Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Bidang konstruksi merupakan salah satu elemen yang selalu menjadi elemen
penyimpangan seperti malpraktek konstruksi hingga kasus korupsi. Data menunjukkan
bahwa biaya proyek pembangunan yang mencapai Rp 76,7 triliun per tahun disinyalir
masuk menjadi anggaran yang masuk dalam kebocoran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) rata-rata per tahun mencapai Rp 330 triliun,
lalu untuk anggaran proyek konstruksi mencapai Rp 130 triliun, sehingga biaya sebanyak
59 persen. Pemicu banyaknya penyimpangan tersebut disebabkan dari beberapa
permasalahan khususnya pada pemahaman kode etik profesi insyinyur yang masih kurang
pada para insinyur. Kode etik iprofesi insinyur menjadi hal yang penting karena apabila
terjadi penyimpangan kode etik pada insinyur, maka seorang insinyur tersebut memiliki
bentuk non-profesionalitas dalam pekerjaannya, maka hal tersebut perlu dipertanyakan
bagaimana bentuk profesionalitas seorang insinyur.
Etika profesi termuat dalam catur karsa dan sapta dharma dari PII dan merupakan
mata kuliah di Program PSPPI, karenanya sangat perlu dikembangkan. Etika menyangkut
kepada tatanilai dan moral, berkaitan dengan dilemma moral: dilemma konstruktif dan
dilemma destruktif. Etika profesi tidak bisa dipisahkan dengan professionalisme.
Profesional mempunyai makna berprofesi atau bersifat profesi atau bekerja menurut
standar profesi. Seorang professional mengemban tanggung jawab, karena masyarakat
akan mempunyai pengharapan lebih dan secara hukum juga mempunyai pengharapan lebih
dari orang kebanyakan. Karena itu, bahan ajar etika profesi pada program profesi insinyur
dan pada praktek keinsinyuran sehari-hari sangat perlu dikembangkan.
Dalam beberapa hal, etika profesi sering di-interpretasikan sebagai aturan pasif.
Sesungguhnya, pemahaman yang tepat adalah menginterpretasikan esensi dari prinsip-
prinsip yang mendasar pada kegiatan pengambilan keputusan sehari-hari secara dinamis.
Sebagai konsekwensinya bahwa etika profesi akan menjadi standar minimum dan bahkan
lebih dari itu, bahwa etika profesi akan menjadi penuntun bagi insinyur dalam kegiatan
sehari-hari. Bahkan melakukan sesuatu di luar etika profesi akan mengakibatkan kerugian
secara finansial dan mempunyai konsekwensi hukum legal. Insinyur tidak akan bisa
bekerja sendirian, tetapi akan melibatkan pemegang saham dan pemilik perusahan, direktur
dan manajemen, pemasok dan rekanan, kompetitor, pekerja, dan masyarakat. Etika profesi
diperlukan pada setiap level pekerjaan. Sehingga pada makalah ini, penulis mengangkat
tema mengapa seorang sarjana teknik harus mengikuti pendidikan profesi serta sangsi
hukum dan sangsi social apa saja yang diberikan pada seorang insinyur yang melanggar
etika profesi. Melalui penulisan karya tulis ini diharapkan dapat menginformasikan
pembaca terkait dengan etika profesi serta perspektif terkait kewajiban seorang sarjana
teknik mengikuti pendidikan profesi.

1.2. Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang akan dijelaskan dalam makalah ini berdasarkan latar
belakang yang diangkat adalah sebagai berikut
1. Bagaimana perspektif UU No. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran dalam
mengharuskan seorang sarjana teknik mengikuti pendidikan profesi?
2. Bagaimana sangsi sosial dan sangsi hukum yang harus dijalankan dalam oleh seorang
insinyur yang melanggar kode etik profesi insinyur?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang akan dijelaskan dalam makalah ini didapatkan
tujuan yang diangkat adalah sebagai berikut
1. Menjelaskan perspektif UU No. 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran dalam
mengharuskan seorang sarjana teknik mengikuti pendidikan profesi.
2. Menginformasikan sangsi sosial dan sangsi hukum yang harus dijalankan oleh seorang
insinyur yang melanggar kode etik profesi insinyur.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Perspektif UU No. 14 Tahun 2014 Tentang Keinsinyuran dalam Mengharuskan
Seorang Sarjana Teknik Mengikuti Pendidikan Profesi
Undang-Undang Nomor 11 tahun 2014 tentang Keinsinyuran disahkan oleh
Presiden Susilo Bambang Yudoyono pada tanggal 22 Maret 2014 di Jakarta. Lingkup
pengaturan dalam Undang-Undang Keinsinyuran mengatur tentang keinsinyuran, standar
keinsinyuran, program profesi insinyur, registrasi insinyur, insinyur asing, pengembangan
keprofesian berkelanjutan, hak dan kewajiban kelembagaan Insinyur, organisasi profesi
insinyur serta pembinaan keinsinyuran. Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa
seseorang yang akan melakukan praktik keinsinyuran di Indonesia harus memiliki Surat
Tanda Registrasi Insinyur (STRI) yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur Indonesia
(PII).
Untuk memperoleh STRI seorang Insinyur harus memiliki gelar profesi Insinyur
yang diperoleh setelah lulus dari Program Profesi Insinyur di perguruan tinggi dan
memiliki Sertifikat Kompetensi Insinyur yang diperoleh setelah lulus Uji Kompetensi.
Setiap orang bukan Insinyur yang menjalankan Praktik keinsinyuran dan bertindak sebagai
Insinyur dapat dijatuhi hukuman pidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
KeinsinyuranDalam perspektof UU No. 14 Tahun 2014 mengenai keinsinyuran, UU ini
memiliki tujuan dalam melindungi kemsalahtan masyarakat melalui penjamin atas mutu
layanan profesi insinyut dan pemberdayaan profesi keinsinyuran melalui keabsahan
hukumannya.Cakupan UU keinsinyuran telah diatur dalam Bab III pasal 5 meliputi tujuh
disiplin teknik keinsinyuran dan tujuh bidang keinsinyuran. Cakupan disiplin teknik linier
dengan pendidikan sarjana akademik yang ditempuh oleh seorang insinyur.
Undang-undang ini menjadi kekuatan dalam memberikan perlindungan kepada
pengguna profesi keinsinyuran dan pemanfaatan keinsinyuran melalui penjaminan
kompetensi dan mutu kerja insinyur. Untuk Implementasi UU no. 11 Tahun 2014 tersebut,
Kementrian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi menerbitkan Permenristekdikti No 35
Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Program Studi Program Profesi Insinyur, Keputusan
tersebut mengatur tentang penyelenggaraan program studi, tujuan, syarat peserta dan cara
memperoleh sertifikat insnyur. Hal ini diperkuat dengan terbitnya PP No 25 Tahun 2019
tentang Pelaksanaan UU No 11 Tahun 2014 khususnya pada Bab III.
Pada Undang-Undang No.11 Tahun 2014 bab IV pasal 10 menyatakan setiap
insinyur yang akan melakukan praktik keinsinyuran di Indonesia harus memiliki Surat
Tanda Registrasi Insinyur. Dengan adanya undang undang tentang keinsinyuran ini
memberikan landasan dan kepastian hukum bagi penyelenggaraan keinsinyuran yang
bertanggung jawab, memberikan perlindungan kepada pengguna keinsinyuran dari
malpraktik keinsinyuran melalui penjaminan kompetensi dan mutu kerja insinyur serta
memberikan arah pertumbuhan dan peningkatan profesionalisme insinyur sebagai pelaku
profesi yang andal dan berdaya saing tinggi.
Pendidikan profesi keinsinyuran pada sarjana teknik merupakan suatu hal yang
penting. Dimana pendidikan profesi keinsinyuran membentuk seorang sarjana yang
berkompeten pada bidang keinsinyurn. Program profesi insinyur akan membentuk seorang
insinyur yang memiliki kompetensi, profesionalitas, etika yang baik dalam dunia
keinsinyuran. Karakter seorang insinyur ini akan menghindari beberapa pelanggaran etika
profesi pada seorang insinyur. Program ini memiliki penilaian kompetensi keinsinyuran
yang secara terukur dan objektif dalam menilai capaian kompetensi dalam bidang
keinsinyuran dengan mengacu pada standar kompetensi insinyur berupa Uji Kompetensi,
Apabila seorang insinyur telah lulus uji kompetensi yang didapatkan pada pendidikan
profesi insinyur, kemudian akan mendapatkan sertifikat kompetensi insinyur sebagai bukti
tertulis yang menyatakan bahwa seorang insinyur telah lulus Uji Kompetensi.
Selain itu, perlunya pendidikan profesi kepada sarjana teknik agar dapat membuka
usaha konsultan atau kontraktor. Proses untuk membuka usaha konsultan ini memerlukan
surat tanda registrasi insinyur yaitu bukti tertulis yang dikeluarkan oleh Persatuan Insinyur
Indonesia kepada Insinyur yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi Insinyur dan diakui
secara hukum untuk melakukan Praktik Keinsinyuran.

2.2. Sanksi Sosial dan Sanksi Hukum yang harus Dijalankan oleh Seorang Insinyur
yang Melanggar Kode Etik Profesi Insinyur
2.2.1. Sanksi Sosial
Sanksi sosial adalah salah satu dari beberapa sanksi untuk seseorang yang berbuat
kesalahan (selain sanksi yang bersifat administratif seperti sanksi hukum pidana/perdata).
Sanksi sosial ini tidak berupa tulisan hitam diatas putih dan seringkali bersifat implisit.
Karena etika merupakan norma-norma sosial yang berkembang dalam kehidupan sosial
masyarakat, maka jika terjadi pelanggaran, sanksi terhadap pelanggaran tersebut adalah
sanksi sosial. Sanksi sosial yang didapatkan apabila seorang insinyur melanggar kode etik
profesi diantaranya sebagai berikut:
1. Pemberitaan yang buruk di tengah masyarakat
Akibat dari kegiatan yang tidak sesuai dengan kode etik insinyur, maka akan muncul
beberapa pemeritaan buruk kepada seorang insinyur. Berita tersebut akan membentuk
perspektif buruk kepada seorang insinyur yang menyebabkan seorang insinyur sulit
untuk mendapatkan kepercayaaan dari masyarakat dalam bekerja. Selain itu karena
pemberitaan yang buruk ini, seorang insinyur akan diasingkan baik dari perusahaan
maupun perusahaan yang berada dinaungan insinyur.
2. Menurunnya kepercayaan masyarakat kepada seorang insinyur
Pembukaan praktik yang tidak sesuai dengan standar bahkan melakukan Tindakan
pidana berupa korupsi atau Tindakan yang dapat mengakibatkan kecelakaan atau
praktik ilegal akan menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat atau
ketidakpercayaan masyarakat kepada seorang insinyur. Hal tersebut dikarenakan
kredibilitas serta kompetensi yang dipertanyakan kepada seorang insinyur, apabila
seoran insinyur tersebut melanggar kode etik insinyur, maka akan muncul kurangnya
kepercayaan masyarakat kepada seorang insinyur karena berbagai spekulasi seperti
apakah seorang insinyur melakukan tindakan korupsi atau tindakan yang
mengakibatkan kecelakaan kerja. Pada kondisi ini juga seorang insinyur tentunya akan
sulit mendapatkan kembali kepercayaan masyarakat atau klien, karena terjadinya
kesalahan perhitungan atau tindakan yang melanggar kode etik insinyur.
2.2.2. Sanksi Hukum Pidana
Sanksi pidana adalah ancaman hukuman yang bersifat penderitaan dan siksaan.10
Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi perilaku dari
pelaku kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana diciptakan sebagai
suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri. Disamping penggunaan istilah sanksi
pidana, dalam ketentuan hukum pidana juga digunakan istilah-istilah lain yang pada
dasarnya mengandung makna yang sama seperti istilah hukuman, penghukuman,
pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana, dan hukuman pidana. Berdasarkan
UU No. 11 Tahun 2014 tentang Keinsinyuran BAB XIII tentang ketentuan pidana, sanksi
hukum pidana terdiri menjadi 3 diantaranya sebagai berikut:
 Bagi Insinyur atau Insinyur Asing yang dalam melaksanakan tugasnya tidak
memenuhi standar Keinsinyuran sehingga mengakibatkan kecelakaan, hilangnya nyawa
seseorang, dan/atau hilangnya harta benda dapat dipidana penjara paling lama lima
tahun dan/atau denda paling banyak satu miliar rupiah
 Bagi bukan Insinyur yang menjalankan Praktik Keinsinyuran dan bertindak sebagai
Insinyur dapat dipidana penjara paling lama dua tahun dan/atau denda paling banyak
dua ratus juta rupiah
 Bagi bukan Insinyur yang bertindak sebagai insinyur sehingga mengakibatkan
kecelakaan, cacat, hilangnya nyawa seseorang, dan/atau hilangnya harta benda dengan

pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/ atau denda paling banyak satu miliar
rupiah.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan perspektif UU No. 11 Tahun 2014 tentang keinsinyuran, Pendidikan
profesi keinsinyuran pada sarjana teknik merupakan suatu hal yang penting.
Dimana pendidikan profesi keinsinyuran membentuk seorang sarjana yang
berkompeten pada bidang keinsinyurn. Program profesi insinyur akan membentuk
seorang insinyur yang memiliki kompetensi, profesionalitas, etika yang baik dalam
dunia keinsinyuran. Karakter seorang insinyur ini akan menghindari beberapa
pelanggaran etika profesi pada seorang insinyur.
2. Terdapat beberapa akibat dari pelanggaran kode etik yaitu sanksi sosial dan sanksi
pidana. Sanksi sosial dapat berupa pemberitaan yang buruk di tengah masyarakat
dan menurunnya kepercayaan masyarakat kepada seorang insinyur. Sedangkan
untuk sanksi pidana adalah pidana penjara maupun denda.

3.2. Saran
Dalam perencanaan karya tulis ini diperlukan penelusuran lebih lanjut mengenai UU
No. 11 Tahun 2014 tentang keinsinyuran. Selain itu perlu adanya pengembangan lebih
lanjut pada ketentuan pidana dan pengembangan pendidikan profesi keinsinyuran di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai