Anda di halaman 1dari 28

MENTERI PERHUBUNGAN

REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR KP 819 TAHUN 2018

TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU
LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI
ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN DUMAI

MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 Peraturan


Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian,
Menteri Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran,
sistem rute, tata cara berlalu lintas dan daerah labuh kapal
sesuai dengan kepentingannya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri
Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem
Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal
Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabunan Dumai;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4849);
-2-

2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang


Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5731);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 8 , Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5093);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5208);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);
6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang
Pengesahan Peraturan Internasional Tentang Pencegahan
Tubrukan di Laut Collision Regulation Tahun 1972
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979
Nomor 53);
- 3 -

7. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang


Mengesahkan " INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE
SAFETY OF LIFE AT SEA, 1974", sebagai hasil Konferensi
Internasional tentang Keselamatan Jiwa Di Laut 1974,
yang telah ditandatangani oleh Delegasi Pemerintah
Republik Indonesia, di London, pada tanggal 1 November
1974, yang merupakan pengganti "INTERNATIONAL
CONVENTION FOR THE SAFETY OF LIFE A T SEA, 1960",
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1980
Nomor 65);
8. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
9. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);
10. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA
Maritime Bouyage System fo r Region-A Dalam Tatanan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran di Indonesia;
11. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik Navigasi;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun
2006 tentang Rencana Induk Pelabuhan Dumai;
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun
2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun
2011 tentang Telekomunikasi-Pelayaran;
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun
2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 136 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan
Reklamasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 1309);
- 4 -

16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun


2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 629) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM. 135 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1401);
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 963 Tahun
2012 tentang Penetapan Perairan Wajib Pandu Pada
Perairan Dumai Provinsi Riau;
18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 51 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Laut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1867);
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun
2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Kapal (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 390);
20. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun
2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 1844) sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 44
Tahun 2017 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 189 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
816);
- 5
-

21. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun


2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan
dan/atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573);

Memperhatikan: Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor


UM.002/11/19/DJPL-18 tanggal 6 Februari 2018 perihal
Penyampaian Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan
(RKM) Tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata
Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya di Alur-Pelayaran Tim ur Surabaya,
Alur-Pelayaran Pelabuhan Lernbar, Alur-Pelayaran
Pelabuhan Ambon dan Alur-Pelayaran Pelabuhan Dumai;

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA
BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI
DENGAN KEPENTINGANNYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK
PELABUHAN DUMAI.

PERTAMA : Menetapkan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai dan


Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dibatasi oleh titik
koordinat geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.

KEDUA : Menetapkan Sistem Rute di Alur-Pelayaran Masuk


Pelabuhan Dumai sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.

KETIGA : Menetapkan Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran


Masuk Pelabuhan Dumai sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan Menteri ini.
- 6
-

KEEMPAT : Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara berlalu lintas di


Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai sebagaimana
dimaksud dalam Diktum KETIGA diatur dengan Standar
Operasional dan Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Kepala
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I
Dumai.

KELIM A : Menetapkan Daerah Labuh Sesuai Dengan Kepentingannya


di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai dibatasi oleh titik
koordinat geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.

KEENAM : Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai dan Sarana Bantu


Navigasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Diktum
PERTAMA dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KELIMA, wajib dimuat dalam Peta Laut Indonesia Edisi
Terbaru Nomor 18 dan Buku Petunjuk Pelayaran
sebagaimana tercantum dalam Peta Tematik pada Lampiran
V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.

KETUJUH : Pengawasan terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran


Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai dilaksanakan oleh
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I
Dumai dan melaporkan hasil pengawasannya kepada
Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

KEDELAPAN : Pengawasan terhadap penataan dan penyelenggaraan Alur-


Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai dilaksanakan oleh
Distrik Navigasi Kelas I Dumai.

KESEMBILAN : Pemeliharaan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai


dilaksanakan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Kelas I Dumai secara berkala atau sewaktu-waktu
apabila diperlukan.
- 7
-

KESEPULUH : Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam


Diktum KETUJUH dan Diktum KEDELAPAN digunakan
sebagai bahan evaluasi oleh Direktur Jenderal Perhubungan
Laut untuk setiap perubahan terhadap Penetapan Alur-
Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan
Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di
Pelabuhan Dumai.

KESEBELAS : Perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,


Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Dengan Kepentingannya di Pelabuhan Dumai sebagaimana
dimaksud dalam Diktum KESEPULUH, diinformasikan
melalui penerbitan Maklumat Pelayaran (MAPEL) serta
disiarkan melalui Berita Pelaut Indonesia (Notice to Marines).

KEDUABELAS: Setiap Perubahan Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,


Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Dengan Kepentingannya di Pelabuhan Dumai sebagaimana
dimaksud dalam Diktum KESEBELAS ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Perhubungan Laut dan dalam jangka
waktu paling lama 5 (lima) tahun akan dilakukan
penyesuaian terhadap Keputusan Menteri ini.

KETIGABELAS: Direktur Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan


pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan
Keputusan Menteri ini.
-8-

KEEMPATBELAS: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.

Ditetapkan di J A K A R T A
pada tanggal 18 Mei 2018

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

SALINAN Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:


1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman;
2. Menteri Kelautan dan Perikanan;
3. Menteri Badan Usaha Milik Negara;
4. Menteri Energi Sumber Daya Mineral;
5. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;
6 . Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
7. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut, Kementerian Perhubungan;
8. Gubernur Riau;
9. Walikota Dumai;
10. Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut;
11. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai;
12. Kepala Distrik Navigasi Kelas I Dumai;
13. Ketua Umum DPP Indonesian National Ship Owners Association (INSA).

Salinan sesuai dengan aslinya

HUKUM,

4
- '

I H., SH. DESS


ama Muda (IV/c)
1023 199203 1 003
- 9 -

Lampiran I
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor KP 819 TAHUN 2018
tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata
Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan Dumai

ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN DUMAI


DAN SARANA BANTU NAVIGASI-PELAYARAN

1. Posisi Koordinat Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai :

Kode Koordinat Kode Koordinat


Sisi Kiri Sisi Kanan
1A 01° 54’ 23,65” LU / 1B 01° 54’ 24,67” LU /

101° 51’ 41,72” BT 101° 51’ 28,82” BT


2A 01° 50’ 33,59” LU / 2B 01° 50’ 33,55” LU /
101° 51’ 30,20” BT 101° 51’ 17,26” BT
3A 01° 45’ 57,63” LU / 3B 01° 45’ 56,02” LU /
101° 51’ 48,20” BT 101° 51’ 35,32” BT
4A 01° 38’ 23,20” LU / 4B 01° 38’ 17,83” LU /
101° 53’ 40,83” BT 101° 53’ 28,90” BT
5A 01° 35’ 09,19” LU / 5B 01° 35’ 06,31” LU /
101° 56’ 02,35” BT 101° 55’ 48,43” BT
6A 01° 32’ 48,51” LU / 6B 01° 32’ 44,29” LU /
101° 57’ 43,80” BT 101° 57’ 30,99” BT
7A 01° 32’ 06,53” LU / 7B 01° 32’ 19,56” LU /
101° 57’ 43,48” BT 101° 57’ 30,54” BT
8A 01° 32’ 06,94” LU / 8B 01° 32’ 19,46” LU /
101° 55’ 42,08” BT 101° 55’ 47,68” BT
9A 01° 33’ 44,23” LU / 9B 01° 33’ 49,87” LU /
101° 54’ 24,95” BT 101° 54’ 36,80” BT
10A 01° 34’ 54,37” LU / 10B 01° 34’ 50,74” LU /
101° 54’ 05,98” BT 101° 54’ 19,73” BT
-10-

11A 01° 38’ 11,81” LU / 11B 01° 38’ 21,99” LU /


101° 50’ 56,93” BT 101° 51’ 05,07” BT
12A 01° 40’ 26,40” LU / 12B 01° 40’ 38,35” LU /
101° 47’ 37,37” BT 101° 47’ 43,78” BT
13A 01° 41’ 16,89” LU / 13B 01° 41’ 29,76” LU /
101° 43’ 38,84” BT 101° 43’ 40,93” BT
14A 01° 41’ 12,27” LU / 14B 01° 41’ 25,71” LU /
101° 41’ 24,35” BT 101° 41’ 24,11” BT
15A 01° 40’ 20,33” LU / 15B 01° 40’ 33,12” LU /
101° 39’ 14,00” BT 101° 39’ 10,54” BT
16A 01° 40’ 01,28” LU / 16B 01° 40’ 14,17” LU /
101° 33’ 43,24” BT 101° 33’ 45,92” BT
17A 01° 41’ 44,42” LU / 17B 01° 41’ 58,10” LU /
101° 29’ 24,43” BT 101° 29’ 24,68” BT
18A 01° 42’ 33,39” LU / 18B 01° 42’ 46,57” LU /
101° 26’ 02,05” BT 101° 26’ 05,79” BT
19A 01° 44’ 04,71” LU / 19B 01° 44’ 15,05” LU /
101° 24’ 04,87” BT 101° 24’ 12,67” BT

2. Posisi Koordinat Alur Percabangan Masuk Pelabuhan Dumai :

Kode Koordinat Kode Koordinat


Sisi Kiri Sisi Kanan
5A’ 01° 34’ 55,27” LU / 5B’ 01° 35’ 06,31” LU /
101° 55’ 56,40” BT 101° 55’ 48,43” BT
11A 01° 34’ 38,47” LU / 11B 01° 34’ 51,63” LU /
101° 55’ 36,96” BT 101° 55’ 32,62” BT
10A’ 01° 34’ 50,74” LU / 10B’ 01° 35’ 04,79” LU /
101° 54’ 19,73” BT 101° 54’ 13,97” BT
-11-

3. Posisi Koordinat Garis Haluan Masuk/Keluar Alur-Pelayaran Pelabuhan


Dumai :

No Koordinat Haluan
Masuk/Keluar
1 01° 54’ 23,99” LU / 101° 51’ 35,26” BT 182,9°/ -
2 01° 50’ 33,73” LU / 101° 51’ 23,73” BT 176,27002,9°
3 01° 45’ 57,00” LU / 101° 51’ 41,76” BT 166°/356,2°
4 01° 38’ 20,61” LU / 101° 53’ 34,89” BT 143,8°/346°
5 01° 35’ 05,50” LU / 101° 55’ 57,02” BT 144,l°/323,8°
6 01° 32’ 46,18” LU / 101° 57’ 37,27” BT 180,2°/324,1°
7 01° 32’ 13,29” LU / 101° 57’ 37,39” BT 270,2°/000,2°
8 01° 32’ 13,42” LU / 101° 55’ 45,51” BT 321,4°/090,2°
9 01° 33’ 47,03” LU / 101° 54’ 31,17” BT 344,2°/141,4°
10 01° 34’ 58,87” LU / 101° 54’ 10,64” BT 316°/164,2°
11 01° 38’ 15,39” LU / 101° 51’ 02,35” BT 303,8°/136°
12 01° 40’ 31,55” LU / 101° 47’ 40,31” BT 281,9°/ 123,8°
13 01° 41’ 22,51” LU / 101° 43’ 41,54” BT 268,1°/ 101,9°
14 01° 41’ 18,31” LU / 101° 41’ 24,00” BT 248,7°/088,l°
15 01° 40’ 26,54” LU / 101° 39’ 12,48” BT 266,7°/068,7°
16 01° 40’ 07,47” LU / 101° 33’ 44,37” BT 291,6°/086,7°
17 01° 41’ 51,71” LU / 101° 29’ 23,08” BT 283,6°/111,6°
18 01° 42’ 40,10” LU / 101° 26’ 04,78” BT 307,6°/103,6°
19 01° 44’ 09,54” LU / 101° 51’ 09,32” BT - /127,6°

4. Posisi Koordinat Garis Haluan Masuk/Keluar Alur Percabangan Masuk


Pelabuhan Dumai :

No Koordinat Haluan
Masuk /Keluar
1. 01° 35’ 05,50” LU / 101° 55’ 57,02” BT 228,4°/323,8°
2. 01° 34’ 45,43” LU / 101° 55’ 34,58” BT 279°/048,4°
3. 01° 34’ 58,75” LU / 101° 54’ 10,77” BT 316°/099°
-12-

5. Posisi Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground) pada titik
k oord in a t:
01° 54’ 12,00” LU / 101° 51’ 06,00” BT

6. Kondisi Kedalaman, Lebar, dan Panjang Alur-Pelayaran


Kedalaman minimal yang ditetapkan untuk Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan Dumai yaitu -14 meter LWS dengan panjang alur-pelayaran
64,4 Nautical Miles (NM) atau 119,29 Kilometer (Km) dan lebar alur 400
(empat ratus) Meter, sehingga kapal dengan ukuran sarat (draft)
maksimal 12,4 (dua belas koma empat) Meter dapat melalui Alur-
Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai.

7. Posisi Koordinat Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran di Alur-Pelayaran


Masuk Pelabuhan Dumai :

No Nama dan Jenis SBNP DSI Posisi

01° 54’ 05,00” LU / 101°


1 Pelampung Suar MPMT 640
51’ 30,00” BT
01° 46’ 45,00” LU / 101°
2 Pelampung Suar No. 01 641
51’ 08,00” BT

01° 50’ 45,00” LU / 101°


3 Pelampung Suar No. 02 643
51’ 47,00” BT
01° 40’ 42,00” LU / 101°
4 Pelampung Suar No. 03 642
52’ 07,00” BT

01° 43’ 38,00” LU / 101°


5 Pelampung Suar No. 04 644
52’ 31,00” BT

01° 35’ 46,00” LU / 101°


6 Pelampung Suar No. 05 651 54’ 30,00” BT

01° 43 ’ 45,00” LU / 101°


7 Pelampung Suar No. 06 645
54’ 00,00” BT
01° 32’ 26,00” LU / 101°
8 Pelampung Suar BR 680
57’ 02,00” BT
01° 32’ 30,00” LU / 101°
9 Pelampung Suar No. 01 681
55’ 38,00” BT
- 13
-

No Nama dan Jenis SBNP DSI Posisi

01° 31’ 56,00” LU / 101°


10 Pelampung Suar No. 02 682
55’ 56,00” BT
01° 33’ 02,00” LU / 101°
11 Pelampung Suar No. 03 683
55’ 05,00” BT

01° 32’ 49,00” LU / 101°


12 Pelampung Suar No. 04 684
55’ 03,00” BT
01° 33’ 45,00” LU / 101°
13 Pelampung Suar No. 05 690
54’ 36,00” BT
01° 33’ 10,00” LU / 101°
14 Pelampung Suar No. 06 691
54’ 42,00” BT
01° 34’ 15,00” LU / 101°
15 Pelampung Suar No .07 692
54’ 34,00” BT
01° 34’ 21,00” LU / 101°
16 Pelampung Suar No. 08 693
54’ 12,00” BT
01° 35’ 03,00” LU / 101°
17 Pelampung Suar No. 09 718
54’ 13,00” BT
01° 36’ 42,00” LU / 101°
18 Pelampung Suar No. 010 700
52’ 10,00” BT
01° 37’ 56,00” LU / 101°
19 Pelampung Suar No. 011 694
51’ 41,00” BT
01° 40’ 27,00” LU / 101°
20 Pelampung Suar No. 012 705
47’ 15,00” BT
01° 40’ 05,00” LU / 101°
21 Pelampung Suar No. 013 701
48’ 54,00” BT

01° 41’ 16,00” LU / 101°


22 Pelampung Suar No. 014 706
43’ 55,00” BT
01° 41’ 42,00” LU / 101°
23 Pelampung Suar No. 015 703
43’ 52,00” BT
01° 40’ 51,00” LU / 101°
24 Pelampung Suar No. 016 707
40’ 43,00” BT
01° 41’ 35,00” LU / 101°
25 Pelampung Suar No. 017 710
41’ 31,00” BT
01° 39’ 57,00” LU / 101°
26 Pelampung Suar No. 018 702
37’ 48,00” BT
- 14
-

No Nama dan Jenis SBNP DSI Posisi

01° 40’ 52,00” LU / 101°


27 Pelampung Suar No. 019 717
39’ 34,00” BT

01° 40’ 00,00” LU / 101°


28 Pelampung Suar No. 020 704
33’ 10,00” BT

01° 40’ 20,00” LU / 101°


29 Pelampung Suar No. 021 712
33’ 55,00” BT
01° 41’ 48,00” LU / 101°
30 Pelampung Suar No. 022 714
29’ 00,00” BT
01° 41’ 06,00” LU / 101°
31 Pelampung Suar No. 023 711
31’ 44,00” BT
01° 42’ 48,00” LU / 101°
32 Pelampung Suar Kuning 719
27’ 00,00” BT
01° 32’ 11,80” LU / 101°
33 Rambu Suar A 673
54’ 57,14” BT
01° 31’ 47,90” LU / 101°
34 Rambu Suar B 674
55’ 11,10” BT

01° 32’ 10,30” LU / 101°


35 Rambu Suar C 675
54’ 39,60” BT

01° 37’ 00,00” LU / 101°


36 Rambu Suar D 76
53’ 10,00” BT
01° 40’ 47,40” LU / 101°
37 Rambu Suar E 677
48’ 37,10” BT
01° 39’ 30,00” LU / 101°
38 Rambu Suar Tg. Leban 650
50’ 30,00” BT
01° 41 ’ 30,40” LU / 101°
39 Rambu Suar F 678
48’ 01,00” BT
01° 41’ 29,10” LU / 101°
40 Rambu Suar G 679
47’ 10,00” BT

01° 55’ 06,00” LU / 101°


41 Rambu Suar Morong 631
46’ 24,00” BT
- 15
-

No Nama dan Jenis SBNP DSI Posisi

01° 36’ 12,00” LU / 101°


42 Rambu Suar Tg. Jati 635
00’ 08,00” BT
01° 44’ 30,00” LU / 101°
43 Pelampung Suar Merah 720.16
23’ 10,00” BT
01° 44’ 36,60” LU / 101°
44 Pelampung Suar Hijau 720.15 24’ 19,80” BT

01° 45’ 37,20” LU / 101°


45 Pelampung Suar Hijau 720.17
22’ 46,80” BT
01° 43’ 50,00” LU / 101°
46 Pelampung Suar Kuning ( X ) 702.7
23’ 06,00” BT
01° 39’ 16,00” LU / 101° 32’
47 Pelampung Suar Kuning ( X ) 704.1
28,00” BT
01° 42’ 21,00” LU / 101°
48 Pelampung Suar Kuning ( X ) 703.1
44’ 30,00” BT
01° 42’ 34,00” LU / 101°
49 Pelampung Suar Kuning ( X ) 642.1
51’ 40,00” BT
01° 39’ 04,00” LU / 101°
50 Pelampung Suar Kuning ( X ) 704.2
33’ 50,00” BT

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd .

BUDI KARYA SUMADI


Salinan sesuai dengan aslinya

HUKUM,

I H., SH, DESS


am a Muda (IV/c)
1023 199203 1 003
- 16
-

Lampiran II
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor
KP 819 TAHUN 2018
tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara
Berlalu Lintas dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kenentinefannva di Alur-Pelavaran Masuk Pelabuhan Dumai

SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN DUMAI

Sistem Rute yang ditetapkan pada Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai


yaitu Rute Dua Arah (Two Ways Routes) dengan lebar alur 400 (empat
ratus) Meter.

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI


Salinan sesuai dengan aslinya

IRO HUKUM,

M l H.. SH. DESS


^tam a Muda (IV/c)
1023 199203 1 003
- 17
-

Lampiran III
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor tentang
Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara
Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan Dumai

TATA CARA BERLALU LINTAS DI ALUR-PELAYARAN


MASUK PELABUHAN DUMAI

Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan kapal,


maka perlu diatur tata cara berlalu lintas di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Dumai sebagai berikut:

1. Pemanduan
a. kapal dengan ukuran tonase kotor GT 500 (lima ratus Gross Tonnage)
atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu wajib menggunakan
pelayanan jasa pemanduan kapal;
b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik dan
normal untuk olah gerak kapal;
c. mengibarkan bendera “G“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih
merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu petugas
pandu;
d. mengibarkan bendera “H“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih
merah pada malam hari apabila petugas pandu di atas kapal; dan
e. mengibarkan bendera “Q“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih
merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar negeri,
petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal untuk membawa
kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular oleh
petugas karantina kesehatan (free practique) dan bendera kuning telah
diturunkan.

2. Komunikasi
a. pemilik/operator kapal atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana
kedatangan kapalnya kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Kelas I Dumai dengan mengirimkan telegram radio Nakhoda
(master cable) kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan
Kelas I Dumai melalui stasiun radio pantai (SROP) dengan tembusan
- 18-

kepada perusahaan angkutan laut atau agen dalam waktu paling lama
48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan;
b. komunikasi sebelum kapal keluar dan/atau masuk pelabuhan wajib
melapor kepada stasiun VTS Dumai melalui channel 62;
c. komunikasi antara petugas pandu/kapal/kapal pandu dapat
menggunakan Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Inggris dengan radio
VHF melalui channel 12 dan channel 14; dan
d. komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu naik ke atas kapal
wajib dilakukan oleh Nakhoda dengan memberikan keterangan kepada
petugas pandu antara lain, kondisi, sifat, cara, data, karakteristik dan
lain-lain yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal.

3. Proses Kapal Masuk


a. Dalam Kondisi Normal
1) kecepatan kapal di sekitar pelampung suar menuju pelampung suar
pengenal disarankan dengan maneuuering speed, sampai kapal
pandu dapat merapat di kapal untuk menaikkan petugas pandu;
2) setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil untuk
menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan dalam suatu jarak
yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada;
3) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,
apabila keadaan mengizinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam
waktu yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan
kepelautan yang baik;
4) apabila kondisi dermaga sedang penuh atau Nakhoda memutuskan
untuk berlabuh terlebih dahulu, maka kapal dapat berlabuh di
daerah labuh kapal yang sudah disediakan;
5) apabila proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan sudah
tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, maka petugas VTS
Dumai akan menginformasikan ke kapal bahwa petugas pandu akan
naik dan memandu kapal hingga tambat di pelabuhan;
6) kapal disarankan berlayar mengikuti ketentuan koridor alur-
pelayaran dan arah haluan yang ditetapkan pada Lampiran I serta
Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai atau mengikuti zona
lalu lintas tepi (in-shore traffic zona) sesuai dengan ukuran dan
- 19
-

kepentingannya untuk menghindar dan mendahulukan kapal draft


dalam; dan
7) pada setiap saat melintasi garis atau wilayah wajib lapor atau setelah
kapal berlabuh atau sandar, maka kapal wajib melapor kepada
stasiun VTS Dumai.

b. Dalam Kondisi Angin di Atas Normal/Kabut/Hujan Lebat/Gelombang


tinggi
1) kecepatan kapal di sekitar pelampung suar pengenal (MPMT)
disarankan menggunakan maneuvering speed; dan
2) untuk memasuki alur-pelayaran dalam kondisi kabut/hujan
lebat/gelombang tinggi, maka kapal mempergunakan sarana navigasi
visual, elektronik (radar/GPS/AIS) dan peralatan navigasi lainnya
secara baik dan tepat guna.

4. Proses Kapal Keluar


a. Nahkoda dan/atau petugas pandu melaporkan kepada Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas I Dumai dan/atau
stasiun VTS Dumai mengenai ukuran kapal dan jam kapal mulai
dipandu keluar;
b. meminta informasi ke stasiun VTS Dumai mengenai pergerakan kapal
yang keluar/masuk Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai;
c. arahkan haluan menuju bagian tengah alur dan berlayar menuju outer
buoy\ dan
d. sesampainya di titik Naik Turun Petugas Pandu (Pilot Boarding Ground),
maka petugas pandu turun dan dijemput oleh kapal pandu.

5. Tindakan Menghindari Tubrukan


a. Pengaturan Tindakan Untuk Menghindari Tubrukan Meliputi:
1) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,
apabila keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam
waktu yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan
kepelautan yang baik;
2) setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari
tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus cukup besar sehingga
segera menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan
-20-

penglihatan atau dengan radar, serangkaian perubahan kecil dari


haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari;
3) apabila ada ruang gerak yang cukup, maka perubahan haluan
merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari situasi
saling mendekati terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan
itu dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak
mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;
4) tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal
lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan jarak yang aman,
dan hasil tindakan tersebut harus dikaji dengan seksama sampai
kapal tersebut dilewati dan bebas sarana sekali; dan
5) apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan
waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, maka kapal harus
mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sarna
sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur sarana
penggeraknya.

b. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Layar Meliputi:


1) apabila 2 (dua) Kapal Layar sedang saling mendekat sehingga akan
mengakibatkan bahaya tubrukan, maka salah satu dari kedua kapal
itu harus menghindari kapal yang lain dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) apabila masing-masing mendapat angin di lambung yang
berlainan, maka kapal yang mendapat angin di lambung kiri
harus menghindari kapal yang lain;
b) apabila keduanya mendapat angin di lambung yang kanan, maka
kapal yang berada di atas angin harus menghindari kapal yang
berada di bawah angin; dan
c) apabila kapal mendapat angin di lambung kiri melihat sebuah
kapal berada di atas angin dan tidak dapat menentukan dengan
pasti apakah kapal lain itu mendapat angin di lambung kiri atau
kanan, maka kapal itu harus menghindari kapal lain itu.
-21-

2) Untuk memenuhi ketentuan ini, maka sisi atas angin harus dianggap
sisi yang berlawanan dengan sisi tempat layar utama berada, atau
bagi kapal dengan layar segi empat, adalah sisi yang berlawanan
dengan sisi tempat layar membujur itu berada.

c. Pengaturan Penyusulan Meliputi :


1) setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus menghindari
kapal lain yang sedang disusul tersebut;
2) kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal lain
dari arah yang lebih besar dari pada 22,5 derajat di belakang arah
melintang, sehingga terhadap kapal yang sedang disusul itu pada
malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan, tetapi
tidak satupun dari penerangan-penerangan lambungnya;
3) apabila kapal dalam keadaan ragu apakah sedang menyusul kapal
lain atau tidak, maka kapal itu harus beranggapan bahwa sedang
menyusul kapal lain; dan
4) setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi
kemudian tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong
dalam pengertian ketentuan ini atau membebaskannya dari
kewajiban untuk menghindari kapal yang sedang disusul itu sampai
kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali.

d. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Dalam Situasi Berhadap-


Hadapan Meliputi:
1) apabila 2 (dua) kapal sedang bertemu dengan haluan berlawanan
atau hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan bahaya
tubrukan, maka masing-masing harus, mengubah haluannya ke
kanan sehingga masing-masing kapal akan berpapasan di lambung
kirinya;
2) keadaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dianggap
ada, apabila kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan
pada malam hari kapal itu dapat melihat penerangan tiang kapal lain
tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua
penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati
gatra (aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut; dan
-22-

3) apabila kapal dalam keadaan ragu atas terdapatnya keadaan


sebagaimana dimaksud dalam angka ( 1), maka kapal itu harus
beranggapan bahwa keadaan tersebut ada dan bertindak sesuai
angka 1) dan angka 2).

e. Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi


memotong, apabila 2 (dua) kapal sedang berlayar dengan haluan saling
memotong sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka kapal
yang mendekati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar dan
apabila keadaan mengijinkan harus dengan cara memotong didepan
kapal lain tersebut. Dalam pengaturan tata cara tindakan kapal
menghindari, maka setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain
secepat mungkin. Dalam pengaturan tanggung jawab antara kapal
meliputi:
1) kapal bermesin yang sedang berlayar harus menghindari:
a) kapal yang tidak terkendalikan;
b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;
c) kapal yang sedang menangkap ikan; dan/atau
d) kapal layar.

2) kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:


a) kapal yang tidak terkendalikan;
b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan/atau
c) kapal yang sedang menangkap ikan.

3) kapal yang sedang menangkap ikan harus menghindari:


a) kapal yang tidak terkendalikan; dan/atau
b) kapal yang olah geraknya terbatas.

4) setiap kapal, kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau kapal
yang kemampuan olah geraknya terbatas, apabila keadaan
mengijinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman
sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya; dan
5) kapal yang terkendala oleh saratnya harus berlayar dengan
kewaspadaan khusus dengan benar-benar memperhatikan
keadannya yang khusus itu.
- 23 -

6 . Larangan

a. kapal dilarang memasuki alur-pelayaran dengan under keel cleareance


(UKC) kurang dari 10 % (sepuluh per seratus) dari sarat (draft), kecuali
atas izin Syahbandar;

b. kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di alur-pelayaran;

c. kapal dilarang masuk perairan wajib pan du tanpa mendapat pemanduan


dari petugas pandu;

d. petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam kondisi


dan situasi :
1) kapal kandas;
2) kapal tubrukan;
3) kerusakan mesin/kemudi; dan/atau
4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.

e. larangan kapal untuk melakukan menyusul kapal lain pada ukuran LOA
tertentu sesuai dengan ketentuan sistem rute;

f. kapal yang sandar/tender dengan kapal lain yang sedang sandar di


dermaga umum/khusus hanya diijinkan satu kapal saja yang
sandar/tender di kapal yang sedang sandar di dermaga atas
pertimbangan keselamatan kapal yang akan berolah gerak
keluar/masuk.

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUM ADI


Salinan sesuai dengan aslinya

IRO HUKUM,

cama M uda (IV/c)


»1023 199203 1 003
- 24 -

Lampiran IV
Keputusan Menteri Perhubungan Republik
Indonesia Nomor tentang
Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara
Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai
Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan Dumai

DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA


DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN DUMAI

1. Daerah A untuk Area Alih Muat ( Transhipment) Tanker


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
03 01° 41’ 31,93” LU / 101° 29’ 44,22” BT
04 01° 41’ 13,40” LU / 101° 29’ 36,02” BT
27 01° 41’ 34,68” LU / 101° 28’ 07,89” BT 203,1 Ha < -16,2 mLWS
26 01° 41’ 57,42” LU / 101° 28’ 16,42” BT
24 01° 41’ 40,67” LU / 101° 29’ 23,07” BT

2. Daerah B untuk Area Kolam Putar (Tuming Basin)


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
26 01° 41’ 57,42” LU / 101° 28’ 16,42” BT
27 01° 41’ 34,68” LU / 101° 28’ 07,89” BT
04 01° 41 ’ 13,40” LU / 101° 29’ 36,02” BT
05 01° 40’ 58,95” LU / 101° 29’ 29,58” BT
06 01° 41’ 12,77” LU / 101° 28’ 51,57” BT
07 01° 41’ 19,23” LU / 101° 28’ 23,23” BT
08 01° 41’ 25,24” LU / 101° 27’ 49,04” BT

09 01° 41’ 27,65” LU / 101° 26’ 44,91” BT


541,5 Ha < -16,6 mLWS
10 01° 41’ 41,65” LU / 101° 25’ 42,01” BT
11 01° 41’ 38,50” LU / 101° 25’ 39,10” BT
12 01° 41’ 45,88” LU / 101° 25’ 19,59” BT
40 01° 41’ 56,57” LU / 101° 25’ 23,85” BT
39 01° 42’ 01,83” LU / 101° 25’ 26,22” BT
36 01° 42’ 00,26” LU / 101° 25’ 35,22” BT
32 01° 41’ 53,78” LU / 101° 26’ 12,24” BT
31 01° 42’ 03,33” LU / 101° 26’ 21,13” BT
- 25 -

Titik Koordinat Luasan Kedalaman

29 01° 41’ 48,41” LU / 101° 27’ 30,90” BT

28 01° 42’ 06,47” LU / 101° 27’ 36,50” BT

3. Daerah C untuk Area Alih Muat ( Transhipment) Kargo


Titik Koordinat Luasan Kedalaman

28 01° 42’ 06,47” LU / 101° 27’ 36,50” BT

29 01° 41’ 48,41” LU / 101° 27’ 30,90” BT

31 01° 42’ 03,33” LU / 101° 26’ 21,13” BT

32 01° 41’ 53,78” LU / 101° 26’ 12,24” BT


306,2 Ha < -14,9 mLWS
36 01° 42’ 00,26” LU / 101° 25’ 35,22” BT

38 01° 42’ 27,83” LU / 101° 25’ 30,80” BT

37 01° 42’ 45,20” LU / 101° 25’ 40,80” BT


35 01° 42’ 29,87” LU / 101° 26’ 00,07” BT

4. Daerah D untuk Area Percobaan Berlayar (Sea Trial)


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
43 01° 42 ’ 52,74” LU / 101° 25’ 31,34” BT
44 01° 42’ 29,93” LU / 101° 25’ 18,50” BT
40 01° 41’ 56,57” LU / 101° 25’ 23,85” BT
12 01° 41’ 45,88” LU / 101° 25’ 19,59” BT 316,1 Ha < -13,1 mLWS
13 01° 41’ 47,95” LU / 101° 25’ 13,94” BT
14 01° 42’ 22,72” LU / 101° 24’ 24,48” BT
15 01° 43’ 19,46” LU / 101° 24’ 57,77” BT

5. Daerah E untuk Area Cadangan


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
16 01° 43’ 35,81” LU / 101° 25’ 05,62” BT
17 01° 44’ 06,65” LU / 101° 25’ 24,09” BT
45 01° 43’ 53,98” LU / 101° 25’ 43,56” BT 153,6 Ha < -13,7 mLWS
41 01° 43’ 44,26” LU / 101° 25’ 58,52” BT
42 01° 43’ 08,39” LU / 101° 25’ 39,76” BT
- 26 -

6 . Daerah F untuk Area Kapal Mati


Titik Koordinat Luasan Kedalaman

18 01° 44’ 31,62” LU / 101° 25’ 38,91” BT

19 01° 44’ 15,68” LU / 101° 25’ 57,18” BT


61,5 Ha < -17,9 mLWS
45 01° 43’ 53,98” LU / 101° 25’ 43,56” BT
17 01° 44 ’ 06,65” LU / 101° 25’ 24,09” BT

7. Daerah G untuk Area Darurat


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
19 01° 44’ 15,68” LU / 101° 25’ 57,18” BT

20 01° 43’ 40,01” LU / 101° 26’ 38,12” BT


33 01° 42’ 45,16” LU / 101° 26’ 16,71” BT
34 01° 42’ 47,97” LU / 101° 26’ 05,59” BT 280,7 Ha < -14,2 mLWS
42 01° 43’ 08,39” LU / 101° 25’ 39,76” BT
41 01° 43 ’ 44,26” LU / 101° 25’ 58,52” BT
45 01° 43’ 53,98” LU / 101° 25’ 43,56” BT

8. Daerah H untuk Area Labuh Jangkar Kapal Cargo


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
21 01° 43’ 17,11” LU / 101° 27’ 49,90” BT
30 01° 42’ 27,34” LU / 101° 27’ 29,65” BT
402,3 Ha < -14,2 mLWS
33 01° 42’ 45,16” LU / 101° 26’ 16,71” BT
20 01° 43’ 40,01” LU / 101° 26’ 38,12” BT

9. Daerah I untuk Area Labuh Jangkar Kapal Tanker


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
22 01° 42’ 54,21” LU / 101° 29’ 06,89” BT
25 01° 42’ 08,04” LU / 101° 28’ 48,18” BT
395,8 Ha < -12,1 mLWS
30 01° 42’ 27,34” LU / 101° 27’ 29,65” BT
21 01° 43’ 17,11” LU / 101° 27’ 49,90” BT
- 27 -

10. Daerah J untuk Area Imigrasi dan Karantina


Titik Koordinat Luasan Kedalaman
01 01° 42’ 35,94” LU / 101° 30’ 08,32” BT

02 01° 41’ 49,13” LU / 101° 29’ 50,32” BT

23 01° 41’ 58,82” LU / 101° 29’ 26,31” BT 300 Ha < -16,0 mLWS

25 01° 42’ 08,04” LU / 101° 28’ 48,18” BT

22 01° 42’ 54,21” LU / 101° 29’ 06,89” BT

11. Daerah K untuk Area Labuh Jangkar Wilayah Kerja Lubuk Gaung
Titik Koordinat Luasan Kedalaman

15 01° 43’ 19,46” LU / 101° 24’ 57,77” BT

46 01° 42’ 27,95” LU / 101° 24’ 27,55” BT


343 Ha < -14,3 mLWS
47 01° 43’ 21,61” LU / 101° 23’ 31,80” BT

48 01° 43’ 51,73” LU / 101° 24’ 15,33” BT

12. Daerah L untuk Area Labuh Jangkar Wilayah Kerja Pelintung


Titik Koordinat Luasan Kedalaman

49 01° 39’ 38,33” LU / 101° 35’ 42,48” BT

50 01° 39’ 54,42” LU / 101° 37’ 18,14” BT


310,7 Ha < -14,4 mLWS
51 01° 39’ 02,86” LU / 101° 35’ 42,48” BT

52 01° 39’ 25,33” LU / 101° 37’ 24,44” BT

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUM ADI


Salinan sesuai dengan aslinya

HUKUM,

cama M uda (IV/c)


>1023 199203 1 003
28
■ .

Lampiran V
Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia
Nomor KP 819 TAHUN 2018
tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara
Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Dumai

PETA TEMATIK ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN DAN SARANA BANTU


NAVIGASI-PELAY ARAN

MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUM ADI


Salinan sesuai dengan aslinya

3IRO HUKUM,

fam a M uda (IV/c)


»1023 199203 1 003

Anda mungkin juga menyukai