Anda di halaman 1dari 3

ISI DARI BUKU

Buku ini membahas mengenai perkembangan organisasi Matha’ul anwar selama abad ke-20 dari sebuah
organisasi yang awalnya tumbuh dan berkembang dipendesaan menjadi sebuah organisai modern.

Organisasi pribumi lainnya di Banten adalah SI, yang pertama kali didirikan pada 1913. Lagi-lagi, pada
awalnya, kepemimpinan pusat cabang Si local ini berada ditangan satu keluarga aristoklasi local. Raden
Hasan Jayadingrat, adik Raden Ahmad Jayadiningrat, adalah ketua pertama SI di Banten. Sejarah
menyangkutnya Mathlaul Anwar, focus bagian ini adalah untuk menyoroti perannya dalam
perkembangan politik dan agama sebelum kemerdekaan di Banten khusunya dan Hindia Belanda pada
umumnya. SI, PKI dan Nu adalah saluran yang paling diminati oleh pengikut Mathla’ul Anwar sebagai
media untuk mengungkapkan gagasan-gagasan politik yang agamis maupun yang murni secular,
khususnya mellaui keuikutsertaan aktif dari para pemimpin dan anggotanya.

Selama hamper 20 tahun, sejak berdirinya pada 1916 proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 1945,
para pemimpin awal Mathla’ul Anwar memainkan peran utama dalam membangun identitas khusus
umat Islam Indonesia dan mennetapkan model khusus bagi Mathla’ul Anwar. Ia sering disebut sebagai
model asli bagi generasi mendatang dalam menjawab tantangan-tantangan baru secara tepat.

Pada tahp awalnya Mathla’ul Anwar telah menetapkan tujuan-tujuan utamanya. Yang pertama adalah
mengembangkan Pendidikan Islam. Mathla’ul Anwar adalah organisasi pertama di Banten yang
memperkenalkan system madrasah. Untuk meningkatkan mutu madrasah, Mathla’ul Anwar
memperkenalkan mata pelajaran-pelajaran sekuler dalam kurikulumnya, dan bahkan mengandung para
guru yang memiliki keahlian dalam pelajaran-pelajaran tertentu, Mathla’ul Anwar juga memebuat
Madrasah khusus untuk murid perempuan dan madrasah untuk Pendidikan Bahasa Arab. Karena ketidak
puas kalau hanya menjalankan system sekola Islam yang baru di Menes, Mathla’ul Anwar juga melaukan
langkah-langkah perluasan yang bertujuan untuk memperkenalkan system Pendidikan yang baru ke
wilayah-wilayah lain diluar markas utamanya di Menes.

Mathla’ul Anwar kemudian mengirm guru-guru atau alumni yang pindah ke wilayah-wilayah lain seperti
lampung ataupun karawang, dari sekelompok inilah yang kemudian diambil peran penting untuk
perkembangan selanjutnya, dan Mathla’ul Anwar sebagai pendukung Utamanya.

Penarikan diri para pemimpin Mathla’ul Anwar dari SI pada 1928 berasal dari dominasi yang
berkembang dari pandangan pemikiran keagamaan reformis di dalam kepemimpinan pusat SI. Dalam
hal ini, sekalipun Muhammaddiyah yang dikenal sebagi kelompok reformis yang paling penting, namun
mereka juga menarik diri dari SI pada tahun yang sama. Factor penting lainnya dari sambutan hangat
mereka kepad NU adalah disebabkan karena hubungan dekat yang telah terjalin lama antara Mas
Adburrahman dan Syaikh Hasyim Asy’ari, pemimpin tertinggi Nu. Kedua kiyai ini telah menjalin
hubungan erat sejak mereka belajar di Mekkah. Kesaman pandangan agama dan hubungan pribadi ini
telah mendorong Mathla’ul Anwar untuk mengikuti NU.
SELAMA FASE KEDUA perkembangan, Mathla’ul Anwar menghadapi sejumlah tantangan politik, sosial
dan keagamaan umum di Indonesia setelah sejumlah tantangan politik, sosial dan keagamaan umum di
Indonesia setelah penjajahan. Untuk pertama kalinya, rakyat Indonesia mencapai hak penuh untuk
memerintah diri sendiri. Umat Islam pada umumnya mendukung gagasan tentang menerapkan prinsip-
prinsip Islam.

Selain perselisihan-perselisihan politik, Mathla’ul Anwar juga menghadapi sumber perselisihan internal
lainnya, yakni pembaharuan atau bisa dikatakan sekularisasi system sekola Islam. Masuknya sejumlah
pelajaran umum memicu kemarahan yang meluas di kalangan para guru senior. Karena pengurus pusat
menolak meninggalkan gagasan ini, kelompok yang bersebrangan ini mencciptakan kekisruhan didalam
organisasi. Karena terus-menerus diserang olhe kelompok-kelompok tradisionalis, para pemimpin
Mathla’ul Anwar kemudian dengan beragam cara membangun hubungan dengan kelompok-kelompok
pembaharu. Kemudian mereka mengambil tindakan radikal dalam memperkenalkan gagsan-gagsan
pembaharu ke masyarakat Banten, yang sebgian besar berpandangan tradisional.

Penerimaan Mathla’ul Anwar terhadap bergabungnya sejumlah sekola local yang sebgian berpandangan
reformis dan dominasi para pemimpin pembaharu yang baru direkrut. Selama decade akhir kekuasaan
Soekarno, Mathla’ul Anwar relative berbeda dari Mathla’ul Anwar di akhir tahun 1940an. Sekolah-
sekolahnya tampaknya lebihtersekularkan dan pendanagan keagamaannya umumnya dekat dengan
kelompok pembaharu. Namun, Mathla’ul Anwar masih menekankan prinsip-prinsip toleransi dalam
menghadapi berbagai aliran keagamaan yang berkembang di Indonesia. Deisebabkan oelh
pencapaiannya yang besar selama tahun 1950an dan awal 1960an, hal ini telah menajdikan Mathla’ul
Anwar sebagai salah satu dari tiga organisasi terbesar di Indonesia. Mathla’ul Anwar juga memiliki
hubungan dengan sekelompok anti-komunis yang didukung oleh militer, dengan kondisi seperti inilah
Mathla’ul Anwar memasuki Orde Baru.

Ditengah-tengah perkembangan ini, perselisihan internal dalam kepemimpinan pusat terus semkain
buruk dari pada sebelumnya. Sikap akomodatif Mathla’ul Anwar Mathla’ul Anwar dalam hal-hal yang
terkait dengan reformasi Pendidikan Islam yang diluncurkan oleh pemerntah memainkan peran kecil
dalam memecahkan hubungan permusuhan dengan negara. Namun kemudia, penerapan system
Pendidikan yang seragam yang sudah dibentuk oelh pemerintah menjadi tamparan lebih lanjut karena
madrasah Mathla’ul Anwar, dengan secara perlahan namun pasti, kehilangan kemasyhurannya yang
sudah lama sebagai pencetak ulama bermutu dengan pengetahuan yang hebat tentang rujukan-rujukan
klasik Islam menyusul karena turunnya makna penting kitab kuning dalam kurikulumnya ditambah
semkain berkurangnya peran kiyai yang dulunya dominan dalam proses Pendidikan.

Dalam keadaan seperti ini, Mathla’ul Anwar sangat membuthkan upaya untuk segera mengambil
tindakan yang diperlukan demi mempertahankan keberadaaanya, gagasan utama yang menuntun para
pemimpin Mathla’ul Anwar dari pertengahan tahun 1980an hingga jatuhnya pemerntahan Soeharto.
Fokus dari kepemimpinan baru ini adalah untuk membangkitkan kembali Mathla’ul Anwar dengan
mengambil sikpa politik yang akomodatif, atau pragmatis. Adopsi Pancasila dan pernyataan dukungan
terhadap Gorkal adalah langkah-langkah utama dalam meuwujudkan haluan politik baru ini. Nanti
hasilnya untuk bantuan dana yang dipakai untuk peningkatan fasilitas Pendidikan yang menguntungkan
lainnya diperoleh Mathla’ul Anwar, yang secara perlahan menjadi semkain “ter-elit-kan”.

Untuk memperkuat bobot pada tingkat elit nasional, Mathla’uk Anwar kemudian secara besar-besaran
merekrt tokoh-tokoh elite penguasa yang ditempatkan pada jabatan-jabatan penting, seperti di Dewan
pengawas, pengurus pusar, Majelis Fatwa dan bahkan dipengurus perguan pusat, yang merupakan salah
satu lambang organisasi tertinggi. Kecenderungan umum sebgai akibat “ter-elite-kan”-nya Mathla’ul
Anwar adalah terjadinya marginalisasi massa tradisional yang lebih sering dimanfaatkan oleh para elite.
Sebagai akibatnya, Mathla’ul Anwar secara bertahap kehilangan dukungan yang sejati dari masyarakat.

Pada saat yang sama, kedatangan secara besar-besaran para pemimpin baru tanpa hubungan formal
dengan organisasi telah mengecewakan secara drastic kehilanagn pengaruh mereka di organisasi ini.
Kekecewaan ini memuncak ketika [engurus pusat memutuskan untuk mengangkat bebrapa tokoh baru
sebsgai Ketua Umum pergurusn pusat. Karena terasingkan dari urusan politik dan Pendidikan pada
tingkat pusat, para pemimpin keagamaan “asli” ini terus berusaha mempertahnkan kekuasaan mereka
dalam wacana-wacana keagamaan.

Karena Mathla’ul Anwar mempertahankan pandangannya yang toleran mengenai pluralism keagamaan
yang menonjol dikalnagn anggotanya, sehingga wacana-wacana keagamaan menajdi kancah untuk
pengaruh serta negosiasi bagi para sarjana keagamaan “yang ali”, oleh karena itu, khittah dengan makna
dan konsepnya yang mendua telah menajdi kompromi keagamaan semacam ini akan memainkan peran
penting dalam menajga watak majemuk dari aliran-aliran keagamaan di dalam Mathla’ul Anwar, di sisi
lain, pada saat yang sama, sebagai kancah bagi pengaruh ulama sehingga bisa senantiasa bertahan.

Anda mungkin juga menyukai