Oleh :
Bintang Leonard P Malau 2106770813
A. Latar Belakang
Kaki atau pergelangan kaki merupakan bagian tubuh yang fungsinya menerima beban dari
seluruh tubuh baik saat berdiri,berjalan maupun berlari. Pada saat berjalan atau berlari maka
beban tubuh yang diterima oleh kaki atau pergelangan kaki pada kedua sisi terjadi secara
bergantian. Karena kaki dan pergelangan kaki fungsinya sebagai tumpuan beban tubuh, maka
pada bagian kaki cenderung mudah mengalami gangguan gerak dan fungsi yang sangat
beragam, salah satunya keluhan yang sering dijumpai adalah fasciitis plantaris.
Fascia Plantar adalah jaringan ikat yang mendukung arkus kaki dan secara fungsional
memberikan efek windlass di telapak kaki untuk membantu mempertahankan arkus
longitudinal.
Fasciitis Plantaris adalah suatu kasus dimana terjadinya peradangan pada fascia plantaris.
Fasciitis Plantaris disebabkan oleh penguluran yang berlebihan pada fascia plantarisnya yang
dapat mengakibatkan kerobekan kemudian timbul suatu iritasi pada fascia plantaris,
khususnya mengenai bagian antero–medial tuberositas calcaneus terkadang dapat juga terjadi
pada bagian posterior calcaneus. Faktor risiko terjadinya fasciitis plantaris
Fasciitis Plantaris sering terjadi pada usia 40-70 tahun,tapi bisa kurang dari 40 tahun bila
mempunyai kelainan bentuk kaki yaitu telapak kaki datar dan wanita sering
mengalaminya .Sebanyak 43% terjadi pada pekerja yang berdiri lebih dari 6 jam,70% terjadi
pada orang kegemukan atau obesitas dan lebih dari 50% pada orang berusia diatas 50 tahun.
B. Tujuan.
1. Tujuan Umum.
Diketahui dan dipahaminya proses diagnoss penyakit akibat kerja
2. Tujuan Khusus.
Diketahui dan dipahaminya definisi,etiolofi,patofisiologi,dan penatalaksanaan fasciitis plantaris.
Diketahui dan dipahami faktor yang menyebabkan terjadinya fasciitis plantaris pada pekerjaan
security. Diketahui dan dipahami cara menegakkan diagnosa okupasi. Diketahui dan dipahami
penatalaksanaan terhadap fasciitis plantaris pada pekerjaan security
BAB III
STATUS OKUPASI
Nama Tn. AM
Alamat Karawang
no HP :
Umur 42 tahun
Kedudukan dalam keluarga Kepala Keluarga
Jenis kelamin Laki - Laki
Agama Islam
Pendidikan STM Mesin
Pekerjaan Satpam Pabrik
Status perkawinan Menikah
Kedatangan yang ke 1
Data Pelayanan
I. ANAMNESIS (subyektif)
(dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien )
G. Anamnesis Okupasi
2. Uraian tugas.
Pasien bekerja 12 jam dalam shift 7 hari seminggu dengan rotasi 3 pagi , 3 malam , 3
libur . Bila shift pagi pasien bangun jam 04.00 , shalat subuh , mandi , persiapan dan sarapan,
berangkat kerja jam 05.30 memakai kendaraan sepeda motor ke pabrik .
3. Bahaya Potensial
Bahaya Potensial
Gangguan
Ergonomi Kesehatan Risiko
Urutan ( sesuai Brief yang kecelakaan
kegiatan Fisik Kimia Biologi Survey ) Psikososial mungkin kerja
4. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
VAS : 3/10
Kesadaran : GCS E4M6V5 (GCS 15)
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 86 x/ menit, reguler, isi dan tegangan cukup.
Pernafasan : 18 x/ menit
Suhu : 36,7 oC
Berat Badan : 90 kg
Tinggi Badan : 160 cm
BMI : 35.2 kg/m2
Cara Berjalan : Antalgik gait (+) pada kaki kanan
Hemiparese gait (-)
Steppage gait (-)
Parkinson gait (-)
Tredelenberg gait (-)
Waddle gait (-)
Bahasa / bicara : Komunikasi verbal normal
Komunikasi non verbal normal
b. Pemeriksaan Khusus
Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, scar (-), spider nevi (-).
Palpasi : lemas, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-).
Perkusi : timpani, shifting dullness (-).
Auskultasi : Bising usus (+) normal.
Trunkus
Inspeksi : Simetris, Deformitas (-)
Palpasi : Nyeri Tekan (-)
Luas Gerak Sendi : Dalam batas normal
Ekstremitas
Ekstremitas superior
Inspeksi : Simetris, deformitas (-), edema (-), tremor (-), nodus
herbenden (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi :
Motorik Dextra Sinistra
Abduksi lengan 5 5
Fleksi siku 5 5
Ekstensi siku 5 5
Ekstensi wrist 5 5
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
Ekstremitas Inferior
Inspeksi : Simetris, deformitas (-), edema (-), tremor (-).
Palpasi : Nyeri tekan (-), diskrepansi (-), Krepitasi (-)
Neurologi:
Motorik Dextra Sinistra
Kekuatan
Fleksi paha 5 5
Ekstensi paha 5 5
Ekstensi lutut 5 5
Fleksi lutut 5 5
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
Sensorik
Protopatik Normal
Proprioseptik Normal
9. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa : Analgetik golongan asetaminofen atau NSAID
b. Non Medikamentosa :
- Istirahat kerja
- Pasien disarankan untuk program penurunan berat badan
- Pasien dirujuk Ke SPKFR untuk terapi lebih lanjut
- Pasien disarankan untuk mengganti jenis sepatu yang dipakai saat bekerja
TINJAUAN PUSTAKA
Tumit merupakan salah satu bagian dari sistem pertulangan tubuh kita yang terletak di
kaki. Tulang ini terletak bagian belakang telapak kaki. Tulang tumit mempunyai tugas untuk
menyangga berat badan, terutama ketika sedang berjalan atau berlari.
Sendi pergelangan kaki membentuk, sendi engsel. Sendi ini dibentuk oleh 3 tulang yaitu:
tulang tibia, tulang fibula dan tulang talus. Pada ujung-ujung di persendian pergelangan kaki
lindungi cartilago articularis. Terdapat tiga ligamen yang terletak di sebelah lateral dan satu
ligamentum yang terletak di sebelah medial. Ligamentum yang terletak di sebelah lateral di
antaranya talofibular anterior ligament, calcaneofibular ligament (CFL) dan posterior ligament
talofibular (PTFL), sedangkan ligamentum yang terletak di sebelah medial adalah ligamen
Deltoid. Pada penderita plantar fasciitis, pada saat berjalan tidak terdapat fase heel strike dan fase
mid stance. Hal ini dikarenakan adanya nyeri sehingga berjalan jinjit (langsung fase toe off).
Pada sendi pergelangan kaki terdapat banyak otot di antaranya : (1) otot gastrocnemius dan
soleus yang mempunyai tendon yang lebar yang dikenal dengan tendon Achilles yang berfungsi
untuk fleksi plantar, (2) Otot peroneus longus yang berorigo di caput fibula dan insersio di tulang
tuberositas ossis metatarsal I dan berfungsi untuk fleksi plantar, (3) Otot peroneus brevis yg
berorigo di setengah distal facies lateralis dan insersio di tuberositas ossis metatarsal V yang
berfungsi untuk fleksi plantar, (4) Otot tibialis anterior yang berfungsi untuk fleksi dorsal dan
inverse pergelangan kaki, (5) Otot tibialis posterior yang berfungsi untuk fleksi plantar dan
inverse pergelangan kaki.
Persarafan pada sendi ankle terdiri dari : (1) nervus ischiadicus yang mensarafi otot tungkai
bawah dan kaki yang terletak di segmen vertebra Fibula Tibia Rearfoot Midfoot Forefoot
Calcaneus Talus Navicular Cuboid Cuneiforms 15 setingkat L4 – S3,2, (2) nervus fibularis dari
percabangan segmen vertebra L4-S2 yang mensarafi otot peroneus longus dan peroneus brevis,
(3) nervus fibularis profundus dari di segmen L4-S1 yang mensarafi otot tibialis anterior dan
ekstensor jari kaki, (4) nerves tibialis yang mensarafi gastrocnemius, soleus, tibialis posterior dan
fleksor jari kaki.
Gambar 1. Anatomi Tarsal
Pada periosteum tulang banyak mengandung pembuluh darah dan saraf. Aponeurosis
plantaris sebagai fascia plantaris melekat pada periosteum tulang calcaneus, sehingga fascia
plantaris yang mengalami gangguan atau cedera akan terdeteksi dengan adanya rasa nyeri yang
dihantarkan oleh saraf–saraf pada periosteum tulang calcaneus. Selain itu pada perlekatan
aponeurosis plantaris dan periosteum ini terdapat sel–sel yang saling bertumpang tindih,
sehingga bila terjadi cedera maka cenderung bersifat kronik dan mudah terjadi deposit kalsium
yang dapat memicu terbentuknya spur.
Facia Plantar
Fascia plantar adalah struktur jaringan konektif padat berserat yang berasal dari tuberositas
medial kalkaneus. Terdiri dari tiga bagiannya - medial, lateral, dan pusat band, yang terbesar
adalah bagian tengah. Bagian tengah fasia berasal dari process medial dari superfisial tuberositas
calcaneal ke fleksor digitorum brevis, quadratus plantae, dan otot abduktor hallucis. Fasia meluas
melalui lengkungan membujur medial ke dalam bundel individual dan menyisipkan ke setiap
phalang proksimal
.
Nervus kalkanealis medial memasuk sensasi ke tumit medial. Nervus pada abductor digiti
minimi mungkin jarang dikompresi oleh otot intrinsik kaki. Beberapa penelitian, seperti Baxter
dan Thigpen (1984), menunjukkan bahwa saraf entrapment (abductor digiti quinti) jarang
berperan dalam nyeri tumit inferior.
Fascia plantar berperan secara statis untuk mendukung lengkungan longitudinal kaki.
Strain pada lengkungan longitudinal memberikan tarikan maksimal pada plantar fascia, terutama
asalnya pada processus medial tuberositas calcaneal. Plantar fascia memanjang dengan beban
yang meningkat untuk bertindak sebagai shock absorber, tetapi kemampuannya untuk
memanjang terbatas (terutama terjadi penurunan elastisitas terkait usia). Ekstensi pasif dari sendi
MTP menarik plantar fasia distal dan juga meningkatkan ketinggian og lengkung di kaki.
Gambar 3. Fascia plantar memanjang dari tubeculus calcaneus dan menempel di sendi MTP dan dasar tumit.
Fascia terbagi menjadi tiga berdasarkan fungsinya, yaitu medial, central dan lateral. Fascia menutupi jaringan otot
dan susunan saraf plantar pedis. A, perpanjangan fascia dari sendi MTP ke tuberculus calcaneus. B, bagian medial,
central dan lateral dari fascia plantar.
Gambar 4. saraf tibialis posterior dan cabang-cabangnya. Saraf ke abductor digiti minimi, yang pada
kesempatan langka dapat terperangkap yang menghasilkan nyeri tumit inferior, nyeri neurogenic.
3.2.1 Definisi
Fasciitis plantaris terjadi karena penguluran yang berlebihan pada plantar fascia yang dapat
mengakibatkan suatu inflamasi pada fascia plantar yang khususnya mengenai bagian medial
calcaneus. Fasciitis plantaris diawali karena adanya lesi pada soft tissue disisi tempat perlekatan
plantar aponeurosis yang letaknya di bawah dari tuberositas calcaneus.
3.2.2 Etiologi
Plantar fasciitis sering ditemui pada olahraga yang melibatkan berlari, dan berjalan jarak
jauh, penari, pemain tenis, pemain basket, atau selain atlet yang pekerjaannya berhubungan
dengan menahan berat dalam jangka waktu yang lama. Trauma berulang secara langsung dengan
tumit ke ligamentum dan struktur saraf juga termasuk salah satu penyebab, terutama pada usia
lanjut, berat badan berlebih, individu yang berdiri pada bidang yang keras, serta pelari jarak jauh.
Bantalan lemak tumit adalah septa fibroelastic dengan pola sarang lebah yang melingkupi
gumpalan lemak. Tumit menyerap 110% dari berat tubuh, dan meningkat menjadi 200% saat
berlari. Pada usia diatas 40, lemak mulai atrofi, dengan berkurangnya cairan kolagen dan serat
elastis menyebabkan hilangnya daya daya serap pada tumit. Hal ini merupakan salah satu potensi
penyebab nyeri tumit inferior.
Scher et al (2009), dalam studi menyatakan personil militer, jenis kelamin perempuan, ras
Amerika Afrika, dan bertambahnya usia, pemakaian sepatu yang salah dan gerakan dorso flexi
kaki yang terbatas sebagai faktor risiko plantar fasciitis. Dalam studi case-control, Riddle et al.
(2003) menyatakan bahwa gerakan dorso flexi kaki yang berkurang lebih bermakna
dibandingkan obesitas dan pekerjaan yang berhubungan dengan menahan beban berat. Dalam
studi selanjutnya kecacatan akibat plantar fasciitis pada 50 pasien, indeks massa tubuh
merupakan satu-satunya variabel yang berhubungan signifikan terhadap kecacatan. Sedangkan
intensitas nyeri, dorsofleksi kaki, usia, jenis kelamin, lama penyakit dan menahan beban tidak
berhubungan dengan kecacatan. Dalam sebuah literatur, Irving et al. (2006) menemukan
hubungan yang kuat antara indeks massa tubuh 20 – 30 kg/m 2 dengan spur calcaneus pada
populasi non atlet, dan hubungan yang lemah antara perkembangan plantar fasciitis dengan
bertambah usia, dorsofleksi kaki menurun dan berdiri berkepanjangan.
Spur tulang mungkin berhubungan dengan plantar fasciitis, namun bukan penyebabnya.
Banyak studi menunjukan tidak terdapat hubungan yang jelas antara spur dan plantar fasciitis.
Studi tentang pasien dengan plantar fasciitis melaporkan bahwa 10%-70% mengidap spur
calcaneus ipsilateral, namun beberapa juga memiliki spur pada kaki yang normal. Secara
anatomis, spur terdapat pada asal flexor pendek, bukan dari plantar fascia, hal ini semakin
memperkuat tidak adanya hubungan spur dengan nyeri tumit.
3.2.3 Patofisiologis
Mekanisme nyeri fasciitis plantaris diawali dengan adanya lesi pada jaringan lunak di sisi
tempat perlengketan plantar aponeurosis yang letaknya dibawah tuberositas calcaneus atau pada
fascia plantar bagian medial calcaneus akibat dari penekanan dan penguluran yang berlebihan.
Hal tersebut menimbulkan nyeri pada fascia plantarnya dan terjadilah fasciitis plantaris.
Pada otot-otot akan terjadi spasme sebagai kompensasi dari nyeri yang terjadi. Selain itu
kelemahan pada otot tertentu juga akan menyebabkan terjadinya instabilitas sehingga terjadi
strain. Fascia plantaris yang mengalami inflamasi pada proses penyembuhan akan mengalami
fase proliferasi. Pada fase ini bila terjadi aktivitas fibroblas yang berlebihan dan tidak terkontrol
maka akan terjadi abnormal crosslink yang dapat menyebabkan elastisitas fascia menurun.
Penurunan elastisitas fascia ini menyebabkan nyeri regang bila fascia terulur. Bila hal ini terjadi
terus menerus maka terjadi trauma berulang yang akan menimbulkan inflamasi kronik yang akan
semakin memperlambat proses penyembuhan jaringan. Proses radang juga akan mempengaruhi
sistem sirkulasi yang akan menurunkan suplai gizi pada jaringan yang mengalami cedera
sehingga berlangsung kronik. Penurunan mikrosirkulasi ini juga menyebabkan penumpukan sisa-
sisa metabolisme yang dapat mengiritasi jaringan sehingga menimbulkan nyeri. Iritasi kimiawi
dari proses radang juga akan mempengaruhi konduktivitas saraf. Akibat terjadi hipersensitivitas
yang dapat menurunkan nilai ambang rangsang.
Gambaran klasik plantar fasciitis dari adalah gradual, onset insidious pada inferomedial heel
pain di insersio plantar fascia. Nyeri dan kaku memberat pada pagi hari atau berjalan dan
bergerak dalam waktu lama dan diperburuk dengan menaiki tangga dan mengangkat jari kaki.
Jarang pada pasien plantar fasciitis, untuk tidak nyeri dan kaku pada beberapa langkah kaki
pertama pada pagi hari atau setelah istirahat lama.
Fasciitis plantaris biasanya timbul secara bertahap, tetapi dapat datang dengan tiba-tiba dan
langsung nyeri hebat. Dan meskipun dapat mengenai kedua kaki, akan tetapi lebih sering hanya
pada satu kaki saja.
1. Nyeri tajam di bagian dalam telapak kaki di daerah tumit, yang
dapat terasa seperti ditusuk pisau pada telapak kaki.
2. Nyeri tumit yang cenderung bertambah buruk pada beberapa
langkah pertama setelah bangun tidur, pada saat naik tangga
atau pada saat jinjit (berdiri pada ujung-ujung jari).
3. Nyeri tumit yang timbul setelah berdiri lama atau duduk lama
kemudian bangkit dan berjalan, maka timbul nyeri tumit.
4. Nyeri tumit yang timbul setelah berolahraga, tetapi tidak timbul
saat sedang berolahraga.
5. Pembengkakan ringan di tumit.
3.2.5 Diagnosis
Diagnosis plantar fasciitis dibuat dengan tingkat yang wajar yang berbasis penilaian klinis
itu sendiri. Riwayat dari tipikal pasien melaporkan keluhan sebagai berikut:
● Nyeri di regio plantar heel, memberat pada pagi hari, dengan beberapa langkah awal
setelah berjalan atau setelah periode tidak beraktivitas.
● Nyeri dengan onset insidious pada plantar surface of the heel saat
mengangkat beban, setelah periode tidak mengangkat beban.
● Beberapa pasien dengan antalgicgait/limb Nyeri inferior heel akan berkurang dengan
meningkatnya level aktivitas (seperti berjalan) tetapi memburuk pada akhir hari.
● Riwayat sering menunjukkan peningkatan aktivitas terdahulu untuk memulai gejala
plantar fasciitis.
3.2.6 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada plantar fasciitis yaitu dapat menyebabkan keadaan
yang menahun yang mengganggu aktivitas rutin sehari hari, selain itu juga dapat mengakibatkan
masalah-masalah di kaki, lutut, paha atau punggung oleh karena plantar fasciitis dapat mengubah
cara berjalan.
3.2.7 Diagnosis Banding
Etiologi Temuan
3.2.8 Penatalaksanaan
Untuk meredakan nyeri akibat plantar fasciitis pasien dianjurkan untuk beristirahat, melakukan
modifikasi aktivitas, penggunaan es dan obat-obatan seperti asetaminofen atau NSAID bisa
diberikan. Injeksi kortikosteroid sering juga digunakan untuk pengobatan pada fase akut dan
kronik.
Peregangan pada fascia plantar dan/atau tendon Archilles merupakan pengobatan primer untuk
fasciitis plantar. Latihan peregangan fascia plantar spesifik bertujuan untuk menghasilkan
tekanan jaringan maksimal melalui pengaturan regang fascia plantar dengan menghasilkan
mekanisme windlass.
Latihan calf raises adalah latihan penguatan otot di bagian bawah ankle yang menggunakan
beban tubuh sendiri. Latihan ini dapat memaksimalkan kekuatan otot dan mempengaruhi
peningkatan tonus otot. Selain itu latihan calf raises juga mengaktivasi propioceptif. Latihan calf
raises dapat mengembalikan gerakan pasien setelah pasien mengalami cedera. Dan latihan calf
raises dapat meminimalisasi cedera ulang kembali terhadap pasien tersebut.
● Arch Support, Heel Cups dan Night Splints
Penggunaan alat bantu sangat dianjurkan pada penderita fasciitis plantaris. Banyak alat ortotik
yang bisa digunakan seperti viscoelastic heel cups, prefabricated longitudinal arch supports, dan
custom-made fulllength shoe insoles.
Gambar 5. Contoh Alat bantu untuk pasien fasciitis Plantaris (heel counter cups)
Night splints dapat mencegah kontaktur fascia dengan proses menahan kaki dan ankle pada
posisi 90 derajat, dan mencegah terjadi plantar fleksi selama tidur.
Penggunaan walking cast pada waktu singkat telah dianjurkan untuk meringankan tumit dan
imobilisasi fascia plantar untuk meminimalisir cidera ringan; pengaruh casting telah didukung
hanya pada studi retrospektif, dengan tanpa uji coba prospektif dan kontrol.
Gambar 6. Contoh Alat bantu untuk pasien fasciitis Plantaris
● ESWT
Extracorporeal shock wave therapy (ESWT) telah terbukti efektif pada 60% hingga 80% pasien.
ESWT berbasis pada teknologi lithotrispy dimana gelombang syok (implus akustik) ditargetkan
ke asal fascia plantar. Saat ini, alat-alat baik yang berenergi tinggi (electrohydraulic) dan
berenergi rendah (elektromagnetik) telah diperbolehkan oleh Administrasi Makanan dan Obat
Amerika Serikat (FDA) untuk digunakan sebagai terapi nyeri tumit kronik. Satu kali aplikasi dari
alat yang berenergi tinggi dan beberapa aplikasi dari alat berenergi rendah telah terbukti efektif
pada beberapa uji percobaan prospektik terandomisasi (Rompe et al. 2007, Ogden et al. 2001,
Theodore et al. 2004, Kudo et al. 2006, Wang et al. 2006). Indikasi untuk ESWT saat inu adalah
nyeri fascitis plantar yang terjadi selama 6 bulan atau lebih dan tidak respon minimal 3 bulan
pengobatan non-operatif. Kontraindikasi untuk ESWT adalah hemofilia, koagulopati,
malignansi, dan lempeng epifisis yang terbuka.
● Terapi Operatif Fascitis Plantar
Pada umumnya terapi operatif fascitis plantar hanya untuk pasien yang mengalami nyeri berat
yang menggangu kerja atau rekreasi dan tidak respon terhadap terapi non-operatif yang lama (12
bulan atau lebih). Baik fasciotomi plantar parsial atau komplit telah dilaporkan pada literatur;
beberapa penelitian telah melaporkan bahwa kurang dari 50% pasien merasa puas dengan hasil
pengobatan mereka dan masih banyak pasien yang tetap mengeluhkan nyeri dan keterbatasan
fungsional. Karena peneliatian biokemikal telah menunjukkan bahwa lebih dari 40% dari
pembebasan fascia plantar menimbulkan efek pengrusakan pada ligamen lain dan struktur tulang
pada kaki (Cheung et al. 2006), pembebasan fascia plantar secara operatif harus dikurangi
hingga kurang dari 40% dari fascia.
Sepatu dinas lapangan merupakan sepatu jenis boot kerja (work boot) yang terbuat dari bahan
khusus untuk melindungi kaki dari rangsangan eksternal yang tidak diinginkan. Medan yang
bertekstur keras atau licin tempat dimana seseorang atau kelompok melakukan pekerjaannya
menjadikan sepatu tersebut wajib digunakan untuk syarat keamanan dalam bekerja agar
terhindar dari kecelakaan kerja. Work boot digunakan lebih untuk mengutamakan keselamatan
dengan mengorbankan kenyamanan. Work boot banyak digunakan oleh para pekerja pabrik,
Work boot rata-rata terbuat dari bahan tahan air/kulit hewan ternak, namun ada juga yang
keseluruhannya terbuat dari karet atau plastik. Hal tersebut menyesuaikan keperluan serta
DAFTAR PUSTAKA
1. James, D. Et al., 2011. Diagnosis and Treatment of Plantar Fasciitis. American Familiy
Physician. 84(6): 676-682
2. Siburian. 2008. Penyakit Plantar Fasciitis. Dalam: Soeparman, Waspadjin S, eds. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
3. L. Scher, D., J. Belmont, P. and D. Owens, B. 2010. The epidemiology of plantar fasciitis.
lermagazine.April
4. Dobson, J. A. et al. 2017. Work boot design affects the way workers walk : A systematic
review of the literature. Applied Ergonomics. Elsevier Ltd.61. pp. 53–68. doi:
10.1016/j.apergo.2017.01.003.
5. Ferreira, R.D. 2014. Fasciitis Plantaris. Elsevier. 49(3): 213-217
6. Franceschi F, Papalia R, Paciotti M, et al. Obesity as a risk factor for tendinopathy: a
systematic review.International journal of endocrinology. 2014;2014.
7. Barry,M;Causation and risk factors of Plantar Fasciitis Evidence-based review.2016;8
8. van Leeuwen KDB, Rogers J, Winzenberg T, van Middelkoop M. Higher body mass index is
associated with plantar fasciopathy/‘plantar fasciitis’: systematic review and meta-analysis of
various clinical and imaging risk factors. British Journal of Sports Medicine. December 7,
2015