Anda di halaman 1dari 7

ABSORPSI DAN EKSRESI OBAT

KELOMPOK 1

Dea Azzura Putri Rizaldy (2108109010009)


Raihanulkhairi (2108109010030)
Asyifa Mauliza (2108109010040)
Ladis Vacfherly Alsa (2108109010042)
Farah Azzahra (21081090100050)

LABORATORIUM FARMAKOLOGI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
2023
BAB I
PENDAHU;UAN

1.1 LATAR BELAKANG PERCOBAAN


Obat adalah suatu substansi yang melalui efek kimianya membawa perubahan dalam
fungsi biologik. Farmakologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai obat-obatan.
Famakodinamik adalah ilmu farmakologi yang menyangkut pengaruh obat terhadap makhluk
hidup dan berhubungan dengan fisiologi, biokimia dan patologi. Farmakokinetik merupakan
ilmu farmakologi yang meliputi nasib obat dalam tubuh secara absorpsi, distribusi,
metabolisme dan ekstresi. Farmakotinetik dibagi menjadi 2 proses yaitu proses invasi adalah
proses yang berlangsung pada pengambilan bahan obat kedalam organisme (Absorbsi,
distribusi) dan proses eliminasi adalah proses yang menyebabkan penurunan konsentrasi obat
dalam organisme (Brotransformasi, ekskresi). Interaksi obat didefinisikan sebagai fenomena
yang terjadi ketika efek farmakodinamik dan farmakokinetik dari suatu obat berubah karena
adanya pemberian obat yang lain (Barkah,et al., 2020).
Secara definitif farmakokinetika adalah ilmu yang mempelajari kinetika absorbsi,
distribusi, dan eliminasi (eksreksi dan metabolisme) obat (Shargel et al., 2013). Fase
farmakokinetik mencakup perjalanan obat dari titik masuk obat ke dalam tubuh manusia
hingga mencapai tempak aksinya. Fase ini meliputi selama obat diangkut ke organ yang
ditentukan, setelah obat dilepas dari sediaan. Fasa ini berperan dalam ketersediaan obat untuk
mencapai jaringan sasaran (target) sehingga dapat menimbulkan respon biologis
(Siswandono, 2016). Adapula penyerapan obat yaitu melalui saluran cerna biasanya
berlangsung melalui pelarutan pasif. Penyerapan obat dari usus halus senantiasa lebih cepat
dari pada alat pencernaan, sebab permukaan epitel usus halus jauh lebih besar dari epitel alat
pencernaan (Ganiswara, S, 2013).
Dalam istilah yang paling sederhana, farmakokinetik menggambarkan apa yang
dilakukan tubuh terhadap senyawa. Farmakokinetik mencakup 4 proses, yaitu proses
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Absorbsi adalah proses pepindahan senyawa
obat dari tempat absorpsinya ke dalam sirkulasi sistemik. Proses ini bergantung pada anatomi
serta fisiologi tempat absorbsi, sifat fisikokimia obat dan bentuk sediaan dan faktor lain-lain
(usia, makanan yang dikonsumsi, interaksi obat dengan senyawa lainnya) (Siswandono,
2016).
Obat akan mampu menghasilkan efek terapeutik bila dicapai konsentrasi yang sesuai
pada site of action obat tersebut , maka absorpsi yang cukup menjadi syarat untuk suatu efek
terapeutik, pengecualian terhadap obat yang bekerja lokal dan juga antasida. Bentuk sediaan
dan cara pemberian obat merupakan penentu dalam memaksimalkan proses absorbsi obat
oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi,
kecepatan absorpsi dan bioavaibbilitas (total obat yang dapat diserap ) cepat atau lambatnya
obat mulai bekerja Onset of action, lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja
obat, respons farmakologis yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respon
tertentu. Beberapa jenis obat dapat di eksresikan melalui urin. Sistem urin merupakan suatu
sistem saluran dalam tubuh manusia, meliputi ginjal dan saluran keluarnya yang berfungsi
untuk membersihkan tubuh dari zat-zat yang tidak diperlukan (Sheerwood, 2013).
Pemberian obat yang terpenting harus mencapai biovailabilitas yang menggambarkan
kecepatan dan kelengkapan absorbsi sekaligus metabolisme obat sebelum mencapai sirkulasi
sistemik. Beberapa yang dapat mempengaruhi absorpsi obat dalam tubuh antara lain sifat
fisik dan kimia obat, bentuk obat, formulasi obat, konsentrasi obat, luas permukaan kontak
obat , cara pemberian obat dan sirkulasi tempat absorpsi. Setelah diabsorpsi, obat akan
didistribusikon keseluruh tubuh melaku sirkulasi darah, karena selain tergantung dari aliran
darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi Obat merupakan
proses suatu obat yang secara reversible meninggalkan aliran darah dan masuk ke cairan
eksternal atau sel-sel jaringan (Ethel, 2013). Distribusi obat merupakan tahapan
famakokinetika selanjutnya setelah molekul obat diabsorpsi dalam plasma.
Obat didistribusikan ke seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik. Molekul obat
diangkut oleh darah ke satu target (reseptor) untuk aksi obat dan juga ke jaringan lain (non
reseptor), dimana dapat terjadi efek samping atau efek yang merugikan. Terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kemampuan obat untuk bisa menembus suatu membran
yaitu sifat fisika kimia molekul obat dan fisiologi membrane sel. Umumnya obat larut lemak
berdifusi melintasi membrane sel lebih cepat dibandingkan obat yang larut air, hal ini terjadi
karena membrane sel terdiri atas protein dan fosfolipid bilayer. Selain itu, molekul obat yang
berukuran kecil akan lebih mudah untuk berdifusi melintasi membrane sel daripada molekul
obat berukran besar. Molekul obat yang terikat dengan protein plasma seperti albumin juga
akan lebih sulit melintasi membran sel karena ukurannya besar (Shargel et al., 2013).

Tahap selanjutnya obat akan mengalami metabolisme atau dikenal juga sebagai
biotransformasi. Metabolisme ada lah proses pengubahan obat di dalam tubuh secara kimia
menjadi suatu ester yang terjadi secara enzimatik. Proses metabolisme suatu obat dibantu olel
enzim salah satunya cytochrome P450 (CYPS). Enzim ini merupakan kelompok enzim utama
yang mampu mengkatalisasi biotransfornmasi oksidatif sebagian besar obat. Proses
metabolisme berpengaruh terhadap aktivitas biologis, masa kerja dan toksisitas obat. Tujuan
dasar metabolisme yaitu mengubah obat dari aktif menjadi metabolit tidak aktif dan tidak
toksik, dari kurang polar menjadi polar sehingga mudah larut dalam air dan kemudian
diekskresikan melalui urin. Proses mnetabolisme paling besar terjadi di hati, meskipun dapat
juga di kulit, jaringan, paru- paru, saluran cera dan ginjal (Siswandono, 2016).

Kecepatan metabolisme obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu induksi enzim,
inhibisi enzim, usia, penyakit, dan faktor genetik. Reaksi metabolisme dibagi menjadi reaksi
fase I dan rekasi fase II. Reaksi fase I meliputi oksidasi, reduksi, dan hidrolisis, yang
berfungsi untuk mengubah molekul lipofilik menjadi molekul yang lebih polar sedangkan,
pada rekasi fase II terjadi reaksi penggabungan (konjugasi) yang mengikatkan obat atau 19
metabolitnya secara kovalen dengan molekul polar (karbohidrat atau asam amino ), yang
menyebabkan konjugat tersebut lebih laruh air untuk nantinya diekskresi (Tjay & Rahardja,
2015).

Ekskresi obat merupakan pembersihan obat dari dalam tubuh , obat akan melalui
ginjal menuju kandung kemih dan akan berakhir dikeluarkan dari dalam tubuh bersama urine.
Selain urine, obat juga dapat diekskresikan melalui empedu dan air liur ke dalam usus
bersama tỉnja, melalui keringat, melalui kulit dan air susu ibu. Obat-obat yang kurang larut
dalam air, sulit untuk diekskresi melalui jalur di atas, obat- obat tersebut dimetabolisme lebih
dahulu sehingga berubah menjadi bentuk polar dan selanjutnya diekskresikan. Ginjal adalah
organ yang paling penting untuk ekskresi obat dan metabolitnya. Terdapat 3 mekanisme
ekskresi ginjal yaitu filtrasi glomerulus, sekresi aktif tubuler, dan reabs orpsi tubuler. Rute
utama dari eliminasi obat adalah melalui ginjal, rute-rute lain meliputi enmpedu, feses, paru-
paru, saiva, keringat, dan air susu ibu. Obat bebas, yang tidak berikatan, yang larut dalam air,
dan obat-obat yang tidak diubah, difiltrasi oleh ginjal. Obat-obat yang berikatan dengan
protein tidak dapat difiltrasi oleh ginjal. Sekali obat dilepaskan ikatannya dengan protein,
maka obat menjadi bebas dan akhimya akan diekskres ikan melalui urin. pH urin
mempengaruhi ekskresi obat. pH urin bervariasi dari 4,5 sampai 8. Urin yang asam
meningkatkan eliminasi obat – obat yang ersifat basa lemah (Indah et al., 2021).
Komposisi untuk urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Didalam urin
terkandung bermacam-macam zat antara lain (1) zat sisa pembongkaran protein seperti Urea
asam urat, dan ammoniak (2) Zat warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin,
(3) garam terutama Nacl, dan (4) zat-zat yang berlebihan dikonsumsi, misalnya vitamin C
dan obat-obatan serta kelebihan zat yang dapat diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya
hormon (Ethel, 2003). Semua obat absorbsi, distribus, disposisi metabolisme dan eksresi
berjalan melewati membrane dari obat ditentukan oleh mekanisme obat terhadap membrane
dan sifat fisikokimia dari molekul dapat mempengaruhi pemindahan obat ke jaringan.
Pergerakan obat dan availability obat tergantung pada ukuran dan bentuk molekul, derajat
ionisasi, kelarutan relative lipid dari bentuk ionic dan nonionik ada yang mengikat protein
serum dan jaringan Organ terpenting untuk ekskresi adalah ginal. Obat di eksresikan melalui
ginjal dalam bentuk utuh maupan bentuk metabolitnya ekstresi dalam bentuk utuh atau
bentuk aktif merupakan cara eliminasi obat meram gigal. Ekspres melalui ginjal melibatkan 3
proses yaitu filtrasi glomerulus, setres arti ditubulus proksimal dan reabsorpsi pane
disepanjang tubulus (Gunawan, 2015).
Obat yang digunakan pada percobaan kali ini adalah Kalium Iodida yang termasil
sebagai senyawa kimia suplemen makanan maupun obat – obatan yang digunakan pada
penderita penyakit hipertiroidisme. Obat ini untuk melindungi kelenjar tiroid pada saat
berbagai jenis radiofarmaka digunakan. Untuk saat ini potassium iodide digunakan dalam
mengobati sporotrikosis maupun fikomikosis pada bagian kulit. Berdasarkan teori kalium
iodida merupakan garam elektrolit sehingga akan cepat mengalami absorpsi yaitu melalui
difusi pasif dan konsentrasi maksimum, kemudian obat masuk ke darah dan berikatan dengan
protein plasma dan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh. Obat bebas akan keluar ke jaringan,
ke hati sebagai metabolit yang dikeluarkan oleh empedu dan di ginjal sebagai metabolit yang
dieksresikan melalui urin. Pada praktikum ini absorpsi dan eksresi obat akan dilihat dari urin
dan juga saliva dari probandus yang meminum Kalium Iodida.

1.2 TUJUAN PERCOBAAN


Tujuan dari percobaan ini adalah memperlihatkan cariasi kecepatan absorpsi dan
eksresi obat yang diberikan secara oral pada manusia.
BAB V
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat dari hasil percobaan ini adalah :


1.
DAFTAR PUSTAKA

Barkah, M. A., Syamsi, N., & Nur , A. A. (2020). Identifikasi Interaksi Obat Pada Pasien
Lanjut Usia Instalasi Rawat Jalan Di Rumah Sakit Umum Daerah Madani Palu. Healthy
Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako), 6 (1): 1-71.

Ethel, S. (2013). Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Pemula. Jakarta: ECG Penerbit Buku
Kedokteran.

Ganiswara, S. G., Setiabudi, R., Suryatna. (2013). Farmakologi dan Terapi. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran.

Gunawan, S. (2013). Farmakologi dan Terapi, Edisi ke-5. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Indah, Y. W., & Woro, S. (2021). Gambaran Penggunaan Obat Pasien Penyakit Ginjal
Kronik Di Instalasi Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Gamping. Jurnal Farmagazine, 8
(2): 37-43.

Kaharuddin. (2021). Kualitatif Ciri dan Karakter sebagai Metodelogi. Jurnal Pendidikan,
9(1): 1-8.

Shargel, L & Andrew. (2013). Applied Biopharmaceutics & Pharmacokinetics. New York:
McGraw-Hill Companies.

Sherwood,. L. (2013). Fisiologi Manusia, Edisi ke-6. Jakarta: Buku Kedokteran.

Siswandono. (2016). Kimia Medisinal, Edisi ke-1. Surabaya: Airlangga University Press.
Tjay, T. H dan Raharja. (2015). Obat – obat penting. Jakarta: Penerbit PT Elex Media
Komputindo.

Anda mungkin juga menyukai