Tim Penyusun,
Vd
i
DAFTAR ISI
gg
iii
DAFTAR PUSTAKA:
gg
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan pembangunan nasional di
segala bidang, degradasi lahan juga berkembang dengan pesat
dalam arti negatif, yaitu makin mengancam keberlanjutan
sistem pertanian. Hutan-hutan lebat ditebang habis
dan danau-danau penampung air ditimbun untuk berbagai
keperluan lain, mengakibatkan penurunan fungsi hidrologis.
Jutaan hektar kawasan hutan secara formal masih terdaftar
dan terbaca pada peta penggunaan lahan, namun di
lapangan tidak lagi mampu menyerap air pada musim hujan
dan mensuplai air pada musim kemarau. Berbagai kegiatan
pembangunan sering menggunakan lahan pertanian subur,
seperti untuk infrastruktur, pemukiman, perkantoran,
pertambangan dan industri. Bahkan, kegiatan pertanian
sendiri pun sering mengancam sustainabilitas pertanian,
seperti penggunaan lereng terjal untuk tanaman semusim,
perladangan berpindah dan penggunaan agrokimia beracun. 1
Permasalahan konservasi lahan pertanian yaitu Pertama,
Jenis degradasi makin beragam dan intensif. Degradasi lahan
pertanian Indonesia beragam, yaitu erosi, pencemaran kimiawi,
longsor, kebakaran, konversi, dan lain-lain. Penyebab
1
Baskoro, “Tantangan Konservasi Lahan Pertanian”,
https://grobogan.go.id/pendidikan/583-pembangunan-pendidikan-kabupaten-
grobogan-tahun-2011, Di akses Tanggal 24 Juli 2021
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 1
utamanya adalah kelalaian dan keserakahan manusia, yang
tidak memperhatikan karakteristik alam seperti curah hujan
yang tinggi, lereng, dan kondisi tanah, sehingga laju degradasi
makin cepat dan intensif. Hal ini menyebabkan lahan pertanian
mengalami degradasi yang makin berat.
Kedua, Diseminasi dan adopsi teknologi lambat. Sampai
saat ini, masih dapat dijumpai praktek pertanian tanpa teknik
konservasi, seperti pada sistem perladangan berpindah di luar
Jawa. Bahkan pada sistem pertanian menetap pun, penerapan
teknik konservasi tanah belum merupakan kebiasaan petani
dan belum dianggap sebagai bagian penting dari pertanian.
Salah satu sebabnya adalah karena diseminasi teknologi
konservasi tanah sangat lambat. Dari sumber teknologi
(lembaga penelitian dan perguruan tinggi) melalui publikasi,
seminar, dan simposium. disampaikan kepada penyuluh,
kemudian ditransfer kepada pengguna lahan. Selanjutnya, para
petani memerlukan waktu lama juga untuk memahami dan
mengadopsi teknologi tersebut, lebih-lebih bila tidak
memberikan keuntungan dalam waktu singkat setelah
penerapannya. Proses diseminasi dan adopsi teknologi tersebut
lebih lambat lagi mengingat kondisi kelembagaan penyuluhan
pertanian saat ini kurang kondusif untuk diseminasi secara
cepat.
Ketiga, Kebijakan pemerintah dan sosial-ekonomi
masyarakat. Penyebab utama rendahnya adopsi teknologi
konservasi bukanlah keterbatasan teknologi, tetapi lebih kuat
disebabkan oleh masalah non-teknis, yaitu masalah kebijakan,
2
Ibid.,
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 3
Sesungguhnya konsep dari lahan pertanian pangan adalah
lahan pertanian pangan yang sudah ditetapkan dengan
berbagai perencanaan dan pemilihan lokasi yang matang untuk
dijadikan lahan pertanian pangan dimana lokasi atau kawasan
tersebut harus diperhatikan kelayakan dan daya dukungnya
dalam rangka untuk menjaga produktifitas dalam rangka
memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat dalam tempo
yang lama bahkan mungkin selamanya dengan berbagai cara
dan upaya berupa perlindungan secara hukum, kebijakan
sektoral terkait dan penerapan teknologi tepat guna supaya
lahan tersebut dapat terus dimanfaatkan.3
Perkembangan zaman memang menuntut pembangunan
yang terus berkembang sesuai dengan kebutuhan yang makin
pesat. Pembangunan sangat tidak bisa dilepaskan dari
kebutuhan lahan dimana setiap pembangunan haruslah
dilakukan di suatu lahan. Indonesia merupakan Negara dengan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dalam beberapa
tahun terakhir. Dengan keadaan seperti ini mau tidak mau
pembangunan akan terus dilakukan di berbagai sektor dalam
upaya untuk memajukan perekonomian lebih baik lagi.
Pembangunan tersebut berupa infrastruktur transportasi,
industri, pelayanan jasa dan sebagainya yang membutuhkan
lahan cukup besar. Di beberapa negara maju lahan pertanian
pangan dianggap sebagai aset yang cukup vital dan penting
untuk diajaga kelangsunganya. Negara-negara tersebut
3
Rizaldi Eki Santoso, “Pemanfatan Tanah Bekas Kawasan Hutan Untuk Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya, 2014, hlm 9
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 4
menganggap bahwa salah satu cara menjaga kedaulatan
Negara adalah dengan memproduksi sendiri pangan
masyarakat dan melepaskan diri dari ketergantungan pasokan
pangan dari luar negeri. Hal ini sangat berbeda dengan yang
ada di bangsa ini dimana lahan pertanian dianggap sebagai
sesuatu yang tidak memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga
dengan mudahnya dialihfungsikan menjadi fungsi lain diluar
itu dengan pertimbangan yang lebih ekonomis dan
menguntungkan disaat itu juga.4
Undang-undang perlindungan lahan pertanian pangan
berkelanjutan sebenarnya tidak hanya mengatur ancaman
pidana saja demi menjaga lahan pertanian pangan
berkelanjutan tidak tergeroti kebutuhan lahan dengan fungsi
yang lain. Hal ini terlihat dengan adanya pengaturan mengenai
adanya insentif bagi para petani yang memanfaatkan lahan
pertanian pangan berkelanjutan. Menarik jika menyimak
tujuan rumusan ini dikarenakan memiliki unsur mengedukasi
para petani agar tetap merasa nyaman dan lebih sejahtera
dengan mata pencaharianya sebagai petani.
Pada era modern rumusan rumusan seperti inilah yang
dapat diterapkan dalam masyarakat karena memiliki sifat
mengajarkan ketertiban bagi masyarakat dimana masyarakat
diajarkan melalui aturan aturan hukum agar tetap bertahan
menjadi petani di lahan pertanian pangan berkelanjutan
karena adanya perlindungan dan jaminan hukum untuk
kesejahteraan mereka. Pemerintah seyogyanya memberikan
4
Ibid., hlm 14
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 5
produk hukum yang mengedukasi para petani khususnya di
lahan pertanian pangan berkelanjutan dengan pemahaman
terkait pentingnya pertanian pangan dan resiko akibat alih
fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan tanpa harus
mengenakan pidana pada para petani dikarenakan tingkat
pendidikan petani yang masih rendah justru akan membuat
para petani mengurungkan niatnya menjadi petani yang
mengerjakan lahan pertanian pangan berkelanjutan akibat
rasa takut apabila masyarakat terkena hukuman pidana
karena pelanggaran yang kurang petani ketahui seperti apa
pengaturan hukumnya.5
Kecenderungan meningkatnya perubahan iklim,
kerentanan terhadap bencana alam dan risiko usaha,
globalisasi dan gejolak ekonomi global, serta sistem pasar yang
tidak berpihak kepada petani, sehingga petani membutuhkan
perlindungan dan pemberdayaan. Selain itu, hal-hal lain yang
berisiko terhadap pertanian adalah hama atau penyakit
pertanian yang menyerang pertanian. Selama ini resiko yang
dialami oleh petani ini ditanggung sendiri oleh petani.
Seringkali para petani meminjam uang, yang kemudian dengan
bunga yang besar. Beberapa masalah yang yang dihadapi para
petani, mengakibatkan kurang sejahteranya petani di Indonesia
adalah:
a. Tingginya harga kebutuhan pokok pertanian dan
sarana pendukung pertanian seperti: bibit, pupuk,
5
Ibid., hlm 15
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 6
obat-obatan, alat-alat mesin pertanian, dan lain lain
khususnya yang dibutuhkan para petani.
b. Rendahnya harga jual produk dan hasil pertanian.
c. Transportasi dan distribusi hasil panen pertanian.
d. Rendahnya kualitas SDM para petani, yang
diakibatkan karena kurangnya pendidikan, pelatihan,
dan pembinaan bagi para petani.
e. Kurangnya sarana teknologi yang dapat
mempermudah, mempercepat, dan meningkatkan
hasil produk-produk pertanian yang digunakan para
petani.
f. Kurangnya lahan garapan.
g. Kurangnya dan terbatasnya modal
h. Faktor alam. seperti: wabah serangan hama penyakit,
banjir, kekeringan dan lain-lain.
i. Monopoli kebutuhan pokok pertanian dan hasil
produk produk pertanian.
j. Kurangnya perhatian baik pemerintah,instansi,
maupun swasta dalam meningkatkan pertanian dan
kesejahteraan para petani.6
Menyadari akan arti penting keberadaan lahan pertanian,
Pemerintah kemudian mengeluarkan Undang-Undang Nomor
41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. Dengan adanya UU tersebut, pemerintah
berkewajiban untuk mengembangkan lahan pertanian secara
6
I Ketut Sudiarta et.al, Laporan Penelitian Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan, kerjasama DPRD Kabupaten Tabanan
dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali, 2015, hlm 2-3
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 7
intensif dalam suatau kawasan pertanian pangan
berkelanjutan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Guna mendukung
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009, diterbitkan peraturan
turunan dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 yang
dituangkan sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011 Tentang
Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 Tentang
Insentif Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2012 Tentang
Sistem Informasi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan;
d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2012 Tentang
Pembiayaan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan. Seluruh PP tersebut, diharapkan dapat
menjamin keberlangsungan lahan pertanian ditingkat
daerah.
Pemerintah daerah kabupaten Bolaang Mongondow
Selatan dalam perkembaganya menindaklanjuti amanat
peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan demikian,
pengaturan dalam perda mengenai perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan merupakan kebijakan hukum
yang strategis oleh pemerintah daerah Kabupaten Bolaang
Mongondow Selatan dalam rangka mengakomodir kebutuhan
D. Metode
Sebelum menguraikan tentang pendekatan yang akan
digunakan dalam menjawab rumusan masalah sebagaimana
disebutkan di atas, maka perlu diuraikan terlebih dahulu jenis
penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan daerah tentang Rumah Susun
1) Pendekatan Hukum
Penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam
pengembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi.
Sebab, penelitiaan bertujuan untuk mengungkapkan
kebenaran secara sistematis, metodologis, dan konsisten.
Melalui penelitian tersebut diadakan analisa dan
konstruksi terhadap data yang telah dikumpulkan dan
diolah.7
Dalam kaitannya dengan penyusunan naskah akademik
rancangan peraturan daerah tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa (RUSUNAWA) Kabupaten Gorontalo
Utara, digunakan metode penelitian yuridis normatif.
Dalam penelitian hukum, dikenal ada beberapa
7
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, suatu tinjuan
singkat, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, , 2012), hal. 1
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 11
pendekatan. Di antara pendekatan dalam penelitian
hukum tersebut akan digunakan juga sebagai
pendekatan hukum dalam penyusunan naskah akademik
ini. Pendekatan tersebut sebagai berikut:
a. Pendekatan Perundang-Undangan (Statuta Approach)8
Pendekatan perundang-undangan ini dilakukan dengan
menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan penyusunan naskah
akademik rancangan peraturan daerah tentang
Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA). Dalam
upaya melakukan telaah terhadap undang-undang
dan regulasi ini, maka akan membuka kesempatan
untuk mempelajari adakah kesesuaian antara
undang-undang dan regulasi yang satu dengan
undang-undangan dan regulasi yang lainnya.
Undang-undang yang dimaksud dalam pendekatan ini
adalah baik undang-undang yang sifatnya lex
spesialis atau yang secara khusus mengatur tentang
hal-hal yang dibahas dalam penyusunan naskah
akademik ini seperti Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan juga
termasuk keterkaitannya dengan undang-undang
lainnya yang bersifat lex generalis atau undang-
undang yang sifatnya umum seperti Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,
serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta; Kencana, 2011), hal. 96
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 12
Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta Undang-
Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa.
b. Pendekatan Kasus (case approach)9
Pendekatan kasus diperlukan sebagai pembanding dan
bahan dalam melakukan kajian akademis atas
rancangan peraturan daerah yang akan dibuat. Dalam
pendekatan ini, dilakukan telaah atas kasus atau
masalah yang sering muncul dalam kaitannya dengan
penyediaan perumahan yang layak dan sehat
khususnya terkait dengan rumah susun sederhana
sewa. Dari kajian atas kasus dan masalah hukum
yang dimaksud, maka akan menghasilkan reasoning
yaitu pertimbangan-pertimbangan yang mendasari
perumusan norma ke dalam peraturan daerah tentang
Rumah Susun Sederhana Sewa (RUSUNAWA)
Kabupaten Gorontalo Utara.
9
Ibid., hal. 119
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 13
norma hukum sehingga potensi akan terjadinya
benturan norma baik itu conflic of law atau
contradictio interminis dalam peraturan dapat
dihindari.
3) Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan berupa kajian terhadap
hasil pengolahan data. Analsis data dalam penelitian
hukum memiliki sifat deskriptif dan juga preskriptif. Sifat
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 14
deskriptif ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran
atau atas subjek dan objek penelitian sebagaimana hasil
penelitiaan yang dilakukannya.10 Sedangkan sifat
preskiptif dalam karya akademik diberikan dalam bentuk
saran atau rekomendasi. Namun demikian, pemberian
saran dan rekomendasi ini diarahkan pada sesuatu yang
realistis. Pemberian saran dan rekomendasi dalam
konteks akademis memang berorientasi pada sesuatu
yang ideal, namun tetap harus dapat diterapkan di alam
realitas dan bersifat terukur.
10
Mukti Fajar ND, Yalianto Ahmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris, (Yogyaakarta; Pustaka Pelajar, 2010), hal. 183
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 15
penjelasan tentang landasan filosofis, yuridis dan
sosiologis.
Sementara preskripsi dalam penyusunan naskah akaademis
ini diorientasikan pada pemberian rekomendasi tentang
hal jangkauan dan materi muatan apa saja yang
sebaiknya atau idealnya di atur dalam rancangan
peraturan daerah tentang Rumah Susun Sederhana
Sewa (RUSUNAWA), namun materi muatan tersebut
harus tetap memperhatikan aspek realitas, artinya
sebuah rekomendasi penormaan yang juga dapat
diterapkan atau memiliki ratio recidendi dan ratio legis
yang kuat.
Di samping itu, untuk menyempurnakan naskah akademik,
tentunya perlu dilakukan pembahasan dan diskusi
dengan pihak-pihak yang terkait (stake holder) di
Kabupaten Gorontalo Utara. Diskusi dan pembahasan
tersebut dapat dilakukan melalui Focus group discussion
(FGD) dengan orientasinya adalah jaring masukan untuk
melengkapi dan menyempurnakan naskah akademik dan
rancangan peraturan daerah tentang Rumah Susun
Sederhana Sewa (RUSUNAWA).
A. Kajian Teori
1. Konsep Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan
Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture)
merupakan implementasi dari konsep pembangunan
berkelanjutan (sustainable development) pada sektor pertanian.
Menurut FAO (1989), pertanian berkelanjutan merupakan
pengelolaan konservasi Sumber Daya Alam dan berorientasi
pada perubahan teknologi dan kelembagaan yang dilakukan
sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan dan pemuasan
kebutuhan manusia secara berkelanjutan bagi generasi
sekarang dan mendatang. Konsep pembangunan berkelanjutan
mulai dirumuskan pada akhir tahun 1980’an sebagai respon
terhadap strategi pembangunan sebelumnya yang terfokus
pada tujuan pertumbuhan ekonomi tinggi yang terbukti telah
menimbulkan degradasi kapasitas produksi maupun kualitas
lingkungan hidup. Konsep pertama dirumuskan dalam
Bruntland Report yang merupakan hasil kongres Komisi Dunia
Mengenai Lingkungan dan Pembangunan Perserikatan Bangsa-
Bangsa: “Pembangunan berkelanjutan ialah pembangunan
yangmewujudkan kebutuhan saat ini tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untukmewujudkan
kebutuhan mereka”.11
11
Las, I dkk, “Isu Dan Pengelolaan Lingkungan Dalam Revitalisasi Pertanian”,
Jurnal Litbang Pertanian, 25(3), 2006, hlm. 110
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 17
Bedasarkan definisi pembangunan berkelanjutan
tersebut, Organisasi Pangan Dunia mendefinisikan pertanian
berkelanjutan sebagai berikut: ……manajemen dan
konservasibasis sumberdaya alam, dan orientasi perubahan
teknologi dan kelembagaan gunamenjamin tercapainya
dan terpuaskannya kebutuhan manusia generasi saat ini
maupunmendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan
menkonservasi lahan, air, sumberdayagenetik tanaman
maupun hewan, tidak merusak lingkungan, tepat guna secara
teknis, layaksecara ekonomis, dan diterima secara sosial. Sejak
akhir tahun 1980’an kajian dan diskusi untuk merumuskan
konsep pembangunan bekelanjutan yang operasional dan
diterima secara universal terus berlanjut. 12 Dengan perkataan
lain, konsep pembangunan berkelanjutan berorientasi pada
tiga dimensi keberlanjutan, yaitu: keberlanjutan usaha
ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia
(people), keberlanjutan ekologi alam (planet), atau pilar Triple-P
seperti pada Gambar 1:13
14
Yuwono, T, Pembangunan Pertanian Membangun Ideologi Pangan Nasional,
Yogyakarta: Lily Publisher, 2019, hlm. 100
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 19
rumusan kebijakan. Hasil implementasi kebijakan adalah
kinerja kebijakan. Di tahap ini diperlukan evaluasi kebijakan,
untuk mengetahui kinerja kebijakan, seberapa jauh kebijakan
mencapai hasil yang diharapkan. Kemudian dilanjutkan
dengan evaluasi secara paralel pada rumusan kebijakan,
implementasi kebijakan, kinerja kebijakan, dan lingkungan
kebijakan.
Hasil evaluasi menentukan apakah kebijakan dilanjutkan
atau membawa isu kebijakan baru yang mengarah pada dua
hal, yaitu: revisi kebijakan atau penghentian kebijakan.
Kebijakan yang telah diputuskan oleh pemerintah, sebagian
besar berpengaruh terhadap aktivitas masyarakat yang menjadi
target pelaksanaan kebijakan tersebut. Lingkup kebijakan
sangat luas mencakup berbagai bidang. Namun kebijakan yang
telah dipilih oleh pembuat kebijakan bukanlah jaminan bahwa
kebijakan tersebut akan berhasil dalam tahap
implementasinya. Implementasi kebijakan pada prinsipnya
adalah cara agar suatu kebijakan dapat mencapai tujuannya.15
Ketentuan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang
Pengendalian Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan
merupakan salah satu kebijakan pertanian. Menurut Person
bahwa kebijakan dilahirkan karena kegagalan pemerintah
untuk menyediakan lahan pangan yang berkelanjutan untuk
menjamin terwujud ketahanan pangan. Karena lahan sangat
15
Meirina Rokhmah, Potensi dan Kendala Kebijakan Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Demak, Jurnal Pembangunan
Wilayah dan Kota, 2012, hlm 162. Lihat Juga Dwijowijoto Riant Nugroho,
Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi, Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2003, hlm 158
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 20
dibutuhkan oleh masyarakat dan tidak mungkin disediakan
melalui mekanisme pasar, dan berkurang dalam
penggunaannya, maka diperlukan kebijakan pemerintah untuk
mengendalikan lahan pertanian.16
Implementasi kebijakan dianggap sebagai wujud utama
dan tahap yang sangat menentukan dalam proses kebijakan.
Tanpa implementasi yang efektif keputusan pembuat kebijakan
tidak akan berhasil dilaksanakan. Implementasi kebijakan
merupakan aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan
pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya
mengelola input untuk menghasilkan output atau outcomes bagi
masyarakat.17 Implementasi kebijakan ketahanan pangan yang
belum padu dan bersinergi dengan kebijakan pembangunan
lainnya, menyebabkan kondisi ketahanan pangan di Indonesia
saat ini masih menghadapi ancaman yang tidak ringan.18
Para pemikir ekonomi pembangunan telah lama menyadari
pentingnya peranan sektor pertanian dalam pembangunan
perekonomian secara keseluruhan, terutama pada tahap-tahap
awal pembangunan. Keberhasilan pembangunan pertanian
tidak akan pernah lepas dari upaya secara terus-menerus
melakukan pemanfaatan lahan dengan sebaik-baiknya. Lahan
menduduki fungsi yang sangat penting dalam pengembangan
usaha pertanian. Oleh karena itu, keberadaan lahan pertanian
perlu dijaga dan dikembangkan secara terus menerus sehingga
16
Person dalam Subkhan Riza, Kegagalan Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan di Provinsi Riau, Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014,
Palembang 26-27 September 2014, hlm 2-1
17
Ibid.,
18
Ibid.,
19
Ahmad Makky Arrozi dan Saptana, “Implementasi Undang-Undang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) Dalam
Mendukung Ketahanan Pangan Di Provinsi Banten”, Jurnal Online,
https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/PROS2013_D3_Ahmad
%20Makky.pdf, Di akses Tanggal 24 Juli 2021.
20
Afwit Freastoni dan Sirajuddin, Politik Hukum Perlindungan Lahan Pertanian
dan Hak Asasi Petani sebagai Instrumen Mewujudkan Ketahanan Pangan
Berkelanjutan di Indonesia, Jurnal Konstitusi, Vol. III, No. 2, November 2010, hlm
150-151
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 22
Menurut Nasoetion, dalam Iqbal dan Sumaryanto, terdapat
tiga kendala mendasar yang menjadi alasan mengapa
peraturan pengendalian alih fungsi lahan sulit terlaksana,
yaitu kendala koordinasi kebijakan, pelaksanaan kebijakan,
dan konsistensi perencanaan. Perencanaan berperan sangat
penting dalam pengaturan pemanfaatan lahan mengingat
kebutuhan akan lahan non pertanian semakin meningkat dan
mengancam keberlanjutan lahan pertanian, khususnya
sawah.21
Menurut Rustiadi dan Reti bahwa konversi atau alih fungsi
lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan
lahan dari fungsinya semula menjadi fungsi lain yang menjadi
dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan. Alih
fungsi lahan terjadi sebagai akibat pertumbuhan ekonomi dan
pertambahan jumlah penduduk yang terus meningkat. Hal
tersebut tercermin dari pertumbuhan aktivitas pemanfaatan
sumber daya alam yang didorong oleh meningkatnya
permintaan kebutuhan terhadap penggunaan lahan serta
adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor pembangunan
primer, khususnya dari sektor pertanian dan pengolahan
sumber daya ke sektor sekunder (manufaktur) dan sektor
tersier (jasa).22
21
Iqbal Muhammad dan Sumaryanto, Strategi Pengendalian Alih Fungsi Lahan
Pertanian Bertumpu Pada Partisipasi Masyarakat. Jurnal Analisis Kebijakan
Pertanian, Volume 5, No. 2, 2007, hlm 171
22
Rustiadi, E. dan W. Reti, Urgensi Lahan Pertanian Pangan Abadi dalam
Perspektif Ketahanan Pangan, dalam Arsyad,S dan E. Rustiadi (Ed),
Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan, Jakarta : Crestpent Press dan
Yayasan Obor Indonesia, 2008, hlm 61
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 23
Salah satu permasalahan di sektor pertanian dan
pertanahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah
tingginya angka konversi lahan pertanian ke penggunaan non
pertanian khususnya lahan pertanian sawah sehingga luasan
lahan sawah semakin berkurang, Sementara lahan sawah
bersifat rigid artinya tidak semua lahan pertanian bisa
dijadikan lahan sawah karena lahan sawah mempunyai
karakteristik khusus yaitu tersedianya air yang cukup dengan
tingkat kesuburan yang tinggi. Tingginya konversi lahan sawah
ke penggunaan non pertanian akan membawa dampak yang
serius terhadap ketahanan pangan bangsa karena hampir
semua penduduk Indonesia mengkonsumsi beras sebagai
makanan pokok.23
Walaupun pemerintah menyadari betapa pentingnya
ketahanan pangan dengan kedaulatan atas pangan namun
belum sepenuhnya menjadi komitmen yang kuat bagi
pemerintah untuk mewujudkannya terbukti alokasi anggaran
untuk sektor pertanian yang masih kecil, kurangnya kebijakan
yang berpihak pada petani, implementasi peraturan
perundangan tentang pengendalian konversi lahan pertanian
ke penggunaan non pertanian yang masih
setengah hati. Oleh karena itu dalam mewujudkan ketahanan
pangan ini diperlukan kebijakan yang komprehensif dan
integratif mulai dari kebijakan kependudukan, pertanahan dan
kebijakan pertanian. Untuk memenuhi kebutuhan pangan yang
23
Wiwik Widayati, “Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan di Kabupaten Demak”, Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol 1,
No. 1, Maret 2015, hlm 5
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 24
terus meningkat selain diperlukan ketersediaan lahan
pertanian yang cukup luas, diperlukan pula pelibatan teknologi
dan inovasi sektor pertanian misalnya dengan menggunakan
benih transgenik yang lebih tahan hama dan hasil pertanian
yang lebih banyak. Betapapun tingginya produktifitas
pertanian tanpa diikuti dengan dengan ketersediaan lahan
yang cukup tampaknya ketahanan pangan sulit untuk dicapai.
Untuk menjaga kecukupan dan ketersediaan lahan pertanian
dapat dilakukan dengan pencetakan lahan baru ataupun
dengan menjaga lahan yang sudah ada supaya tidak
berkurang.24
B. Kajian Asas Penyusunan Norma Peraturan Daerah
Penyusunan Peraturan Daerah tentang perlindungan
lahan pertanian pangan berkelanjutan harus memperhatikan
asas-asas dalam pembentukan sebagaimana diatur dalam UU
No. 12 tahun 2011, UU No. 23 tahun 2014 dan UU No. 16
tahun 2011 serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 42 Tahun 2013. Asas-asas dimaksud sifatnya
metanorma tersebut akan sangat menentukan materi muatan
dan arah pengaturan peraturan daerah. A. Hamid S. Attamimi
membagi dua kategori dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan yaitu asas formal dan asas material:
1. Asas-asas formal meliputi:
a. Asas tujuan jelas;
b. Asas lembaga yang tepat;
c. Asas perlunya pengaturan;
24
Ibid., hlm 6
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 25
d. Asas materi muatan yang tepat; dan
e. Asas dapat dilaksanakan;
f. Asas dapat dikenali.
2. Asas-asas material meliputi:
a. Asas sesuai dengan cita hukum Indonesia dan
Norma fundamental Negara;
b. Asas sesuai dengan dasar hukum Negara;
c. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip negara
berdasarkan atas hukum;
d. Asas sesuai dengan prinsip-prinsip pemerintahan
berdasarkan sistem konstitusi.
Ketentuan Pasal 237 UU No 23 Tahun 2014 menyebutkan
bahwa: asas pembentukan dan materi muatan Perda
berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
dan asas hukum yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarakat sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan perda yang
harus berkesesuaian dengan kondisi juga ditegaskan dalam
Pasal 14 UU No 12 Tahun 2011, disebutkan bahwa: Materi
muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pembentukan Peraturan daerah juga dalam hal ini juga
harus memperhatikan asas-asas yang berkenaan dengan
perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
3. Sosial Budaya
Perlindungan Sosial
masyarakat.
27
Lihat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 39
Nasional menjadi acuan perencanaan Lahan Pertanian
Berkelanjutan provinsi dan kabupaten/kota.
Pada pasal 18 UUD 1945 merupakan dasar hukum bagi
pelaksanaan otonomi daerah yang dalam era reformasi
menjadi salah satu agenda nasional. Melalui penerapan Bab
tentang Pemerintahan Daerah diharapkan lebih mempercepat
terwujudnya kemajuan daerah dan kesejahteraan rakyat di
daerah, serta meningkatkan kualitas demokrasi di daerah.
Semua ketentuan itu dirumuskan tetap, dalam kerangka
menjamin dan memperkuat NKRI, sehingga dirumuskan
hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintahan Daerah dengan memperhatikan kekhususan
dan keragaman daerah.
Ketentuan pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang
berbunyi Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung
didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, menjelaskan bahwa
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya di daerah
seperti halnya di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan,
pemerintah memiliki kewenangan khusus dalam menentukan
penggunaan kekayaan alam yang ada dalam rangka
menunjang kebutuhan masyarakat di daerah tersebut, seperti
halnya dalam Perencanaan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan sehingga kebutuhan pangan masyarakat
didaerah tersebut tetap terpenuhi.
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki
hierarki yang ketat dalam hal peraturan perundang-
29
Marsono, Susunan Suatu Naskah UUD 1945 Dengan Perubahan-Perubahanya
1999-2002. (Jakarta: Cv Eka Jaya, 2003), hlm 66
30
Lihat Pasal 1 ayat 3 UUD NRI Tahun 1945
31
Munir Fuady, Teori-Teori Besar (Grand Theory) Dalam Hukum, (Jakarta:
kencana, 2013), hlm 8.
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 55
Ketentuan Pasal 28A dan 28C ayat (1) menentukan bahwa:
“Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak
mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Pasal 28C ayat (1)
bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya,
ketentuan Pasal 33 ayat (3) menentukan bahwa: “Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.” Berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (3)
tersebut. Salah satu faktor penting dalam pembangunan
ketahanan, kemandirian dan kedaulatan pangan adalah
ketersediaan lahan pertanian pangan. Lahan pertanian pangan
merupakan bagian dari bumi sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa yang dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sementara itu lahan
pertanian pangan di Indonesia semakin berkurang dikarenakan
beralihnya fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian. 32
Penegasan landasan filosofis dalam Naskah Akademik
tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan atau di singkat
dengan LP2B merupakan perintah dari Undang-Undang Dasar
32
Tim Penyusun, Analisis dan Evaluasi Hukum dalam rangka Perlindungan
Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan tahun 2017, Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Kementrian Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm 1
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 56
1945 tepatnya pada pasal 33 ayat 3 Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Penegasan pasal tersebut oleh para pendiri bangsa ini
tidak begitu suja di buat melainkan dilihat dari kondisi
lingkungan NKRI yang terdiri dari Tanah dan Air yang dimana
tanah di Indonesia merupakan tanah agraris, yang ditunjang
dengan iklim tropis yang baik dimana sebagian besar
penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, sudah
selayaknyalah jika negara perlu menjamin penyediaan lahan
pertanian pangan yang berkelanjutan, sebagai sumber
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, eisiesi,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan
menjaga keseimbangan unsur yahati hingga daya dukung
lingkungan.
Negara berkewajiban menjamin hak asasi
warganegaranya khususnya dalam ketersedian sandang dan
pangan, selain itu Dari perspektif Hak Asasi Manusia (HAM),
Pengaturan penetapan lahan pertanian pangan berkelanjutan
penting dilakukan karena kebutuhan terhadap pangan
merupakan hak asasi manusia (HAM) yang menuntut negara
dalam hal ini Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan
upaya-upaya membangunan ketahanan dan kedaulatan
pangan termasuk merumuskan kerangka hukum agar lahan
pertanian pangan tetap dapat dimanfaatkan baik bagi generasi
sekarang maupun generasi yang akan datang. Dalam rangka
40
Ibid., 2-5
41
Gesthi Ika Janti, Edhi Martono, dan Subejo, Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan Guna Memperkokoh Ketahanan Pangan Wilayah (Studi
Di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta), Jurnal Ketahanan
Nasional, Vol. 22, No 1, April 2016: 1-21, hlm 5.
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 63
d. Desakan kebutuhan hidup dan secara ekonomi
nilai land rent lahan bila digunakan untuk sektor
non pertanian lebih tinggi;
e. Tingginya fragmentasi lahan akibat hukum waris;
f. Secara fisik dipengaruhi tipe tanah, klasifi kasi
kelas lereng, jaringan irigasi, dan jarak terhadap
permukiman atau peruntukan lain;
g. Kemarau panjang dan degradasi lingkungan akibat
penggunaan pupuk/pestisida berlebihan serta
pencemaran air irigasi; dan
h. Alokasi anggaran sektor pertanian kecil karena
prioritas pembangunan diutamakan pada sektor
non pertanian.
Revitalisasi pertanian memiliki tiga pilar pengertian, yaitu:
(a) sebagai kesadaran akan pentingnya pertanian; (b) bentuk
rumusan harapan masa depan akan kondisi pertanian yang
lebih baik; serta (c) sebagai kebijakan dan strategi besar
melakukan proses revitalisasi pertanian. Peran revitalisasi
pertanian tidak hanya sebatas membangun kesadaran
pentingnya pertanian semata, tetapi juga terkait dengan
adanya perubahan paradigma pola pikir masyarakat yang
memandang pertanian tidak hanya sekedar bercocok tanam
menghasilkan komoditas untuk dikonsumsi. Sektor pertanian
mempunyai efek pengganda (multiplier efect) yang besar terkait
dengan adanya keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward
and backward linkages) dengan sektor-sektor lainnya, terutama
industri pengolahan dan jasa. Disamping itu, kontribusi sektor
42
Ahmad Makky Arrozi dan Saptana, Op. Cit, hlm 522
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 65
ditingkat provinsi dan kabupaten/kota serta perencanaan
Provinsi menjadi acuan perencanaan kabupaten/kota.
Sedangkan penetapannya meliputi: Kawasan pertanian pangan
berkelanjutan, lahan pertanian pangan berkelanjutan di dalam
dan di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan, dan
lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan di dalam dan
di luar kawasan pertanian pangan berkelanjutan. Semua hasil
penetapan tersebut, dimuat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP), dan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) dan Rencana Tahunan baik nasional melalui
Rencana Kerja Pemerintah (RKP), provinsi, maupun
kabupaten/kota. Pengembangan kawasan dan lahan pertanian
pangan berkelanjutan dapat dilakukan dengan baik
intensifikasi maupun ekstensifikasi. Intensifikasi lahan dapat
dilakukan dengan peningkatan kesuburan tanah, peningkatan
kualitas benih/bibit, diversivikasi tanaman pangan,
pengembangan irigasi, pengembangan teknologi,
pengembangan inovasi, penyuluhan, jaminan akses modal
serta pencegahan dan penanggulangan hama tanaman.
Ekstensifikasi lahan pertanian pangan berkelanjutan dilakukan
dengan percetakan lahan, penetapan lahan pertanian pangan
menjadi lahan pertanian pangan berkelanjutan dan pengalihan
fungsi lahan nonpertanian pangan menjadi lahan pangan
berkelanjutan.43
Faktor-faktor yang menentukan jalannya implementasi
kebijakan lahan pertanian berkelanjutan adalah dana, petugas,
43
Ibid., hlm 524-525
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 66
sosialisasi, peraturan pendukung, koordinasi antar instansi,
pemahaman kebijakan, luas lahan sawah, komitmen
pemerintah.44 Perubahan penggunaan lahan adalah hal yang
selalu terjadi akibat meningkatnya jumlah penduduk yang
akan menyebabkan kebutuhan lahan untuk dijadikan lahan
pemukiman maupun untuk aktivitas perekonomian lain juga
meningkat. Lahan yang mengalami konversi penggunaan lahan
biasanya berasal dari lahan pertanian, baik pertanian lahan
basah maupunlahan kering. Oleh sebab itu, pemerintah daerah
kabupaten Bolaang Mongondow Selatan menginsiasi
pembentukan peraturan daerah ini dengan dalih bahwa
kebijakan pengendalian lahan melalui perlindungan lahan
pertanian pangan berkelanjutan adalah hal yang tidak dapat
ditawar lagi. Hal ini bertujuan untuk memberi daya dukung
dari segi dasar hukum yang akan ditindaklanjuti ke dalam
bentuk kebijakan program terkait.
Secara sosiologis pengaruh masyarakat terhadap tujuan yang
hendak dicapai akan dipengaruhi oleh sikap dan persepsi
masyarakat terhadap hukum. Dimana dalam masyarakat
Indonesia yang saat ini mencapai angka 256 Juta Jiwa 45
dengan jumlah lahan pertanian mencapai 9.8 Juta Ha 46 tidak
bisa memenuhi kebutuhan masyarakat indonesia baik
44
Dessy Nugraharani dan Engkus Kusnadi Wikarta, Implementasi Kebijakan
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Dalam Mengatasi Alih
Fungsi Lahan (Studi di Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat), Agric. Sci. J.
– Vol. I (4) : 122-132 (2014), hlm 132
45
www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/@ilo.../
wcms_346599.pdf, Di akses Tanggal 24 Juli 2021
46
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/04/luas-lahan-
pertanian-indonesia-2013-2014, Di akses Tanggal 24 Juli 2021
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 67
sandang maupun pangan. Sehingga dengan persoalan tersebut
perlu adanya penegasan hukum terhadap perilaku masyarakat
yang saat ini tidak terlalu memperhatikan penggunaann lahan
khususnya lahan pertanian pangan berkelanjutan. Selain itu
Secara faktual sektor pertanian selama ini dirugikan akibat
perubahan iklim, hama, dan sistem pasar yang tidak berpihak
kepada Petani serta masih minimnya pengetahuan petani
dalam penyelenggaraan pertanian adalah persoalan berat
lainya dimana akan bermuara pada meningkatnya jumlah
kemisikan di Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik RI
Pada Maret 2020 sebesar 9,78 persen, meningkat 0,56 persen
poin terhadap September 2019 dan meningkat 0,37 persen
poin terhadap Maret 2019. Jumlah penduduk miskin pada
Maret 2020 sebesar 26,42 juta orang, meningkat 1,63 juta
orang terhadap September 2019 dan meningkat 1,28 juta
orang terhadap Maret 2019.47
Persoalan mengenai kemiskinan saat ini memang
merupakan persoalan yang harus di tangani secara jelas dan
terstruktur di seluruh bidang termasuk dalam bidang
pertanian. Dalam ruang lingkup pertanian itu sendiri maslah
krusial adalah persoalan Luas lahan pertanian pangan
berkelanjutan (LP2B) yang saat ini terus mengalami
penurunan yang cukup drastis. Oleh karena ini para pendiri
bangsa indonesia telah menetapkan dalam UUD 1945 pasal 33
ayat 3 Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
47
Badan Pusat Statistik, Presentase Penduduk Miskin Tahun 2020, di kutip
dalam https://www.bps.go.id/pressrelease/2020/07/15/1744/persentase-
penduduk-miskin-maret-2020-naik-menjadi-9-78-persen.html, Di akses
Tanggal 24 Juli 2021.
Naskah Akademik Ranperda Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan 68
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat. pasal 33 ayat 3 UUD 45
dilaksanakan secara konsisten untuk semua jenis sumber
daya alam. Pasal 33 ayat 3 UUD 45 dengan tegas dan jelas
menyatakan bahwa semua sumber daya alam yang terdapat di
wilayah negara adalah dikuasi oleh negara. Dengan demikian
harus diterapkan suatu sistematika yang secara konsisten
berpegang pada prinsip bahwa (semua jenis) sumber daya
alam adalah dimiiliki dan dikuasai negara. Selanjutnya harus
ada ketentuan jenis sumber daya alam mana yang
kepemilikannya dapat dialihkan oleh negara kepada pihak lain
dan persyaratan apa yang harus dipenuhi oleh pihak yang
menerima pengalihan hak kepemilikan dari negara.
Atas dasar prinsip bahwa negara sebagai pemilik yang
berhak melakukan pengendalian sumber daya alam. Dalam
penerapanya penggunaan sumber daya alam ini negara
membagi menjadi dua bagian yang pertama adalah:
(1). sumber daya alam yang kepemilikannya oleh negara dapat
dialihkan dari negara kepada pihak lain, termasuk perorangan
atau perusahaan. Selanjutnya hak kepemilikan juga dapat
dialihkan dari satu pihak ke pihak lain. Sebagai contoh adalah
kepemilikan tanah dalam rangka mengolah hasil tambang
seperti emas dan minyak bumi. (2) sumber daya alam yang
kepemilikannya oleh negara tidak dapat dialihkan kepada
pihak lain. Pengertian tidak dialokasikan adalah bahwa
sumber daya alam katagori ini merupakan sumber daya alam
yang digunakan atau menjadi kepentingan banyak orang atau
Jurnal
Internet
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/895
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2016/08/04/luas-
lahan-pertanian-indonesia-2013-2014
www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@ro-bangkok/
@ilo.../wcms_346599.pdf