Anda di halaman 1dari 19

MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR KP 501 TAHUN 2017
TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARANMASUK PELABUHAN, SISTEM RUTE,
TATACARABERLALU LlNTAS DAN DAERAH LABUH KAPALSESUAI
DENGAN KEPENTINGANNYADI PELABUHAN TENAU KUPANG

DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang a. bahwa berdasarkan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor


5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Menteri wajib
menetapkan alur-pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu
lintas dan daerah labuh kapal sesuai dengan /
kepen tingannya;
b. bahwa berdasarkan pertim bangan se bagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan
Menteri Perhubungan tentang Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan
Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di
Pelabuhan Tenau Kupang.
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4849);
2. Peraturan pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
"

Kepe1abuhanan (Lcmbaran Negara Republik Indonesia


Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 5070), sebagaimana telah
-2-

diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun


2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5731);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5093);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Rcpublik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Ncgara Republik
Indonesia Nomor 5208);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);
6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang
Pengesahan Peraturan Internasional tentang Pencegahan
Tubrukan di Laut Collision Regulation Tahun 1972;
7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
8. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);
9. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun
2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
-3-

11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun


2011 ten tang Telekomunikasi Pelayaran;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun
2011 ten tang Pengerukan dan Reklamasi sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 136 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang
Pengerukan dan Reklamasi (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1309);
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 135 Tahun 2015 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 1401);
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 57 Tahun 2015
tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 390);
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 1.89 Tahun
201.5 ten tang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
201.5 Nomor 1.844) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 86 Tahun
2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 201.6 Nomor
1012) ;
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun
2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan
danj atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573);
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
173jALA01jPHB-84 tentang berlakunya The !ALA
Maritime Bouyage System for Region-A Dalam Tatanan
Sarana Bantu Navigasi Pelayaran di Indonesia;
------------------------------------~-----
-4-

18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 788 Tahun


2016 tentang Rencana Induk Pelabuhan Tenau Kupang
Provinsi Nusa Tenggara Timur.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG ALUR


PELAYARAN MASUK PELABUHAN, SISTEM RUTE, TATA
CARABERLALULINTASDAN DAERAH LABUH KAPALSESUAI
DENGAN KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN TENAU
KUPANG

PERTAMA Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Tenau Kupang dan Sarana


Bantu Navigasi Pelayaran, yang dibatasi oleh titik koordinat
geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KEDUA Sistem Rute Pelayaran di Alur-Pelayaran Masuk Pe1abuhan


Tenau Kupang sebagaimana tercantum dalam Lampiran II,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KETIGA Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan


Tenau Kupang sebagaimana tercantum dalam Lampiran III,
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan ini.

KEEMPAT Area Daerah Labuh Kapal sesuai dengan kepentingannya di


Wilayah Perairan Alur- Pelayaran Masuk Pelabuhan Tenau
Kupang sebagaimana dibatasi oleh titik koordinat geografis
dalam Lampiran IV, yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan ini.

KELIMA Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Tenau Kupang dan Daerah


Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya sebagaimana
dimaksud dalam Diktum PERTAMA dan Diktum KEEMPAT
wajib dimuat dalam Peta Laut Indonesia Edisi Terbaru Nomor
-5-

323 dan Buku Petunjuk Pelayaran, sebagaimana tercantum


dalam Lampiran V, yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Keputusan ini.

KEENAM Pengawasan terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran


serta pemeliharaan alur-pelayaran Pelabuhan Tenau Kupang
dilaksanakan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Kelas III Kupang dan berkoordinasi dengan Distrik
Navigasi Navigasi Kelas II Kupang sesuai tugas pokok dan
fungsinya serta melaporkan kepada Direktur Jenderal
Perhubungan Laut secara berkala atau sewaktu-waktu
apabila diperlukan.

KETUJUH Pengawasan penyelenggaraan Alur-Pelayaran Masuk


Pelabuhan Tenau Kupang dilaksanakan oleh Distrik Navigasi
Kelas II Kupang.

KEDELAPAN Penyelenggaraan alur-pelayaran Pelabuhan Tenau Kupang


dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun
untuk mengetahui kesesuaian terhadap kondisi alur
pelayaran serta hambatan pelayaran dan dalam hal terjadi
perubahan data akan diinformasikan melalui penerbitan
Maklumat Pelayaran (MAPEL)dan disiarkan melalui Berita
Pelaut Indonesia (Notice to Mariners).

KESEMBILAN: Maklumat Pelayaran sebagaimana dimaksud pada Diktum


KEDELAPANberlaku semen tara untuk jangka waktu paling
lama 2 (dua) tahun, untuk selanjutnya dilakukan
penyesuaian.

KESEPULUH Direktur Jenderal Perhubungan Laut melakukan pembinaan


dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan Keputusan ini.
-6-

KESEBELAS Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 Mei 2017
MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIKINDONESIA,

ttd

BUDI KARYASUMADI
SALINANKeputusan ini disampaikan kepada:
1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;
2. Menteri Kelautan dan Perikanan;
3. Kepala Kepolisian Republik Indonesia;
4. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;
5. Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur;
6. Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal Perhubungan Laut,
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan;
7. Walikota Kupang;
8. Kepala Pusat Hidrografi dan Oceanografi TNI Angkatan Laut;
9. Kepala Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Provinsi Nusa
Tenggara Timur;
10. Kepala Distrik Navigasi Kelas II Kupang;
11. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas III Kupang.

Salinan sesuai dengan aslinya


-7-

LAMPlRANI
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG PENETAPAN ALUR PELAYARAN
MASUK PELABUHAN, SISTEM RUTE, TATA
CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH
LABUH KAPAL SESUAI DENGAN
KEPENTINGANNYA 01 PELABUHAN
TENAU KUPANG

ALUR PELAYARANMASUK PELABUHAN TENAU KUPANG

DAN SARANABANTU NAVIGASIPELAYARAN

1. Koordinat Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Tenau Kupang

KODE KOORDINAT SISI KIRI KODE KOORDINAT SISI KANAN

1A 100 09' 21.91" LS / 2A 100 09' 21.18" LS /


123031' 21.32" BT 1230 31' OS.02" BT
1B 100 12' 06.73" LS / 2B 100 12' 02.03" LS /
1230 30' S1.69" BT 1230 30' 43.0S" BT
1C 100 13' OS.66" LS / 2C 100 12' S8.31" LS /
1230 28' 49.24" BT 1230 28' 42.7S" BT
10 100 14' 46.71" LS / 20 100 14' 43.73" LS /
1230 27' 46.22" BT 1230 27' 36.83" BT
IE 100 18' 41.98" LS / 2E 100 18' 36.19" LS /
1230 26' 37.91" BT 1230 26' 19.07" BT

2. Posisi pilot boarding ground pada titik koordinat :

a. 100 09' 21.SS" LS / 1230 31' 13.26" BT

b. 100 18' 39.08" LS / 1230 26' 28.49" BT

3. Kondisi Kedalaman, Panjang dan Lebar Alur-Pelayaran


Kedalaman minimal yang ditetapkan untuk alur pelayaran masuk
Pelabuhan Tenau Kupang adalah 60 - 100 meter LWS dengan panjang
alur-pelayaran ± 10,8 Nautical Miles (NM) atau 20 Kilometer (Km) dan
lebar alur pelayaran 300 meter (m).
-8-

4. Posisi Koordinat Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) di Alur-


Pelayaran Pelabuhan Tenau Kupang.

NO SBNP DSI POSISI


1 Ramsu Oesina 5768 10021' 37" LS / 123027' 35" BT
2 Ramsu Pukuafu 5755 100 26' 00" LS / 1230 22' 30" BT
3 Pelsu Tenau 5761 100 12' 28" LS / 123 30' 38" BT
0

4 Lampu Pelabuhan 5760 100 11' 42" LS / 123031' 34" BT


Tenau
5 Menara Suar Kupang 5770 100 09' 43" LS / 1230 34' 30" BT
6 Menara Suar Tg. 5800 100 07' 05" L8 / 1230 26' OS" BT
Kurung
7 Ramsu Pulau Kera 5801 100 OS' 20" LS / 1230 33' 18" BT

MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BUDI KARYASUMADI
-9-

LAMPlRANII
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG PENETAPAN ALUR PELAYARAN
MASUK PELABUHAN, SISTEM RUTE, TATA
CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH
LABUH KAPAL SESUAI DENGAN
KEPENTINGANNYA DI PELABUHAN
TENAU KUPANG

SISTEM RUTE DI ALUR-PELAYARANMASUK


PELABUHAN TENAU KUPANG

1. Sistem Rute yang ditetapkan adalah Rute 2 Arah (two ways routes),
dengan lebar alur 300 meter, sehingga kapal dapat berlayar dari Utara
maupun Selatan di Alur Pelayaran Pelabuhan Tenau Kupang.

2: Koordinat Garis Haluan Masuk Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Tenau


Kupang

KODE KOORDINAT HALUAN


A 100 09' 21.55" LS / 1230 31' 13.26" BT 1890
B 100 12' 04.38" LS / 1230 30' 47.37" BT 2440
C 100 13' 01.99" LS / 123028' 45.99" BT 2120
D 100 14' 45.22" LS / 1230 27' 41.52" BT 1970
E 100 18' 39.08" LS / 1230 26' 28.49" BT -

MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BUDI KARYA SUMADI

Salinan sesuai dengan aslinya


~------------------------------------------------------------------------------- ---_

-10-

LAMPIRANIII
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANGPENETAPANALUR PELAYARAN
MASUK PELABUHAN,SISTEM RUTE, TATA
CARABERLALULINTASDAN DAERAH
LABUH KAPALSESUAI DENGAN
KEPENTINGANNY A DI PELABUHAN
TENAU KUPANG

TATACARABERLALU LINTASDI ALUR-PELAYARAN


MASUK PELABUHANTENAU KUPANG

Dalam meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan kapal maka


perlu diatur tata cara berlalu lintas di alur pelayaran Pelabuhan Kupang
sebagaimana diatur sebagai berikut:

1. Pemanduan
a. Setiap kapal berukuran tonase kotor GT 500 atau lebih yang berlayar
diperairan wajib pandu, wajib menggunakan pelayanan jasa
pemanduan kapal;
b. Mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik
dan normal untuk olah gerak kapal;
c. Mengibarkan bendera "G" pada siang hari dan menyalakan lampu
putih merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu
petugas pandu;
d. Mengibarkan bendera "H" pad a siang hari dan menyalakan lampu
putih merah pada malam hari apabila petugas pandu diatas kapal;
e. Mengibarkan bendera "Q" pada siang hari dan menyalakan lampu
putih merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar
negeri, petugas-petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal
untuk membawa kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari
penyakit menular oleh petugas karantina kesehatan (free practique)
dan bendera kuning telah diturunkan.

2. Komunikasi
a. Pemilik operator kapal atau nakhoda wajib memberitahukan rencana
kedatangan kapalnya kepada Kepala Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan Kelas III Kupang dengan mengirimkan telegram
-11-

radio nakhoda (master cable) melalui Stasiun Radio Pantai (SROP)


Kupang dengan tembusan kepada perusahaan angkutan laut dan
agen umum dalam waktu paling lama 48 (empat puluh delapan) jam
sebelum kapal tiba di pelabuhan;
b. Komunikasi antara petugas panduykapal/rnotor petugas pandu
dapat menggunakan Bahasa Indonesia dan atau Bahasa Inggris
dengan radio VHF pada channel 12;
c. Komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu naik ke atas kapal
wajib dilakukan oleh nakhoda dengan memberikan keterangan
kepada petugas pandu antara lain kondisi, sifat, cara, data,
karakteristik dan lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan oleh
gerak kapal.

3. Proses Kapal Masuk


a. Dalam kondisi normal:
1) Kecepatan kapal di sekitar pelampung suar menuju pelampung
suar pengenal disarankan dengan maneuvering speed, sampai
motor petugas pandu dapat merapat di kapal untuk menaikan
petugas pandu;
2) Setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil
guna untuk menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan
dalam suatu jarak yang sesuai dengan keadaan dan suasana
yang ada;
3) Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,
jika keadaan mengijinkan, harus tegas dilakukan dalam waktu
yang cukup lapang dan benar-benar memperhatikan syarat-
syarat kepelautan yang baik;
4) Jika kondisi dermaga sedang penuh atau nakhoda memutuskan
untuk berlabuh terlebih dahulu, kapal dapat berlabuh di areal
labuh yang sudah disediakan;
5) Jika proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan
sudah tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, petugas
SROP Kupang akan menginformasikan ke kapal bahwa petugas
pandu akan naik dan memandu kapal hingga tambat di
pelabuhan;
-12-

6) Kapal disarankan berlayar mengikuti ketentuan koridor alur


pelayaran dan arah haluan yang ditetapkan pada Lampiran I
serta Peta Alur Pelayaran Pelabuhan Tenau Kupang atau
mengikuti zona lalu lintas tepi (in-shore traffic zone) sesuai
dengan draft dan kepentingannya untuk menghindar dan
mendahulukan kapal draft dalam;

b. Dalam kondisi an gin diatas normal dan atau kabut dan atau hujan
deras dan atau gelombang tinggi:
1) Kecepatan kapal disekitar Pelampung Suar Pengenal (MPMT)
disarankan menggunakan maneuvering speed;
2) Untuk memasuki alur pelayaran, kapal menggunakan sarana
navigasi visual, elektronik (radarjGPSjAIS) dan peralatan
navigasi lainnya secara baik dan tepat guna.

4. Proses Kapal Keluar


a. Nakhoda dan atau petugas pandu melaporkan kepada syahbandar
dan mengenai draft kapal dan jam kapal mulai dipandu keluar;
b. Meminta informasi ke Stasiun Radio Pantai Kupang mengenai
pergerakan kapal yang keluar j masuk alur Pelabuhan Tenau
Kupang;
c. Arahkan haluan menuju bagian tengah alur dan berlayar menuju
outer buoy;
d. Sesampainya di pilot boarding ground, petugas pandu turun dan
dijemput oleh motor pandu.

5. Tindakan Menghindari Tubrukan


a. Pengaturan tindakan untuk menghindari tubrukan meliputi:
1) Setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,
jika keadaan mengizinkan, harus tegas, dilakukan dalam waktu
yang cukup lapang dan benar-benar memperhatikan syarat-
syarat kepelautan yang baik;
2) Setiap perubahan haluan dan atau kecepatan untuk
menghindari tubrukan, jika keadaan mengizinkan, harus cukup
besar sehingga segera menjadi jelas bagi kapallain yang sedang
mengamati dengan penglihatan atau dengan radar; serangkaian
-13-

perubahan kecil dari haluan dan atau kecepatan hendaknya


dihindari;
3) Jika ada ruang gerak yang cukup, perubahan haluan saja
mungkin merupakan tindakan yang paling berhasil guna untuk
menghindari situasi saling mendekati terlalu rapat, dengan
ketentuan bahwa perubahan itu dilakukan dalam waktu yang
cukup dini, bersungguh-sungguh dan tidak mengakibatkan
terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;
4) Tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan
kapal lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan
pelewatan dengan jarak yang aman, hasil guna tindakan itu
harus dikaji dengan seksama sampai kapal yang lain itu pada
akhirnya terlewati dan bebas sarna sekali;
5) Jika diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan
waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, kapal harus
mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya
sarna sekali dengan memberhentikan atau menjalankan
mundur saran a penggeraknya.

b. Pengaturan tata cara berlalu lintas kapal yang menggunakan layar


meliputi:
1) Apabila dua kapal sedang saling mendekat sedemikian rupa
sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, salah satu dari
kedua kapal itu harus menghindari kapal yang lain sebagai
berikut:
a) apabila masing-masing mendapatkan angm di lambung
yang berlainan, maka kapal yang mendapat angin di
lambung kiri harus menghindari kapal yang lain;
b) apabila kedua-duanya mendapat angin di lambung yang
kanan maka kapal yang ada diatas angm harus
menghindari kapal yang ada di bawah angin;
c) Jika kapal mendapat angin di lambung kiri melihat sebuah
kapal di atas an gin dan tidak dapat menentukan dengan
pasti apakah kapal lain itu mendapat angin lambung kiri
atau kanan, maka kapal itu harus menghindari kapal lain
itu.
-14-

2) Untuk memenuhi ketentuan ini, sisi atas angin harus dianggap


sisi yang berlawanan dengan sisi tempat layar utama berada,
atau bagi kapal dengan layar segi empat, adalah sisi yang
berlawanan dengan sisi tempat layar membujur itu berada.

c. Pengaturan penyusulan, meliputi:


1) Setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus
menghindari kapal lain yang sedang disusul;
2) Kapal harus dianggap menyusul bilamana sedang mendekati
kapal lain dari arah yang lebih besar dari pada 22,5 derajat
dibelakang arah melintang, yakni dalam suatu kedudukan
sedemikian sehingga terhadap kapal yang sedang disusul itu
pada malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan
buritan, tetapi tidak satupun dari penerangan-penerangan
lambungnya;
3) Apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu apakah ia sedang
menyusul kapal lain atau tidak, kapal itu harus beranggapan
bahwa demikianlah halnya dan bertindak sesuai dengan itu;
4) Setiap perubahan baringan an tara kedua kapal yang terjadi
kemudian tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang
memotong dalam pengertian aturan-aturan iru atau
membebaskannya dari kewajiban untuk menghindari kapal yang
sedang disusul itu sampai kapal tersebut dilewati dan bebas
sama sekali.

d. Pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi berhadap-


hadapan, meliputi:
1) Apabila dua kapal tenaga sedang bertemu dengan haluan-
haluan berlawanan atau hampir berlawanan sehingga akan
mengakibatkan bahaya tubrukan, masing-masing harus,
mengubah haluannya ke kanan sehingga masing-masing akan
berpapasan di lambung kirinya;
2) Situasi demikian itu harus dianggap ada bilamana kapal melihat
kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada malam hari
kapal itu dapat melihat penerangan-penerangan tiang kapal lain
tersebut terletak segaris atau hampir segaris danj atau kedua
-15-

penerangan larnbung serta pada siang hari kapal itu rnengarnati


gatra (aspek) yang sesuai rnengenai kapallain tersebut;
3) Apabila kapal dalarn keadaan ragu-ragu atas terdapatnya situasi
dernikian, kapal itu harus beranggapan bahwa situasi itu ada
dan bertindak sesuai dengannya.

e. Dalarn pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalarn situasi


rnernotong, apabila dua kapal tenaga sedang berlayar dengan haluan
saling rnernotong sedernikian rupa sehingga akan rnengakibatkan
bahaya tubrukan, kapal yang rnendekati kapal lain di sisi kanannya
harus rnenghindar, dan jika keadaan rnengizinkan, harus
rnenghindarkan dirinya rnernotong didepan kapal lain itu. Dalarn
pengaturan tata cara tindakan kapal rnenghindari, setiap kapal yang
diwajibkan rnenghindari kapal lain, sedapat rnungkin rnelakukan
tindakan secara dini dn tegas untuk tetap bebas sarna sekali. Dalarn
pengaturan tanggung jawab an tara kapal rneliputi:
1) Kapal berrnesin yang sedang berlayar harus rnenghindari:
a) Kapal yang tidak terkendalikan;
b) Kapal yang kernarnpuan olah geraknya terbatas;
c) Kapal yang sedang rnenangkap ikan;
d) Kapal layar.
2) Kapallayar yang sedang berlayar harus rnenghindari:
a) Kapal yang tidak terkendalikan;
b) Kapal yang kernarnpuan olah geraknya terbatas;
c) Kapal yang sedang rnenangkap ikan
3) Kapal yang sedang rnenangkap ikan sedapat rnungkin harus
rnenghindari:
a) Kapal yang tidak terkendalikan;
b) Kapal yang olah geraknya terbatas.
4) Setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau
kapal yang kernarnpuan olah geraknya terbatas, jika keadaan
rnengizinkan harus rnenghindarkan dirinya rnerintangi jalan
arnan sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya.
5) Kapal yang terkendala oleh saratnya harus berlayar dengan
kewaspadaan khusus dengan benar-benar rnernperhatikan
keadaannya yang khusus itu.
-16-

6. Larangan
a. Kapal dilarang memasuki alur pelayaran dengan under keel clearance
(UKC)kurang dari 10% dari draft, kecuali atas izin syahbandar;
b. Kapal ikan dilarang menangkap ikan di alur pelayaran;
c. Kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapatkan
pemanduan dari petugas pandu;
d. Petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam
kondisi dan situasi:
1) Kapal kandas;
2) Kapal tubrukan;
3) Kerusakan mesin Zkernudi;
4) Keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.
e. Larangan kapal untuk melakukan menyusulkapallain pada ukuran
LOAtertentu sesuai dengan ketentuan sistemrute;
f. Kapal yang sandar / tender dengan kapal lain yang sedang sandar di
dermaga umumy khusus hanya diizinkan satu kapal saja yang
sandar / tender di kapal yang sedang sandar di dermaga atas
pertimbangan keselamatan kapal yang akan berolah gerak
keluar / masuk.

7. Ketentuan Lebih Lanjut


Ketentuan lebih lanjut mengenai Standar, Operasional dan Prosedur
(SOP) tata cara berlalu lintas di alur-pelayaran masuk Pelabuhan
Tenau Kupang ditetapkan oleh Kepala Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan Kelas III Kupang.

MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIKINDONESIA,

ttd

BUDI KARYASUMADI
Salinan sesuai dengan aslinya
-- - -- --------------------

-17-

LAMPIRAN III
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TENTANG PENETAPAN ALUR -PELAYARAN
MASUK PELABUHAN, SISTEM RUTE, TATA
CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH
LABUH KAPAL SESUAI DENGAN
KEPENTINGANNYA 01 PELABUHAN
TENAU KUPANG

DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA


01 ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN TENAU KUPANG

1. Zona A untuk Area Kapal Mati

TITIK KOORDINAT Luasan Kedalaman


1 100 16' 59.16" LS / 1230 28' 14.42" BT
2 10 IT 22.46" LS / 1230 28' 53.85" BT
0 188.46
>4 M
3 10 IT 59.53" LS / 1230 28' 31.32" BT
0 Ha
4 10 IT 35.91" LS / 1230 21' 51.23" BT
0

2. Zona B untuk Area Kapal Darurat

TITIK KOORDINAT Luasan Kedalaman


1 100 12' 11.01" LS / 1230 28' 42.64" BT
2 100 12' 30.54" LS / 1230 28' 54.12" BT 53.357
60 M
3 100 12' 20.26" LS / 1230 29' 17.53" BT Ha
4 100 12' 01.00" LS / 1230 29' 05.39" BT

3. Zona C untuk Area Alih Muat Kapal

TITIK KOORDINAT Luasan Kedalaman


1 100 11' 44.00" LS / 1230 29' 40.05" BT
2 100 12' 05.55" LS / 1230 29' 40.08" BT 46.01
>90 M
3 100 12' 05.55" LS / 1230 30' 02.76" BT Ha
4 100 11' 44.00" LS / 1230 30' 02.76" BT
-18-

4. Zona D untuk Area Tempat Labuh Kapal

TITIK KOORDINAT Luasan Kedalaman


1 100 10' 50.97" LS / 123030' 31.43" BT
2 100 10' 50.97" LS / 1230 30' 48.66" BT
3 100 11' 44.00" LS / 1230 30' 41.30" BT 219.48
40 - 66 M
4 100 11' 44.00" LS / 1230 29' 40.05" BT Ha
5 100 11' 13.38" LS / 1230 29' 40.05" BT
6 100 11' 13.38" LS / 1230 30' 27.85" BT

5. Zona E untuk Pindah Labuh Kapal

TITIK KOORDINAT Luasan Kedalaman


1 100 11' 13.38" LS / 1230 29' 40.00" BT
2 100 11' 13.38" LS / 1230 29' 19.00" BT 60.589
60M
3 100 11' 44.00" LS / 1230 29' 19.00" BT Ha
4 100 11' 44.00" LS / 1230 29' 40.00" BT

6. Zona F untuk Area Cadangan

TITIK KOORDINAT Luasan Kedalaman


1 100 11' 44.00" LS / 1230 29' 40.05" BT
2 100 12' 05.55" LS / 1230 29' 40.05" BT 42.627
>80 M
3 100 12' 05.55" LS / 1230 29' 19.02" BT Ha
4 100 11' 44.00" LS / 123029' 19.02" BT

MENTERIPERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BUDI KARYASUMADI
Salinan sesuai dengan aslinya

#AjJR0t.UKU
SRI LESTARIRAHA U
Pembina Utama Muda (IV/c)
NIP. 19620620 198903 2 001
-19-

LAMPIRAN IV
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLII< INDONESIA
NOMOR
TENTANG PENETAPAN ALUR -PELAYARAN
MASUK PELABUHAN, SISTEM RUTE, TATA
CARA BERLALU LINTAS DAN DAERAH
LABUH KAPAL SESUAI DENGAN
KEPENTINGANNY A DI PELABUHAN
TENAU KUPANG
PETA ALUR-PELAYARAN MASUK
, PELABUHAN TENAU KUPANG

MENTERI ·PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd

BUDI KARYA SUMADI

Anda mungkin juga menyukai