Anda di halaman 1dari 42

UNIVERSITAS INDONESIA

HALAMAN JUDUL

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF PADA PERAWAT


DENGAN POLA KERJA GILIR DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN PSQI
DAN MoCA-INA
DI RS X

USULAN PENELITIAN

Nama : BINTANG LEONARD P MALAU

NPM : 2106770813

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KERJA
JAKARTA

TAHUN 2022

1
UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF PADA PERAWAT


DENGAN POLA KERJA GILIR DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMEN PSQI
DAN MoCA-INA
DI RS X

PROPOSAL TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Kedokteran Kerja

Nama : BINTANG LEONARD P MALAU

NPM : 2106770813

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA


PROGRAM STUDI MAGISTER KEDOKTERAN KERJA
JAKARTA

TAHUN 2022

2
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

/Tesis/Disertasi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : BINTANG LEONARD P MALAU


NPM : 2106770813
Tanda Tangan :
Tanggal :

3
HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh

Nama : BINTANG LEONARD P MALAU


NPM : 2106770813
Program Studi : Magister Kedokteran Kerja
Judul Tesis : HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF
PADA PERAWAT DENGAN POLA KERJA GILIR DENGAN MENGGUNAKAN
INSTRUMEN PSQI DAN MoCA-INA DI RS X

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai


bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister
Kedokteran Kerja pada Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas
Kedokteran, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : ………………………………………. (.........tanda tangan……..)

Pembimbing : ………………………………………. (.........tanda tangan……..)

Penguji : ………………………………………. (.........tanda tangan……..)

Penguji : ………………………………………. (.........tanda tangan……..)

Ditetapkan di : Jakarta

4
Tanggal :

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam
rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kedokteran Kerja
dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan
skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Drs. A, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
(2) PT. xxx yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya
perlukan;
(3) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(4) Sahabat Magic 21 (Magister Class 21) yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan tesis ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan
semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu.

Jakarta,

Penulis

5
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : BINTANG LEONARD P MALAU


NPM : 2106770813
Program Studi : Magister Kedokteran Kerja
Fakultas : Kedokteran
Jenis karya :
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free
Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DAN FUNGSI KOGNITIF PADA PERAWAT
DENGAN POLA KERJA GILIR DENGAN MENGGUNAKAN INSTRUMENT PSQI
DAN MoCA-INA DI RS X

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/format-kan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database ), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta
Pada tanggal :
Yang menyatakan

Bintang Leonard P Malau

6
*Karya Ilmiah: karya akhir, makalah non seminar, laporan kerja praktek, laporan magang,
karya profesi dan karya spesialis

ABSTRAK

Nama :
Program Studi :
Judul :
Pembimbing :

….

Kata kunci:

7
ABSTRACT

Name :
Study Program :
Title :
Counselor :

….

Key words:

8
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iii
HALAMAN PENGESAHAN iv
KATA PENGANTAR v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR SINGKATAN xiv
BAB I 1
I.1 Latar Belakang Masalah 1
I.2 Perumusan Masalah 1
I.3 Pertanyaan Penelitian 1
I.4 Hipotesis 1
1.5 Tujuan Penelitian 1
1.5.1 Tujuan Umum 1
1.5.2 Tujuan Khusus 1
1.6 Manfaat Penelitian 2
1.6.1 Manfaat di bidang akademik 2
1.6.2 Manfaat di bidang pelayanan masyarakat 2
1.6.3 Manfaat di Bidang Pengembangan Penelitian 2
BAB 2 3
2.1 … 3
2.2 … 3
2.3 … 3
2.4 … 3
BAB 3 4

9
3.1 Desain Penelitian 4
3.2 Tempat dan Waktu 4
3.3 Populasi Penelitian 4
3.3.1 Populasi Target 4
3.3.2 Populasi Terjangkau 4
3.3.3 Sampel Penelitian 4
3.4 Kriteria Pemilihan Sampel 4
3.4.1 Kriteria Inklusi 4
3.4.2 Kriteria Eksklusi 4
3.4.3 Kriteria Drop Out 4
3.5 Perhitungan Besar Sampel 5
3.6 Alur Penelitian 5
3.7 Cara Kerja 5
3.8 Identifikasi Variabel 5
3.8.1 Variabel Bebas 5
3.8.2 Variabel Tergantung 5
3.9 Definisi Operasional 5
3.10 Analisis Data 5
3.11 Etika Penelitian 5
3.12 Jadwal Penelitian 5
3.13 Rencana Biaya 5
Referensi 6

10
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. 15

Tabel 2.1. 25

Tabel 3.1. 28

Tabel 4.1. 33

11
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. 15

Gambar 2.1. 25

Gambar 3.1. 28

Gambar 4.1. 33

12
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1.1. 15

Lampiran 2.1. 25

Lampiran 3.1. 28

Lampiran 4.1. 33

13
DAFTAR SINGKATAN

14
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah


Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar setiap orang. Untuk dapat bekerja
secara efektif, setiap orang membutuhkan istirahat dan tidur yang cukup. Secara umum,
relaksasi adalah keadaan tenang, relaksasi tanpa stres emosional dan kecemasan,
sedangkan tidur adalah keadaan perubahan ketika pemahaman dan reaksi seseorang
terhadap lingkungan menurun. Hampir sepertiga dari waktu kita dihabiskan untuk tidur.
Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa tidur memulihkan atau merilekskan tubuh
setelah seharian bekerja, mengurangi faktor stres serta dapat meningkatkan kemampuan
dan konsentrasi selama bekerja sehari-hari.1 Tidur diperlukan oleh otak untuk
melakukan penyesuaian-penyesuaian kimiawi dan struktural jangka panjang yang
diperlukan untuk belajar dan mengingat.1 Tidur yang berkualitas bagus dinilai dari
beberapa komponen seperti durasi tidur, efisiensi , gangguan tidur serta ada tidaknya
penggunaan obat sebelum tidur.2
Di dalam dunia kesehatan, Kualitas tidur sangat penting karena keluhan terhadap
kualitas tidur menjadi semakin sering ditemui. Survei epidemiologi mengindikasi
bahwa 15-35% dari populasi orang dewasa mengeluhkan gangguan kualitas tidur yang
sering mereka alami, seperti gangguan memasuki tidur atau gangguan mempertahankan
tidur sehingga durasi tidur menjadi memendek ,lalu kualitas tidur yang buruk dapat
dijadikan simptom dan gejala yang penting untuk banyak penyakit tidur dan penyakit
medis lainnya.3
Manusia biasanya melakukan aktivitas pada siang hari dan istirahat pada malam
hari. Kehidupan ini mengikuti pola jam biologik yang disebut “irama sirkadian” dan
berlangsung selama 24 jam ( satu hari). Dalam masyarakat modern, tuntutan kerja 24
jam per hari seperti pada pekerjaan dokter, tentara, pemadam kebakaran, perawat,
operator telekomunikasi dan berbagai bidang vital lainnya, mengharuskan adanya kerja
gilir agar pelayanan dapat berlangsung kontinyu dengan variasi pola pengaturan kerja
gilir.

1
Rumah sakit sebagai salah satu pelayanan publik yang vital peranannya dalam
melayani kegiatan kesehatan memiliki kewajiban untuk mampu melaksanakan
tugasnya setiap saat, dalam hal ini siap sedia selama 24 jam atau nonstop. Rumah sakit
menyelenggarakan pelayanan rawat jalan, rawat inap, dan pelayanan gawat darurat
sebaik mungkin dengan mengatur kerja gilir dokter, perawat, apoteker, maupun
paramedis lain seperti analis laboratorium dan radiografer, yang diharapkan akan
membuat pelayanan berlangsung lancar tanpa hambatan.
Hasil penelitian di Center for Disease Control and Prevention ( CDC ) pada
tahun 2020 menunjukkan 32.8 % orang dewasa di Amerika Serikat memiliki kualitas
tidur yang buruk.4 Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia , didapati
prevalensi gangguan kualitas tidur pada perawat 52,5%.5 Sebuah survei besar
menunjukkan bahwa prevalensi gejala gangguan kerja shift (seperti kesulitan tidur,
kantuk berlebihan, dan insomnia) pada perawat shift malam adalah sekitar 40%.6
Kerja shift malam pada petugas kesehatan meningkatkan risiko gangguan tidur,
insomnia, dan kantuk berlebihan di siang hari. Faktor keluarga, seperti menikah,
semakin meningkatkan risiko gangguan tidur terkait shift malam karena meningkatnya
tanggung jawab kepada keluarga.7 Kualitas tidur akan mempengaruhi fungsi kognitif
seseorang, sedangkan pada saat tidur, darah mengalir ke otak, meningkatkan konsumsi
oksigen, yang dapat membantu penghematan memori dan pembelajaran yang berkaitan
dengan fungsi kognitif seseorang. Tidur juga terlibat dalam perubahan neuroplastisitas
yang mendasari pembelajaran dan ingatan pada otak orang dewasa.8
Studi pada orang dewasa muda yang sehat menunjukkan bahwa kurang tidur
menyebabkan perubahan fungsi neurofisiologi dan endokrin yang digunakan untuk
meningkatkan fungsi otak. Penelitian pada orang dewasa muda sehat menunjukkan
bahwa deprivasi tidur menyebabkan perubahan pada neurofisiologi dan kinerja endokrin
yang ditandai dengan gangguan fungsi kognitif.9
Untuk memberikan perawatan pasien yang profesional, perawat perlu
berpartisipasi dalam jadwal bergilir, yang membutuhkan giliran untuk bergilir melalui
interval yang ditentukan antara pagi,siang, dan malam. Kualitas tidur yang baik sangat
penting untuk perawat. Adapun akibat dari penurunan kualitas tidur yang berkaitan
dengan fungsi kognitif, yaitu akan mengakibatkan terjadinya kesulitan dalam bekerja,

2
pengambilan keputusan, memecahkan masalah, menerima memori baru yang akan
berdampak pada performa perawat tersebut di Rumah sakit.
Instrumen pengukuran gangguan tidur pada penelitian ini menggunakan
Kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index10 versi bahasa Indonesia dengan nilai
sensitivitas 1 dan spesifisitas 0.81.11 Sedangkan untuk pengukuran fungsi kognitif
memakai Montreal Cognitive Assessment versi bahasa Indonesia ( MoCA-INA).12

1.2. Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah:
 Mendapatkan hubungan kualitas tidur dengan fungsi kognitif pada perawat di
RS X.

1.3. Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan identifikasi masalah di atas, pernyataan penelitian yang diajukan
pada penelitian ini adalah:
 Bagaimana kualitas tidur pada perawat yang menggunakan pola gilir

1.4. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
 Adanya hubungan gangguan tidur pada fungsi kognitif pada perawat di RS X

1.5. Tujuan Penelitian


1.5.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui hubungan
kualitas tidur pada fungsi kognitif di RS X

1.5.2. Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1 Diketahuinya gambaran faktor demografi ( usia , jenis kelamin dan tingkat
pendidikan ) pada perawat.

3
2 Diketahuinya gambaran karakteristik khusus masa kerja , gangguan tidur , unit
kerja pada perawat.
3 Diketahuinya fungsi kognitif berdasarkan unit kerja perawat di RS X .

1.6. Manfaat Penelitian


1.6.1. Manfaat di bidang akademik
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pustaka Universitas Indonesia dan
dapat digunakan sebagai sumber informasi tentang Kesehatan dan keselamatan kerja
pada dosen

1.6.2. Manfaat di bidang pelayanan masyarakat


Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk penelitian lebih lanjut
sebagai pertimbangan kebijakan rumah sakit mengenai sistem kerja perawat gilir.

1.6.3. Manfaat di Bidang Pengembangan Penelitian


Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya
terkait kualitas tidur terhadap fungsi kognitif pada perawat gilir di RS.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum


2.1.1. Definisi Tidur
Tidur adalah suatu keadaan dimana terjadi perubahan kesadaran atau
ketidaksadaran pada saat seseorang dapat dibangunkan. Tidur juga dapat diartikan
sebagai periode istirahat untuk tubuh dan pikiran, yang selama masa ini kemauan dan
kesadaran ditangguhkan sebagian atau seluruhnya dan fungsi-fungsi tubuh sebagian
dihentikan. Juga benar bahwa tidur adalah campuran kompleks dari proses fisiologis
dan perilaku. Tidur biasanya disertai dengan posisi tubuh yang tidak bergerak,
ketenangan perilaku, mata tertutup, dan semua indikator lain yang biasanya
diasosiasikan dengan tidur. Dalam keadaan yang tidak biasa, perilaku lain dapat terjadi
selama tidur. Perilaku ini dapat mencakup berjalan dalam tidur, mengigau,
menggeretakkan gigi, dan aktivitas fisik lainnya. Anomali yang melibatkan proses tidur
juga mencakup intrusi tidur—tidur itu sendiri, gambaran mimpi, atau kelemahan otot—
hingga terjaga.1

2.1.2. Tahap dan Siklus Tidur


Pada malam hari, seseorang mengalami dua tahap tidur yang bergantian, yaitu
tidur paradoksikal atau tidur Rapid Eye Movement (REM) dan tidur gelombang lambat
atau tidur NREM (Non-Rapid Eye Movement). Tidur dimulai pada fase NREM yang
terdiri dari empat fase yang dilanjutkan dengan fase REM kira-kira 80-100 menit
kemudian.Setelah itu, siklus tidur NREM dan tidur REM bergantian dengan jangka
waktu kurang lebih 90 menit .1 Selanjutnya, tidur NREM terdiri dari 4 tahap yaitu :

a. Tahap 1 adalah tahap transisi antara keadaan bangun (terjaga) dan tidur, yang
dalam keadaaan normal berlangsung antara 1-7 menit, Dalam tahap ini, orang
ini dalam keadaan relaksasi dengan mata tertutup dan pikiran yang belum tidur
sepenuhnya. Apabila orang ini dibangunkan pada tahap ini, maka mereka akan
mengatakan bahwa mereka belum tertidur.
b. Tahap 2 atau tidur ringan adalah tahap pertama orang dalam keadaan benar-

5
benar tertidur.
c. Tahap 3 adalah periode tidur dalam yang sedang. Suhu tubuh dan tekanan darah
menurun, dan menjadi sulit untuk membangunkan orang pada tahap ini. Tahap
ini berlangsung kira kira 20 menit setelah tertidur.
d. Tahap 4 adalah level terdalam dari tidur. Meskipun metabolisme otak menurun
secara signifikan dan suhu tubuh menurun sedikit pada tahap ini, kebanyakan
refleks masih terjadi, dan hanya terjadi sedikit penurunan tonus otot. Pada tahap
ini orang akan sangat sulit dibangunkan, hanya suara yang sangat keras yang
dapt membangunkan orang tersebut. Apabila pada tahap keempat orang ini
dibangunkan, maka orang tersebut akan terlihat grogi dan bingung.
Fase tidur NREM ini berlangsung sekitar 70-100 menit, setelah itu masuk ke
fase REM. Selama tidur fase REM, mata bergerak cepat ke berbagai arah walaupun
mata terpejam. Pernafasan juga menjadi lebih cepat, tidak teratur dan dangkal. Denyut
jantung ikut meningkat. Selama tidur malam yang berlangsung selama rata-rata tujuh
jam, fase REM dan NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang
kurang cukup mengalami REM, maka keesokan harinya ia akan menunjukkan
kecenderungan menjadi hiperaktif, kurang mampu mengendalikan emosinya dan nafsu
makan bertambah. Sedangkan jika fase NREM kurang cukup, keadaan fisik menjadi
kurang gesit.10

2.1.3. Peran Melatonin


Kelenjar pineal sebenarnya menghasilkan dua macam hormon penting untuk
mengendalikan aktivitas manusia. Serotonin berfungsi sebagai pemberi semangat
untuk melakukan aktivitas di siang hari, dan sebaliknya, pada malam hari, di saat
kelenjar-kelenjar lain kurang aktif, kelenjar pineal ini bekerja mencapai puncak
fungsinya yaitu mengeluarkan hormon melatonin. Melatonin (5-methoxy-N-acetyl
tryptamine) merupakan hormone kelenjar yang sangat sensitif terhadap cahaya,
memegang peranan penting terhadap regulasi beberapa fungsi biologis terutama tidur.
Berdasarkan penelitian ternyata hormon melatonin ini paling banyak dihasilkan sekitar
pukul 02.00 – 04.00 malam. Hal ini dikarenakan pada waktu itu gangguan cahaya dari
alam paling minimal.11
Melatonin merupakan hormon yang berasal dari asam amino tryptophan

6
sebagai prekursor sehingga produksi hormon melatonin sangat bergantung pada
ketersediaan asam amino tryptophan di dalam tubuh. Tryptophan merupakan asam
amino esensial yang produksi dalam tubuhnya sangat kecil sehingga perlu adanya
asupan protein dari makanan. Berdasarkan penelitian ternyata jumlah produksi
hormon melatonin dapat ditingkatkan dengan melakukan aktivitas yang dapat
memperlancar aliran darah dan hormon dari otak ke seluruh tubuh. Jumlah melatonin
yang maksimal dalam tubuh, maka keseimbangan tubuh secara keseluruhan akan
terjaga,. Melatonin berfungsi sebagai konduktor: mengatur dan menjaga keharmonisan
kerja hormon, menjaga keteraturan metabolisme sel, mempertahankan efisiensi dan
efektivitas kerja sel, mekanisme antioksidan. Fungsi fisiologis di antaranya pengaturan
suhu tubuh, kematangan seksual, suasana hati, fungsi imun, , dan fungsi
kardiovaskular. Namun, sebagian besar dikenal hubungannya dengan irama sirkadian
dan tidur. Peran melatonin terhadap tidur ditemukan beberapa interaksi, terutama
diekspresikan pada suprachiasmatic nuclei (SCN) dan terlibat dalam penghambatan
mekanisme terjaga (wakefulness) yang menghasilkan sirkadian dalam suprachiasmatic
nuclei (SCN) sehingga meningkatkan tidur. Melatonin juga meningkatkan irama
sirkadian endogen pada manusia, Studi menunjukkan bahwa melatonin memberi
pengaruh kompleks pada tidur, di satu sisi melalui efeknya pada pengaturan sirkadian
tidur dan terjaga (wakefulness), dan di sisi lain dengan efek langsung meningkatkan
tidur.

2.1.4. Irama Sirkadian


Irama sirkadian adalah jam alami dalam tubuh manusia. Dalam 24 jam tubuh
akan mengalami fluktuasi berupa temperatur, kemampuan untuk bangun, aktivitas
lambung, denyut jantung, tekanan darah dan kadar hormon, dikenal sebagai irama
sirkadian. Circardian rhythm berasal dari bahasa Latin. Circa yang berarti kira-kira dan
Dies berarti hari ( circardies = kira-kira satu hari). Circardian rhythm adalah irama dan
pengenalan waktu yang sesuai dengan perputaran bumi dalam siklus 24 jam. Hampir
seluruh makhluk hidup di dunia ini mempunyai irama yang secara teratur mengalami
perubahan fungsi tubuh dan fisiologik dalam siklus 24 jam, tetapi ada pula beberapa
perubahan yang sesuai dengan bulan atau tahun.
Irama sirkadian berfungsi mengatur berbagai irama tubuh antara lain irama

7
bangun tidur, temperatur tubuh, tekanan darah, dan pola sekresi hormon. 13 Peraturan
sirkadian tidur dan mekanisme bangun (wakefulness) diregulasi oleh suprachiasmatic
nuclei (SCN). nucleus suprachiasmatic paling aktif di siang hari dan diatur setiap hari
berdasarkan masukan cahaya dari retina dan selama siklus gelap oleh sekresi melatonin
dari kelenjar pineal,serta pada liver, ginjal dan jantung .
Irama sirkadian sangat dipengaruhi oleh lingkungan, khususnya rangsangan
cahaya. Cahaya yang diterima oleh retina oleh retina mata akan diteruskan menuju
suatu sistem isolasi SCN pada hipotalamus melalui suatu jalur saraf khusus yaitu
Retinohypothalamic Tract (RHT). Serabut eferen dari suprachiasmatic nuclei (SCN)
akan memicu sinyal saraf dan humoral yang akan menyelaraskan berbagai irama
sirkadian penting. Contoh pengaruh cahaya terhadap irama sirkadian ditunjukan pada
produksi melatonin. Pada kondisi cahaya gelap, produksi melatonin akan meningkat.
Oleh karena itu akan banyak terjadi konversi dari serotonin menjadi melatonin.jumlah
serotonin yang menekan tidur akan berkurang, oleh karena itu dalam kondisi cahaya
gelap akan terjadi peningkatan tidur.16

2.1.5. Gangguan Tidur


Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan
adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu.
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III WHO
(PPDGJ III), gangguan tidur secara garis besar dibagi dua, yaitu disomnia dan
parasomnia. Dissomnia merupakan suatu kondisi psikogenik primer dengan ciri
gangguan utama pada jumlah, kualitas, atau waktu tidur yang terkait faktor emosional.
Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah insomnia, hipersomnia, dan gangguan
jadwal tidur. Parasomnia merupakan peristiwa episodik abnormal yang terjadi selama
masa tidur. Termasuk dalam golongan ini adalah somnabulisme, teror tidur, dan mimpi
buruk. Penggolongan gangguan tidur lain berdasarkan PPDGJ III adalah gangguan tidur
organik, gangguan non psikogenik termasuk narkolepsi dan katapleksi, apnea waktu
tidur, gangguan pergerakan episodik termasuk mioklonus nokturnal, dan enuresis.17
Menurut DSM-V (American Psychiatric Association) gangguan tidur dibagi
menjadi insomnia, hipersomnia, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan
pernapasan (Obstructive Sleep Apnea Hypopnea, Central Sleep Apnea, Sleep-Related
Hypoventilation), gangguan tidur irama sirkadian, gangguan munculnya tidur NREM,

8
gangguan mimpi buruk, gangguan tidur REM, restless legs syndrome, gangguan tidur
terkait kondisi medis, dan gangguan tidur yang diinduksi zat.18
Beberapa gangguan tidur yang umum terjadi yaitu :
a. Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada individu
dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik misal rasa nyeri atau karena
faktor mental seperti kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang
tidak menunjang untuk tidur. Berdasarkan jenisnya Insomnia dibagi menjadi 3
macam, yaitu: 19
1 Insomnia inisial. Kesulitan untuk memulai tidur.
2 Insomnia intermiten. Merupakan ketidakmampuan untuk tetap
mempertahankan tidur sebab sering terbangun.
3 Insomnia terminal. Bangun lebih awal tetapi sulit untuk tertidur kembali.
Kasus ini sering dijumpai terutama pada usia diatas 50 tahun atau pada
wanita yang sudah masuk fase menopause.
b. Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul saat
seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa turunan
parasomnia antara lain sering terjaga (misalnya: tidur berjalan, night terror),
gangguan transisi bangun-tidur (misalnya: mengigau), parasomnia yang terkait
dengan tidur REM (misalnya: mimpi buruk), dan lainnya (misalnya: bruksisme).
c. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang berlebihan
terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh kondisi tertentu,
seperti kerusakan sistem saraf, gangguan pada hati atau ginjal, atau karena
gangguan metabolisme (misalnya: hipertiroidisme). Hipersomnia pada kondisi
tertentu dapat digunakan sebagai mekanisme untuk menghindari tanggung
jawab pada siang hari.
d. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang muncul secara
tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai “serangan tidur”

9
atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui. Diduga karena kerusakan
genetik sistem saraf pusat yang menyebabkan tidak terkendalinya periode tidur
REM. Alternatif pencegahannya adalah dengan obat-obatan, seperti amfetamin
atau metilfenidat, hidroklorida, atau dengan antidepresan seperti imipramin
hidroklorida.
e. Apnea saat tidur
Apnea saat tidur atau sleep apnea adalah kondisi terhentinya nafas secara
periodik pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang mengorok
dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup berlebihan pada
siang hari, sakit kepala di siang hari, iritabilitas, atau mengalami perubahan
psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

2.1.6. Kualitas Tidur


Kualitas tidur didefinisikan sebagai kepuasan diri individu dengan semua aspek
pengalaman tidur. Kualitas tidur memiliki empat atribut: efisiensi tidur, latensi tidur,
durasi tidur, dan Wake after sleep onset ( WASO ) suatu keadaan dimana bangun dari
onset tidur.20
1 Efisiensi tidur.
Efisiensi tidur adalah rasio jumlah total waktu tidur versus total waktu di tempat
tidur dan cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Untuk kesehatan
optimal, idealnya ukuran efisiensi tidur adalah 85% atau lebih. 21 Efisiensi tidur
dapat diukur secara obyektif dan subyektif, tetapi pengukuran obyektif lebih
akurat.
2 Latensi tidur.
Latensi tidur adalah waktu yang diperlukan untuk beralih dari keadaan terjaga ke
tidur dan dapat bervariasi dari orang ke orang. Latensi tidur selama 16 - 30
menit dianggap sebagai kualitas tidur yang baik dan latensi tidur selama 60
menit atau lebih menunjukkan kualitas tidur yang buruk.22
3 Durasi Tidur
Durasi tidur adalah jumlah total waktu tidur dikurangi waktu terjaga yang
mungkin dimiliki seseorang pada malam hari atau selama periode 24 jam. Durasi
tidur dapat berbeda di antara individu tergantung pada hari dalam seminggu,

10
asupan alkohol, obat-obatan, penyakit, dan kerja shift.23
4 Wake after sleep onset ( WASO )
WASO adalah ukuran kualitas tidur yang objektif dan berfokus pada jumlah
total waktu bangun setelah awal tidur hingga akhirnya bangun. National Sleep
Foundation ( NSF) di Amerika menyebutkan bahwa WASO kurang dari 20
menit dianggap sebagai kualitas tidur yang baik pada kelompok usia dari anak
prasekolah hingga orang dewasa yang lebih tua. 22

2.1.7. Pittsburgh Sleep Quality Index 10


Pengukuran kualitas tidur dapat dilakukan menggunakan kuesioner Pittsburgh
Sleep Quality Index (PSQI). Ini merupakan cara untuk mendeteksi bila dicurigai mulai
timbulnya gangguan kualitas tidur individu. Pengukuran ini di Indonesia mungkin
masih jarang dilakukan karena pada umumnya seseorang memeriksakan dirinya ke
dokter apabila sudah merasa kondisinya kesehatannya sudah amat buruk, jarang sekali
mereka mau memeriksakan kesehatan secara teratur walau kondisi tubuh sehat dan
segar.
PSQI terdiri dari 19 pertanyaan untuk penilaian individu, 5 pertanyaan lain
ditujukan untuk partner tidur atau teman sekamar. Lima pertanyaan tersebut tidak
diikutkan dalam perhitungan dan hanya digunakan untuk informasi medis saja. Dari 19
pertanyaan yang berkaitan untuk penilaian individu tersebut diharapkan mampu menilai
kondisi yang berkaitan dengan kualitas tidur seseorang termasuk estimasi dari durasi
tidur, latensi tidur, frekuensi tidur serta tingkat keparahan permasalahan tidur seseorang.
19 pertanyaan ini akan digrupkan ke dalam 7 komponen skor, yang tiap itemnya
dibobotkan dengan bobot seimbang dalam rentang skala 0-3. Ketujuh komponen
tersebut pada akhirnya akan dijumlahkan sehingga didapatkan skor global PSQI yang
memiliki rentang skor 0-21, semakin tinggi skor yang didapatkan seseorang
menandakan bahwa orang tersebut mengalami kualitas tidur terburuk.
Dalam pertanyaan di kuesioner PSQI menghasilkan tujuh skor yang
berkorespondensi dengan domain-domain kualitas tidur. Skor setiap komponen dimulai
dari 0 (tidak sulit) sampai 3 (sangat sulit). Skor dari setiap komponen akan dijumlahkan
untuk mendapatkan skor total (antara 0-21). Bila skor total dari PSQI >5, maka kualitas
tidur dari pasien adalah buruk, demikian sebaliknya. Dalam menjawab pertanyaan-

11
pertanyaan dari kuesioner PSQI, dibutuhkan waktu 5-10 menit untuk
menyelesaikannya. PSQI ini sendiri telah di validasi oleh University of Pittsburgh
dengan sensitivitas 89.6% dan spesifisitas 86.5%. Reliabilitas dari kuesioner ini juga
telah diuji dengan nilai cronbach’s alpha sebesar 0.83.
Banyak penelitian tentang gangguan tidur yang menggunakan metode PSQI, hal
tersebut dikarenakan PSQI memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi. Namun
metode PSQI ini juga memiliki kekurangan yaitu pengisian kuesioner PSQI dapat
memperoleh hasil yang kurang akurat dikarenakan keterbatasan dan kesulitan klien
untuk memahami pertanyaan sehingga perlu untuk dipandu dalam pengisiannya. PSQI
sendiri sudah divalidasi ke dalam versi bahasa Indonesia dengan nilai sensitivitas 1 dan
spesifisitas 0.81.11

2.1.8. Definisi Fungsi Kognitif


Fungsi kognitif menurut behavioral neurology, yaitu suatu proses dimana semua
masukan sensoris meliputi rangsang taktil, visual dan auditorik akan diubah, diolah,
disimpan dan digunakan untuk hubungan interneuron secara sempurna sehingga
seseorang mampu melakukan penalaran terhadap masukan sensoris tersebut. 24
Kemudian, fungsi kognitif juga dapat dijelaskan sebagai aktivitas mental secara sadar
seperti berpikir, belajar, mengingat dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga
merupakan kemampuan atensi, memori, pemecahan masalah, pertimbangan, serta
kemampuan eksekutif (merencanakan, menilai, mengawasi, dan melakukan evaluasi).25

2.1.9. Anatomi dan Fisiologi Kognitif


Sistem saraf yang berperan dalam fungsi kognitif tentunya tidak berjalan
sendiri-sendiri dalam menjalankan fungsinya melainkan merupakan suatu kesatuan yang
di sebut sistem limbik. Sistem limbik sendiri terlibat dalam pengendalian emosi,
perilaku, dorongan serta memori. Adapun struktur dari sistem limbik dengan perannya
masing-masing yaitu:26
1 Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi dimana hemisfer kanan predominan
terhadap keadaan tidak sadar serta hemisfer kiri predominan dalam keadaan
sadar
2 Hipokampus, berperan dalam pembentukan memori jangka panjang dan proses

12
pembelajaran (pemeliharaan kognitif).
3 Girus parahipokampus, berperan dalam pembentuan memori spasial.
4 Girus cinguli, berperan dalam pengaturan atensi sebagai salah satu domain dari
fungsi kognitif.
5 Forniks, berperan dalam pembelajaran dan memori.
6 Hypothalamus, berperan mengatur perubahan memori baru menjadi memori
jangka panjang
7 Thalamus, sebagai pusat pengaturan fungsi kognitif di otak.
8 Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.
9 Girus dentatus, berperan dalam memori baru.
10 Korteks enthorinal, berperan dalam komponen asosiasi.
Sedangkan lobus otak yang mempunyai peran dalam pengaturan fungsi kognitif
meliputi:26
1 Lobus frontalis, berperan mengatur motorik, kepribadian, perilaku, bahasa,
memori, orientasi spasial, belajar asosiatif, daya analisa dan sintesis.
2 Lobus parietalis, berperan dalam fungsi membaca, persepsi, dan visuospasial.
Lobus ini menerima stimuli sensorik dari berbagai modalitas seperti input visual,
auditorik, dan taktil dari area asosiasi sekunder.
3 Lobus temporalis, berperan dalam mengatur fungsi pendengaran, penglihatan,
emosi, memori, dan kategorisasi benda-benda

2.1.10. Domain Fungsi Kognitif


Terdapat beberapa fungsi kognitif diantaranya:27
1 Atensi
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus
dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi
merupakan hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas
korteks sehingga mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan
stimulus lain yang tidak relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk
mempertahankan atensi dalam periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan
konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan
fungsi eksekutif

13
2 Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang
membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa,
pemeriksaan kognitif seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan
mengalami kesulitan atau tidak dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4
parameter yaitu :
a. Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat
dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Metode yang dapat
membantu menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien
menulis atau berbicara secara spontan.
b. Pemahaman
Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan
atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
perintah tersebut
c. Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat
yang diucapkan seseorang.
d. Penamaan
Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu. Gangguan
bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga
merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus
untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara
sindrom afasia dengan lesi neuroanatomi.
3 Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyediaan informasi, proses
penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga
proses tersebut akan mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi
dalam tiga tingkatan bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus
dengan recall.
4 Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti

14
menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal: lingkaran, kubus) dan
menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan
lobus parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.
5 Eksekutif
Fungsi eksekutif dari otak dapat didefinisikan sebagai suatu proses kompleks
seseorang dalam memecahkan suatu masalah atau persoalan baru. Proses ini
meliputi kesadaran akan keberadaan suatu masalah, dapat mengevaluasi,
menganalisa serta memecahkan atau mencari jalan keluar dari persoalan
tersebut.

2.1.11. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif


Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif diantaranya:
1 Usia
Telah banyak penelitian yang menghubungkan faktor usia dengan penurunan
fungsi kognitif. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh the
COGITO study, yang menunjukkan hasil bahwa pada usia dewasa tua (65-80
tahun) seseorang akan lebih sulit untuk meningkatkan kemampuan kognisinya
dibandingkan golongan usia dewasa muda (20-31 tahun)28.
2 Aktivitas Fisik
Terdapat penelitian yang menyatakan tingkat aktivitas fisik yang dibedakan
dalam dua kelompok yaitu aktif dan tidak aktif menunjukkan hasil bahwa tingkat
aktivitas fisik aktif memiliki fungsi kognitif yang lebih tinggi dibandingkan
dengan responden yang memiliki tingkat aktivitas tidak aktif. Hal ini
menyimpulkan bahwa tingkat aktivitas yang rutin dan berkepanjangan
mempunyai hubungan terhadap tingginya skor fungsi kognitif. Sebaliknya ketika
seseorang mengalami penurunan aktivitas fisik dan intensitasnya akan
mempercepat terjadinya penurunan fungsi kognitif29.
3 Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap fungsi kognitif, khususnya pada
memori seseorang. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa ukuran
amigdala dan thalamus yang dimiliki oleh pria lebih besar dibandingkan
perempuan sedangkan untuk ukuran hipokampus, perempuan memiliki ukuran

15
yang lebih besar dibanding pria. Pada perempuan juga ditemukan jumlah
reseptor estrogen di hipokampus dan androgen di amigdala yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pria. Hal ini menyimpulkan bahwa jenis kelamin
perempuan cenderung memiliki kemampuan memori verbal yang lebih baik dan
pria memiliki kemampuan memori spasial yang lebih baik. Penelitian lain juga
mengungkapkan bahwa perempuan memiliki resiko lebih tinggi mengalami
gangguan fungsi kognitif dikarenanakan adanya penurunan hormon estrogen
saat mengalami menopause30.
4 Nutrisi
Nutrisi mempunyai pengaruh tersendiri dalam fungsi kognitif. Karena dengan
nutrisi yang cukup dan berimbang, sel-sel otak akan menjadi lebih baik
perkembangannya. Nutrisi seperti protein, lemak, vitamin, mineral masing-
masing mempunyai peran terhadap peningkatan fungsi kognitif seseorang.
Seseorang yang sedang menjalani diet tentunya harus memperhatikan asupan
nutrisi yang ia konsumsi setiap hari agar tidak terjadi penurunan fungsi kognitif
dikarenakan sel-sel otak yang kekurangan nutrisi untuk berkembang30.
5 Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita seseorang tentunya mempunyai pengaruh
terhadap fungsi kognitif. Seperti pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2)
memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap gangguan kognitif. Hal ini juga
berkaitan dengan adanya penyakit gangguan vaskular. Faktor resiko dari
gangguan vaskular lainnya seperti obesitas, merokok, hipertensi juga
meningkatkan penurunan kognitif31.
6 Riwayat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap fungsi kognitif
dikarenakan selama menjalani proses pendidikan, tentunya seseorang
mempelajari hal baru yang menyebabkan terbentuknya ingatan baru yang masuk
pada hipokampus dan menyebabkan tersimpannya informasi atau pembelajaran
baru tersebut sebagai memori jangka panjang yang akhirnya akan permanen
disimpan oleh otak31.

16
2.1.12. Montreal Cognitive Assesment (MoCA)
Montreal Conigitive Assesment (MoCA) merupakan pemeriksaan skrining untuk
menilai defisit kognitif. Tes MoCA berguna untuk mendeteksi penurunan kognitif
ringan dalam berbagai kondisi meliputi penyakit Alzheimer, Vaskular Cognitive
Impairment, penyakit Parkinson, Lewy Body, Fronto-temporal dementia, multiple
sclerosis, Huntington disease, tumor otak, ALS, sleep apnea, gagal jantung,
penyalahgunaan zat, skizofrenia, HIV, dan trauma kepala32.
Tes MoCA pertama kali diciptakan oleh seorang spesialis neurologi dari
University of Shaerbrooke, Quebec yang kemudian menyelesaikan penelitianya dalam
bidang Cognitive Neurology / Neurobehavior di Universitas California, Los Angeles
bernama Ziad Nasreddine pada tahun 1996. Sejak tahun 1992 hingga 2000, tes MoCA
telah melewati banyak versi dan penyesuaian sampai tervalidasi pertama kalinya di
tahun 2000 setelah didapatkan hasil penelitian yang sangat bagus terhadap beberapa
kelompok subjek yang dirujuk ke klinik memori dan telah diklasifikasikan mengalami
gangguan kognitif berdasarkan penilaian standar emas neuropsikologis32.
Pada tahun 2003, setelah menganalisis hasil penelitian di tahun 2000, beberapa
element dari tes MoCA lebih di optimalkan dan studi validasi terbaru pada tes tersebut
akhirnya selesai di tahun 2003 hingga 2004. Sejak tervalidasi, mulai banyak
bermunculan penelitian oleh para ahli di seluruh dunia yang menerjemahkan,
menyesuaikan, dan memvalidasi tes MoCA dalam berbagai perbedaan linguistik,
budaya, dan pendidikan di Negara masing-masing32

2.1.13. Domain Tes Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-Ina)33


Penilaian domain kognitif pada tes MoCA meliputi perhatian dan konsentrasi,
fungsi eksekutif, memori, bahasa, keterampilan visuoconstruction, pemikirian
konseptual, perhitungan, dan orientasi. Waktu yang diperlukan untuk melakukan tes
MoCA adalah sekitar 10 menit dengan total skor 30 poin yang akan di ujikan dengan
penilaian meliputi:
1 Fungsi eksekutif : dinilai dengan trail-making B (1 poin), phonemic fluency test
(1 poin), dan two item verbal abtraction (1 poin).
2 Visuospasial : dinilai dengan clock drawing test (3 poin) dan menggambarkan
kubus 3 dimensi (1 poin)

17
3 Bahasa: menyebutkan 3 nama binatang (singa, unta, badak ; 3 poin), mengulang
2 kalimat (2 poin), kelancaran berbahasa (1 poin)
4 Delayed recall: menyebutkan 5 kata (5 poin), menyebutkan kembali setelah 5
menit (5 poin)
5 Atensi: menilai kewaspadaan (1 poin), mengurangi berurutan (3 poin), digit
fordward and backward (masing-masing 1 poin)
6 Abstaksi: menilai kesamaan suatu benda (2 poin)
7 Orientasi: menilai menyebutkan tanggal, bulan, tahun, hari, tempat dan kota
(masing-masing 1 poin).

2.4 Kerangka teori


Perawat

Pola Kerja Gilir

Gangguan Irama
Sirkadian

Gangguan Tidur

Insomnia Parasomnia Hipersomnia Narkolepsi Apnea Saat


Tidur

Penurunan
Kualitas Tidur

Efisiensi Latensi Durasi Tidur Wake After


Tidur Tidur Sleep Onset
1 Atensi
2 Bahasa
Gangguan Fungsi 3 Memori
Kognitif 4 Visuospasial
5 Eksekutif

18
2.5 Kerangka konsep

Pittsburgh Montreal
Sleep Cognitive
Quality Kualitas Tidur Fungsi Kognitif Assesment
Index versi
(PSQI) Indonesia
(MoCA-
Ina)

19
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain dari penelitian ini adalah analitik dengan desain cross sectional untuk
melihat adanya hubungan kualitas tidur terhadap fungsi kognitif

3.2 Tempat dan Waktu


Tempat pengambilan data untuk penelitian ini adalah RS X, waktu rencana

3.3 Populasi Penelitian


3.3.1 Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah tenaga keperawatan

3.3.2 Populasi Terjangkau


Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah tenaga keperawatan yang bekerja di
RS X

3.3.3 Sampel Penelitian


Sampel dari penelitian ini adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi dan eksklusi penelitian

3.4 Kriteria Pemilihan Sampel


3.4.1 Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Responden memberikan persetujuan tertulis (informed consent) mengikuti
penelitian ini secara penuh
- Sudah bekerja minimal 1 tahun
- Perawat yang bekerja dengan sistem giliri

20
3.4.2 Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Memiliki riwayat penyakit sistem saraf pusat
- Penderita gangguan metabolik
- Penderita gangguan depresi berat
- Sedang dalam penggunaan obat psikotropika

3.4.3 Kriteria Drop Out


Kriteria drop out dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
-

3.5 Perhitungan Besar Sampel


Perhitungan besar sampel dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

n= Zα2pq
d2
N=n
P
Dimana n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
p = sensitivitas tes Phalen dari penelitian sebelumnya
q = 1-p (proporsi pekerja yang tidak melakukan
gerakan berulang) Zα= nilai pada distribusi
normal standar
d = limit error

n = 1.962x 0.52 x 0.48


0.12
n= 95.886 dibulatkan 96
Jadi sampel minimal yang dibutuhkan 96 tenaga perawat .

21
3.6 Alur Penelitian
Alur dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

22
3.7 Cara Kerja
Cara kerja dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. …

3.8 Identifikasi Variabel


3.8.1 Variabel Dependen

3.8.2 Variabel Independen


Variabel Independen pada penelitian ini adalah :

3.9 Definisi Operasional


Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Skala


Operasional Pengukuran

Umur Umur pekerja Ditetapkan Kuesioner Data Numerik


dalam satuan sesuai tanggal
tahun saat lahir
pengambilan disesuaikan
data dengan data
KTP dan HRD

Jenis Kelamin Karakteristik disesuaikan Kuesioner Skala kategorik


biologis dengan data 0 - Wanita
KTP dan HRD 1 - Pria

Indeks Massa pengukuran di ukur dengan Skala kategorik


Tubuh berat badan alat Timbangan 0 - < 24.9
dengan tinggi dan Tinggi kg/m2
badan, yaitu badan yang 1 - > 25 - 29.9
berat badan terkalibrasi kg/m2
dalam kg 2 - >30 kg/m2
dibagi tinggi
badan kuadrat
dalam m2 .

23
Profesi Kegiatan utama Wawancara Kuesioner 0 - Dokter
Pekerjaan yang dilakukan 1 - Perawat
responden dan 2 - Analis Lab
mendapat 3 - Radiografer
penghasilan 4 - Apoteker
atas kegiatan
tersebut serta
masih
dilakukan pada
saat di
wawancarai.

Masa Kerja Lamanya Dihitung mulai Kuesioner Skala kategorik


bekerja dalam masuk bekerja 0 - < 1 tahun
satuan tahun 1 - > 1 tahun

3.10 Analisis Data


….

3.11 Etika Penelitian


….

3.12 Jadwal Penelitian


Jadwal Penelitian adalah sebagai berikut:

3.13 Rencana Biaya


Pembiayaan untuk penelitian ini sepenuh nya di tanggung peneliti

24
Referensi
1. Carskadon M, Dement, W. Normal human sleep: An overview. In M
Kryger, TRoth, W Dement (eds). Principles and Practice of Sleep
Medicine, 3rd edn. Philadelphia:WB Saunders 2000;15-25.
2. Bush, A. L., Armento, M. E. A., Weiss, B. J., Rhoades, H. M., Novy,
D. M., Wilson, N. L., Kunik, M. E. and Stanley, M. A. 2012, 'The
Pittsburgh Sleep Quality Index in older primary care patients with
generalized anxiety disorder: Psychometrics and outcomes following
cognitive behavioral therapy', Psychiatry Research. Elsevier, vol. 199,
no. 1, pp. 24–30. doi: 10.1016/j.psychres.2012.03.045
3. Fachlefi, S., and A. S. Rambe. “Hubungan Kualitas Tidur Dan Fungsi
Kognitif Siswa MAN Binjai”. SCRIPTA SCORE Scientific Medical
Journal, vol. 3, no. 1, Aug. 2021, pp. 8-16,
doi:10.32734/scripta.v3i1.5351.
4. Center for Disease Control and Prevention (CDC). 2020, Data and
Statistics - Sleep and Sleep disorder. accessed 26 Januari 2023,
available at: https://www.cdc.gov/sleep/data_sta tistics.html
5. Roestam, Ambar W; Sulistomo, Astrid; Nugroho, Andriarto.”
HUBUNGAN POLA KERJA GILIR (2 SHIFT DAN 3 SHIFT)
DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PERAWAT DI DUA
RUMAH SAKIT MILITER JAKARTA (SUATU STUDI
MENGGUNAKAN KUESIONER PSQI)”. Vol 68 No 1 (2018):
Journal of the Indonesian Medical Association Majalah Kedokteran
Indonesia.
6. Flo E, Pallesen S, Magerøy N, Moen BE, Grønli J, Nordhus IH, et al.
Shift work disorder in nurses - assessment, prevalence and related
health problems. PLoS One. 2012;7(4).
7. Booker LA, Magee M, Rajaratnam SMW, Sletten TL, Howard ME.
Individual vulnerability to insomnia, excessive sleepiness and shift
work disorder amongst healthcare shift workers. A systematic review.

25
Vol. 41, Sleep Medicine Reviews. 2018. p. 220–33.
8. Maquet P. The role of sleep in learning and memory. Vol. 294,
Science. 2001. p. 1048–52.
9. Klumpers, U. M. H., Veltman, D. J., van Tol, M.-J., Kloet, R. W.,
Boellaard, R., Lammertsma, A. A. and Hoogendijk, W. J. G. 2015,
'Neurophysiological Effects of Sleep Deprivation in Healthy Adults, a
Pilot Study', Plos One, vol. 10, no. 1, p. e0116906. doi:
10.1371/journal.pone.0116906
10. Buysse, D., Reynolds, C. F., Monk, T.H., Berman, S. R., Kupfer, D. J.
The Pittsburgh Sleep Quality Index: A New Instrument for Psychiatric
Practice and Research. Psychiatric Research.1989.28 (2) : 193-213.
11. f
12. Husein,N Lumempow S, Ramli Y, Herqutanto. Uji validitas dan
Reliabilitas Montreal Cognitive Assesment versi Indonesia (MoCA-
INA) untuk skrining gangguan fungsi kognitif.
Neurona;2010;27(4):15-21
13. Laposky AD, Bass J, Kohsaka A, Turek FW. Sleep and circadian
rhythms: key components in the regulation of energy metabolism.
FEBS Lett. 2008 Jan 9;582(1):142-51. doi:
10.1016/j.febslet.2007.06.079. Epub 2007 Aug 14. PMID: 17707819.
14. Brzezinski A, Vangel MG, Wurtman RJ, Norrie G, Zhdanova I, Ben-
Shushan A, Ford I. Effects of exogenous melatonin on sleep: a meta-
analysis. Sleep Med Rev. 2005 Feb;9(1):41-50. doi:
10.1016/j.smrv.2004.06.004. PMID: 15649737.
15. Gronfier C, Brandenberger G. Ultradian rhythms in pituitary and
adrenal hormones: their relations to sleep. Sleep Med Rev 1998;2:17–
29
16. Ishida, A., Mutoh, T., Ueyama, T., Bando, H., Masubuchi, S.,
Nakahara, D., Tsujimoto, G., & Okamura, H. (2005). Light activates
the adrenal gland: timing of gene expression and glucocorticoid
release. Cell metabolism, 2(5), 297–307.
https://doi.org/10.1016/j.cmet.2005.09.009

26
17. Maslim, Rusdi. (2003). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa :
Rujukan Ringkas dari PPDGJ - III . Jakarta: Ilmu Kedokteran Jiwa FK
Unika Atma Jaya.
18. American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and statistical
manual of mental disorders (5th ed.).
https://doi.org/10.1176/appi.books.9780890425596
19. Sateia MJ. International classification of sleep disorders-third edition
highlights and modifications. Chest. 2014;146(5):1387–94.
20. Nelson KL, Davis JE, Corbett CF. Sleep quality: An evolutionary
concept analysis. Nurs Forum. 2022;57(1):144–51.
21. National Sleep Foundation.What is Sleep Quality?; 2020. accessed 26
Januari 2023, available at: https://www.thensf.org/what-is-sleep-
quality/#:%7E:text=How%20Do%20You%20Measure%20Good,the
%20sleep%20you%20are%20getting
22. Ohayon M, Wickwire EM, Hirshkowitz M, Albert SM, Avidan A,
Daly FJ, et al. National Sleep Foundation’s sleep quality
recommendations: first report. Sleep Heal. 2017;3(1).
23. Chan MF. Factors associated with perceived sleep quality of nurses
working on rotating shifts. J Clin Nurs. 2009;18(2).
24. Yuana, M dan Basuki, H. Hubungan Kehilangan Gigi Dengan Fungsi
Kognitif Pada Lansia. Jurnal Keperawatan Medika. 2022; 1(1): 18-27
25. Amirudin, M dan Amalina, I. Pemetaan Fungsi Kognitif Siswa SMP
DENGAN Menggunakan Feuerstein’s Instrumental Enrichment.
Jurnal Riset Pendidikan dan Inovasi Pembelajaran Matematika. 2018;
2(1): 30-39
26. Chamidah. (2013). Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta:
Rineka Cipta
27. Bahrudin M. (2011). Pemeriksaan Klinis di Bidang Penyakit Syaraf.
Malang: AMM Press
28. Schmiedek, F., Lovden, M., & Lindenberger, U. Hundred days of
cognitive training enhance broad cognitive abilities in adulthood:
findings from the COGITO study. 2010; 2(1): 1-10

27
29. Muzamil MS, Afriwardi, Martini RD. Hubungan antara Tingkat
Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif pada Usila di Kelurahan Jati
Kecamatan Padang Timur. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2): 202-
205
30. Al Rasyid, I., Syafrita, Y. and Sastri, S. Hubungan Faktor Risiko
dengan Fungsi Kognitif pada Lanjut Usia Kecamatan Padang Panjang
Timur Kota Padang Panjang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2017; 6(1):
40-50
31. Ismaya, M., Kusumawati, R., dan Murti, B. Hubungan Hipertensi
dengan Gangguan Fungsi Kognitif pada Lansia di Posyandu Lansia
Binaan Puskesmas Ngoresan, Surakarta. Nexus Kedokteran
Komunitas. 2017; 6(2): 33-44
32. Carolien J. W. H. Bruijnen, Mandy Jansen, Boukje A. G. Dijkstra,
Serge J. W. Walvoort, Selma Lugtmeijer, Wiebren Markus, Cor A. J.
De Jong & Roy P. C. Kessels. The Montreal Cognitive Assessment
(MoCA) as a cognitive screen in addiction health care: A validation
study for clinical practice. Journal of Substance Use. 2019: 24(1): 47-
54
33. Panentu, D dan Irfan, M. Uji Validitas dan Reliabilitas Butir
Pemeriksaan Dengan Montreal Cognitive Assesment Versi Indonesia
(MoCA-INA) pada Insan Pasca Stroke Fase Recovery. Jurnal
Fisioterapi. 2013: 13(1): 55-67
34. Notoadmodjo, S. (2018). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta

28

Anda mungkin juga menyukai