Anda di halaman 1dari 1

MELURUSKAN BUKAN MENERUSKAN

Oleh : Achmad Irfan Hadiyana

"Jadilah Generasi Pelurus Bukan Hanya Generasi Penerus" kalimat ini yang melecut semangat saya dari awal
memasuki dunia organisasi dan bermasyarakat dimanapun saya berada. Sebuah kalimat yang jarang sekali
terdengar karena sejak dulu kita selalu diajak untuk bersama-sama menjadi generasi penerus tanpa penjelasan
apa dan siapa yang harus diteruskan jejak atau perjuangannya. Sehingga terkadang kita lupa bahwa yang layak
diteruskan hanyalah hal yang bersifat positif bukan yang negatif, dan kitapun dibuat terlena hanya dengan
meneruskan hal yang positif tanpa berupaya membuatnya lebih positif lagi sesuai dengan kondisi terkini.

Menjadi generasi penerus dirasa kurang tepat, jika yang diteruskan adalah hal-hal yang positif, ya alhamdulillah.
Tetapi masalahnya dalam perjalanannya, yang telah dilakukan bukan hanya hal-hal yang positif, bahkan banyak
hal negatif yang ternyata juga dilakukan oleh sebagian dari para pendahulu kita. Misalnya, perilaku korupsi
ternyata juga dilakukan oleh para tokoh, para pemimpin, dalam berbagai karir. Ada pejabat negara (eksekutif),
pimpinan dan anggota legislatif, juga yudikatif, dan yang lainnya. Dalam hal ini, kita tidak harus menjadi
penerus bangsa, tetapi justru harus menjadi generasi pelurus. Meluruskan perilaku negatif.

Apakah saat ini kita akan meneruskan prilaku para pendahulu, para sesepuh, para wakil rakyat, para pemimpin
dan para guru saat prilaku, tindakan dan gaya berpikir materialis, opputunis, individualis dan penuh bumbu
kemunafikan, tidak konsisten, membuat pelecehan atas agama, lambang negara serta pintar membalikkan fakta,
dimana kebohongan lebih dihargai dari pada kejujuran?.

Dalam hal konsep saling mengingatkan, sebenarnya janganlah kita justru menjadi generasi penerus perilaku
negatif, seperti perilaku korupsi, narkoba, kejahatan moral, tawuran antar siswa, tawuran antar gang, antar suku,
dan sebagainya. Sebagaimana salah satu ayat dari surat Al-Fatihah yang biasa kita baca yakni “ihdinasirothol
mustakim”. Akan lebih baik lagi jika dapat menjadi generasi pelurus.

Karena dari dulu kita sering diberikan pemahaman menjadi generasi penerus, hal inilah yang membuat proses
pengulangan kejadian yang tidak pernah berhenti. Selalu di teruskan budaya-budaya tidak penting dan hal yang
negatif. Tentunya kita sebagai generasi baru, memiliki tugas untuk meluruskannya, bukan sekedar
meneruskannya. Jika ada hal yang baik boleh saja diteruskan, tapi bagian yang melenceng tentunya harus
diluruskan bukan? Menjadi penerus bangsa tidak hanya sekedar meneruskan. Kalau hanya meneruskan berarti
tak ada perubahan yang dilakukan. Kita hanya meneruskan apa yang udah ada tanpa menambah atau mengurangi
sesuatu apapun. Kalau memang seperti itu berarti kita merugi kan?

Bukankah orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemaren adalah orang yang celaka. Orang yang sama dengan
yang kemaren adalah yang merugi. Barulah orang yang lebih baik dari kemaren orang yang beruntung. Lantas
jika kita hanya meneruskan apa yang ada setidaknya termasuk orang yang merugi, karena tidak ada perubahan
yang dilakukan.

Sekali lagi jadilah generasi yang meluruskan keadilan dan kebaikan. Hapuskan semua hal yang hanya
menjadikan sebuah kesenangan tanpa ada tujuan, apalagi kepentingan. Tuluslah untuk melakukan sebuah
perubahan, meskipun hinaan, cacian, bahkan pukulan yang di dapat mendarat di badan.

Luruskan pemikiran. Jangan hanya melihat tiru dan lakukan apa yang ada. Perbaiki dan kembangkan lebih baik
dari apa yang ada. Kini saatnya lahirlah generasi pelurus, kita meluruskan hal-hal yang salah, kita luruskan
generasi berikutnya agar tetap bertindak benar, kita luruskan makna persatuan yang terkotak-kotak, kita luruskan
bahwa agama dan negara selalu beriringan, bukan bertanding layaknya musuh. “Ihdinasirothol Mustakim,
Tunjuki Kami Ke Jalan Yang Lurus”

Anda mungkin juga menyukai