Tanah, Total Media,
Yogyakarta, 2009, hlm. 83

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 50


B. Landasan Sosiologis

Sebagai negara hukum, Indonesia menjunjung tinggi adanya

supremasi hukum yang membawa konsekuensi bahwa setiap

tindakan yang dilakukan oleh warga negara termasuk pemerintah

(seluruh organ dari negara) harus berdasar pada hukum positif

yang berlaku.35 Hukum berfungsi menertibkan dan mengatur

dalam masyarakat serta menyelesaikan masalah yang timbul

dalam kehidupan bernegara. Artinya segala kewenangan dan

tindakan alat-alat perlengkapan negara atau penguasa, semata-

mata berdasarkan hukum atau dengan kata lain diatur oleh

hukum sehingga dapat mencerminkan keadilan bagi warga

negara.36 Negara yang berlandaskan atas hukum dan keadilan

tentu harus menjamin pemenuhan hak-hak setiap warga negara.

Pelaksanaan praktik hukum dikehidupan sehari-hari

membutuhkan perangkat-perangkat hukum untuk mengatur

kebijakan. Suatu kebijakan pemerintah seharusnya diatur dengan

perangkatperangkat hukum berupa peraturan perundang-

undangan yang selaras, dinamis, dan konkret. Peraturan

perundang-undangan harus secara tegas, jelas, serta tidak boleh

35
Hariri, W. M, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Pustaka Setia, 2012, hlm. 1
36
Hakim, A. A, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 29

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 51


memiliki lebih dari satu tafsir agar tidak menimbulkan kekacauan

dalam melaksanakan peraturan tersebut. Selain itu, peraturan

perundang-undangan harus mengatur secara jelas agar tidak

terjadi kekosongan hukum terhadapnya.

Badan Pertanahan Nasional seperti telah dijelaskan

sebelumnya memiliki kewenangan untuk melakukan penyusunan

dan pelaksanaan kebijakan dibidang pertanahan serta memberi

dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di

lingkungannya. Tidak adanya suatu peraturan hukum yang secara

khusus dan spesifik mengenai Zona Nilai Tanah akan berakibat

pada pelaksanaan kebijakan. Radburuch berpendapat bahwa

terdapat tiga tujuan hukum yaitu, keadilan (gerechtigkeit),

kemanfaatan (zweckmaeszigkeit), dan kepastian hukum atau

rechtssicherkeit.37 Dengan tidak diaturnya peraturan mengenai

Zona Nilai Tanah secara spesifik dan khusus mencerminkan tidak

terpenuhinya tujuan hukum.

Kepastian hukum memberikan perlindungan terhadap

tindakan sewenang-wenang, yang berarti terjadi adanya ketertiban

dalam masyarakat dan juga dari pemerintah. Kepastian hukum

sebagai salah satu tujuan hukum dikatakan sebagai bagian dari

37
Ali, A, Menyibak Tabir Hukum, Jakarta: Gunung Agung, 2002, hlm. 58

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 52


upaya keadilan. Selain itu, hukum berfungsi sebagai sarana untuk

melindungi hak dan kewajiban subjek hukum tersebut. 38 Hukum

diciptakan sebagai suatu sarana untuk menciptakan hak dan

kewajiban dari subjek hukum agar subjek hukum dapat

menjalankan kewajiban dan mendapatkan haknya secara wajar

Tidak terdapatnya peraturan perundang-undangan yang

secara khusus mengenai peraturan Zona Nilai Tanah sebagai

dasar penilaian harga tanah oleh Badan Pertanahan Nasional

mengabaikan pemenuhan kepastian hukum di dalamnya. Akibat

hukum yang terjadi adalah Badan Pertanahan Nasional telah

mengabaikan amanah dari undangundang dan mengingkari asas

kepastian hukum dalam manjalankan tugasnya sebagaimana

dijelaskan sebelumnya, sehingga membuka kemungkinan bahwa

Badan Pertanahan Nasional menjalankan tugasnya secara

sewenang-wenang tanpa dasar hukum. Oleh sebab itu kehadiran

Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tentang

Zona Nilai Tanah diharapkan dapat memberikan perlindungan

dan kepastian terhadap penetapan zona nilai tanah.

C. Landasan Yuridis

38
Permadi. I, “Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Tanah Bersertifikat Ganda
dengan Cara Iktikad Baik Demi Kepastian hukum”, Yusticia Jurnal Hukum, 5(2),
2016, hlm. 460

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 53


Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menegaskan bahwa “Negara

Indonesia adalah negara hukum”. Sebagai negara hukum

membawa konsekuensi adanya supremasi hukum. Seluruh aspek

dalam kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan

serta pemerintahan harus berdasarkan atas hukum positif yang

berlaku. Demi terciptanya tatanan masyarakat yang taat pada

hukum dibutuhkan tatanan yang tertib dibidang peraturan

perundang-undangan.

Peraturan perundang-undangan adalah keputusan tertulis

negara atau pemerintahan yang berisi petunjuk atau pola tingkah

laku yang bersifat mengikat secara umum. Sistem peraturan

perundang-undangan di Indonesia melalui Pasal 7 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyebutkan secara

hierarki peraturan perundang-undangan terdiri atas Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan

Majelis Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah,

Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota.

Pada Pasal 8 ayat (1) dan (2) membuka kemungkinan

adanya peraturan perundang-undangan lainnya yang ditetapkan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 54


oleh pimpinan lembaga atau badan negara, misalnya Peraturan

Menteri yang telah diakui dan memiliki kekuatan hukum yang

mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan

kewenangannya. Zona Nilai Tanah bertujuan untuk

mengidentifikasi nilai tanah dengan menentukan secara jelas

batasbatas kepemilikan hak atas tanah dalam bentuk sketsa/peta

yang selanjutnya diterapkan sebagai penentu Penerimaan Negara

Bukan Pajak.39 Sebagai bentuk pelayanan kepada masyarakat

mengenai jaminan kepastian hukum dalam pelayanan

pertanahan, adanya Zona Nilai Tanah tidak memiliki landasan

yuridis yang secara khusus mengatur ketentuan tersebut

sebagaimana amanat Pasal 7 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2011 di

atas.

Secara umum adanya Zona Nilai Tanah diatur dalam

berbagai peraturan hukum. Pertama, Pasal 16 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas

jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku Pada

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.

Kedua, Pasal 459 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 8 Tahun


39
Rongiyati, S, “Eksistensi Lembaga Penilai Tanah dalam Pengadaan Tanah
untuk Kepentingan Umum”, Jurnal Negara Hukum, 3(1), 2011, hlm. 15

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 55


2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Agraria dan

Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Ketiga, Pasal 24 ayat (3)

Peraturan Menteri ATR/ BPN Nomor 38 Tahun 2016 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional dan Kantor Pertanahan. Keempat, Pasal 52 ayat (1)

Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 38 Tahun 2016 Tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan

Nasional dan Kantor Pertanahan. Pasal 16 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas

jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

menyebutkan bahwa “Nilai harga tanah berdasarkan nilai pasar

(market value) yang ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN

melalui peta Zona Nilai Tanah yang disetujui oleh kepala Kantor

Pertanahan pada tahun berkenaan”.

Pada pasal ini juga menjelaskan penghitungan biaya yang

harus dikeluarkan masyarakat berdasarkan nilai Zona Nilai Tanah

per meter persegi. Sedangkan, pada Pasal 459 Peraturan Menteri

ATR/BPN Nomor 8 Tahun 2015, Pasal 24 ayat (3) Peraturan

Menteri ATR/BPN Nomor 38 Tahun 2016, dan Pasal 52 ayat (1)

Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 38 Tahun 2016 hanya

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 56


menyinggung tugas Badan Pertanahan Nasional mengenai Zona

Nilai Tanah. Sebagai lembaga yang bertugas dalam bidang tata

ruang, agraria, dan pertanahan, sumber kewenangan Kementerian

Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional merupakan

sumber kewenangan atribusi. Kewenangan atribusi bersifat asli

yang berasal dari peraturan perundang-undangan.

Organ pemerintahan mendapat kewenangan secara

langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan

perundang-undangan. Kewenangan adalah kekuasaan yang

berdasar pada hukum, disamping terdapat kekuasaan yang tidak

berasal dari hukum.40 Terkait persoalan atribusi, penerima

wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas

wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan

ekstern, pelaksanaan wewenang diatribusikan sepenuhnya pada

penerima wewenang.

Kewenangan ialah kekuasaan formal, yakni kekuasaan yang

berasal dari posisi individu yang diberikan oleh undang-undang.

Badan Pertanahan Nasional yang merupakan sub bagian dari

kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional memiliki fungsi untuk melakukan


40
Bakrie, M, Hak Menguasai Tanah oleh Negara (Paradigma Baru untuk
Reformasi Agraria), Yogyakarta: Citra Media, 2007, hlm. 39

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 57


penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertanahan;

merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengaturan,

penataan dan pengendalian kebijakan pertanahan; perumusan

dan pelaksanaan kebijakan di bidang pengadaan tanah; serta

pelaksanaan koordinasi tugas, pembinaan, dan pemberian

dukungan administrasi kepada seluruh unit organisasi di

lingkungan Badan Pertanahan Nasional. 41 Badan Pertanahan

Nasional sebagai lembaga pemerintahan yang mengurusi di bidang

pertanahan memiliki kewenangan utama untuk membuat dan

menentukan nilai harga tanah yang terdapat di wilayah Republik

Indonesia. Dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria hingga peraturan

perundang-undangan di bawahnya mengamanatkan negara dalam

hal ini pemerintah untuk menjalankan undang-undang tersebut,

sehingga pemerintah memberikan kewenangan secara atributif

kepada Badan Pertanahan Nasional.

Pemberian kewenangan atribusi kepada Badan Pertanahan

Nasional ialah sebagai pembantu presiden dalam menjalankan

tugas pemerintahan untuk mengurusi yang berkaitan dengan

pertanahan. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang


41
Sinamo, N, Hukum Adminstrasi Negara, Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010,
hlm. 120

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 58


Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria kemudian diejawantahkan

oleh pemerintah melalui aturan peraturan yang diperlukan untuk

menjalankan perintah dari undang-undang tersebut.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 59


BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP

MATERI MUATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH

A. Jangkauan dan Arah Pengaturan Yang Akan Diwujudkan

Jangkauan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah

diharapkan dapat mewujudkan standar umum bagi masyarakat

dalam transaksi pertanahan dan properti, memberikan referensi

pengambilan keputusan spasial, perencanaan tata ruang kota,

perencanaan pembangunan yang mengalihkan fungsi lahan, dan

penataan pemukiman; dan memberikan informasi yang

transparan kepada Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam

transaksi jual beli tanah.

Arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Bolaang Mongondow Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah,

yaitu terwujudnya tanggung jawab, keserasian dan keseimbangan,

keterpaduan, manfaat, keadilan, partisifatif, keamanan,

keselamatan, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik

dan otonomi daerah demi kemajuan dan kesejahteraan dalam

berbangsa dan bernegara.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 60


B. Ruang Lingkup Materi Muatan

Materi muatan yang hendak dituangkan dalam Rancangan

Peraturan Daerah Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Bolaang Mongondow Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah,

merupakan penormaan dari jangkauan dan arah pengaturan yang

telah ditentukan untuk menentukan luasnya pengaturan norma

dalam Rancangan Peraturan Daerah dimaksud. Oleh karena itu,

dapat diuraikan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah

Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow

Selatan tentang Penetapan Zona Nilai Tanah, sebagai berikut:

1. Ketentuan Umum

Untuk menyeragamkan pemahaman dan kesesuaian dalam

memahami dan melaksanakan isi dari peraturan perundang-

undangan, serta menghindari terjadinya multitafsir terhadap

norma yang diatur maka perlu untuk menentukan defenisi dan

batasan pengertian terhadap suatu istilah yang hendak

digunakan dalam Peraturan Daerah.

Definisi atau batasan pengertian yang akan digunakan dalam

Rancangan Peraturan Daerah Peraturan Daerah Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

tentang Penetapan Zona Nilai Tanah, adalah:

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 61


a. Daerah adalah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

b. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur

penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin

pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan daerah otonom.

c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya

disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah

yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara

pemerintahan daerah.

d. Bupati adalah Bupati Kabupaten Bolaang Mongondow

Selatan.

e. Perangkat Daerah adalah Perangkat Daerah yang

menyelenggarakan urusan di bidang pajak daerah dan

retribusi daerah.

f. Tanah adalah daratan yang berada dalam wilayah

administratif Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan.

g. Nilai Tanah adalah pengukuran nilai yang didasarkan

kepada kemampuan tanah secara ekonomis dalam

hubungannya dengan produktivitas dan strategi ekonomis.

h. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati

bersama oleh pemangku kepentingan dan telah ditetapkan

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 62


status hukumnya.

i. Zona Nilai Tanah adalah area dalam wilayah Kabupaten

Bolaang Mongondow Selatan yang menetapkan nilai tanah

dengan kategori tententu dan memiliki karakteristik yang

serupa dalam satu zona nilai yang sama.

j. Tata ruang adalah pola pemanfaatan ruang berdasarkan

Rencana Tata Ruang Wilayah Daerah.

k. Perencanaan adalah rencana yang memuat susunan

kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab, dalam

rangka pengoordinasian pengambilan keputusan diantara

berbagai lembaga/instansi mengenai zona nilai tanah.

l. Pengendalian dan Pengawasan adalah kegiatan yang

dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui dan

menjamin kemajuan program atau kegiatan zona nilai

tanah, dan untuk menilai hasil akhir dari program ataupun

kegiatan zona nilai tanah.

2. Asas, Tujuan Dan Ruang Lingkup

Zona nilai tanah dilaksanakan berdasarkan asas tanggung

jawab, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat,

keadilan, partisifatif, keamanan, keselamatan, kearifan lokal,

tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah yang

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 63


diselenggarakan dengan tujuan:

a. menetapkan standar umum bagi masyarakat dalam

transaksi pertanahan dan properti;

b. memberikan referensi pengambilan keputusan spasial,

perencanaan tata ruang kota, perencanaan

pembangunan yang mengalihkan fungsi lahan, dan

penataan pemukiman; dan

c. memberikan informasi yang transparan kepada

Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam transaksi jual

beli tanah.

3. Tugas Dan Wewenang

Dalam penetapan zona nilai tanah, Pemerintah Daerah

mempunyai tugas sebagai berikut:

a. menetapkan kebijakan di Daerah;

b. menyelenggarakan inventarisasi nilai tanah di Daerah;

c. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama dan

kemitraan;

d. mengembangkan dan menerapkan instrumen zona nilai

tanah;

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 64


e. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan

penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap

ketentuan perizinan tanah sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

f. melaksanakan standar pelayanan minimal; dan

g. mengelola sistem informasi nilai tanah.

Adapun yang menjadi kewenengan Pemerintah Daerah

adalah sebagai berikut:

a. mempergunakan tanah untuk kepentingan pelaksanaan

tugas;

b. menetapkan kebijakan; dan mengambil langkah

strategis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan

4. Perencanaan

Perencanaan zona nilai tanah dilaksanakan melalui tahapan:

a. persiapan;

b. inventarisasi nilai tanah;

c. rencana klasifikasi zona; dan

d. penyusunan rencana zona nilai tanah.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 65


5. Penetapan

Penetapan zona nilai tanah di tetapkan oleh Bupati yang dapat

didelegasikan kepada perangkat daerah.

6. Pengendalian Dan Pengawasan

Pengendalian dilakukan untuk memantau nilai tanah

terhadap transaksi pertanahan dan perkembangan harga

pasar yang di lakukan paling lama 5 (Lima) tahun serta wajib

di awasi oleh bupati atau dapat di delegasikan kewenanganya

kepada perangkat daerah.

7. Pembagian Zona Nilai Tanah

Pembagian Zona Nilai Tanah harus memperhatikan

memperhatikan kawasan sebagai berikut:

a. pemukiman;

b. perkotaan;

c. perdesaan

d. pertanian;

e. perkebunan;

f. industri;

g. pariwisata;

h. strategis; dan

i. lindung

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 66


8. Lembaga Koordinasi Zona Nilai Tanah

Pemerintah Daerah berkoordinasi dengan Badan Pertanahan

Nasional di Daerah dalam penetapan zona nilai tanah.

9. Ketentuan Penutup

Peraturan Pelaksanaan Peraturan Daerah ini harus sudah

ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah

ini diundangkan.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 67


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan sebelumnya, maka

yang menjadi simpulan dalam Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

tentang Penetapan Zona Nilai Tanah adalah :

1. Peningkatan nilai zona tanah pada prinsipnya

berdampak baik terhadap masyarakat yang memiliki

tanah srategis di daerah yang merupakan pusat

pembangunan, akan tetapi Zona Nilai Tanah

berpengaruh terhadap Penerimaan Negara Bukan Pajak

karena sebelumnya nilai tanah sebagaimana Pasal 16

ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun

2015 menggunakan Nilai Jual Objek Pajak sebagai

Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan

Bangunan, yang nilainya terhitung lebih kecil daripada

Zona Nilai Tanah yang berpengaruh terhadap nilai

Penerimaan Negara Bukan Pajak. Pada praktiknya,

seringkali pemohon keberatan dengan adanya Zona

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 68


Nilai Tanah sebagai dasar penghitungan biaya

Penerimaan Negara Bukan Pajak yang rawan

menimbulkan konflik secara vertikal.

2. landasan filososfis pembentukan Rancangan Peraturan

Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

Tentang Penetapan Zona Nilai Tanah adalah di arahkan

pada nilai tanah yang di hubungkan dengan

penerimaan bukan pajak oleh daerah yang nantinya

akan berdampak secara positif terhadap perkembangan

pembangunan. Sementara, landasan sosiologis yaitu,

Tidak terdapatnya peraturan perundang-undangan

yang secara khusus mengatur mengenai peraturan

Zona Nilai Tanah sebagai dasar penilaian harga tanah

oleh Badan Pertanahan Nasional mengabaikan

pemenuhan kepastian hukum di dalamnya. Oleh sebab

itu kehadiran Peraturan Daerah Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan tentang Zona Nilai Tanah dapat

memberikan perlindungan dan kepastian terhadap

penetapan zona nilai tanah Selanjutnya, landasan

yuridis adalah berbagai peraturan perundang-undangan

yang berkaitan dengan zona nilai tanah.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 69


3. Jangkauan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Bolaang Mongondow Selatan Tentang Penetapan Zona

Nilai Tanah, diharapkan dapat mewujudkan standar

umum bagi masyarakat dalam transaksi pertanahan

dan properti, memberikan referensi pengambilan

keputusan spasial, perencanaan tata ruang kota,

perencanaan pembangunan yang mengalihkan fungsi

lahan, dan penataan pemukiman; dan memberikan

informasi yang transparan kepada Pemerintah Daerah

dan masyarakat dalam transaksi jual beli tanah.

Adapun Arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan tentang

Penetapan Zona Nilai Tanah, yaitu terwujudnya

tanggung jawab, keserasian dan keseimbangan,

keterpaduan, manfaat, keadilan, partisifatif, keamanan,

keselamatan, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan

yang baik dan otonomi daerah demi kemajuan dan

kesejahteraan dalam berbangsa dan bernegara. Ruang

lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tentang

Penetapan Zona Nilai Tanah yakni ketentuan umum,

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 70


materi pokok yang diatur, dan ketentuan penutup.

B. Saran

Berdasarkan simpulan yang telah diuraikan di atas, maka

saran dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Tentang Zona Nilai

Tanah ini adalah :

1. Perlu adanya peraturan daerah Kabupaten Bolaang

Mongondow Selatan Tentang Zona Nilai Tanah sebagai

dasar hukum atau payung hukum bagi pemerintah

daerah dalam memberikan kebijakan pemerintah

daerah yang responsif terhadap kepastian hukum zona

nilai tanah.

2. Perlu pelibatan masyarakat dan unsur terkait dalam

pembahasan tentang pembentukan peraturan daerah

yang akan menjadi dasar hukum bagi daerah kedepan

dalam konteks zona nilai tanah.

3. Apabila telah dibentuknya peraturan daerah tentang

Zona Nilai Tanah, maka sebaiknya peraturan daerah

tersebut ditindaklanjuti dengan pembentukan

peraturan bupati yang akan mengatur secara lebih

teknis.

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 71


DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arie S. Hutagalung, Risalah Rapat Panitia Kerja Penyusunan

Rancangan Undang-Undang tentang Pertanahan, Senin, 19

September 2012

Aslan Noor, Konsepsi Hak Milik atas Tanah bagi Bangsa

Indonesia, Bandung: CV. Mandar Maju, 2006

Ismail Alrip, Farida Patittingi, Faisal Abdullah, Pengaturan

Pemanfaatan Ruang Bawah Tanah, Artikel di Fakultas

Hukum Universitas Hasanuddin, 2013

Ali, A, Menyibak Tabir Hukum, Jakarta: Gunung Agung, 2002

Aprianti Budhi, Penilaian Ulang Objek Pajak Bumi Dan

Bangunan Berbasis Peta Zona Nilai Tanah (Studi

Kasus Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo,

Kota Yogyakarta, DIY), Tugas Akhir pada Program Studi

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 72


Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah

Mada, 2013

Bakrie, M, Hak Menguasai Tanah oleh Negara (Paradigma Baru

untuk Reformasi Agraria), Yogyakarta: Citra Media, 2007

Eckert, J.K, Property Appraisial and Essesment Administration, The

International Association of Assessing Officers, Chicago,

Illiois, 2015

Hakim, A. A, Negara Hukum dan Demokrasi di Indonesia,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011

Hidayati, W dan Harjanto, Konsep Dasar Penilaian Properti,

BPFE, Yogyakarta, 2003

NARENDRA SAKTYO ADI, “Analisa Zona Nilai Tanah Akibat

Perubahan Penggunaan Lahan (Studi Kasus : Surabaya

Timur)”, Tugas Akhir, JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA

Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Sepuluh Nopember Surabaya 2015

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 73


Purnamasari, G.D, “Pembuatan Peta Zona Nilai Tanah

Kecamatan Kraton Yogyakarta”, Tugas Akhir pada Program

Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik Universitas

Gadjah Mada, Yogyakarta, 2011

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Jakarta, 2008

Rizky Juliansar Yasin , Suryanto , dan Ratna Eka Suminar,

“Perkembangan Kegiatan Ekonomi Di Pusat Pertumbuhan

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan Provinsi Sulawesi

Utara”, Prosiding Seminar Nasional dan Call For Paper

Ekonomi dan Bisnis, Jember, 27-28 Oktober 2017

Sinamo, N, Hukum Adminstrasi Negara, Jakarta: Jala Permata

Aksara, 2010

Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan

Benda Lainnya yang Melekat pada Tanah dalam Konsep

Penerapan Asas pemisahan horizontal, Bandung: Aditya

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 74


Bakti, 2015

Iman Sudiyat, Hukum Adat Skesta Asas, Yogyakarta:

Liberty ,Cetakan ke-7, 2012

Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Syafa’at, Teori Hans Kelsen Tentang

Hukum, Cetakan pertama, (Jakarta: KONpress, 2006)

Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan yang Baik; Gagasan Pembentukan Undang-

undang Berkelanjutan, (Jakarta ; RajaGrafindo Persada,

2009)

Jurnal

Hawin Narindra, Iwan Permadi, dan Sudarsono, “Pengaturan Zona

Nilai Tanah Sebagai Dasar Penilaian Tanah Oleh Badan

Pertanahan Nasional”, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan, Vol. 5, Nomor 1, Juni 2020

Permadi. I, “Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Tanah

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 75


Bersertifikat Ganda dengan Cara Iktikad Baik Demi

Kepastian hukum”, Yusticia Jurnal Hukum, 5(2), 2016

Rejekiningsih, T, “Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah pada Negara

Hukum (Suatu Tinjauan dari Teori, Yuridis dan Penerapannya

di Indonesia)”, Jurnal Yustisia, 5 (2), 2016

Ria Fitri. “Tinjauan Tanah Terlantar dalam Perspektif Hukum

Islam”, Kanun Jurnal Ilmu Hukum, No. 55, Th. XIII

(Desember, 2011)

Rongiyati, S, “Eksistensi Lembaga Penilai Tanah dalam Pengadaan

Tanah untuk Kepentingan Umum”, Jurnal Negara Hukum,

3(1), 2011

Ruslina, E, “Makna Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam

Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia”, Jurnal

Konstitusi, 9(1), 2015

Zahra Amalia Maimanah, Budi Ispriyarso, dan Paramita

Prananingtyas, “Pemanfaatan Dokumen Zona Nilai Tanah

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 76


(ZNT) Sebagai Dasar Pemungutan Penerimaan Negara Bukan

Pajak”, NOTARIUS, Volume 12 Nomor 1, 2019

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014

Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah

beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9

Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015

Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5679);

Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas

Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan

Produk Hukum Daerah

Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 77


Naskah Akademik Ranperda tentang Penetapan Zona Nilai Tanah 78

Anda mungkin juga menyukai