Anda di halaman 1dari 42

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL

DENGAN KEK DAN HBsAg POSITIF


DI PUSKESMAS DANAU INDAH TAHUN 2022

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pendidikan
Pendidikan Asuhan Kebidanan Pada Kasus Kompleks Dan Perempuan Pada Kondisi
Rentan

Dosen Pembimbing :
Lili Farlikhatun, M. Keb

Disusun Oleh :
Afrianti (210605205 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ABDI NUSANTARA


PRODI S1 KEBIDANAN
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, telah memberikan kesehatan dan
karunia-Nya utuk kita dan kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini : Asuhan Kebidanan
Pada Ibu Hamil Dengan Kek Dan HBsAg Positif Di Puskesmas Danau Indah Tahun 2022. Tidak
lupa penulis mengucapkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW.
Penyelesaian tulisan ini tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak yang terkait secara langsung
maupun tidak langsung.

Makalah ini merupakan tugas materi kuliah Pendidikan Asuhan Kebidanan Pada Kasus
Kompleks Dan Perempuan Pada Kondisi Rentan , dalam penyusunan makalah ini penulis
banyak mendapatkan saran dari berbagai pihak, dalam kesempatan ini saya ingin mengucapkan
terima kasih kepada :

1. Lili Farlikhatun M.Keb selaku pembimbing materi kuliah tersebut

2. Teman – Teman kelas C2 yang saya banggakan. .

Meski demikian, penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini,
sehingga penulis secara terbuka menerima saran dan kritik positif dari pembaca. Agar hasil
makalah yang didapat mencapai kesempurnaan dan bisa menjadi referensi yang baik bagi
pembaca.
Demikian apa yang dapat saya sampaikan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
dapat menjadi referensi yang baik bagi pembaca khususnya mahasiswa yang hendak
melaksanakan mata kuliah Anti Korupsi baik di instansi yang sama ataupun instansi yang
berbeda dan juga untuk kalangan umum. Demikian saya sampaikan terimakasih.

Jakarta, Januari 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan.................................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Kehamilan...........................................................................................................................3
2.2 KEK (Kekurangan Energi Kronik)....................................................................................4
2.2.1 Definisi KEK ( Kekurangan Energi Kronik)..............................................................4
2.2.2 Manifestasi Klinis KEK (Kekurangan Energi Kronik).............................................6
2.2.3 Penyebab KEK (Kekurangan Energi Kronik) ...........................................................7
2.2.4 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................7
2.2.5 Dampak Kurang Energi Kronis Pada Ibu Hamil........................................................8
2.2.6 Angka Kejadian KEK (Kekurangan Energi Kronik) pada Ibu Hamil........................8
2.2.7 Komplikasi..................................................................................................................8
2.2.8 Pencegahan Kekurangan Energi Kronik (KEK).........................................................9
2.2.9 Penatalaksanaan Kekurangan Energi Kronik (KEK)……………………………… 10
2.3 Hepatitis B........................................................................................................................10
2.3.1 Definisi Hepatitis B..................................................................................................10
2.3.2 Tanda dan Gejala Hepatitis B...................................................................................11
2.3.3 Penularan Virus Hepatitis B.....................................................................................11
2.3.4 Diagnosis Hepatitis B...............................................................................................12
2.3.5 HBsAg......................................................................................................................12
2.3.6 Hepatitis B dan HbSAg pada Kehamilan.................................................................13
2.3.7 Penatalaksanaan........................................................................................................13
BAB III TINJAUAN KASUS................................................................................................14
BAB IV PENUTUP ...............................................................................................................15
1
2
3
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................................15
3.2 Saran.................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia, kekurangan gizi

akan mengakibatkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan,

menurunkan produktivitas kerja dan menurunkan daya tahan tubuh yang berakibat

meningkatnya angka kesakitan dan kematian. Kecukupan gizi sangat diperlukan oleh setiap

individu, sejak janin yang masih di dalam kandungan, bayi, anak-anak, masa remaja,

dewasa, sampai usia lanjut. Ibu atau calon ibu merupakan kelompok rawan, karena

membutuhkan gizi yang cukup sehingga harus dijaga status gizi dan kesehatannya, agar

dapat melahirkan bayi yang sehat (Depkes RI, 2015).

Wanita Usia Subur (WUS) dengan kelompok usia 20 sampai 35 tahun merupakan

kelompok yang memiliki risiko paling tinggi mengalami kurang energi kronis (KEK) pada

kehamilan (Kemenkes RI, 2015). Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat

mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Bila status gizi ibu normal pada

masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat,

cukup bulan dengan berat badan normal, dengan kata lain kualitas bayi yang dilahirkan

sangat bergantung keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil (Intan dkk, 2012)

Kekurangan Energi Kronis (KEK) merupakan kondisi yang disebabkan karena adanya

ketidakseimbangan asupan gizi antara energi dan protein, 2 2 sehingga zat gizi yang

dibutuhkan tubuh tidak tercukupi.

1
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai resiko kematian ibu mendadak pada masa

perinatal atau resiko melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Berdasarkan

data Departemen Kesehatan RI tahun 2013, sekitar 146.000 bayi usia 0 – 1 tahun dan 86.000

bayi baru lahir (0 – 28 hari) meninggal setiap tahun di Indonesia. Angka Kematian Bayi

(AKB) adalah 32 per 1000 Kelahiran Hidup, lima puluh empat persen penyebab kematian

bayi adalah latar belakang gizi (Depkes, 2015).

Selain itu Hepatitis merupakan satu diantara banyak penyebab kematian wanita di

dunia dan merupakan satu dari banyak kasus keganasan hepatoseluler di negara

berkembang. Pada wanita hamil penyakit ini dapat menyebabkan efek koagulasi, kegagalan

organ, dan peningkatan mortalitas maternal pada bayi baru lahir. Berdasarkan tingginya

prevalensi infeksi Virus Hepatitis B (VHB), World Health Organization (WHO)membagi

menjadi 3 macam daerah endemis yaitu: tinggi (10-15%), sedang (8%), dan rendah (5%)

(Hou, et.al., 2019). Prevalensi infeksi virus Hepatitis B surface antigen (VHbSAg) berbeda-

beda di seluruh dunia. Indonesia sendiri masuk dalam kelompok prevalensi sedang sampai

tinggi. Dari data yang terkumpul, prevalensi infeksi virus Hepatitis B (VHB) di Indonesia

berkisar 8,5% sampai 36%. Pada tahun 2018 hasil penelitian dari pemeriksaan HBsAg

ditemukan 13% sampel yang positif Hepatitis B dan pemeriksaan Anti-HBs menemukan

15% sempel positif memiliki antibodi terhadap Hepatitis B. (Sinaga et al., 2018).

Penyakit Hepatitis B dapat menyerang semua umur, gender dan ras di seluruh dunia.

Hepatitis B dapat menyerang dengan atau tanpa gejala hepatitis. Ibu hamil termasuk salah

satu kelompok yang mudah terinfeksi hepatitis, ibu hamil khususnya di awal kehamilan

melakukan pemeriksaan ANC salah satunya pemeriksaan HBsAg dan Anti-HBs, agar

kesehatan kehamilan untuk calon ibu dan bayi dapat terkontrol agar dapat mempersiapkan

2
pada saat persalinan. (Sinaga, et al., 2018). Penderita Hepatitis B kronik di Indonesia

mencapai 13,5 juta orang, di bawah China yang berjumlah 123,7 juta orang dan India 30

hingga 50 juta penderita sehingga, Indonesia termasuk jumlah penderita Hepatitis B terbesar

ketiga di Asia (Hou, et, al, 2019). Menurut hasil Riskesdas tahun 2018 hasil pemeriksaan

Biomedis dari 10.391 sampel serum yang diperiksa, prevalensi Hepatitis B Surface antigen

(HBsAg) positif 8,4% yang berarti bahwa antara 9 penduduk di Indonesia terdapat seorang

penderita Hepatitis B (Departemen Kesehatan RI, 2018).

Hepatitis B sebagian besar diturunkan dari ibu ke anaknya sehingga yang terkena

virus hepatitis sebagian besar adalah balita dan anak-anak. Efek negatif dari HBsAg akan

bisa diketahui pada bayi baru lahir pada saat proses persalinan, seperti terjadinya asfiksia

pada bayi selain itu, HBsAg pada Ibu hamil dapat menyebabkan terjadinya berat badan lahir

rendah (BBLR) (Susanti et al.,2017). Bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah

beresiko mengalami kematian 35 kali lebih besar dibandingkan dengan bayi yang berat

badannya diatas 2500 gram (Departemen Kesehatan RI, 2010). Berat badan lahir rendah

(BBLR) juga berakibat jangka panjang terhadap tumbuh kembang anak dimasa yang akan

datang. Dampak dari bayi yang mengalami BBLR adalah pertumbuhan yang lambat,

kecenderungan memiliki penampilan intelektual yang lebih rendah daripada bayi yang berat

lahirnya normal selain itu, bayi dengan berat badan lahir rendah dapat mengalami gangguan

mental dan fisik pada tumbuh kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan

yang tinggi (Mbangiwa et al., 2019)

3
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat dirumuskan permasalahan yaitu

“Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ny. A Usia 28 Tahun G2P1A0 Usia Kehamilan 16

Minggu Dengan Kek Dan HBsAg Positif Di Puskesmas Danau Indah”.

1.3 Tujuan

1. Untuk melaksanakan asuhan kebidan komprehensif pada Ny. A Usia 28 Tahun

G2p1a0 Usia Kehamilan 16 Minggu Dengan Kek Dan HBsAg Positif Di Puskesmas

Danau Indah

2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya kasus pada Ny. A Usia 28 Tahun G2p1a0

Usia Kehamilan 16 Minggu Dengan Kek Dan HBsAg Positif Di Puskesmas Danau

Indah

3. Untuk mengetahui penatalaksanaan kasus pada Ny. A Usia 28 Tahun G2p1a0 Usia

Kehamilan 16 Minggu Dengan Kek Dan HBsAg Positif Di Puskesmas Danau Indah

1.4

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.

2.

2.1. Kehamilan

Kehamilan (pregnancy) adalah suatu masa yang dimulai dari konsepsi sampai lahirnya

janin. Proses kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai satu kesatuan dari konsepsi,

pengenalan adaptasi, pemeliharaan kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan

menyongsong kelahiran bayi, dan persalinan dengan kesiapan pemeliharaan bayi. Pada

kehamilan terdapat adaptasi ibu dalam bentuk perubahan fisiologis dan psikologis dalam

kehamilan seperti perubahan-prubahan fisiologis dalam kehamilan.

Kehamilan normal biasanya berlangsung selama kirakira 10 bulan atau 9 bulan kalender,

atau 40 minggu atau 280 hari. Lama kehamilan akan dihitung dari hari pertama menstruasi

terakhir, akan tetapi konsepsi terjadi sekitar 2 minggu setelah hari pertama menstruasi terakhir.

Umur janin pascakonsepsi ada selisihnya yaitu kira-kira 2 minggu atau 38 minggu. Usia

pascakonsepsi ini akan digunakan untuk mengetahui perkembangan janin (Putri et al., 2015).

Masa kehamilan memerlukan perhatian khusus karena merupakan periode penting pada

1.000 hari kehidupan. Pertumbuhan dan perkembangan janin sangat dipengaruhi oleh kesehatan

ibu. Oleh karena itu, bayi yang terlahir dari ibu yang sehat maka bayinya akan sehat pula.

Pertumbuhan hasil konsepsi dibedakan menjadi beberapa tahap penting, yaitu tingkat telur pada

umur 0-2 minggu, embrio antara umur 3-5 minggu dan janin yang sudah berbentuk manusia dan

berumur diatas 5 minggu. Tahapan pertumbuhan dan perkembangan janin diantaranya adalah :

5
1. Trimester I

Tahap ini merupakan tahap dimana embrio berlangsung dari hari ke-15 sampai sekitar 8

minggu setelah konsepsi. Masa ini merupakan masa yang paling kritis dalam perkembangan

sistem organ dan sangat rentan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya keguguran.

Berat janin pada tahap ini sekitar 15-30 gram dan panjangnya sekitar 5-9 mm.

2. Trimester kedua dan ketiga

Pada tahap ini ibu sudah dapat merasakan gerakan bayi. Pada akhir kehamilan 20 minggu

berat janin akan mencapai 340 gram dan panjang sekitar 16-17 cm. Sedangkan pada

kehamilan 28 minggu, berat janin akan menjadi sekitar 1 kilogram 5 dan panjang 23 cm.

Janin mempunyai periode tidur dan aktivitas merespon suara serta melakukan gerakan

pernapasan. Jika pada usia kehamilan 36-40 minggu dengan kondisi gizi ibu baik, maka

berat bayi akan mencapai 3-3,5 kg dan panjang 35 cm.

Tanda-tanda kehamilan dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Tanda yang tidak pasti (probable signs) pada kehamilan yaitu amenorhea, mual dan muntah,

keluhan kencing, konstipasi, perubahan berat badan, perubahan tempratur suhu, perubahan

warna kulit, perubahan payudara, perubahan pada uterus, tanda piskacek’s,perubahan-

perubahan pada serviks.

b. Tanda pasti kehamilan yaitu Denyut Jantung Janin (DJJ), dan pemeriksaan diagnostik

kehamilan seperti rontgenografi, ultrasonografi (USG), fetal Electrografi (FCG) dan tes

Laboratorium/ Tes Kehamilan.

Kehamilan merupakan masa seorang wanita membawa embrio atau janin di dalam

tubuhnya. Dalam kehamilan, dapat terjadi berbagai hal, misalnya kasus bayi kembar, bayi cacat,

dan bayi lahir prematur. Pada trimester pertama dan ketiga, ibu hamil rawan terserang penyakit

6
jika imunitas tubuhnya tidak baik. Penyakit yang sangat berbahaya salah satunya adalah

Hepatitis B, karena penyakit tersebut dapat menularkan infeksinya pada janin yang

dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu positif Hepatitis B akan mengalami infeksi HBV dan

berisiko menjadi karier kronik.

Selain itu, Ibu hamil juga termasuk salah satu kelompok yang rawan gizi. Asupan gizi ibu

hamil sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan janin. Asupan energi dan protein yang tidak

mencukupi pada ibu hamil dapat menyebabkan Kurang Energi Kronis (KEK).

2.2. KEK (Kekurangan Energi Kronik)

2.2.1. Definisi KEK (Kekurangan Energi Kronik)


KEK Kekurangan Energi Kronik (KEK) adalah salah satu keadaan malnutrisi. Dimana

keadaan ibu menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun atau kronik yang

mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu secara relative atau absolut satu atau

lebih zat gizi. Seseorang dikatakan menderita resiko Kekurangan Energi Kronik apabila LiLA

(Lingkar Lengan Atas) kurang dari 23,5 cm. (Helena, 2013).

Kekurangan energi kronis atau KEK pada ibu hamil merupakan kondisi ketika tubuh

memiliki berat badan dan penyimpanan energi yang rendah. Pengertian KEK pada ibu hamil

menurut WHO adalah kondisi seseorang yang memiliki nilai indeks massa tubuh (BMI) kurang

dari 18,5. WHO menentukan standar nilai BMI 18,5, 17,0, dan 16,0 sebagai kekurangan energi

kronis ringan, sedang, dan berat.

Kekurangan energi kronis merupakan salah satu masalah malnutrisi yang sering terjadi di

masa kehamilan. Ibu hamil dengan KEK mengalami kekurangan kalori dan protein yang dapat

menyebabkan berbagai gangguan kesehatan.

7
1.

2.

2.1.

2.2.

2.2.1.

2.2.2. Manifestasi klinis KEK (Kekurangan Energi Kronik)

Kekurangan energi kronis adalah manifestasi penting dari kurang gizi buruk dan juga masalah gizi

kedua di negara berkembang (Renstra 2013). Ibu KEK adalah ibu yang ukuran LILAnya < 23,5 cm dan

dengan salah satu atau beberapa kriteria seperti, Berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg, Tinggi badan ibu

< 145 cm, Berat badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg, Indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil

< 17,00, Ibu menderita anemia (Hb < 11 gr %) (Weni, 2010).

Selain itu, Kekurangan Energi Kronis (KEK) memberikan tanda dan gejala yang dapat

dilihat dan diukur. Tanda gejala KEK (Kekurangan Energi Kronis) tersebut diantaranya yaitu :

1. Terus-menerus merasa letih

2. Wajah pucat

3. Sering merasa pusing.

4. Mudah mengantuk.

5. Sering kesemutan

6. Penurunan berat badan dan lemak

7. Penurunan laju metabolisme

8. Penurunan kalori yang terbakar pada saat istirahat (resting metabolic rate/RMR)

9. Penurunan kebiasaan aktivitas fisik

10. Penurunan kapasitas kerja fisik.

2.2.3. Penyebab KEK (Kekurangan Energi Kronik)

8
Penyebab KEK pada ibu hamil terdiri atas beberapa faktor, faktor penyebab langsung

adalah asupan gizi yang kurang dan penyakit/infeksi. Adapun faktor lainnya yaitu umur, beban

kerja ibu hamil, paritas, pengetahuan ibu tentang gizi dan status ekonomi . Adapun penjelasannya

sebagai berikut :

1. Asupan Gizi yang Kurang

Jumlah asupan makanan Kebutuhan makanan bagi ibu hamil lebih banyak dari pada

kebutuhan wanita yang tidak hamil. Upaya mencapai gizi masyarakat yang baik atau optimal

dimulai dengan penyedian pangan yang cukup. Penyediaan pangan dalam negeri yaitu:

upaya pertanian dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayuran dan

buahbuahan. Pengukuran konsumsi makanan sangat penting untuk mengetahui kenyataan

apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur gizi dan

menemukan faktor diet yang menyebabkan malnutrisi.

2. Penyakit/Infeksi

Malnutrisi dapat mempermudah tubuh terkena penyakit infeksi dan juga infeksi akan

mempermudah status gizi dan mempercepat malnutrisi, mekanismenya yaitu:

a. Penurunan asupan gizi akibat kurang nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan

mengurangi makanan pada waktu sakit.

b. Peningkatan kehilangan cairan atau zat gizi akibat diare, mual, muntah dan perdarahan

yang terus menerus.

c. Meningkatnya kebutuhan, baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit atau parasit

yang terdapat pada tubuh.

3. Beban kerja/aktifitas

9
Aktifitas dan gerakan seseorang berbeda-beda, seorang dengan gerak yang otomatis

memerlukan energi yang lebih besar dari pada mereka yang hanya duduk diam saja. Setiap

aktifitas memerlukan energi, maka apabila semakin banyak aktifitas yang dilakukan, energi

yang dibutuhkan juga semakin banyak.

4. Usia ibu hamil

Semakin muda dan semakin tua umur seseorang ibu yang sedang hamil akan berpengaruh

terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur muda perlu tambahan gizi yang banyak

karena selain digunakan pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri, juga harus berbagi

dengan janin yang sedang dikandung. Sedangkan untuk umur tua perlu energi yang besar

juga karena fungsi organ yang melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal, maka

memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang

berlangsung. Sehingga usia yang paling baik adalah lebih dari 20 tahun dan kurang dari 35

tahun, dengan diharapkan gizi ibu hamil akan lebih baik.

5. Paritas

Paritas didefinisikan yaitu banyaknya kelahiran hidup yang dimiliki oleh seorang wanita. Ibu

yang memiliki paritas yang tinggi atau terlalu sering hamil dapat menghabiskan cadangan

zat gizi tubuh, serta jarak kehamilan yang terlalu dekat dapat mengakibatkan ibu tidak

memperoleh kesempatan untuk 13 memperbaiki tubuh setelah melahirkan

6. Pengetahuan ibu tentang Gizi

Pemilihan makanan dan kebiasaan diet dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap terhadap

makanan dan praktek/ perilaku pengetahuan tentang nutrisi melandasi pemilihan makanan.

Pendidikan formal dari ibu rumah tangga sering kali mempunyai asosiasi yang positif

dengan pengembangan pola-pola konsumsi makanan dalam keluarga. Beberapa studi

10
menunjukkan bahwa jika tingkat pendidikan dari ibu meningkat maka pengetahuan nutrisi

dan praktek nutrisi bartambah baik. Usaha-usaha untuk memilih makanan yang bernilai

nutrisi semakin meningkat, ibu-ibu rumah tangga yang mempunyai pengetahuan nutrisi akan

memilih makanan yang lebih bergizi dari pada yang kurang bergizi.

7. Status ekonomi

Tingkat keadaan ekonomi merupakan faktor yang berperan dalam menentukan status

kesehatan seseorang, dalam hal ini yaitu daya beli keluarga. Keluarga yang memiliki

pendapatan kurang, berpengaruh terhadap daya beli keluarga tersebut. Pendapatan keluarga

juga akan berpengaruh terhadap kemampuan keluarga tersebut dalam membeli bahan

makanan maupun harga bahan makanan itu sendiri, dan pada tingkat pengelolaan sumber

daya lahan serta pekarangan (Stephanie dan Kartikasari, 2016). Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Stephanie dan Kartikasari (2016) menyatakan bahwa sebagian besar

responden yang memiliki pendapatan di atas UMR yaitu tidak mengalami KEK, hanya

ditemukan 2 responden dengan persentase 6,9% yang berpendapatan di atas UMR yang

memiliki KEK. Responden yang memiliki pendapatan di bawah UMR kedapatan sebanyak 5

orang atau (10,6%) yang mengalami KEK. Kesimpulan dari hasil penelitian di atas bahwa

status ekonomi dapat mempengaruhi risiko KEK pada ibu hamil.

2.2.4. Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan atau memastikan diagnosa

Kekurangan Energi Kronik (KEK), pemeriksaan – pemeriksaan tersebut diantaranya :

a. Pemeriksaan Antropometri

Jenis antropometri yang digunakan untuk mengukur resiko KEK kronik pada wanita usia

subur (WUS) / ibu hamil adalah :

11
1. Pengukuran LILA(Lingkar Lengan Atas) < 23,5 cm

Adapun cara menggunakan pita LILA untuk pengukuan Lingkar Lengan Atas,yaitu:

• Tetapkan posisi bahu dan siku dengan menukuk siku, untuk tangan yang digunakan

yaitu tangan kiri, jika sampel kidal gunakan tangan kanan.

• Tentukan titik tengah antara bahu dengan siku.

• Kemudian lingkarkan pita LiLA pada bagian titik tengah lengan tersebut.

• Pita LiLA jangan terlalu ketat maupun terlalu longgar.

• Kemudian baca skala pita LiLA tersebut, lalu catat

2. IMT < 18,5

3. Kenaikan berat badan ibu kurang dari 1 kg pada trimester pertama, kurang dari 3 kg pada

trimester kedua, dan kurang dari 6 kg pada trimester ketiga

b. Pemeriksaan Klinis yaitu tampak lemah dan pucat, conjungtiva pucat, nadi lemah atau

lambat, keringat dingin

c. Pemeriksaan Laboratorium yaitu serum albumin (gr/100ml) wanita hamil<3,0 (kurang), 3,0-

3,4 (criteria margin), 3,5+(cukup) dan serum protein (gr/100ml) wanita hamil 5,5 (kurang),

5,5-5,9(criteria margin), 6,0+ (cukup).

d. Pemeriksaan Dietetik digunakan food recall 24 jam. Metode ini dapat memberikan

gambaran asupan zat gizi yang lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar

tentang intake ibu hamil (individu). Hasil dibandingkan dengan AKG yakni 1900 kkal

ditambah 180 kkal pada trimester I, 300 pada trimester II dan III

1.

2.

2.1.

12
2.2.

2.2.1.

2.2.2.

2.2.3.

2.2.4.

2.2.5. Angka Kejadian KEK (Kekurangan Energi Kronik) pada Ibu Hamil

Gizi ibu hamil merupakan salah satu fokus perhatian kegiatan perbaikan gizi masyarakat

karena dampaknya yang signifikan terhadap kondisi janin yang dikandungnya. Masalah gizi

sering ditemui pada ibu hamil adalah masalah kurang energi kronik (KEK). Berdasarkan data

WHO Tahun 2018, Tingkat dari kurang gizi kronik dari 777 juta pada tahun 2015 mengalami

peningkatan menjadi 815 juta pada tahun 2018 dan diperkirakan sedaknya sekitar 120 juta dari

wanita (60%) tinggal di Asia Selatan dan tenggara mengalami KEK (World Health Organizaon,

2018).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan prevalensi risiko KEK pada

ibu hamil (15-49 tahun) masih cukup tinggi yaitu sebesar 17,3%. Persentase ibu hamil KEK

diharapkan dapat turun sebesar 1,5% setiap tahunnya. Berdasarkan sumber data laporan rutin

tahun 2020 yang terkumpul dari 34 provinsi menunjukkan dari 4.656.382 ibu hamil yang diukur

lingkar lengan atasnya (LiLA), diketahui sekitar 451.350 ibu hamil memiliki LilA < 23,5 cm

(mengalami risiko KEK). Dari perhitungan tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase ibu

hamil dengan risiko KEK tahun 2020 adalah sebesar 9,7%, sementara target tahun 2020 adalah

16%.

2.2.6. Dampak Kurang Energi Kronis Pada Ibu Hamil

13
Ibu hamil yang menderita KEK mempunyai resiko kematian ibu mendadak pada masa

perinatal atau resiko melahirkan bayi dengan berat bayi lahir rendah (BBLR). Berdasarkan data

Departemen Kesehatan RI tahun 2013, sekitar 146.000 bayi usia 0 – 1 tahun dan 86.000 bayi

baru lahir (0 – 28 hari) meninggal setiap tahun di Indonesia. Angka kematian bayi adalah 32 per

1000 Kelahiran Hidup, lima puluh empat persen penyebab kematian bayi adalah latar belakang

gizi (Depkes, 2013).

Ibu hamil yang menderita kurang energi kronis mempunyai resiko kematian ibu mendadak

pada masa perinatal atau resiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah. Pada keadaan

ini banyak ibu yang meninggal karena perdarahan, sehingga akan meningkatkan angka kematian

ibu dan bayi.

2.2.7. Komplikasi

Menurut waryono (2010), komplikasi KEK dibagi 3 yaitu :

a. Terhadap ibu

Hal ini dapat menyebabkan risiko dan komplikasi antara lain : anemia, pendarahan, berat

badan tidak bertambah secara normal dan terkena penyakit infeksi.

b. Terhadap persalinan

Pada persalinan akan mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum

waktunya (premature), dan pendarahan

c. Terhadap janin

Hal ini akan mengakibatkan keguguran atau abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal,

cacat bawaan, anemia pada bayi, bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR).

2.2.8. Pencegahan Kekurangan Energi Kronik (KEK)

14
Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan Kekurangan

Energi Kronik(KEK) :

1. Meningkatkan konsumsi makanan bergizi yaitu :

a. Makan-makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuki

makan makanan pokok seperti 30 nasi, ubi, dan kentang setiap hari dan makanan yang

mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacangkacangan atau susu sekurang-

kurangnya sehari sekali.

b. Makan makanan yang banyak mengandung zat besi dari bahan makanan hewani (daging,

ikan, ayam, telur) dan bahan makanan nabati (sayuran berwarna hijau tua, kacang-

kacangan, tempe).

c. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (daun

katuk, daun singkong,bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas) sangat bermanfaat untuk

meningkatkan penyerapan zat besi dalam usus.

2. Menambah pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum tablet penambah darah.

2.1.

2.2.

2.2.1.

2.2.2.

2.2.3.

2.2.4.

2.2.5.

2.2.6.

2.2.7.

15
2.2.8.

2.2.9. Penatalaksanaan Kekurangan Energi Kronik (KEK)

Penatalaksanaan Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut :

1. Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan harus meliputi

enam kelompok, yaitu makanan yang mengandung protein (hewani dan nabati), susu dan

olahannnya (lemak), roti dan biji-bijian (karbohidrat), buah dan sayur-sayuran (Proverawati

dan Siti, 2009).

2. Menyusun menu seimbang bagi ibu hamil

Ibu hamil membutuhkan tambahan energi/kalori untuk pertumbuhan dan perkembangan

janin, plasenta, jaringan payudara dan cadangan lemak. Tambahan energi yang 31

diperlukan selama hamil yaitu 27.000 – 80.000 Kkal atau 100 Kkal/hari. Sedangkan energi

yang dibutuhkan oleh janin untuk tumbuh dan berkembang adalah 50-95 Kkal/hari.

Kebutuhan tersebut terpenuhi dengan mengkonsumsi sumber tenaga (kalori/energi)

sebanyak 9 porsi, sumber zat pembangun (protein) sebanyak 10 porsi dan sumber zat

pengatur sebanyak 6 porsi dalam sehari. Setelah menyusun menu seimbang perlu juga dibuat

prosentase pembagian makan dalam sehari yaitu:

a) Makan pagi : jam 07.00 : 25%

b)Selingan pagi : jam 10.00 : 10%

c) Makan siang : jam 12.00 : 25%

d)Selingan sore : jam 15.00 : 10%

e) Makan malam : jam 18.00 : 20%

f) Selingan malam : jam 20.00 : 10% (Proverawati dan Siti, 2009)

16
3. Memberikan ibu makanan tambahan (PMT bagi ibu hamil)

PMT pemulihan bumil KEK adalah makanan bergizi yang diperuntukkan bagi ibu hamil

sebagai makanan tambvahan untuk pemulihan gizi, PMT Pemulihan bagi ibu hamil

dimaksudkan sebagai tambahan makanan, bukan sebagai pengganti makanan sehari-hari.

PMT dilakukan berbasis bahan makanan lokal dengan menu khas daerah yang disesuaikan

dengan kondisi setempat. Mulai tahun 2012, Kementrian Kesehatan RI menyediakan

anggaran untuk kegiatan PMT 32 pemulihan bagi balita kurang gizi dan ibu hamil KEK

melalui Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). PMT diberikan kepada ibu yang hamil

setiap hari selama 90 hari berturut-turut atau dikondisikan dengan keadaan geografis dan

sumber daya kader masyarakat yang membantu proses memasak PMT (Panduan

Penyelenggaraan PMT (Pemulihan Bagi Balita Gizi Kurang dan Ibu Hamil).

4. Peningkatan suplementasi tablet Fe pada ibu hamil dengan memperbaiki sistem distribusi

dan monitoring secara terintegrasi dengan program lainnya seperti pelayanan ibu hamil dan

lain-lain.

5. Ingatkan ibu hamil untuk rutin memeriksakan kehamilannya minimal 4 kali selama hamil

untuk mendapatkan pelayanan secara maksimal.

6. Pemantauan berat badan dan pengukuran LILA Pengukuran dilakukan dengan pita LILA

dan ditandai dengan sentimeter, dengan batas ambang 23,5 cm (batas antara merah dan

putih). Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh.

Masa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya

karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah

makanan yang dikonsumsi.

2.3. Hepatitis B

17
Hepatitis B merupakan infeksi pada hati dengan risiko penularan 50-100 kali lebih menular

dari HIV dan 10 kali dari virus Hepatitis C (Anaedobe, Fowotade, Omoruyi, & Bakare, 2015).

Indonesia merupakan negara dengan endemisitas tinggi Hepatitis B dan terbesar kedua di negara

South East Asian Region (SEAR) setelah Myanmar (Pusat Data dan Informasi Kementrian

Kesehatan RI, 2014).

2.3.1. Definisi Hepatitis B

Hepatitis adalah istilah umum yang berarti radang hati, ”Hepa” berarti hati dan “itis”

berarti radang. Hepatitis dapat diartikan peradangan hati, peradangan hati ini bisa disebabkan

oleh virus, bakteri, dan parasit. (Faisal yatim, 2007).

Sedangkan Hepatitis B adalah virus yang ditularkan melalui darah yang menyebabkan

inflamasi hepar. Penularan hepatitis ini dapat terjadi karena paparan darah terinfeksi seperti pada

gangguan obat IV atau transfusi darah. (vicky Chapman, 2006).

Hepatitis B bisa kronis pada penderita yang mengalami penurunan daya tahan tubuh.

Seperti infeksi HIV, diperkirakan dalam setahun, jutaan manusia meninggal karena terinfeksi

virus Hepatitis B dan penderita baru terinfeksi virus Hepatitis B tetap terjadi 4 minggu juta orang

setiap tahunnya. (Faisal yatim, 2007).

2.3.2. Tanda dan Gejala Hepatitis B

Infeksi hepatitis B kadang tidak disadari karena karena hanya menimbulkan demam ringan.

Hanya 30% penderita yang mengalami gejala tersebut. Tanda gejala yang mungkin muncul pada

penderita hepatitis B adalah sebagai berikut :

18
1) Kuning pada kulit dan sklera mata, mual, muntah, demam, nyeri perut, lemas, kembung,

perut bengkak, warna air kencing (biasanya seperti air teh).

2) Diagnosis ditegakkan dengan mengandalkan pemeriksaan darah spesifik (HbsAg, Anti

HbsAg) dan fungsi hati

Tanda gejala Hepatitis B dalam 4 tahap yaitu :

1. Fase Inkubasi

Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus. Fase inkubasi

Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari dengan rata-rata 60- 90 hari.

2. Fase prodromal (pra ikterik)

Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala ikterus, mudah

lelah, sakit kepala, mual muntah, atritis (flu), nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap.

3. Fase ikterus Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan dengan

munculnya gejala. Banyak kasus pada fase ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus

jarang terjadi pernurukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan klinis yang

nyata.

4. Fase konvalesen (penyembuhan) Diawali dengan menghilangnya kluhan hepatitis, tetapi

abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncu perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu

makan. Sekitar 5-10 % kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya <1%

yang menjadi akut.

1.

2.

2.1.

2.2.

19
2.3.

2.3.1.

2.3.2.

2.3.3. Penularan virus Hepatitis B

Cara penularan VHB pada anak-anak, remaja dan orang dewasa dapat terjadi melalui

beberapa cara, yaitu kontak dengan darah atau komponen darah dan cairan tubuh yang

terkontaminasi melalui kulit yang terbuka seperti gigitan, sayatan, atau luka memar. Virus dapat

menetap diberbagai permukaan benda yang berkontak dengannya selama kurang lebih satu

minggu, tanpa mengurangi kemampuan infeksinya. Virus hepatitis B tidak dapat melewati kulit

atau barier membran mukosa, virus sebagian akan hancur ketika melewati barier. Kontak dengan

virus terjadi melalui benda-benda yang biasa kontak dengan darah atau cairan tubuh manusia,

misalnya sikat gigi, alat cukur, atau alat pemantau dan alat perawatan penyakit diabetes. Risiko

juga didapatkan pada orang yang melakukan hubungan seks tanpa pengaman dengan orang yang

tertular, berbagi jarum saat menyuntikkan obat, dan tertusuk jarum bekas. (WHO, 2002; Mustofa

& Kurniawaty, 2013)

Virus dapat diidentifikasi di dalam sebagian besar cairan tubuh seperti saliva, cairan

semen, ASI, dan cairan rongga serosa dimana cairan tersebut merupakan penyebab paling

penting misalnya ascites. Kebanyakan orang yang terinfeksi tampak sehat dan tanpa gejala,

namun bisa saja bersifat infeksius. (WHO, 2002)

Virus hepatitis B adalah virus yang berukuran besar dan tidak dapat melewati plasenta

sehingga tidak menginfeksi janin kecuali jika telah ada kerusakan atau kelainan pada barier

maternal-fetal seperti pada amniosintesis. Namun wanita hamil yang terinfeksi VHB tetap dapat

menularkan penyakit kepada bayinya saat proses kelahiran. Bila tidak divaksinasi saat lahir akan

20
banyak bayi yang seumur hidup terinfeksi VHB dan banyak yang berkembang menjadi

kegagalan hati dan kanker hati di masa mendatang. (WHO, 2002)

Hepatitis B adalah satu-satunya penyakit menular seksual yang dapat diproteksi dengan

vaksin. Darah bersifat inaktif saat beberapa minggu sebelum muncul gejala pertama dan selama

fase akut. Sifat inaktif pada setiap orang yang mengalami infeksi kronis bervariasi mulai dari

infeksius tinggi (HBeAg positif) sampai sedikit infeksius (anti-Hbe positif). Semua orang

berisiko terinfeksi. Hanya orang yang telah divaksinasi lengkap atau orang yang punya antibodi

anti-HBs atau telah terinfeksi VHB yang kebal terhadap infeksi VHB. Pasien yang banyak

mengalami infeksi menetap oleh VHB adalah orang dengan immunodefisiensi kongenital atau

dapat termasuk infeksi HIV, orang dengan immunosupresi, dan pasien yang menjalani terapi

obat immunosupresif seperti steroid serta orang yang menjalani perawatan hemodialisis. Infeksi

VHB kronis terjadi pada 90% janin yang terinfeksi saat kelahiran, 25-50% anak-anak usia 1-5

tahun, dan 1-5%pada anak usia lebih dari 5 tahun dan dewasa. (WHO, 2002)

2.3.4. Diagnosis Hepatitis B

Evaluasi awal pasien dengan VHB kronis harus mencakup riwayat menyeluruh dan

pemeriksaan fisik, dengan penekanan khusus pada faktor – faktor risiko untuk riwayat terinfeksi,

penggunaan alkohol, dan riwayat keluarga dari infeksi VHB dan kanker hati. (Anna et al., 2009).

Diagnosis infeksi hepatitis B kronis didasarkan pada pemeriksaan serologi, petanda virologi,

biokimiawi dan histologi. (Suharjo, 2006) Pemeriksaan laboratorium padaVHB terdiri dari:

1. Pemeriksaan Biokimia Stadium akut VHB ditandai dengan AST dan ALT meningkat > 10

kali nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya meningkat sedikit, peningkatan Alkali

Fosfatase (ALP) > 3 kali nilai normal, dan kadar albumin serta kolesterol dapat mengalami

21
penurunan. Stadium kronik VHB ditandai dengan AST dan ALT kembali menurun hingga 2

– 10 kali nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat.

(Hardjoeno, 2007)

2. Pemeriksaan Serologis

Indikator serologi awal dari VHB akut dan kunci diagnosis penanda infeksi VHB kronis

adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum > 6 bulan (EASL,2009). Pemeriksaan

HBsAg berhubungan dengan selubung permukaan virus. Sekitar 5 – 10 % pasien, HBsAg

menetap di dalam darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier

(Hardjoeno, 2007).

4. Pemeriksaan Molekuler

Pemeriksaan molekuler menjadi standard pendekatan secara laboratorium untuk deteksi dan

pengukuran DNA VHB dalam serum atau plasma. Pengukuran kadar secara rutin bertujuan

untuk mengidentifikasi carrier, menentukan prognosis, dan monitoring efikasi pengobatan

antiviral. Metode pemeriksaan molekuler antara lain :

a. Radioimmunoassay (RIA) mempunyai keterbatasan karena waktu paruh pendek dan

diperlukan penanganan khusus dalam prosedur kerjadan limbahnya.

b. Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC) merupakan teknik hibridisasi yang lebih

sensitif dan tidak menggunakan radioisotop karena sistem deteksinya menggunakan

substrat chemiluminescence.

c. Amplifikasi signal (metode branched DNA / bDNA) bertujuan untuk menghasilkan

sinyal yang dapat dideteksi hanya dari beberapa target molekul asam nukleat.

repository.unimus.ac.id

22
d. Amplifikasi target (metode Polymerase Chain Reaction/PCR) telah dikembangkan teknik

real-time PCR untuk pengukuran DNA VHB. Amplifikasi DNA dan kuantifikasi produk

PCR terjadi secara bersamaan dalam suatu alat pereaksi tertutup (Hardjoeno, 2007).

Pemeriksaan amplifikasi kuantitatif (PCR) dapat mendeteksi kadar VHB DNA sampai

dengan 102 kopi/mL, tetapi hasil dari pemeriksaan ini harus diinterpretasikan dengan hati –

hati karena ketidakpastian arti perbedaan klinis dari kadar VHB DNA yang rendah.

Berdasarkan pengetahuan dan definisi sekarang tentang hepatitis B kronik, pemeriksaan

standar dengan batas deteksi 105-106 kopi/mL sudah cukup untuk evaluasi awal pasien

dengan Hepatitis B kronis. Untuk evaluasi keberhasilan pengobatan maka tentunya

diperlukan standar batas deteksi kadar VHB DNA yang lebih rendah dan pada saat ini

adalah yang dapat mendeteksi virus sampai dengan < 104 kopi/mL (Setiawan et al, 2006).

2.3.5. HbSAg

HBsAg merupakan protein selubung terluar VHB, dan merupakan petanda bahwa individu

tersebut pernah terinfeksi VHB. HBsAg positif dapat ditemukan pada pengidap sehat (healthy

carrier), hepatitis B akut (simtomatik atau asimtomatik), Hepatitis B kronik, sirosis hati, maupun

kanker hati primer. Pemeriksaan dan HBsAg biasanya dilakukan untuk monitoring perjalanan

penyakit hepatitis B akut, skrining sebelum dilakukan vaksinasi, serta untuk skrining ibu hamil

pada program pencegahan infeksi VHB perinatal. Anti-HBs merupakan antibodi yang muncul

setelah vaksinasi atau setelah sembuh dari infeksi VHB. Pada Hepatitis B akut, antiHBs muncul

beberapa minggu setelah HBsAg menghilang(Mustika dan Dian, 2018).

2.3.6. Hepatitis B dan HbSAg pada Kehamilan

23
Penyakit yang sangat berbahaya salah satunya adalah Hepatitis B, karena penyakit tersebut

dapat menularkan infeksinya pada janin yang dikandungnya. Bayi yang lahir dari ibu positif

Hepatitis B akan mengalami infeksi HBV dan berisiko menjadi karier kronik(Alamudi dkk.,

2018).

Ibu hamil sangat penting untuk melakukan pemeriksaan laboratorim khususnya

pemeriksaan HBsAg di awal ANC (Ante Natal Care) yang bertujuan untuk mempromosikan dan

menjaga kesehatan ibu baik fisik maupun mental, mendeteksi dan menatalaksanakan komplikasi

medis selama kehamilan, mengembangkan 6 persiapan persalinan dan kesiapan menghadapi

komplikasi yang terjadi, dan membantu menyiapkan ibu untuk menjalani nifas, serta dapat

melakukan penanganan terhadap ibu yang mengidap HBsAg positif (Zulfian dkk., 2018).

Pemeriksaan HBsAg pada ibu hamil dilakukan sebagai skrining terhadap penyakit

Hepatitis B, terutama sebagai penanganan terhadap ibu yang melahirkan, terhadap bayinya, dan

terhadap tenaga medis yang membantu proses persalinan. Sebelum melakukan persalinan,

pemeriksaan HBsAg dapat menginformasikan pada ibu hamil dan tenaga medis agar bersikap

aseptis pada saat melakukan persalinan. Beberapa faktor penyebab ibu hamil mengidap Hepatitis

B adalah tertular dari kontak seksual, menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi virus

Hepatitis B, atau pernah mendapatkan transfusi darah yang tidak mendapatkan skrining Hepatitis

B secara ketat. Penularan virus Hepatitis B dari ibu kepada janinnya dapat terjadi pada saat

proses persalinan, yaitu melalui darah dan secret vagina. Proses persalinan secara caesar

dianjurkan untuk pasien HBsAg positif untuk mengurangi risiko penularan Hepatitis B, dan

melakukan terapi dengan menggunakan kombinasi dari antibodi pasif dan aktif melakukan

imunisasi dengan vaksin Hepatitis B pada bayi baru lahir (Kurniawati dkkl., 2015).

24
Transmisi infeksi dari ibu ke anak secara tradisional disebut sebagai infeksi perinatal.

Transmisi ini merupakan transmisi yang terpenting diantara transmisi vertikal lainnya dalam hal

penyebab terbentuknya penyakit hepatitis B kronik. Berdasarkan definisinya, periode perinatal

yang dimulai dari usia kehamilan 28 minggu - 28 hari post-partum maka infeksi di luar masa

tersebut tidak termasuk dalam infeksi perinatal. Oleh karena itu, saat ini istilah tersebut telah

berubah menjadi transmisi ibu-anak yang mencakup keseluruhan infeksi yang terjadi sebelum,

saat dan sesudah kelahiran, termasuk infeksi yang terjadi pada usia dini.

Transmisi ibu-anak dapat terbagi menjadi 3 mekanisme yaitu transmisi intrauterine/pra-

partum, transmisi intrapartum, dan transmisi post-partum. Transmisi intrapartum dapat terjadi

lewat beberapa mekanisme seperti kerusakan sawar plasenta atau infeksi plasenta dan transmisi

plasenta. Transmisi intrapartum dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti akibat ruptur membran

plasenta yang terjadi, melalui cairan amnion, darah, maupun sekret yang terdapat di sepanjang

jalan lahir tertelan oleh bayi. Transmisi post-partum biasanya terjadi bukan karena menyusui,

namun akibat luka di sekitar puting susu yang mengeluarkan eksudat yang infeksius. Risiko

penularan dari ibu ke bayi juga berkaitan dengan tingkat viremia. Tingkat virus yang tinggi

berhubungan dengan peningkatan risiko penularan. Pada sebuah studi kasus kontrol yang

dilakukan di Taiwan pada 773 perempuan dengan Hbs-Ag positif menunjukkan hasil bahwa

tingginya kadar HBV DNA (>1,4 ng/mL atau kira-kira 3,8x10 8 kopi/mL) pada perempuan

dengan HbeAg yang positif berhubungan dengan rasio odds sebesar 147 untuk terjadinya infeksi

kronik pada bayi, jika dibandingkan dengan perempuan dengan HBV DNA < 0,005 ng/mL.

Meningkatnya derajat viremia juga berhubungan dengan peningkatan risiko kegagalan

pemberian terapi imunoprofilaksis.

2.3.7. Penatalaksanaan Hepatitis B

25
Wanita usia subur dengan infeksi hepatitis B disarankan untuk menggunakan kontrasepsi

selama pengobatan dan pasien harus diberikan informasi mengenai pengobatan hepatitis B dan

dampaknya terhadap kehamilan. Pada wanita hamil yang didiagnosis mengidap infeksi hepatitis

B kronik pada awal kehamilan keputusan untuk memulai terapi harus mempertimbangkan antara

risiko dan keutungan pengobatan. Pengobatan biasanya dimulai pada pasien dengan fibrosis

hepatik atau dengan risiko dekompensasi. Terapi hepatitis B pada wanita hamil biasanya ditunda

sampai dengan trimester 3 untuk menghindari transmisi perinatal.

Penggunaan Peg-IFN (interferon) dikontraindikasikan pada kehamilan. Obat-obatan lain

seperti lamivudin, entecavir, dan adefovir dikategorikan dalam profil keamanan kehamilan kelas

C. Telbivudin dan tenofovir dikategorikan dalam profil keamanan kehamilan kelas B. Tenovofir

lebih direkomendasikan sebagai terapi karena risiko resistensi yang rendah. Bila pasien menjadi

hamil pada saat menjalani terapi, maka pengobatan perlu dievaluasi. Pasien disarankan untuk

menghentikan pengobatan, kecuali pada pasien dengan sirosis dan fibrosis lanjut dimana

penghentian pengoabatan akan meningkatkan risiko dekompensasi. Wanita hamil yang terapinya

dihentikan berisiko untuk mengalami hepatitis flare dan disarankan untuk menjalani pemantauan

ketat. Alur pengobatan dapat dilihat pada bagan di bawah ini. Walaupun beberapa studi

menyebutkan bahwa terdapat perbaikan profil keamanan penggunaan obat-obatan antivirus pada

trimester pertama dan kedua, apabila terapi antivirus hanya diberikan dengan tujuan menurunkan

risiko transmisi, maka terapi hanya harus dimulai pada trimester ketiga untuk menurunkan risiko

paparan dan dampak negatif pada fetus.

Pencegahan transmisi perinatal dapat dilakukan dengan pemberian HBIg pada fetus dalam

12 jam setelah lahir yang dikombinasikan dengan vaksinasi hepatitis B. Pada wanita hamil

dengan muatan virus yang tinggi, risiko transmisi perinatal mencapai >10% walaupun dengan

26
kombinasi HBIg dan vaksinasi. Oleh karena itu, supresi muatan virus dengan analog

nuklosida/nukleotida pada trimester ketiga direkomendasikan untuk mencegah transmisi dan

meningkatkan efektivitas HBIg dan vaksinasi pada fetus. Studi buta acak ganda membuktikan

efektivitas lamivudin pada trimester ketiga kehamilan untuk mencegah transmisi perinatal.

Pemberian ASI pada ibu dengan hepatitis B positif tidak dikontraindikasikan, kecuali pada ibu

dengan kelainan patologi pada payudara seperti luka lecet pada puting.

Penelitian terdahulu dengan data-datanya yang membandingkan tingkat

transmisi/penularan hepatitis B dari ibu ke anak pada mode persalinan per vaginam atau per

abdominam gagal untuk secara konklusif menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal

infeksi hepatitis B neonatus. Pendapat ahli menyebutkan bahwa masih kurangnya data untuk

merekomendasikan perubahan cara persalinan perempuan yang terinfeksi hepatitis B. Beberapa

data terbaru memang mendukung pertimbangan dilakukannya persalinan via seksio sesarea

elektif untuk mengurangi risiko penularan, seperti pada sebuah meta-analisis yang menunjukkan

bahwa seksio sesarea berkaitan dengan penurunan risiko absolut sebesar 17,5% jika

dibandingkan dengan terapi imunoprofilaksis saja. Pada sebuah studi di Beijing yang melibatkan

1.409 bayi yang lahir dari ibu HbsAg positif dari tahun 2007-2011 mengungkapkan hasil berupa

tidak terdapat perbedaan risiko transmisi berdasarkan cara persalinan pada bayi-bayi yang lahir

dari ibu dengan tingkat virus rendah (HBV DNA <1.000.000 kopi/mL). Namun, seksio sesarea

memiliki potensi peran yang signifikan dalam mengurangi risiko transmisi pada perempuan

dengan tingkat virus yang lebih tinggi.

Society for Maternal-Fetal Medicine (2016) merekomendasikan terapi antivirus untuk

mengurangi transmisi vertikal pada wanita dengan risiko tertinggi dikarenakan tingkat DNA

HBV yang tinggi, namun pemberian terapi interferon dikontraindikasikan pada kehamilan.

27
Meskipun antiviral lamivudine, analog nukleosida cytidine, telah ditemukan secara signifikan

menurunkan risiko infeksi HBV janin pada wanita dengan tingkat virus HBV tinggi tetapi data

terbaru menunjukkan bahwa lamivudine mungkin kurang efektif pada trimester ketiga. Selain

itu, terkait dengan perkembangan dari mutasi yang resisten sehingga tidak lagi direkomendasikan

sebagai agen lini pertama. Obat yang lebih baru termasuk analog adenosine nukleosida, tenofovir

dan analog thymidine, telbivudine. Keduanya memiliki resistensi yang lebih rendah daripada

lamivudine. Obat antivirus ini digolongkan aman pada kehamilan dan tidak terkait dengan

kemungkinan tingkat tinggi dari malformasi kongenital atau luaran obstetrik yang merugikan.

Tenofovir saat ini adalah pilihan lini pertama yang diberikan dikarenakan profil yang relatif lebih

aman, resistensi rendah, dan efektivitas. Namun, data jangka panjang lebih lanjut perlu

dikumpulkan pada efek klinis terhadap kepadatan mineral tulang. American College of

Gastroenterology (ACG) dan pedoman American Association for the Study of Liver Disease

(AASLD) sangat merekomendasikan inisiasi antivirus pada pasien dengan tingkat virus tinggi

pada usia kehamilan 28–32 minggu untuk mengurangi penularan ibu ke anak. Rekomendasi saat

ini oleh AASLD menyebutkan tingkat DNA HBV > 2 × 105 IU/mL sebagai indikasi untuk

memulai terapi karena risiko penularan HBV meningkat dengan tingkat viremia. HBIG yang

diberikan pada antepartum untuk wanita yang berisiko tinggi penularan juga merupakan pilihan

yang tidak merugikan.

HBsAg, HBeAg dan HBV DNA diekskresikan dalam ASI ibu yang terinfeksi. Menurut

WHO, saat ini tidak ada risiko tambahan penularan HBV melalui menyusui, bahkan tanpa

adanya imunisasi. Namun, menyusui harus dihindari dengan adanya keadaan puting retak atau

berdarah karena akan menyebabkan pencampuran eksudat serosa dengan air susu dan berpotensi

menyebabkan penularan hepatitis B.

28
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.
3.1. Pengkajian Pertama

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL


DI PUSKESMAS DANAU INDAH

1.
2.
3.
3.1.
Tanggal : 14/10/2022

Jam : 09.00 WIB

Tempat : Puskesmas Danau Indah

A. DATA SUBJEKIF
1. IDENTITAS
Nama Ibu : Ny. A Nama Suami : Tn. R

29
Umur : 28 Tahun Umur : 31 Tahun
Suku/ Bangsa   :  Asmat / Indo                 Suku/ Bangsa  : Asmat/Indo
Agama : Katolik Agama : Katolik
Pendidikan : SMP Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Buruh
Alamat : jln. Gg. Kana 05/04 setu-Cikarang barat
2. Ibu mengatakan ingin kontrol ulang kehamilannya
3. Ibu mengatakan tidak nafsu makan, merasakan kelelahan
4. Riwayat Menstruasi
Siklus Haid : Teratur
Lama Haid : 7 hari
HPHT : 23/04/2022
TP : 30/ 01/ 2023
5. Riwayat Kehamilan, Persalinan, dan Nifas yang lalu

No Lahir JK Penolong Tempat Kompli BB/ ASI Penyulit


. kasi PB Nifas
1. 02 Mei LK Paraji Rumah - 3200 Y -
2015 / 49
2. Hamil
ini
6. Ibu mengatakan ini merupakan perkawinan yang SAH
7. Ibu mengatakan menggunakan KB Suntik 3 bln, lamanya 4,5 thn selama KB tidak ada
keluhan
8. Pola aktivitas sehari-hari
a. Pola Nutrisi
Sebelum hamil    :  Makan 2-3x / hari (nasi, lauk, sayur-sayuran) porsi sedang,
Minum air putih 6-8 gelas/hari.
Selama hamil      : Makan 3-4x / hari porsi sedang, (nasi, lauk-pauk, sayur sayuran,)
Minum air putih + 8 – 9 gelas/hari,
b. Pola Eliminasi
Sebelum hamil    : BAB      :  1x / hari, tidak ada keluhan
BAK      :  +3 – 4x / hari, tidak ada keluhan

30
Selama hamil      : BAB      :  + 1 x / hari, tidak ada keluhan
BAK     :  +5 – 6 x/hari atau lebih sering dari biasanya
c. Pola Istirahat
Sebelum hamil    : Siang: ibu istirahat tidur siang
Malam                : + 8-9 jam /hari dan biasanya dari jam 21.00 WIB – 06.00 WIB
Selama hamil      : ibu jarang tidur siang
Malam                : + 8-9 jam / hari dan biasanya dari jam 21.30 – 05.30 WIB
d. Pola Aktivitas
Sebelum hamil    : Ibu melakukan pekerjaan rumah sendiri seperti menyapu, mencuci,
memasak, dll.
Selama hamil      : Ibu melakukan pekerjaan rumah dibantu oleh suami seperti menyapu,
mencuci, memasak, dll.
e. Pola personal hygine
Sebelum hamil    :  Mandi 2x/hari, keramas 3x/minggu, ganti pakaian luar dan
dalam 2x/hari
Selama hamil      : Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/ hari, keramas 3x/minggu, ganti pakaian
luar dan dalam 3x/hari
f. Pola seksual
Sebelum hamil    : + 2 x / minggu dan kadang-kadang tidak tentu
Selama hamil      : + 1 x / mingggu dan kadang-kadang tidak tentu

g. Perilaku Kesehatan
Positif                 : Ibu mengatakan, ibu dan keluarga selalu berobat ketenaga medis
apabila sakit
Negatif               : Ibu mengatakan tidak pernah merokok, meminum alkohol dan tidak
mengkonsumsi jamu
h. Keadaan psikososial
Ibu dan keluarga mengatakan merasa senang dengan kehamilan yang direncanakan ini
dan ibu akan menerima/bersyukur apapun jenis kelamin anak nantinya, Ibu mengatakan
hubungan dengan suami, keluarga dan masyarakat serta tenaga kesehatan baik.
9. Riwayat Kesehatan
Ibu mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit keturunan maupun sistemik seperti asma,
DM, hipertensi, dan lainnya serta tidak memiliki alergi terhadap obat ataupun makanan
10. Persiapan Persalinan

31
Penolong : Bidan
Tempat : Puskesmas Danau Indah
Pendonor : Saudara
Transportasi : Motor

B. DATA OBJEKTIF
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Keadaan Emosional : Stabil
4. Pemeriksaan Antropometri
BB: 49 kg
TB : 160 cm
Lila : 22
5. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD : 110/80 mmHg
N : 78 x/menit
Rr : 20 x/menit
S : 36,4˚C

6. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bersih, tidak ada ketombe, tidak ada nyeri tekan
Wajah : Tidak pucat, tidak ada nyeri saat ditekan
Mata : Konjungtiva tidak pucat/ merah muda, sklera tidak ikterik
Hidung : Bersih, tidak ada polip, tidak ada pengeluaran sekret
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak ada karies gigi
Leher : Tidak ada sakit saat menelan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar
getah bening
Payudara : Bersih, areola menghitam, puting susu kanan dan kiri menonjol, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pengeluaran cairan
Abdomen : Tidak terdapat luka bekas operasi, terdapat striae gravidarum

32
TFU : 19 cm
Palpasi Leopold
Leopold I : Teraba bulat, keras, tidak melenting (bokong)
Leopold II : Bagian kanan teraba keras, memanjang seperti papan dan bagian
kiri teraba bagian terkecil janin
Leopold III : Teraba bulat, keras, dan melenting (Kepala)
Leopold IV :-
DJJ : 148 x/menit
Ekstremitas : Tidak terdapat odema dan varises, reflek patella +/+
Genetalia : Vulva vagina tidak ada kelainan, tidak terdapat keputihan
Anus : Tidak terdapat haemoroid
7. Pemeriksaan Penunjang
USG : Baik sesuai usia kandungan
HbsAg : Reaktif
HIV : Non Reaktif
Sifilis : Non Reaktif
C. ANALISA
Ny. A usia 28 Tahun G2P0A0 Hamil 24 minggu dengan Kekurangan Energi Kronik Susf
HbsAg +

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ukuran lengan lila ibu kurang dari angka
normal yaitu 22 cm. Ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan
2. Memberitahukan ibu hasil pemeriksaan USG dan pemeriksaan triple eliminasi bahwa
kondisi Janin ibu baik sesuai dengan usia kandungan, serta hasil HbsAg positif. Ibu
mengerti
3. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayuran hijau, daging,
telur, ikan, tahu, tempe, buah-buahan dan susu. Ibu mengerti
4. Menganjurkan ibu untuk selalu mengkonsumsi tablet Fe setiap malam 1x1 30 menit
sebelum tidur. Ibu mengerti

33
5. Memberitahu ibu bahaya dari kekurangan energi kronis seperti keguguran, bayi berat
lahir rendah, prematur, kematian bayi dan anemia. Ibu mengerti
6. Memberitahu ibu untuk meningkatkan asupan makanan dengan gizi yang seimbang agar
ukuran lila ibu bertambah. Ibu mengerti
7. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup. Ibu mengerti
8. Memberitahu ibu untuk mengurangi pekerjaan yang membuat ibu cepat Lelah. Ibu
mengerti
9. Menganjurkan ibu untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Ibu mengerti dan akan
segera melakukan pemeriksaan laboratorium
10. Menganjurkan ibu untuk selalu membaca pengetahuan mengenai ibu hamil di buku KIA
sehingga dapat menambah pengetahuan ibu dan suami. ibu mengerti dan akan membaca
11. Memberikan ibu terapi kalsium 1x1, kalk 1x1, dan vitamin C dilanjutkan. Ibu mengerti
dan akan meminumnya setiap hari
12. Menjadwalkan ibu untuk pemeriksaan darah ulang 2 mgg pada tanggal 29/5/2022. Ibu
mengerti
13. Melakukan pendokumentasian. Sudah dilakukan

3.2. Pengkajian Kedua

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL

DI Puskesmas Danau Indah

Tanggal : 14/10/2022

Jam : 09.00 WIB

Tempat : Puskesmas Danau Indah

A. DATA SUBJEKIF

Ibu mengatakan ingin kontrol kehamilannya dan memeriksa darah ulang

34
Ibu mengeluh merasa kelelahan saat beraktifitas

B. DATA OBJEKTIF
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Keadaan Emosional : Stabil
4. Pemeriksaan Antropometri
BB: 49 kg
TB : 160 cm
Lila : 22
5. Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
TD : 100/80 mmHg
N : 78 x/menit
Rr : 20 x/menit
S : 36,4˚C
6. Pemeriksaan Fisik
Kepala : Bersih, tidak ada ketombe, tidak ada nyeri tekan
Wajah : Tidak pucat, tidak ada nyeri saat ditekan
Mata : Konjungtiva tidak pucat/ merah muda, sklera tidak ikterik
Hidung : Bersih, tidak ada polip, tidak ada pengeluaran sekret
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak ada karies gigi
Leher : Tidak ada sakit saat menelan, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan
kelenjar getah bening
Payudara : Bersih, areola menghitam, puting susu kanan dan kiri menonjol, tidak ada
benjolan, tidak ada nyeri tekan, tidak ada pengeluaran cairan
Abdomen : Tidak terdapat luka bekas operasi, terdapat striae gravidarum
TFU : 22 cm
Palpasi Leopold
Leopold I : Teraba bulat, keras, tidak melenting (bokong)
Leopold II : Bagian kanan teraba keras, memanjang seperti papan dan bagian
kiri teraba bagian terkecil janin
Leopold III : Teraba bulat, keras, dan melenting (Kepala)

35
Leopold IV :-
DJJ : 148 x/menit
Ekstremitas : Tidak terdapat odema dan varises, reflek patella +/+
Genetalia : Vulva vagina tidak ada kelainan, tidak terdapat keputihan
Anus : Tidak terdapat haemoroid
7. Pemeriksaan Penunjang
USG : Baik sesuai usia kandungan
HbsAg : Reaktif
HIV : Non Reaktif
Sifilis : Non Reaktif
C. ANALISA
Ny. A usia 28 Tahun G2P0A0 Hamil 26 minggu dengan Kekurangan Energi Kronik
dan HbsAg +
D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahukan ibu dan Suami hasil pemeriksaan triple eliminasi ulang bahwa hasil
HbsAg positif. Ibu mengerti
2. Menganjurkan ibu mengkonsumsi makanan yang bergizi seperti sayuran hijau, daging,
telur, ikan, tahu, tempe, buah-buahan dan susu. Ibu mengerti
3. Menganjurkan ibu untuk selalu mengkonsumsi tablet Fe setiap malam 1x1 30 menit
sebelum tidur. Ibu mengerti
4. Memberitahu ibu bahaya dari kekurangan energi kronis seperti keguguran, bayi berat
lahir rendah, prematur, kematian bayi dan anemia. Ibu mengerti
5. Memberitahu ibu untuk meningkatkan asupan makanan dengan gizi yang seimbang agar
ukuran lila ibu bertambah. Ibu mengerti
6. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup. Ibu mengerti
7. Memberitahu ibu untuk mengurangi pekerjaan yang membuat ibu cepat Lelah. Ibu
mengerti
8. Menganjurkan ibu untuk selalu membaca pengetahuan mengenai ibu hamil di buku KIA
sehingga dapat menambah pengetahuan ibu dan suami. ibu mengerti dan akan membaca
9. Memberikan ibu terapi kalsium 1x1, kalk 1x1, dan vitamin C dilanjutkan. Ibu mengerti
dan akan meminumnya setiap hari

36
10. Memberitahukan ibu dan suami bahwa dengan kondisi HbsAg + proses persalinannya
dilakukan di fasilitas kesehataan yang menunjang dengan keadaan/kondisi ibu saat ini.
Ibu dan suami mengerti
11. Menganjurkan ibu dan suami untuk membuat administrasi kelengkapan data di tempat
tinggal dan membuat kartu bpjs . ibu dan suami mengerti
12. Menberitahukan ibu untuk memeriksakan kehamilannya di posyandu JT I setiap
bulannya. Ibu mengerti
13. Menjadwalkan ibu untuk pemeriksaan kembali pada tanggal 13/6/2022. Ibu mengerti
14. Melakukan pendokumentasian. Sudah dilakukan

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Kekurangan energi kronis atau KEK pada ibu hamil merupakan kondisi ketika tubuh
memiliki berat badan dan penyimpanan energi yang rendah. Kekurangan energi kronis atau
KEK pada ibu hamil merupakan kondisi ketika tubuh memiliki berat badan dan
penyimpanan energi yang rendah. Adapun factor penyebab terjadinya KEK yaitu Asupan
Gizi yang Kurang, Penyakit/Infeksi, Beban kerja/Aktifitas, Usia ibu hamil, Paritas,
Pengetahuan ibu tentang Gizi dan Status ekonomi. Dampak ibu hamil yang menderita KEK
mempunyai resiko kematian, resiko melahirkan bayi dengan berat badan bayi rendah.

37
Pencegahan KEK dengan cara meningkatkan konsumsi makanan bergizi, dan menambah
pemasukan zat besi kedalam tubuh dengan minum penambah darah. Hal tersebut sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi
yang Dianjurkan bagi Bangsa Indonesia (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 1438) Untuk memenuhi kecukupan gizi bagi bayi, balita, anak usia sekolah, wanita
usia subur, ibu hamil, dan ibu nifas, diberikan suplementasi gizi. Suplementasi gizi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penambahan makanan atau zat gizi yang
diberikan dalam bentuk:
a. makanan tambahan;
b. tablet tambah darah;
c. kapsul vitamin A; dan
d. bubuk tabur gizi
HBsAg merupakan protein selubung terluar VHB, dan merupakan petanda bahwa

individu tersebut pernah terinfeksi VHB.Pemeriksaan HbsAg pada ibu hamil dilakukan

sebagai skrining terhadap penyakit Hepatitis B, terutama sebagai penanganan terhadap ibu

yang melahirkan, terhadap bayinya, dan terhadap tenaga medis yang membantu proses

persalinan. Faktor penyebab ibu hamil mengidap Hepatitis B adalah tertular dari kontak

seksual, menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi virus Hepatitis B, atau pernah

mendapatkan transfusi darah yang tidak mendapatkan skrining Hepatitis B secara ketat.

Penularan virus Hepatitis B dari ibu kepada janinnya dapat terjadi pada saat proses

persalinan, yaitu melalui darah dan secret vagina. Sebagaimaba dimuat dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2017 Tentang Eliminasi Penularan

Human Immunodeficiency Virus, Sifilis, Dan Hepatitis B Dari Ibu Ke Anak

4.2 SARAN

38
Disarankan kepada petugas Kesehatan untuk meningkatkan penyuluhan tentang gizi

seimbang bagi ibu hamil untuk meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung sumber

zat besi untuk menghonsari terjadinya KEK.

Serta petugas Kesehatan harus meningkatkan kewaspadaan terhadap keberadaan

hepatitis B untuk mencegah kemungkinan buruk yang akan terjadi dengan cara dilakukan

penyuluhan kepada masyarakat untuk dilakukannya pemeriksaan laboratorim khususnya

pemeriksaan HBsAg di awal ANC (Ante Natal Care) yang bertujuan untuk mempromosikan

dan menjaga kesehatan ibu baik fisik maupun mental.

39

Anda mungkin juga menyukai