Anda di halaman 1dari 26

“GARUDA PANCASILA SEBAGAI LAMBANG

NEGARA REPUBLIK INDONESIA”

Dosen Pengampu :
Nurhayati, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:

 Rahul Fernando 2113034021


 Uswatun Hasanah 2113034071
 Detha Avilia Saraswati 2113034065
 Ratu Nadia Hasanah 2113034005
 Melani Putri 2113034063
 Putri Paulina Endarwati 2153034005
 Dwita Ramadhona 2113034043
 Bernadeta Wianda Pristiani 2113034057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Dengan ini kami panjatkan puja serta syukur atas Kehadirat-Nya.yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada kita semua, Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah
SAW yang mengantarkan manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang berderang ini.
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas kelompok Pendidikan
Pancasila yang berjudul “Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara Republik Indonesia”
Penulis menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terselesaikan tanpa dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Adapun makalah yang berjudul “Garuda Pancasila Sebagai Lambang Negara
Republik Indonesia” ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dengan mencari referensi
dari berbagai buku maupun ebook-ebook yang dapat diakses di media sosial.sehingga dapat
membantu kami dalam membuat makalah ini. Makalah ini dibuat untuk melengkapi tugas
mata kuliah Pendidikan Pancasila
Tak ada gading yang tak retak karenanya kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih terdapat banyak kekurangan,oleh karena itu saran dan kritik yang membangun
sangat kami butuhkan untuk dapat menyempurnakan tugas yang akan diberikan dimasa yang
akan datang.dan juga tidak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Ibu
Nurhayati, S.Pd.,M.Pd. Selaku Dosen Mata Kuliah Pendidikan pancasila
Demikianlah Makalah ini dibuat,Semoga bisa Memenuhi tugas sesuai dengan kriteria yang
telah ditetapkan sebelumnya.

Bandar lampung,5 September 2021

PENYUSUN

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................iii

BAB I......................................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang.............................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................... 2
1.3. Tujuan Penulisan......................................................................................................... 2
1.4. Manfaat Penulisan....................................................................................................... 2
1.5. Sistematika Penulisan..................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
2.1. Lambang Negara Republik Indonesia......................................................................... 3
2.1.1. Pengertian Lambang Negara................................................................................ 3
2.1.2. Mitologi Burung Garuda Sebagai Lambang Negara............................................3
2.2. Sejarah Gagasan awal Garuda Pancasila..................................................................... 4
2.3. Sejarah Hukum Perancangan Lambang Negara.......................................................... 7
2.3.1. Peraturang Pemerintah Mengenai Lambang Negara...........................................7
2.4. Bentuk Perlindungan Terhadap Lambang Negara...................................................... 8
2.4.1. Peraturan UU No. 24 tahun 2009.........................................................................8
2.5. Larangan dan Ketentuan Pidana..................................................................................9
2.6. Makna dan arti dibalik figur burung garuda..............................................................11
2.6.1. Makna Warna Pada Lambang Negara................................................................11
2.6.2. Makna Kepala Burung Garuda...........................................................................11
2.6.3. Makna kaki Pada Lambang Negara................................................................... 12
2.6.4. Makna Pita “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang Negara............................... 12
2.6.5. Makna Perisai Pada dada Garuda.......................................................................13
2.7. Proses Penciptaan Lagu Garuda Pancasila................................................................ 17
BAB III.....................................................................................................................................19
3.1. Pancasila Dasar Negara RI........................................................................................ 19
BAB IV.................................................................................................................................... 21
4.1. Kesimpulan................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................22

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1“Desain Lambang Negara Bikinan Sultan Hamid II yang Menang dalam Sayembara”......... 5
Gambar 2“Desain Garuda yang Diperbaiki Sultan Hamid II “............................................................... 5
Gambar 3 “Desain Garuda yang Telah Diperbaiki dan Diumumkan pada 15 Februari 1950”............... 6
Gambar 4 “Desain yang Telah Diperbaiki Dullah dan Sultan Hamid II serta Disahkan pada bulan
Maret 1950”............................................................................................................................................. 6
Gambar 6 "Lambang Bintang 5 sudut"..................................................................................................14
Gambar 7"Lambang rantai ".................................................................................................................. 14
Gambar 8 "Lambang pohon Beringin".................................................................................................. 15
Gambar 9 "Lambang Kepala Banteng"................................................................................................. 16
Gambar 10 "Lambang Padi dan Kapas"................................................................................................ 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Di tiap-tiap dinding ruang kelas pada hampir seluruh sekolah di Indonesia kita temukan
selembar kertas yang dipigura dan digantung tinggi-tinggi bersama potret Presiden dan Wakil
Presiden. Dalam selembar kertas itu, tergambar sesosok burung garuda yang gagah berwarna
kuning cemerlang, Melalui pelajaran di sekolah, kita ketahui bersama bahwa sang garuda
ialah lambang negara kita. Namanya Garuda Pancasila .
Lambang Negara merupakan perwujudan sebuah ideologi suatu negara. Di Indonesia Garuda
Pancasila menjadi sebuah lambang dari negara kita Indonesia. Lambang burung garuda
digunakan sebagai lambang negara untuk medeskripsikan bahwa negara kita Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang besar dan kuat serta menggambarkan
sebuah kedaulatan, kepribadian, dan kemegahan suatu negara.
Penggunaan garuda sebagai sebuah identitas bangsa pastinya tidak terlepas dari sejarah
perjuangan suatu bangsa itu sendiri .Penggunaan burung garuda sebagai lambang Negara
tidak hanya digunakan oleh Indonesia saja. Banyak negara-negara yang menggunakan burung
garuda sebagai lambang negaranya, seperti Amerika Serikat, Mesir, Irak, Romania, Libya dan
Uni Emirat Arab. Keenam negara ini tersebar di empat benua, yaitu Asia, Amerika, Eropa
dan Afrika, yang mana membuktikan bahwa penggunaan burung garuda sebagai lambang
negara telah dikenal di seluruh dunia. Penggunaan dari bentuk garuda sebagai lambang
negara mengalamai modifikasi hingga dapat menyesuaikan dengan pencitraan yang
diinginkan oleh suatu negara. Dalam penelitian ini, lambang negara yang diteliti adalah
Indonesia, Rumania dan Uni Emirat Arab. Ketiga negara ini dipilih karena adanya tingkat
kemiripan yang paling tinggi antara lambang negara satu dengan satunya, seperti posisi
kepala yang menengok ke kanan, perisai yang ada didada serta kaki yang mencengkeram.
Penggunaan burung garuda sebagai lambang negara sangat menarik untuk diteliti. Dengan
adanya ilmu yang mempelajari tentang tanda, yaitu semiotika, diharap dapat memberikan
penjelasan tentang makna yang terkandung dalam lambang negara tersebut dan alasan
penggunaan burung garuda sebagai bentuk dasar lambang negara. Permasalah yang diangkat
adalah untuk mengetahui makna yang terkadung dalam sebuah lambang negara yang
direpresentasikan secara mirip oleh ketiga Negara, yaitu Indonesia, Romania dan Uni Emirat
Arab.
Namun pendeskripsian dari jenis burung jelas berbeda disetiap negara. Hal itu disebabkan
karna jenis burung disetiap negara berbeda spesies. Burung garuda tidak hanya menjadi
sebuah lambang negara tetapi juga memiliki banyak makna lain seperti pada cengkraman
burung garuda yang memuat motto negara kita Indonesia yaitu ‘Bhineka Tunggal Ika’ yang
memiliki arti meskipun berbeda beda suku, agama, dan kebudayaan tetapi tetap satu jua, yang
tentunya makna untuk mempererat segala perbedaan yang ada di Indonesia.

1
1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan lambang negara ?


2. Mengapa garuda Pancasila menjadilam lambang negara?
3. Bagaimana gagasan awal garuda pancasila?
4. Mengapa burung garuda dipilih sebagai ikon lambang negara?
5. Apa makna dan arti dibalik figur burung garuda ?
6. Bagaimana penggunaan lambang negara indonesia ?
7. Bagaimana mitologi tentang garuda pancasila ?

1.3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui latar belakang historis garuda pancasila sebagai lambang Negara.
2. Untuk mengetahui arti dan makna garuda pancasila.
3. Untuk mengetahui penggunaan lambang Negara.
4. Utuk mengetahui mitologi tentang garuda pancasila.
1.4. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis:
 Dalam pembacaan makalah ini diharapkan mampu menumbuhkan sebuah ketertarikan
dalam mempelajari tentang pendidikan pancasila
 Diharapkan mampu menunjang pengetahuan dalam memahami lambang negara.
 Diharapkan dapat digunakan sebagai media perkenalan terhadap pemahaman lambang
Negara Indonesia

2. Manfaat Praktis:
 Makalah ini diharapkan sebagai tolak ukur seseorang dalam memahami pendidikan
pancasila mengenai Lambang Negara.
 Mampu menjadi petunjuk bagi pembacanya agar didalam mempelajari pendidikan
pancasila perlu memahami arti dan makna Lambang Negara.
1.5. Sistematika Penulisan

Penulian terdiri atas empat bab,dan masing-masing bab terdiri atas sub bab-sub bab.Adapun
secara sistematis bab-bab tersebut tersusun sebagai berikut :

 Terdiri Dari Cover yang berisi Logo Unila,Judul Makalah,penusun,dan nama program
studi dan Universita
 Juga memuat Kata pengantar,dan Daftar isi
 Bab Pertama,merupakan pendahuluan yang berisi uraian secara global dan
menyeluruh mengenai materi yang akan dibahas.didalamnya terdiri atas latar
belakang,pembatasan masalah ,tujuan penulisan,dan sistematika penulisan.
 Bab Kedua, Berisi Pembahasan tentang Hakikat Manusia menurut pandangan islam,
 Bab Ketiga , Berisi Bagian Akhir dari Penulisan ini yaitu penutup yang berisi
Kesimpulan,Kesan dan Pesan

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Lambang Negara Republik Indonesia

2.1.1.Pengertian Lambang Negara

Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal
Ika.Lambang Negara Indonesia berbentuk burung garuda, Namanya Garuda Pancasila.
Apabila kita buka buku pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, akan kita temukan bahwa
jumlah bulu sang garuda mencerminkan sejarah penting bangsa Indonesia. 17 helai bulu di
tiap-tiap sayap, 8 helai bulu pada ekor, 19 bulu di pangkal ekor dan 45 helai bulu di leher.
Kalau kita deretkan angka-angka itu, hasilnya adalah 17-8-1945. Itulah hari proklamasi kita,
17 Agustus 1945, tahun dimulainya kemerdekaan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan.
Jadi sang burung yang bernama Garuda Pancasila itu adalah perlambang dari bangsa kita
seluruhnya.
Kita adalah bangsa Indonesia yang merdeka sejak 17 Agustus 1945. Kita adalah burung
garuda yang gagah dan cemerlang itu. Kita adalah bangsa muda yang belum lama merdeka
dan dengan penuh harap menatap masa depan. Kita tidak takut berhadapan dengan dunia
karena kita terdiri dari beragam etnis, agama dan pandangan hidup. Kita tidak takut
bersanding dengan bangsa-bangsa lain di dunia karena kita kaya akan perbedaan. Kita
berbeda-beda tapi tetap satu juga. Itulah semboyan negara kita, yang direntangkan sang
garuda dalam sehelai kain putih: “Bhinneka Tunggal Ika”. Kita adalah bangsa merdeka. Jiwa
kita adalah jiwa garuda yang berani terbang melanglang buana. Keberanian itu berlandas
pada apa yang ada di dada. Pada dada garuda itu, kita temukan perisai berlambangkan
bintang, rantai, pohon beringin, kepala 2 banteng serta setangkai padi dan kapas.
2.1.2.Mitologi Burung Garuda Sebagai Lambang Negara

Sebagai lambang negara, Garuda Pancasila dapat disebut sebagai ikon, dimana garuda
Pancasila mempunyai hubungan kemiripan dan mewakili dari negara Indonesia. Bukti dari
pernyataan ini dapat dilihat bahwa burung yang digunakan sebagai bentuk dasar dari garuda
Pancasila adalah burung garuda yang terdapat pada candi-candi di Indonesia, terutama pulau
Jawa.
Beberapa pengamat menyebutkan bahwa terdapat anggapan yang menyebutkan burung
garuda hanyalah mitos belaka (Hidayat, 2007). Burung ini tidak dikenal di wilayah geografis
Indonesia. Ia dikenal lewat peradaban india yang diambil alih ke dalam peradaban jawa.
Ditemukan beberapa artefak penginggalan budaya lampau bermotif garuda, seperti pada
Candi Garuda di Candi Wishu, kompleks Candi Prambanan yang menyimpan kisah mistik
tentang manusia setengah burung bernama garuda. Pada awalnya lambang negara Indonesia
terinspirasi dari mitos garuda yang terdapat di beberapa candi, baik dalam bentuk arca
maupun relief.
Lambang negara Indonesia Penggunaan burung garuda sebagai lambang negara tidak
sepenuhnya berdasarkan pada mitologi maupun gambaran yang terdapat pada relief ataupun
arca di Candi-Candi di Indonesia. Namun pengambaran burung garuda ini sebenarnya adalah
burung elang rajawali. Akmal Sutja, dalam buku Mencari Telur Garuda, menjelaskan bahwa

3
garuda itu adalah istilah yang dipakai dalam mitologi untuk menunjukkan burung elang
rajawali, sementara bentuk atau wujud asli atau alamiahnya adalah elang rajawali. Burung
garuda dari mitologi menurut perasaan orang Indonesia berdekatan dengan elang rajawali.
Elang jawa (Spizaetus bartelsi) juga disebut sebagai burung nasional Indonesia, karena
kemiripannya dengan burung garuda yang menjadi lambang negara Indonesia. Burung ini
adalah burung epidemik Jawa berukuran sedang sekitar 60cm. Dalam bahasa Inggris, elang
jawa ini disebut Javan Hawk-eagle, merupakan salah satu jenis burung pemangsa terlangka di
dunia (MacKinnon, 1990). Penggunaan elang sebagai simbol memberikan asosiasi kepada
ketinggian, semangat yang membara seperti matahari dan prinsip burung secara umum. Elang
adalah burung yang hidup dengan pengaruh matahari secarah menyeluruh, karena itu elang
dianggap sebagai bercahaya dalam esensinya dan memiliki elemen udara dan api. Berbeda
dengan burung hantu yang dilambangkan dengan kematian dan kegelapan. Sejak elang
diidentifikasikan dengan matahari, elang juga dapat menjadi simbol dari ayah (Bapa). Elang
secara lebih lanjut dijadikan sebagai simbol dari kecepatan dan keberanian untuk terbang
lebih tinggi. Elang merupakan raja dari para burung, yang dikenal sebagai simbol dari
kekuasaan yang besar dan kegagahan.

2.2. Sejarah Gagasan awal Garuda Pancasila

Sisi kesejarahan lambang negara itu dimulai pada tahun 1945 sebelum merdeka, tepatnya
pada tanggal 13 Juli 1945 dalam rapat Panitia Perancang Undang-undang Dasar 1945, salah
satu anggota Panitia bernama Parada Harahap mengusulkan tentang lambang negara. Usul
tersebut disetujui oleh semua anggota, dan disepakati akan dibahas tersendiri kemudian,
dalam bentuk Undang-undang istimewa yang mengatur secara khusus tentang lambang
negara. Keterangan ini dapat ditemukan dalam naskah Persiapan Undang-Undang Dasar,
1945 jilid I yang disusun oleh Muhammad Yamin hal 263 dan lahirnya Undang-Undang
Dasar 1945 disusun oleh Soeripto yang menyatakan:Anggota Parada Harahap: Mengusulkan
supaya disamping bendera juga lambang negara (wapen). Semua setuju, tetapi dalam
Undang-undang Istimewa.
Sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia kemudian dibentuk Panitia Indonesia
Raya,4 yang bertugas menyelidiki arti lambang-lambang dalam peradaban bangsa Indonesia
sebagai langkah awal untuk mempersiapkan bahan kajian tentang lambang negara. Panitia ini
dikenal dengan nama Panitia Indonesia Raya yang diketuai oleh Ki Hajar Dewantoro dan
sekretaris umum Muhammad Yamin. Tetapi panitia tersebut belum dapat menyelesaikan
tugas akibat terjadinya peristiwa 3 Juli 1946 yang melibatkan Muhammad Yamin.
Setelah pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den
Haag pada tahun 1949,karena pada saat itu dirasakan ada kebutuhan untuk menyusun
lambang resmi negara. Atas dasar itu, pada awal tahun 1950 pemerintah Republik Indonesia
Serikat (RIS) menyelenggarakan sayembara desain lambang negara.dan sayembara tersebut
dimenangkan oleh Sultan Hamid II, putra sulung Sultan Pontianak ke-6.

4
Gambar 1“Desain Lambang Negara Bikinan Sultan Hamid II yang Menang dalam Sayembara”

Desain yang Sultan Hamid II ciptakan menghadirkan sosok garuda tunggangan suci dewa
Wisnu yang mengacu pada arca dan relief di candi-candi kuno seperti Prambanan, Mendut,
Penataran, Sukuh dan lain sebagainya. Sang garuda berdiri di atas tahta bunga teratai dengan
dada terlindung oleh perisai. Pada perisai itu, perlambang yang digunakan berbeda dengan
perlambang Pancasila yang kita kenal sekarang. Di sana, tidak ada gambar bintang dan rantai.
Yang kita temukan hanya gambar keris, pohon beringin, kepala banteng dan tiga batang padi.
Tidak kita temukan juga sehelai kain bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Setelah ditetapkan sebagai pemenang sayembara, Sultan Hamid II kemudian berdialog
dengan Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta. Diperbaikilah
desain lambang itu dengan mencantumkan lima lambang negara yang kita kenal sekarang.
Selain itu, ditambahkan juga helai kain bertuliskan “Bhinneka Tunggal Ika”. Sang garuda
kini digambarkan memiliki sepasang tangan yang memegang erat-erat perisai Pancasila.

Gambar 2“Desain Garuda yang Diperbaiki Sultan Hamid II “

Kemudian setelah mendapat beberapa masukan, desain itu diperbaiki lagi. Kali ini gambar
tangan garuda itu dihilangkan dan penggambaran kepalanya diperbaiki. Pada sebuah acara di
Hotel Des Indes, Jakarta, di tanggal 15 Februari 1950 Soekarno memperkenalkan desain itu
pada masyarakat.

5
Gambar 3 “Desain Garuda yang Telah Diperbaiki dan Diumumkan pada 15 Februari 1950”

Namun lambang itu dirasa kurang cukup. Penggambaran kepala elang itu kurang
mencerminkan kekhasan burung garuda dalam cerita-cerita rakyat yang berkembang di
Nusantara, masih tercium kesan seperti kepala burung elang botak yang menjadi lambang
negara Amerika Serikat. Maka ditambahkan jambul di depan dan belakang kepala garuda.
Kemudian Soekarno meminta kepada Dullah, pelukis istana, untuk menggambar ulang desain
bikinan Sultan Hamid II itu dengan mengubah posisi cakar yang semula mencengkeram dari
belakang helai kain menjadi nampak dari depan helai kain.

Gambar 4 “Desain yang Telah Diperbaiki Dullah dan Sultan Hamid II serta Disahkan pada bulan Maret 1950”

Lantas Sultan Hamid II menjalankan penyelerasan akhir atas desainnya dengan memperbaiki
tata warna dan skala. Versi terakhir inilah yang kemudian dijadikan sebuah patung perunggu
berlapis emas yang ditempatkan di Ruang Kemerdekaan Museum Nasional dan dijadikan
acuan resmi Garuda Pancasila sebagai lambang negara sampai sekarang. Inilah asal-usul
gambar yang ada di ruang kelas kita hari ini.

6
2.3. Sejarah Hukum Perancangan Lambang Negara

Seperti dijelaskan diatas,Sebenarnya dengan merujuk kronologis fakta sejarah dapat disimak
adanya karya kebangsaan Sultan Hamid II yang merupakan alat perekat nasionalisme
Indonesia yang tak ternilai dalam perjalanan sejarah bangsa ini, yang menjadi kenangan
masyarakat Indonesia dan secara inheren mengharumkan nama bumi kelahirannya;
Kalimantan Barat. Sebagai gambaran singkat peristiwa sejarahnya sebagaimana paparan
berikut ini.
Sewaktu menjabat Menteri Negara Zonder Porto Folio (1949-1950) beliau sepenuhnya aktif
berperan dan memiliki konstribusi sejarah dalam merancang gambar lambang negara
Republik Indonesia, seperti bentuk gambarnya sekarang ini, Rajawali Garuda Pancasila.
Catatan serta dokumen proses perancangan lambang negara tersebut masih tersimpan dengan
baik saat ini. Peran dan kontribusi sejarah itu dalam fakta sejarah nasional dan daerah
seharusnya terangkat kepermukaan secara obyektif dan transparan. Adalah menjadi
kewajiban kita untuk menegakan kebenaran dan keadilan sekaligus memahami amanah beliau
sebagaimana pernah disampaikan oleh Sultan Hamid II (1974) sewaktu menyerahkan file
arsip perancangan lambang negara kepada Mas Agung (Ketua Yayasan Idayu Jakarta) 18 Juli
1974:
Mungkin ini adalah yang dapat saya sumbangkan kepada bangsa saya, dan "Mudah-mudahan
sumbangan pertama saya (buku-buku dan dokumen file mengenai lambang negara) ini
bermanfaat bagi negara yang dicintai oleh kita.
Sebagai warga bangsa yang besar dan generasi penerus sejarah bangsanya, sekaligus umat
beriman sudah menjadi kewajiban kita untuk mengangkat kepermukaan fakta dan data
sejarah secara jujur dan obyektif. Sebab kalau yang ingin kita inginkan adalah seseorang yang
tidak pernah berbuat salah, maka kita tidak akan mempunyai tokoh sejarah secara utuh dan
kita akan kesulitan menuliskan secara lengkap fakta sejarah perjuangan para tokoh bangsa di
masa lampau. Padahal sejarah haruslah ditampilkan apa adanya sebagai pembawa warta
kebenaran sejati dari peristiwa yang terjadi di masa lampau.
2.3.1.Peraturang Pemerintah Mengenai Lambang Negara

Lambang Negara Dimuat dalam peraturan pemerintah nomor 66 Tahun 1951 yang
ditetapkan tanggal 17 oktober 1951 dan diundangkan pada tanggal 28 november 1951
(Lembaran Negara II Tahun1951) sedangkan penggunaan lambang negara diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1958.
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 menyebutkan bahwa lukisan garuda
diambil dari benda peradaban indonesia,seperti hidup dalam mitologi,simbologi dan
kesusastraan indonesia dan tergambar pada beberapa candi sejak abad ke-6 sampai abad ke-
16 Masehi.Peraturan Pemerintah ini dikukuhkan oleh UU No. 24 Tahun 2009 yang sesuai
dengan amanat pasal 36C UUD 1945 (perubahan). Yang menyatakan bahwa : “Lambang
negara ialah garuda pancasila dengan semboyan bhineka Tunggal Ika”
Kemudian Peraturan pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 diganti dengan undang- Undang
Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera,bahasa dan lambang Negara serta lagu kebangsaan
yang diundangkan tanggal 9 juli 2009 (Lembaran Negara RI tahun 2009 Nomor 109)

7
2.4. Bentuk Perlindungan Terhadap Lambang Negara

2.4.1. Peraturan UU No. 24 tahun 2009


Pada tanggal 9 Juli 2009 disahkannya UU No 24 Tahun 2009 sebuah Undang-undang yang
secara umum memiliki 9 Bab dan 74 pasal yang pada pokoknya mengatur tentang praktik
penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan berikut ketentuantketentuan pidananya. Setidaknya ada tiga hal tujuan dari
dibentuknya UU No 24 Tahun 2009 ini adalah untuk : 1. Memperkuat persatuan dan kesatuan
bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 2. Menjaga kehormatan yang menunjukkan
kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 3. Menciptakan ketertiban,
kepastian, dan standarisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu
kebangsaan. Dengan adanya tujuan-tujuan tersebut menjelaskan kepada kita sebagai Warga
Negara Indonesia (WNI) maka harus menjaga dan melindungi simbol-simbol indentitas
tersebut yaitu Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan sebagai bentuk
kecintaan terhadap Negara.

2.4.2.Penggunaan Lambang Negara


Lambang negara yang telah diatur oleh UU No. 24 Tahun 2009 yang sesuai dengan amanat
pasal 36C UUD 1945, mengatur tentang penggunaan lambang negara diantaranya yaitu:
Lambang Negara wajib digunakan di:
a. Dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan pendidikan (gedung dan/atau kantor
Presiden dan Wakil Presiden, gedung dan/atau kantor lembaga negara, gedung
dan/atau kantor instansi pemerintah, dan gedung dan/atau kantor lainnya.)
b. Luar gedung atau kantor;
c. Lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita
negara diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen.
d. Paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah diletakkan di bagian
tengah halaman dokumen.
e. Uang logam dan uang kertas; atau
f. Materai.

Lambang Negara dapat digunakan:


a. Sebagai cap atau kop surat jabatan yaitu untuk Presiden dan Wakil Presiden, Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung dan badan peradilan, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri dan
pejabat setingkat menteri, kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal,
konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan,
gubernur, bupati atau walikota, notaris, dan pejabat negara lainnya yang ditentukan
oleh undang-undang.
b. Sebagai cap dinas untuk kantor untuk Presiden dan Wakil Presiden, Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Mahkamah Agung dan badan peradilan, Badan Pemeriksa Keuangan, menteri dan
pejabat setingkat menteri, kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang
berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal,
konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan,
gubernur, bupati atau walikota, notaris, dan pejabat negara lainnya yang ditentukan
oleh undang-undang.
8
c. Pada kertas bermaterai;
d. Pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan;
e. Sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara
Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri dan dipasang pada
pakaian di dada sebelah kiri.
f. Dalam penyelenggaraan peristiwa resmi dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain
yang pantas.
g. Dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;
h. Dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau
i. di Rumah warga negara Indonesia.

2.5. Larangan dan Ketentuan Pidana

Larangan dan ketentuan pidana sebelumnya telah diatur dalam KUHP pasal 154a yang
berbunyi, “Barang siapa yang menodai bendera kebangsaan Republik Indonesia dan
lambang negara Republik Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah”
Pasal ini menurut penulis adalah sebagai mainsream atau konsep awal yang menjadi tolak
ukur dari pasal 57, 68 dan 69 undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 yang berbunyi
Setiap orang dilarang:
a. Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusakLambang Negara dengan
maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;
b. Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna,
dan perbandingan ukuran;
c. Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan
d. Menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-
Undang ini.

Sedangkan ketentuan pidananya adalah sebagai berikut:


1. Pasal 68 Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak
Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan
Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Pasal 69 Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),
setiap orang yang:
a. Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai
dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;
b. Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik,perkumpulan, organisasi
dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau
c. Dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang
diatur dalam Undang-Undang ini.

9
Pencantuman jenis sanksi pidana dapat diidentifikasikan dalam setiap perundang-undangan
pidana, baik yang berkualifikasi tindak pidana umum dan tindak pidana khusus.Demikian
juga, hal itu terjadi pada perundang-undangan yang substansinya bermuatan hukum
administrasi dan hukum perekonomian, seperti : UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan,
UU No. 10 TAHUN 1995 Tentang Kepabeanan, UU No. 11 Tahun 1995 tentang Cukai, UU
No. 12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, UU No. 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan
Berjangka Komoditi, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli, dan Persainagan Usaha Tidak Sehat, UU No. 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, dan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

Dilihat dari sudut Kebijakan Kriminal, wajah perundangundangan seperti ini banyak
mengandung kelemahan kerena pendekatan sanksi yang di pakai dalam upaya menanggulangi
suatu kejahatan bersifat terbatas dan terarah pada dipidananya si pelaku saja. Dengan kata
lain, jenis sanksi bila dilihat dari aspek Jadi lebih bersifat individual.9 Pemidanaan bersifat
individual ini menurut Barda Nawawi Arief10 kurang menyentuh sisisisi lain yang
berhubungan erat secara struktural atau fungsional dengan perbuatan (dan akibat perbuatan)
si pelaku. Sisi lain yang bersifat struktural atau fungsional ini misalnya pihak
korban/penderita lainnya dan strukutur/kondisi lingkungan yang menyebabkan si pelaku
berbuat kejahatan. (Barda Nawawi Arief, 1998 : 45). 11 Banyaknya perundang-undangan
pidana yang memuat jenis sanksi pidana sebagai sanksi utamanya, mengindikasikan
bagaimana tingkat pemahaman para legislator terhadap masalah-masalah pidana dan
pemidanaan. Paling tidak, keterbatasan pemahaman (Sumber daya Manusia) mereka terhadap
masalah-masalah sanksi dalam hukum pidana turut memepengaruhi proses penetapan sanksi
ketika membahas suatu perundangundangan. Hal ini juga dapat menimbulkan inconsistency
dalam penetapan jenis maupun bentuk-bentuk sanksinya antara perundangundangan yang
satu dengan perundangundangan yang lain. Pemahaman para legislator mengenai sanksi
pidana masih banyak dipengaruhi oleh pandangan lama yang menegaskan bahwa setiap orang
yang telah melakukan kejahatan harus dibalas dengan pidana yang setimpal. Pandangan yang
didasarkan pada aliran klasik dalam hukum pidana ini mendominasi pemahaman mereka
Batas Kemampuan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Makalah Seminar
Nasional Pendekatan Non-Penal Dalam Penanggulangan Kejahatan, Semarang. sehingga
setiap pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU) yang memuat ketentuan pidana,
jenis sanksi pidana banyak mendapatkan perhatian dalam pembahasan. Begitu juga subjek
hukum yang akan dipertanggung-jawabkan secara pidana, tidak dapat dipisahkan dengan
masalah penetapan jenis sanksi yang akan dikenakan terhadapnya. Sebagai contoh,
pemidanaan untuk kejahatan korporasi (corporate crime) tidaklah cukup dengan menetapkan
sanksi pidana saja karena kurang relevan dengan sifat korporasi itu sendiri sebagi subjek
hukum pidana.
Sehubungan dengan sanksi apa yang tepat untuk dikenakan terhadap korporasi, Sudarto
menyatakan bahwa untuk korporasi yang melakukan tindak pidana dapat dikenakan sanksi
pokok denda dan sanksi serta sejumlah (sanksi) tindakan. (Sudarto ,1987 : 47) Bila
dihubungkan dengan karakteristik kejahatan yang dilakukan oleh korporasi, bentuk-bentuk
sanksi tindakan harus relevan dengan tujuan pemidanaan yang ingin dicapai. Minimnya
perundang-undangan pidana yang memuat jenis sanksi tindakan ini tidak terlepas dari
kurangnya pemahaman para pembentuk undang-undang (dalam hal ini pihak pemerintah /
pengusul suatu undang-undang dari lalangan legislator) terhadap hakikat, fungsi dan tujuan
sanksi tindakan tersebut dalam sistem pemidanaan. Akibatnya, jenis sanksi ini tidak begitu
popular sehingga kurang mendapatkan prioritas pembahasan dan proporsionalitas dalam

10
setiap perundangundangan pidana.13 Dalam perkembangan praktek kebijakan memang ada
upaya untuk mengkaji dan membandingkan masalah-masalah stesel sanksi dalam hukum
pidana dengan perundang-undangan pidana negara-negara asing, akan tetapi sejauh ini
terbatas pada masalah-masalah aturan hukum pidananya saja. Padahal yang penting untuk
diperbandingkan bukanlah peraturanperaturan hukum pidananya saja, melainkan juga
prinsip-prinsip filsafat, politik, ekonomi yang melandasi peraturan-peraturan tersebut.

2.6. Makna dan arti dibalik figur burung garuda

Penggambaran burung garuda pada Garuda


Pancasila memiliki spesifikasi, seperti bulu
sayap yang berjumlah 17 helai dan bulu
ekor 8 helai. Angka yang muncul pada
lambang ini memberikan indikasi tentang
hari kemerdekaan dari Indonesia, yaitu 17
Agustus atau bulan ke-8. Ketetapan dari
jumlah bulu garuda ini dapat ditemukan
pada Lampiran Peraturan Pemerintah No.
66 Tahun 1951 pasal 3. Adapun Arti atau
makna dalam figure garuda pancasila
sebagai berikut : Gambar 5 "Makna Lambang Garuda Pancasila"

2.6.1.Makna Warna Pada Lambang Negara

Warna yang terdapat pada penggunaan lambang negara Indonesia, yaitu kuning keemasan
dapat menjadikannya sebagai indeks. Warna ini memberikan indikasi tentang keinganan
negara Indonesia atau visi dan misi Indonesia, yaitu untuk menjadi negara yang bijaksana,
agung dan dihormati oleh negara lain. Pernyataan ini dapat ditemukan pada Penjelasan atas
Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951 tentang lambang negara pasal 2 (Hidayat, 2007).

2.6.2.Makna Kepala Burung Garuda


Kepala burung garuda yang menghadap kekanan merupakan sebuah indeks dari sifat baik.
Sedangkan posisi kepala yang lurus merupakan ikon dari sifat negara Indonesia yang tidak
ambisius, sombong, semena-mena dan memandang masalah secara lurus. Penggambaran
posisi kepala ini dipenggaruhi oleh perancang dari lambang negara, yaitu Pantia Lencana
Negara yang didominasi oleh orang Jawa dan dikerjakan di pulau Jawa sehingga tradisi yang
digunakan adalah tradisi yang berasal dari pulau Jawa.
Di dalam tradisi pewayangan Jawa terdapat tiga istilah tentang posisi kepala. Posisi luruh
berarti menunduk ke bawah, longok berarti memandang ke depan, dan langak berarti agak
menengadah, memandang agak ke atas. Luruh mempunyai karakter tenang, sabar, tak
tergesa-gesa segala tindakannya. Kebalikan dai karakter ini adalah karakter dari posisi langak.
Sedangkan posisi longok adalah berada diantara kedua karakter ini (Soekatno, 1992). Secara
garis besar tokoh pewayangan di Indonesia dibagi menjadi dua, yaitu tokoh baik dan tokoh
jahat. Tokoh baik dapat pula disebut sebagai wayang kanan dan tokoh jahat disebut sebagai
wayang kiri. Tokoh baik berada di sebelah kanan dalang dan tokoh jahat berada disebelah kiri

11
dalang. Tokoh kanan selalu menunjukkan sifat-sifat keutamaan, keteladanan bagi
manusiamanusia. Pengertian sisi kanan di Indonesia dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia
adalah dalam politik, merupakan bagian dari ideologi, paham, dan aliran tertentu dalam suatu
gerakan politik. Istilah kanan diartikan sebagai sekelompok orang yang duduk di sebelah
kanan raja pada sidang pleno kerajaan, dan mereka merupakan kelompok pendukung monarki
absolut.
Dalam perkembangan selanjutnya, istilah ini mulai dipakai pula oleh negara-negara
lainnya. Pada umumnya, kelompok yang berhaluan kanan ini terdiri atas kaum puritan atau
bangsawan yang ingin mempertahankan sistem monarki absolut. Sebelah kanan, bagi
kebiasaan bangsa Indonesia adalah lambang kebaikan, langkah mujur, kepercayaan, kekuatan.
Sedangkan sebelah kiri melambangkan langkah sial, lambang kejahatan dan serong. Kepala
garuda yang menoleh lurus ke kanan ini menjadikannya sebagai indeks yang memiliki
pengertian bahwa negara Indonesia adalah sebuah negara yang tidak tergesa-gesa ataupun
ambisius dalam mengambil keputusan dan melihat permasalah secara lurus. Selain itu negara
Indonesia juga merupakan negara yang memiliki kepercayaan, kebaikan serta kekuatan untuk
menjadi negara yang besar. Penggambaran kaki garuda pada lambang negara Indonesia,
Garuda Pancasila, digambarkan dari sisi depan. Ini merupakan hasil rancangan akhir yang
akhirnya disahkan pada tahun 1951. Pada awalnya,
2.6.3.Makna kaki Pada Lambang Negara

kaki garuda digambarkan dari sisi belakang. Penggambaran ini merupakan gambaran dari
semi-realis burung elang jawa saat mencengkeram makanan atau mangsanya. Namun,
kemudian Bung Karno memerintahkan pengubahan pada bentuknya hingga seperti sekarang
ini. Alasan dari pengantian bentuk kaki ini menurut Presiden Soekarno adalah karena
berkaitan dengan prinsip dari jati diri bangsa Indonesia yang memadukan pandangan
federalis dan pandangan kesatuan. Selain itu, menurut Bung Karno penggambaran kaki dari
depan dapat menampilkan kesan yang lebih. Penggambaran kaki Garuda Pancasila
sedemikian rupa dapat menjadikannya sebagai indeks dari kesan gagah yang inginkan Bung
Karno gagah (Sahabat Museum Konfernsi Asia-Afrika, 2011). Pita yang dicengkeram oleh
kaki burung garuda menggunakan warna putih yang merupakan indeks dari kejujuran,
kebijaksanaan dan kedamaian.
2.6.4.Makna Pita “Bhineka Tunggal Ika” pada lambang Negara

Tulisan yang terdapat pada pita merupakan kalimat dari bahasa Sansekerta. “Bhinneka
Tunggal Ika” yang tertulis pada pita yang dicengkeram burung garuda merupakan sebuah
seloka yang berasal dari Kitab Sutasoma yang dikarang oleh Empu Tantular, yang artinya
adalah: Meskipun berbeda-beda tetapi satu jua. Hal tersebut melambangkan bersatunya
keanekaragaman ras, suku, adat-istiadat, budaya, bahasa dan agama yang dimiliki bangsa
Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke, ke dalam negara Kesatuan Republik Indonesia. Di
dalam Penjelasan atas Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951 tentang lambang negara pasal
5 dijelaskan tentang semboyan ini. Penulisan kalimat “Bhinneka Tunggal Ika” pada pita yang
dicengkeram di kaki burung garuda merupakan sebuah indeks pada lambang negara Garuda
Pancasila. Indeks ini mengartikan bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku
atau ras. Namun dengan adanya perbedaan ini tidak membuat negara Indonesia menjadi
terpecah belah, tetapi menjadikan sebuah negara yang bersatu baik dalam tujuan maupun
kehidupan bernegara.

12
2.6.5.Makna Perisai Pada dada Garuda
Pada dada Garuda Pancasila terdapat sebuah perisai. Perisai yang berada di dada burung
garuda ini merupakan sebuah ikon sekaligus indeks. Perisai merupakan sebuah ikon karena
perisai di dada burung garuda memiliki kemiripan dengan bentuk perisai pada umumnya.
Sedangkan indeks adalah karena perisi pada lambang negara Indonesia memiliki indikasi
sebagai sebuah senjata untuk melindungi negara dari pengaruh atau dampak negatif yang
akan masuk ke dalam negara Indonesia. Perisai adalah tameng, merupakan alat kelengkapan
perang prajurit jaman dulu yang berfungsi melindungi tubuh dari serangan senjata tajam
lawan dalam perang. Sumber: Ensiklopedi Nasional Indonesia; 70 Gambar 7. Perisai yang
digunakan di Indonesia Di dalam Penjelasan atas Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951
tentang lambang negara pasal 4 dijelaskan tentang penggunaan perisai atau temeng pada
lambang negara. Pada perisai yang berada di dada burung garuda terdapat 3 warna yang
berbeda, yaitu merah, putih dan hitam. Ketiga warna ini merupakan indeks yang memiliki arti
yang berbeda antara yang satu dan yang lain.dijelaskan sebagai berikut:
1. Warna merah menandakan semangat dan keberanian. Warna merah di sini sama
dengan penggunaan warna merah pada bendera nasional Indonesia, yaitu untuk
melambangkan keberanian. Sama halnya dengan warna putih, warna ini merupakan
warna yang sama yang digunakan dalam bendera nasional Indonesia.
2. Warna putih memberikan arti tentang kejujuran, kebijksanaan, kesucian dan
kesempurnaan. Sedangkan
3. warna hitam memberikan kesan kemakmuran, keeleganan, kekuatan, kesungguhan
dan kerendahan hati.
Perisai yang terdapat di dada burung garuda merupakan perisai yang melambangkan
Pancasila. Penggunaan perisai Pancasila dalam lambang negara Indonesia merupakan ide dari
Presiden Soekarno. Beliau mengatakan bahwa hendaknya lambang negara mencerminkan
pandangan hidup bangsa, dasar negara Indonesia, di mana sila-sila dari dasar negara, yaitu
Pancasila divisualisasikan dalam lambang negara. Di dalam perisai terbagi menjadi lima
bagian yang merupakan ikon tiap sila dari Pancasila. Penataan bagian dari sila-sila disusun
sedemikian rupa, karena kelima sila dari Pancasila saling berhubungan dan merupakan
sebuah kesatuan dari pandangan hidup bangsa Indonesia sebagi berikut :
Peletakan sila pertama berada di tengah karena bintang, yang merupakan ikon dari sila
pertama, memiliki empat sudut yang menunjuk keempat sila lainnya, karena setiap sila-sila
dalam Pancasila harus selalui dijiwai oleh Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut Moh. Hatta
sebagai orang yang terlibat dalam perumusan Pancasila, berpendapat bahwa dengan adanya
Ketuhanan Yang Maha Esa, barulah bangsa dapat bertahan maju ke depan untuk membangun
generasi penerus yang bermartabat dan berprikemanusiaan, yang digambarkan dengan sila
kedua. Setelah itu membangun persatuan Indonesia, karena hanya dengan bersatu dan
perpaduan bangsa Indonesia menjadi kuat dan langkah berikutnya adalah membangun negara
yang demokratis dalam permusyawaratan/ perwakilan. Sehingga secara bersama-sama bangsa
Indonesia dapat mewujudka keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Menurut salah satu perancang dari lambang negara, yaitu Sultan Hamid II, menjelaskan
bahwa konsep yang digunakan adalah “Thawaf” yang berarti gilir balik. Maksud dari konsep
yang digunakan Sultan Hamid II ini adalah perisai dari Garuda Pancasila dibaca dari tengah,
kemudian melingkar dari simbol rantai melawan arah jarum jam. Thawaf merupakan istilah
yang digunakan pada ide pacasila, yaitu mengikuti gerakan yang berlawan arah dengan jarum
jam. Thawaf ini merupakan istilah yang berasal dari bahasa Kalimantan, yang berarti

13
membuat kembali membangun/ vermogen yang ada tujuannya pada sasaran yang jelas, yaitu
masyarakat adil dan makmur yang berdampingan dengan rukun dan damai.
1. Sila pertama dalam Pancasila berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa. Sila ini
digambarkan dengan sebuah ikon dari
bentuk bintang yang memiliki 5 sudut.
Bintang menurut pemikiran kuno
melambangkan sebagai simbol dari
harapan, keberuntungan atau keabadian.
Bintang digunakan sebagai ikon dari
sila pertama adalah karena bintang
dapat melambangkan sifat-sifat dari
Tuhan, selain letaknya tinggi di
angkasa cahayanya menyinari alam
raya.
Gambar 6 "Lambang Bintang 5 sudut"

Maha Tinggi, Maha Pemurah dan Pengasih, Maha Kuasa dan Maha Bijaksana. Bintang
ini terletak dalam sebuah perisai kecil-hitam, melambangkan bahwa berketuhanan Yang
Maha Esa itu jelasnya menurut ajaran agama masing-masing yang dianut/ diyakini,
bahwa agama itu ibarat perisai, lambang pertahanan agar manusia dapat selamat hidup di
dunia dan di akhirat kelak. Warna kuning yang digunakan sebagai warna dari bintang
merupakan warna asli dari bintang. Warna ini merupakan indeks dari penerangan,
kemurahan hati dan ketuhanan. Pada bagian kanan bawah perisai terukir gambar rantai.
rantai merupakan rangkaian gelang yang saling bertautan, dalam berbagai bentuk dan
dari bermacam-macam bahan, untuk berbagai kegunaan. Rantai mempunyao banyak
ukuran, dari yang sangat kecil, misalnya rantai kalung untuk perhiasan, sampai rantai
yang sangat besar, misalnya rantai jangkar kapal. Rantai secara umum merupakan sebuah
simbol persatuan, pengikat atau efek rantai yang misterius dan propaganda. Ketika
sebuah rantai terhubung antar ujungnya maka akan menjadi sebuah simbol dari
keabadian. Secara umum simbol rantai mengimplikasikan tentang ingatan dan
komunikasi. Dalam artian yang lebih luas lagi, rantai berhubungan dengan simbol dari
ikatan dan pertalian, jalinan dan ikatan.

2. Sila kedua dalam Pancasila berbunyi Kemanusian yang adil dan beradab. Sila ini
digambarkan dengan bentuk ikon
rantai yang terdiri dari 8 rantai
persegi, dan 9 rantai bundar. Rantai
persegi dan rantai bundar
merupakan ikon dari laki-laki dan
perempuan. Rantai yang terdiri atas
dua bentuk persegi dan lingkar,
melambangkan umat manusia
sebagai makhluk Tuhan terdiri dari
dua jenis: pria dan wanita.
Sedangkan cincin wujudnya
lingkaran tak berpangkal .
Gambar 7"Lambang rantai "

14
Tiada Putus putusnya serta lambang hubungan umat manusia di seluruh dunia adalah
keturunan Adam dan Hawa serta satu sama lain bersaudara. Di dalam Penjelasan atas
Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951 tentang lambang negara pasal 4 dijelaskan
tentang ikon dari sila kedua tersebut. Warna pada rantai menggunakan warna kuning
yang merupakan indeks dari kejujuran, adil dan bermoral. Pohon adalah salah satu
simbol tradisional yang paling esensial. Tidak jarang simbol pohon digunakan secara
umum walaupun terkadang beberapa orang menggunakan spesies pohon secara khusus.
Dalam arti yang paling umum, simbolisme pohon menunjukkan kehidupan kosmos, yaitu
konsistensi, pertumbuhan, proliferasi, generatif dan proses regeneratif. Singkatnya pohon
melambangkan kehidupan yang tak ada habis-habisnya, dan karena itu dianggap sebagai
simbol keabadian. Pohon menjadi simbol dari realitas yang absolut, yaitu pusat dunia.
Karena pohon memiliki bentuk panjang dan vertikal, simbolisme pusat dari dunia
dinyatakan dengan sumbu axis atau sumbu yang mengarah ke atas atau vertikal. Pohon
yang akarnya berada di bawah tanah dan cabangcabangnya naik ke langit,
melambangkan kenaikan. Pohon beringin pada perisai terletak pada bagian kanan atas.

3. Sila ketiga dalam Pancasila berbunyi Persatuan Indonesia. Sila ini dilambangkan
dengan ikon pohon beringin.
Pohon beringin melambangkan
persatuan Indonesia, lambang
kebangsaan/ nasionalisme
patriotisme Indonesia, karena
pohon beringin terdapat di seluruh
tanah air kita, pohon yang besar
kokoh akarnya menghuma dan
dahan serta daunnya rindang dapat
dipakai tempat berteduh dan
berlindung, melukiskan tempat
perumahan bangsa-negara, tempat
bernaung sebagai rumah-tangga
besar bangsa Indonesia. Warna
Gambar 8 "Lambang pohon Beringin"

Warna Hijau dan hitam pada gambar pohon beringin ini merupakan sebuah indeks.
Warna hijau untuk menandakan kesuburan, kehidupan, harapan, kesegaran dan
keberuntungan. Sedangkan warna hitam menunjukkan kekuatan, kesuburan tanah dan
kemakmuran, selain sebagai pemberi kesan tiga dimensi pada pohon beringin.Pada
bagian kiri atas perisai terdapat gambar kepala banteng. Dalam berbagai budaya, banteng
merupakan simbol dari suatu kepentingan yang besar. Banteng memiliki kekuatan yang
sangat besar dan hebat sehingga banteng merupakan simbol dari kekuatan dan semangat.
Tanduk dari banteng dapat melambangkan bulan sabit, karena bentuk tanduk yang mirip
dengan bentuk dari bulan sabit.

4. Sila keempat pada Pancasila berbunyi kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawarahan/perwakilan. Sila ini menggunakan ikon
dengan bentuk kepala banteng. Kepala banteng, lambang dari sila keempat atau
prinsip Kedaulatan Rakyat dalam Negara Hukum yang Demokratis, karena banteng
terdapat sebagai salah satu binatang (fauna) Indonesia dan binatang yang kuat serta
tangkas, tak mau mengganggu, tapi apabila dia diganggu/ dilukai akan

15
berontak/mengamuk. Hal ini melambangkan kekuatan, kedaulatan rakyat Indonesia
seluruhnya atas Negara RI yang gagah berani
karena kebenaran. Warna yang digunakan
dalam ikon kepala banteng adalah warna hitam
dan putih. Selain untuk memberikan kesan tiga
dimensi kedua warna ini memiliki indeks yang
lain. Warna putih memberikan indeks tentang
kejujuran, kebijaksanaan dan kedamaian.
Sedangkan warna hitam sebagai indeks
memberikan kesan kuat, martabat,
kesungguhan dan kerendahan hati.
Gambar 9 "Lambang Kepala Banteng"

5. Sila kelima dan terakhir dalam Pancasila berbunyi keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Sila ini dilambangkan dengan ikon padi dan kapas. Padi adalah simbol
dari seluruh bangsa tentang
kebahagian, harapan, panen
dan kelimpahan. Padi dan
kapas merupakan tanaman
yang terdapat dan hidup subur
di tanah air Indonesia. Padi
melukiskan pangan, makanan
pokok orangorang Indonesia,
sedangkan kapas melukiskan
bahan pakaian rakyat .
Gambar 10 "Lambang Padi dan Kapas"

Padi dan kapas melambangkan sandang dan pangan, merupakan bahan kemakmuran
lahiriah sebagai sarana kemakmuran batiniah, padi dan kapas melambangkan keadilan
dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia yang menjadi tujuan Bangsa dan Negara RI
(Hidayat, 2007). Di dalam Penjelasan atas Peraturan Pemerintah no.66 Tahun 1951
tentang lambang negara pasal 4 dijelaskan tentang ikon dari sila terakhir ini. Warna yang
terdapat pada ikon terakir Pancasila ini adalah warna putih, hijau dan kuning. Warna-
warna ini merupakan indeks yang terdapat pada gambar padi dan kapas ini. Warna hijau
pada gambar ini memberikan indikasi tentang kesuburan, kesegaran dan kehidupan.
Warna putih memberikan indikasi tentang kedamaian dan kesempurnaan. Yang terakhir
adalah warna kuning yang memberikan indikasi tentang warna dari padi yang matang.
Garuda Pancasila yang merupakan nama dari lambang negara Indonesia secara
keseluruhan termasuk dalam simbol. Simbol adalah menyatakan tentang hubungan tanda
secara konvensi. Di Indonesia, Garuda Pancasila telah diresmikan dan ditetapkan oleh
Presiden Soekarno pada tahun 1951. Sehingga telah ada hukum yang secara tertulis
menjelaskan tentang Garuda Pancasila sebagai lambang negara Indonesia. Ketetapan
tentang Garuda Pancasila sebagai lambang negara dapat dilihat pada Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Bab XV Pasal 36a .

16
2.7. Proses Penciptaan Lagu Garuda Pancasila

Garuda Pancasila, Akulah Pendukungmu! Pada tahun 1956, seorang komponis muda
bernama Sudharnoto menggubah lagu berjudul Mars Pancasila. Setiap anak sekolah di
Indonesia menyanyikannya, bahkan sampai sekarang. Masyarakat saat ini mengenalnya
sebagai lagu Garuda Pancasila.
“Garuda Pancasila Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju maju Ayo maju maju
Ayo maju maju “

Nampak benar dalam liriknya bagaimana Garuda Pancasila hadir sebagai perwujudan dari
kemerdekaan bangsa Indonesia. Cita-cita luhur tentang “rakyat adil makmur sentosa” yang
“maju” dengan “pribadi bangsaku” dan berlandaskan Pancasila sebagai “dasar negara”
tetaplah relevan hingga kini. Sudharnoto tidak sendirian merasakan gelora kemerdekaan itu.
Kita semua yang kini memperingati 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila pun merasakan
pula. Perjalanan bangsa telah mengantarkan kita pada berbagai cobaan: kerusuhan berlatar
prasangka etnis pada bulan Mei 1998 di Jakarta, konflik sosial berlatar sentimen agama di
Poso (1998-2000) dan Ambon (2011), terorisme dengan alasan agama yang marak terjadi
belakangan ini. Hari-hari ini kita mudah lupa pada sejarah akbar yang membawa pada
lahirnya Pancasila.

Bagaimanakah caranya hidup dalam Pancasila? Bagaimana caranya menghidupi Pancasila,


menghidupi Indonesia merdeka? Cara itu adalah dengan menghidupinya sebagai suatu
kesatuan. Kita tidak boleh memperlakukan tiap-tiap sila dalam Pancasila sebagai bagian-
bagian yang terpisah-pisah dan berdiri sendiri- sendiri. Kita tidak boleh memprioritaskan
salah satu sila dengan mengecilkan sila-sila yang lain. Kita tidak boleh membiarkan
pencaplokan satu sila terhadap sila-sila yang lain. Kelima sila dalam Pancasila adalah suatu
kesatuan dan sudah semestinya dihidupi sebagai suatu kesatuan. Dalam pidato 1 Juni, Bung
Karno menyebutkan satu hal yang mengikat kelima sila dalam Pancasila, satu prinsip paling
dasar dari kelima prinsip dasar, satu intisari dari kelima intisari sejarah pergerakan rakyat
Indonesia menuju kemerdekaan.
Itulah Ekasila yang menjadi roh Pancasila 1 Juni 1945. Itulah gotong royong. Indonesia
merdeka hanya akan langgeng kalau semua golongan menjalankan “pembantingan tulang
bersama, pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama”. Gotong royong
ini jugalah yang mengatur hubungan antara kelima sila dalam Pancasila. Harus ada gotong
royong di antara unsur-unsur yang religius, yang humanis, yang nasionalis, yang demokratis
dan yang mengutamakan keadilan sosial. Semua unsur itu mesti duduk sama rendah berdiri
sama tinggi, bahu- membahu memenangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia. Menghidupi
Pancasila berarti menghidupi kelima sila sebagai suatu kesatuan tak terpisahkan yang diresapi
oleh gotong royong. Tapi gotong royong itu sendiri bisa terwujud karena berlakunya kelima
sila itu dalam kehidupan kenegaraan bangsa Indonesia. Kenapa orang harus gotong royong?
Pertama-tama, karena ada dasar spiritual dan keagamaan untuk saling bantu, tolong-
menolong. Tidak ada agama atau keyakinan spiritual di dunia ini yang tidak mengarahkan
agar setiap orang bersolidaritas 85 akan nasib orang lain. Gotong royong itu terjadi karena
kita makhluk yang berketuhanan. Kedua, kita bersikap gotong royong karena kita akui
17
adanya persaudaraan antar manusia, lintas bangsa dan kita hargai hak asasi setiap orang.
Negara kita kita didirikan bukan hanya atas dasar kebangsaan, tetapi juga atas pengakuan
pada persaudaraan antar bangsa, pada internasionalisme. Tanpa pengakuan itu, kita akan
terjatuh ke dalam nasionalisme yang sempit. Oleh karena kita mengakui persaudaraan antar
bangsa maka kita siap sedia melakukan gotong royong untuk memajukan nasib umat manusia.

Gotong royong itu terjadi karena kehidupan kenegaraan kita didasarkan atas prinsip
kemanusiaan yang adil dan beradab. Ketiga, kita bersikap gotong royong karena kita
menjunjung tinggi persatuan kebangsaan. Kolonialisme telah membuat bangsa Indonesia
tercerai-berai, tersekat-sekat ke dalam kelompok-kelompok, sehingga melanggengkan
penjajahan itu sendiri. Oleh karenanya, bangsa Indonesia yang merdeka mesti
mengedepankan semangat persatuan yang aktif, saling membantu dan bekerjasama. Gotong
royong itu terjadi karena kita tidak mau dipecah belah dalam kehidupan kenegaraan kita.
Keempat, kita bersikap gotong royong karena kita percaya pada demokrasi. Kita mesti setia
pada proses demokrasi. Kesetiaan ini tidak boleh diartikan sebagai sikap pasif terhadap
demokrasi, apalagi sikap acuh tak acuh pada hasil-hasil demokrasi.

Kesetiaan kita mesti diterjemahkan ke dalam keterlibatan aktif untuk terus mengawal
jalannya demokrasi. Gotong royong pun terjadi karena kita setia pada prinsip kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan. Terakhir, kita bersikap gotong royong karena kita
mencita-citakan terselenggaranya tatanan masyarakat yang adil dan makmur. Kehidupan
kenegaraan kita digerakkan oleh visi tentang masyarakat yang merdeka dari segala bentuk
penindasan manusia oleh manusia. Gotong royong dapat terwujud karena visi keadilan sosial
itu begitu kuat menarik kita ke masa depan. 86 Dengan memandang kesatuan tak terpisahkan
dari kelima sila dalam Pancasila seperti itulah kita menjalankan kehidupan bernegara
berdasarkan Pancasila yang seutuh-utuhnya.

Tiap-tiap sila hanya dapat dimaknai secara tepat apabila dihubungkan dengan setiap sila yang
lain. Dan tiap-tiap sila hanya dapat diwujud-nyatakan melalui gotong royong seluruh bangsa
Indonesia. Maraknya kasus intoleransi, ujaran kebencian dan sentimen SARA di masyarakat
dewasa ini membuktikan adanya kebutuhan mendesak bagi pemaknaan dan pelaksanaan
Pancasila secara utuh dan menyeluruh. Semua itu adalah sekaligus juga bukti bahwa
Pancasila teramat penting untuk ditegakkan sebagai asas hidup bernegara. Semua cobaan itu
membuktikan bahwa usaha untuk memperjuangkan kemerdekaan negara Indonesia atas dasar
Pancasila sama sekali tidak sia-sia, malah harus semakin digencarkan lagi. Tanpa Pancasila,
tidak ada negara Indonesia merdeka. Pancasila ibarat bumi yang subur tempat bertumbuhnya
aneka ragam suara dan tindakan yang diikat oleh cita-cita kebangsaan yang sama, cita-cita
Indonesia merdeka sebagai daya usaha bersama. Sebagai dasar negara, Pancasila itu tidak
tergoyahkan. Kita tidak bisa mempertanyakan Pancasila tanpa mempertanyakan keseluruhan
bangunan negara Indonesia merdeka yang berdiri di atasnya. Menggugat Pancasila sama
artinya dengan menggugat keberadaan negara Indonesia merdeka. Sebagai permufakatan
kebangsaan yang melandasi pendirian negara Indonesia, Pancasila tidak bisa diganggu-gugat
tanpa mengganggu-gugat bangsa Indonesia seluruhnya. Berhadapan dengan Pancasila berarti
berhadapan dengan seluruh bangsa Indonesia. Seperti dalam lirik lagu Sudharnoto, kita
semua adalah “patriot proklamasi”. Kita percaya pada cita-cita Revolusi Agustus, pada usaha
besar mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

18
BAB III
PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA

3.1. Pancasila Dasar Negara RI

Asal-Usul Pancasila Apabila garuda yang jadi lambang negara kita berasal dari tahun 1950,
Pancasila punya riwayat yang jauh lebih panjang. Pada tahun 1945, para pendiri bangsa telah
menetapkan Pancasila sebagai dasar negara.

Lima sila itu adalah landasan tempat kita berpijak dalam segala hal yang berhubungan
dengan hidup bernegara. Setiap warga negara tentu merdeka untuk mengutarakan pikiran dan
pendapatnya sendiri. Akan tetapi, kalau sudah menyangkut persoalan bernegara dan hidup
bersama sebagai anggota dari negara, maka kita wajib berpedoman pada Pancasila. Semua
aturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah harus bisa dirunut asal-muasalnya
dalam semangat kelima sila dalam Pancasila.

Itulah maksudnya Pancasila sebagai dasar negara. Walaupun baru dicetuskan pada tahun
1945 dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan ditetapkan dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI),
Pancasila sebetulnya sudah berlaku dalam praktik sehari-hari masyarakat Indonesia.
Soekarno tidak mengarang bebas waktu ia mencetuskan Pancasila pada sidang BPUPKI. Ia
tidak mereka-reka Pancasila dari angan- angannya sendiri.

Dalam mencetuskan Pancasila, Sang Proklamator merangkum pengalaman berjuang bangsa


Indonesia melawan penjajahan. Ia membaca sejarah bangsa kita yang hidup sengsara di
bawah penjajahan Belanda. Ia mempelajari bagaimana rakyat Indonesia ditindas oleh para
priyayi setempat yang mengabdi Belanda. Ia menyelidiki sebab-sebab kenapa penjajahan bisa
menimpa bangsa Indonesia. Kemudian Soekarno memperhatikan juga usaha-usaha mandiri
bangsa Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Ia menyaksikan sendiri 9 gelora
rakyat banyak yang dengan penuh keberanian melakukan perlawanan terhadap segala bentuk
penjajahan. Ia belajar dari pengalaman bangsa Indonesia sejak awal abad ke-20 yang mau
membangun tatanan masyarakat adil dan makmur, merdeka dari segala macam penindasan.
Dari sanalah kemudian Soekarno, pada sidang BPUPKI 1 Juni 1945, mencetuskan Pancasila
sebagai landasan negara kita. Pancasila adalah saripati dari perjuangan melawan kolonialisme
dan perjuangan membangun Negara Indonesia Merdeka. Oleh karena itu, membaca kisah
Pancasila adalah membaca kisah perjuangan rakyat menghancurkan kolonialisme Belanda
dan membangun Negara Indonesia Merdeka. Perlawanan terhadap penjajahan telah meletus
di berbagai daerah sepanjang kepulauan Nusantara. Di Aceh kita punya Cut Nyak Dhien dan
Cut Nyak Meutia, dua perempuan gagah berani yang mengorbankan nyawa demi mengusir
penjajah. Di Ambon, kita punya Martha Christina Tiahahu yang berontak terhadap
penindasan Belanda atas masyarakat Maluku.

Di Jawa, kita punya Nyi Ageng Serang, perempuan cerdik ahli siasat perang gerilya
kepercayaan Pangeran Diponegoro, yang gigih melawan penyerobotan tanah yang dilakukan
penjajah Belanda. Di Kalimantan, kita punya Pangeran Antasari bertempur melawan Belanda

19
di sepanjang sungai Barito. Di Sulawesi, kita punya Pong Tiku, seorang gerilyawan piawai
yang tak henti-hentinya membuat penjajah kesulitan menancapkan kaki di Tana Toraja. Dari
abad ke-17 sampai dengan abad ke-19, pengorbanan para pahlawan kita tak berhasil
mengusir penjajah Belanda. Apa sebabnya? Tak lain karena perjuangan kita terpecah-pecah,
dijalankan sendiri-sendiri pada tiap-tiap wilayah. Setiap pahlawan berjuang untuk masyarakat
di daerahnya. Mereka belum mengikatkan diri dalam satu kesatuan bangsa Indonesia. Mereka
belum berjuang sebagai bangsa Indonesia yang satu. Penjajah Belanda menuai keuntungan
dari kondisi masyarakat Nusantara yang terpecah belah. Bahkan tak jarang pula mereka 10
memanfaatkan perbedaan itu demi menyulut perpecahan di antara masyarakat Nusantara
sendiri. Agar masyarakat Nusantara tidak bersatu melawan Belanda, maka penjajah
menanamkan ketidaksukaan antar daerah, prasangka antar etnis, kecurigaan antar pemeluk
agama di Nusantara. Sebab mereka tahu, penjajahan hanya bisa langgeng kalau masyarakat
yang terjajah itu terus terpecah-belah. Politik pecah-belah atau adu-domba inilah yang
perlahanlahan disadari oleh rakyat Indonesia. Di awal abad ke-20, dengan tumbuhnya
suratkabar yang diusahakan dan dikelola oleh bangsa Indonesia sendiri muncullah kesadaran
persatuan sebagai bangsa. Muncullah kesadaran bahwa orang Jawa, orang Batak, orang
Minang, orang Bone, orang Maluku, orang Flores, peranakan Arab, peranakan Tionghoa,
semua etnis dari berbagai daerah di Nusantara itu sama-sama dijajah. Walaupun mereka
berbeda- beda, tapi mereka tetap satu sebagai bangsa yang dijajah oleh Belanda. Oleh karena
itu, perlawanan terhadap kolonialisme pun hanya akan berhasil apabila dilangsungkan
sebagai suatu kesatuan tenaga, sebagai satu bangsa yang meronta dan berontak ingin merdeka.
Maka lahirlah bangsa Indonesia, burung garuda yang gagah dan cemerlang itu. Maka bangun
dan berdirilah bangsa Indonesia! Kita bangsa Indonesia terlahir dari etnis, agama dan
pandangan hidup yang berbeda, tetapi dipersatukan oleh nasib penjajahan yang sama dan
oleh karena itu dipersatukan pula oleh api rasa merdeka yang sama. Kita berbeda-beda tapi
tetap satu bangsa merdeka. Dengan begitu, bergulirlah perjuangan rakyat Nusantara sebagai
bangsa Indonesia pada awal abad ke-20. Orang-orang membangun partai tidak lagi atas dasar
etnis, agama dan kewilayahan, tetapi atas dasar keinginan bersama untuk merdeka. Atas
desakan zaman yang mewujud dalam perlawanan rakyat di mana-mana, muncullah para
pemimpin pergerakan kebangsaan. Dibentuklah Indische Partij sebagai partai politik pertama
di Indonesia pada 25 Desember 1912 oleh Douwes Dekker, 11 Ki Hadjar Dewantara, dan
Tjipto Mangoenkoesoemo. Mereka ditangkap dan dibuang karena mengkritik pemerintah
Belanda. Kemudian tumbuh partai-partai lain yang ditanggapi dengan keras oleh pemerintah
kolonial. Sebagian dibubarkan, anggotanya diasingkan, bahkan dibunuh dan dianiaya. Di
tengah gelora itu, tampillah Soekarno memimpin Partai Nasional Indonesia yang mencita-
citakan kemerdekaan Indonesia. Ia berulang-kali ditangkap, dijebloskan ke penjara dan
diasingkan ke berbagai daerah di sepanjang Nusantara. Tapi ia tetap teguh memimpin
perjuangan bangsa Indonesia ke arah kemerdekaan. Di tengah hiruk-pikuk perjuangan
nasional itulah ia mencetuskan Pancasila sebagai intisari perjuangan bangsa Indonesia untuk
merdeka. Kisah Pancasila adalah kisah perlawanan rakyat untuk menggantikan tatanan
masyarakat terjajah dengan tatanan masyarakat merdeka. Kisah Pancasila adalah kisah
bangsa merdeka. Inilah kisah yang belum selesai hingga kini. Kisah Pancasila adalah kisah
kita semua.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan

Lambang Negara merupakan perwujudan sebuah ideologi suatu negara. Di Indonesia Garuda
Pancasila menjadi sebuah lambang dari negara kita Indonesia. Lambang burung garuda
digunakan sebagai lambang negara untuk medeskripsikan bahwa negara kita Negara
Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang besar dan kuat serta menggambarkan
sebuah kedaulatan, kepribadian, dan kemegahan suatu negara.
Kita adalah bangsa Indonesia yang merdeka sejak 17 Agustus 1945. Kita adalah burung
garuda yang gagah dan cemerlang itu. Kita adalah bangsa muda yang belum lama merdeka
dan dengan penuh harap menatap masa depan. Kita tidak takut berhadapan dengan dunia
karena kita terdiri dari beragam etnis, agama dan pandangan hidup. Kita tidak takut
bersanding dengan bangsa-bangsa lain di dunia karena kita kaya akan perbedaan. Kita
berbeda-beda tapi tetap satu juga. Itulah semboyan negara kita, yang direntangkan sang
garuda dalam sehelai kain putih: “Bhinneka Tunggal Ika”.
Jadi Di Makalah ini dijelaskan juga tentang :

 Mitologi Burung Garuda Sebagai Lambang Negara


Sebagai lambang negara, Garuda Pancasila dapat disebut sebagai ikon, dimana garuda
Pancasila mempunyai hubungan kemiripan dan mewakili dari negara Indonesia. Bukti
dari pernyataan ini dapat dilihat bahwa burung yang digunakan sebagai bentuk dasar
dari garuda Pancasila adalah burung garuda yang terdapat pada candi-candi di
Indonesia, terutama pulau Jawa.
 Sisi kesejarahan lambang negara itu dimulai pada tahun 1945 sebelum merdeka,
tepatnya pada tanggal 13 Juli 1945 dalam rapat Panitia Perancang Undang-undang
Dasar 1945, salah satu anggota Panitia bernama Parada Harahap mengusulkan tentang
lambang negara. Usul tersebut disetujui oleh semua anggota, dan disepakati akan
dibahas tersendiri kemudian, dalam bentuk Undang-undang istimewa yang mengatur
secara khusus tentang lambang negara.
 Dijelaskan juga tentang peraturan perundang –undangan untuk perlindungan atas
lambang Negara Republik indonesia
 Makna dan arti Lambang – lambang yang digunakan dalam pembuatan lambang
Negara berupa Garuda Pancasila
 Dan dijelaskan juga tentang proses lahirnya ideologi pancasila. Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan ditetapkan dalam
sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Pancasila sebetulnya sudah
berlaku dalam praktik sehari-hari masyarakat Indonesia. Soekarno tidak mengarang
bebas waktu ia mencetuskan Pancasila pada sidang BPUPKI

21
DAFTAR PUSTAKA

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Kisah Pancasila Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Republik Indonesia 2017

Budiman, Kris. (2011). Semiotika Visual. Yogyakarta: Jalasutra.

Representasi Figur Burung Garuda Yang digunakan sebagai lambang negara.Jurnal Desain
Komunikasi Visual Nirmana.Vol 14.NO.1

Anshari Dimyati, Nur Iskandar, Turriman Fachturrahman Nur, Biografi Politik Sultan
Hamid II Sang Perancang Lambang Negara Pontianak: Top Indonesia, 2013.

Bambang Purnomo, Azas-Azas Hukum Pidana, Ghaila Indonesia, Yogyakarta, 1992.

4Frans Maramis, 1994, Perbandingan Hukum Pidana, Pustaka Sinar Harapan , Jakarta,

Batas Kemampuan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan, Makalah Seminar


Nasional Pendekatan Non-Penal Dalam Penanggulangan Kejahatan, Semarang

Anggara.org/2009/08/12/mencermati-uu-no-24-tahun2009-tentang-bendera-bahasa-dan-
lambang negara-sertalagu-kebangsaan/

22

Anda mungkin juga menyukai