Setelah: Diluar Sidang Ketua Llabkamah Mengadakan
Setelah: Diluar Sidang Ketua Llabkamah Mengadakan
diluar sidang setelah Ketua Pengadilan Ting HAKIM TIDAK DAPAT DIPRAPERADILANKAN
8i atau Ketua llabkamah \gung
mengadakan
pemerihsaan secara sInghat nlengenai alas Jakarta, 8 Desember 19
983. an-alasan yang diajukarn oleh tersangka atau
terdakWa tersebut, Penetapan mand harus Nornor : SE-MA/] 4 Tahun 1983.
dikeluarkan selambat-lan1batna3 (tiga) hari Larnpiran :
setelah keberatan tersebut diterima di Kepa Perihal : Hakim tidak dapat di
niteraan Pengadilan Tinggi atau Mahkamah praperadilan.
Agung dan dalam hal alasan keberatan terse
but di "terima", maka dalam Penetapan terse Kepada Yth,
but sekaligus harus dimuat perintah agar ter Sdr. KETUA PENGADILAN NEGERI
sangka atau terdakwa segera dikeluarkan dari di
tahanan.
MAHKAMMAH AGUNG R.I. SELURUH INDONESIA
|40
LAMPIRAN KE XIV
KEBERATAN
maka Ketua PENERI\1A AN ATAU PENOLAKAN
(sembilan) tahun a tau lebih, BERDASARKAN PASAL 29A)AT 7 KUHAP
yang
Pengadilan Negeri atas dasar permintaan
dari Penuntut
diser tai laporan pemeriksaan penahanan ter
Umum dapat memperpanjang puluh) hari
lakarta, 8 Desember 1981
sebut untuk paling lama 30 (tiga masih di
penahanan tersebut
dan dalan hal untuk sela
perlukan dapat diperpanjang lagi X 30 hari). Nomor : SE-1A/|3 Tahun 1983.
ma 30 (tiga puluh) hari lagi (2
Lampiran :
Demikian kiranya Saudara maklum. Perihal : Penerimaan atau
penolakan
terhadap keberatan berda
sarkan pasal 29 ayat (7)
MAHKA MAH AGUNG R.I KUHAP harus berbentuk
Ket u a, "Penetapan'".
Tembusan:
1. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman R.I. Menurut ketentuan dalam pasal 29 ava
2. Yth. Sdr. Menteri/Jaksa Agung R.I. (7) KUHAP, terdapat perpanjngan penahan
3. Yth. Sdr. K APOL RI. an tersebut pada ayat (2), tersangka ata
4. Yth. Sdr. Wakil Ketua Mahkamah Agung R.I. terdakwa dapat mengajukan keberatan kepa
Mahkamah Agung R.I.
5. Yth. Sdr. Para Ketua Muda da Ketua Pengadilan Tinggi (bagi perpar
6. Ar s i p. jangan dalam tingkat penyidikan dan penur
tutan) dan kepada Ketua Mahkamah Agun
(bagi perpanjangan dalam tingkat pemeriks
an Pengadilan Negeri dan Pengadila
Tinggi), namun dalam pasal tersebut tida
diatur lebih lanjut mengenai bentuk bagi pe
nerimaan atau penolakan atas keberatan ter
sebut oleh Ketua Pengadilan Tinggi ata
Ketua Mahkamah Agung.
Sehubungan dengan itu bersama i
Alahkamah Agung nenentukan bahs
penerimaan atau pcnolakan erhadap keb
ratan tersebut harus berbentuk "Penetapa
138
LAMPIRAN KE XIl :
SURAT 1JIN PENYITAAN
terdakwa ditahan. Apabila yang mengeluarkan
Penetapan Perpanjangan Penahanan adalah Pe
ngadilan Tinggi, maka pengiriman salinan Pene Jakarta, 8 Septermber 1983.
tapan tersebut ke Pengadilan Negeri harus di
lakukan dengan pos kilat (biasa atau khusus),
dan bagi daerah-daerah yang terpencil yang Nomor : SE-MA/l1 Tahun 1983.
sulit sarana perhubungannnya, hendaknya selain Lampiran :
pengiriman salinan Penetapan tersebut disusu! Perihal : Surat izin penyitaan
pula dengan pemberitahuan oleh Pengadilan supaya dilampirkan
Tinggi kepada Pengadilan Negeri melalui surat dalam berkas per
kawat in terlokal atau alat-alat telekomunikasi kara.
cepat lainnya.
Atas perhatian Saudara diucapkan terima
kasih. Kepada Yth,
Sdr. KETUA PENGADILAN NEGERI
MAHKAMAH AGUNG R.I. SELURUH INDONESIA.
Ketua,
Guna kelengkapan pemberkasan Sçatu
ttd.
perkara pidana, dimana segala surat-surat
MUDJONO. yang berhubungan dengan penangkapan, pena
hanan dan lain-lain selalu disatukan dalam
Tembusan: berkas perkara bersama-sama dengan berita
acara penyidikan maupun berita acara peme
1. Yth. Sdr. Menteri Kehakiman R.I. riksaan di sidang pengadilan, maka surat
2. Yth. Sdr. Menteri/Jaksa Agung R.I.
3. Yth. Sdr. Wakil Ketua Mahkamah Agung R.I. surat yang berhubungan dengan penyitaan pun
4. Yth. Sdr. Para Tuada Mahkamah Agung R.I. pada asasnya harus pula dijadikan satu dalam
berkas perkara tersebut.
5. Yth. Sdr. Dirjen Pemasyarakatan Depkeh R.. Berhubung dengan itu apabila dalam sua
6. Ar sip.
tu kasus oleh pihak penyidik pernah diminta
kan izin penyitaan itu oleh penyidik harus
dilampirkan dalam berkas perkara yang ber
sangkutan. Hal mana wajib Saudara sebutkan
secara eksplisit dalam surat izin yang Sauda
ra berikan itu dengan kata-kata: "Memerin
tahkan kepada penyidik agar melampirkan su
rat izin ini dalam berkas perkara yang ber
sangkutan'".
135
134
LAMPIRAN KE XI:
Pasal 42 PERPANJANGAN PENAHANAN
132
BAB Vl
BAB V BANTUAN HUKUM
Pasal 32 Pasal 37
Hal-hal yang mengenai pangkat, gaji dan tunjangan Dalarn nernberi bantuan hukurn tersebut pada pasal
melancarkan
Hakim, diatur dengan peraturan tersendiri. 36 di atas, penasehat hukurn mermbantu
penyelesaian perkara dengan menjunjung tinggi Panca
BAB VI sila, hukum dan keadilan.
PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN Pasal 38
30 131
Pasal 26 3) Begitu pula apabila Ketua, Hakim Anggota, Jaksa
atau Panitera masih terikat dalam hubungan keluarga
(1) Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan tidak sedarah sarmpai derajat ketiga atau semenda dengan
sah semua peraturan
perundangan dari tingkat yan8 yang diadili, ia wajib mengundurkan diri dari peme
lebih rendah dari Undang-undang atas alasan ber ten
riksaan perkara itu.
tangan dengan peraturan
lebih tinggi. perundang-undangan yang
Pasal 29
(2) Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan
perundang-undangan tersebut dapat diambil berhubung Sebelum melakukan jabatannya, Hakim, Panitera
dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi. Pencabutan Pengganti dan Juru Sita untuk masing-rnasing lingkungan
peradilan harus bersumpah atau berjanji menurut agama
dari peraturan perundangan yang dinyatakan tidak sah
tersebut, dilakukan oleh instansi yang bersangkutan. nya, yang berbunyi sebagai berikut:
"Saya bersumpah/rnenerangkan dengan Sungguh
Sungguh bahwa saya untuk mernperoleh jabatan saya
BAB IV
ini, langsung atau tak langsung, dengan menggunakan
nama a tau cara apapun juga, tiada memberikan atau
HAKIM DAN KEWAJIBANNYA menjanj ikan barang sesuatu kepada siapa pun juga".
"Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melaku
Pasal 27
kan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatan ini,
(1) Hakim sebagai penegak Hukum dan keadilan wajib tiada sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum langsung dari siapa pun juga sesuatu janji atau pem
yang hidup dalam masyarakat. berian'".
(2) Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana,
Hakim wajib memperhatikan pula sifat-sifat yang "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia ke
baik dan yang jahat dari tertuduh. pada dan akan mempertahankan serta mengamalkan
Pancasila sebagai Dasar dan Ideologi Negara,
Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945, dan segala Undang
undang serta Peraturan-peraturan lain yang berlaku
(1) Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap bagi Negara Republik Indonesia".
hakim yang mengadili perkaranya. Hak ingkar ialah
hak seseorang yang diadili un tuk mengajukan keberat "Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan
an-keberatan yang diser tai dengan alasan-alasan ter menjalankan jabatan saya ini dengan jujur, seksama
hadap seorang hakim yang akan mengadili perkara dan dengan tidak membeda-bedakan orang dan akan
nya. Putusan oleh
mengenai hal tersebut dilakukan berlaku dalam melaksanakan kewajiban saya sebaik
Pengadilan. baiknya dan seadil-adilnya seperti selayakny a bagi
(2) Apabila seorang Hakim masih terikat hubungan kelu seorang Hakim/Panitera Pengganti/Juru Sita yang
arga sedarah sampai derajat ketiga atausemenda berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan
keadilan".
dengan Ketua, salah seorang Hakim anggota, Jaksa,
Penasehat Hukum atau Panitera dalam suatu perkara
tertentu, ia wajib merngundurkan diri dari pemerik
saan perkara itu.
129
i28
kamah Agung, dalarn perkara per data dan pidana oleh
Pe pihak-pihak yang berkepentingan.
(4) Dalam perkara pidana wajib hadir pula seorang
lain dengan
nuntut Umum, kecuali apabila di tentukan Pasal 22
Undang-undang. Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh
Pasa! l6 mereka yang termasuk lingkungan Peradilan umum oleh dan
Pengadilan memeriksa dan memutus perkara
pidana lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadilikeCuali
Undang-undang Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum,
dengan hadirnya tertuduh, kecuali apabila Pertahanan/Keamanan
nenentukan lain. jika menurut keputusan Menteri
dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harue
Pasa! 17 diperiksa dan diadili oBeh Pengadilan dalam lingkungan
(1) Sidang pemeriksaan Pengadilan adalah terbuka untuk Peradilan Militer.
kecuali apabila Undang-undang menentukan
umum, Pasal 23
lain. harus memuat
(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) mengaki (1) Segala putusan Pengadilan selain harus
alasan-alasan dan dasar-dasar putusan itu, juga
batkan batalnya putusan menurut hukum.
rahasia. memuat pula pasal-pasal tertentu dari peraturan
(3) Rapat permusyawaratan Hakim bersifat
peraturan yang bersangkutan atau sumber hukum
Pasa! 18 yang tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili.
Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai (2) Tiap putusan pengadilan ditanda-tangani oleh Ketua
serta Hakim-hakim yang memutus dan Panitera yang
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka ikut serta bersidang.
untuk umum.
(3) Penetapan-penetapan, ikhtisar-ikhtisar rapat per-.
musyawaratan dan berita-berita acara tentang peme
Pasal 19
riksaan sidang ditanda-tangani oleh ketua dan pani
Atas semua putusan Pengadilan dalam tingkat tera.
pembebasan dari tuduhan,
per tama, vang tidak nerupakan
dapat dimintakan banding oleh pihak-pihak yang bersang Pasal 24
menentukan lain. Untuk kepentingan peradilan semua Pengadi!an wajib
kutan, kecuali apabila Undang-undang
saling memberi bantuan yang diminta.
Pasal 20
banding dapa:
Atas putusan Pengadilan dalam tingkat oleh pihak BAB III
dimintakan kasasi kepada Mahkamah Agung
Undang HUBUNGAN PENGADILAN DAN
pihalk yang berkepentingan yang diatur dalam LEMBAGA NEGARA LAINNYA
undang.
Pasal 21 Pasal 25
Apabila terdapat hal-hal atau keadaan-keadaan yang Semua Pengadilan dapat memberi keterangan, per
ditentukan dengan Undang-undang, terhadap putusan timbangan dan nasehat-nasehat tentang soal-soal hukum
Pengadilan, yang telah memperoleh kekua tan hukum yang kepada Lembaga Negara lainnya apabila diminta.
tetap dapat dimin takan peninjauan kenbali kepada Mah 127
126
tertingg:
(4) Mahkarnah Agung melakukan pengawasan
lain, menurut keten
perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dalam hal-hal atas perbuatarn Pengadilan yang
Undang-undang.
dan nenurut cara-cara yang diatur dengan Undang8 tuan yang ditetapkan dengan
undang. Pasal l1
(1) Badan-badan yang melakukan peradilan
Pasal 8 tersebut
administratip dan
Setiap orang, yang disangka, ditangkap, ditahan, pasal 10 ayat (1) organisatoris, rnasing-nasing De
dituntut, dan/atau dihadapkan di depan Pengadilari, waj1b finansiil ada di bawah kekuasaan
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Penga parternen yang bersangkutan.
adrninistrasi
dilan, yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh (2) Mahkamah Agung rnernpunyai organisasi,
kekuatan hukum yang tetap. dan keuangan tersendiri.
Pasal 9 Pasal 12
)
() Seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun Susunan, kekuasaan serta Acara dari Badan-badan
diadili tanpa alasan yang berdasarkan Undang-undang Peradilan tersebut dalam pasal 10 ayat (1) diatur dalam
a tau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hu Undang-undang tersendiri.
kum yang diterapkannya, berhak menuntut ganti
kerugian dan rehabili tasi. Pasal l13
(2) Pejabat yang dengan sengaja melakukan perbuatan Badan-badan peradilan khusus di samping Badan
sebagaimana tersebut dalam ayat (I) dapat dipidana. badan Peradilan yang sudah ada, hanya dapat diadakan
(3) Cara-cara un tuk menuntut ganti kerugian, rehabili dengan Undang-undang.
tasi dan pembebanan ganti kerugian diatur lebih
lanjut dengan Undang-undang. Pasal 14
122
1ati a altiai
ile ikat leala
*aty tirteat iana ang yata akisat tari
1eete antara lti. Iiwneaia eaciglela
iyaar la) dan be
I'asal1
Unicth teneituhan apakai aeatai inda. pidana tcr
hasu helntuat pasaldapal iminta haseliat larl
Mahhamalh Agulg PRESIDEN KEUBLIK INDONESIA
P'asal 4
Menimbangi
.egai peber lan ainesti semua akibal hukum pida-)
ha ieihadap or ang or ang termaksut dalan pasal I dan 2 a. bahwa undang-undang Nornor 19 tatun 1964 1er.tarig
Kelentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakinan
Denga pember ian abolisi maka penuntutan terhadap (Lembaran Negara Tahun 1964 Nornor 157) tidek
otang orang yang termaksud dalam pa sal I dan 2 ditiada merupakan pelaksana an murni dari pasal 24 Lndang
undang Dasar 1945, karena memuat ketentuan
ketentuan yang bertentangan dengan Undang-undang
Dasar 1945.
Pasal 5
ndang-undang Darurat ini mulai berlaku pada hari b. Bahwa Undang-undang Nomor 19 tahun 1964 tentang
undangkan. Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasa an Kehakiman
Agar supaya se tiap orang dapat mengetahuinya, me (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 107) telah
erintahkan pegundangan Undang-undang Darurat ini dinyatakan tidak berlaku dengan Undang-undang
Cengan penernpatan dalarn Lembaran Republik Indonesia. Nomor 6 tahun 1969 tetapi saat tidak berlakunya
Undang-undang tersebut dite tapkan pada saat
Dite tapkan di Jakarta Undang-undang yang menggantikannya mulai berlaku:
pada tanggal 27 Desemnber 1954 C. bahwa berhubung dengan hal-hal tersebut di atas
PRESIDEN REPUBLIK INDONESI perlu ditetapkan Undang-undang baru mengenai
ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasa an Kehakiman
Dundangkan pada ttd. yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang
anzgal 31 Desember 1954 Dasar 1945.
SUKARNO.
MENTERI KEHAKIMAN, Mengingat:
MENTERTKEHAKIMAN,
ttd. 1. Pasal 5 ayat (1), pasal 20 ayat (), pasal 24 dan
ttd. pasal 25 Undang-undang Dasar 1945;
DODY GONDOKUSUMO. DJODY GONDOKUSUMO. 2. Ketetapan Majelis Per musyawaratan Rakyat Semen
tara Nomor X/MPRS/1966 pasal 2 dan pasal 3;
129
LAMPIRAN KE IX:
Pasal I4
UNDANG UNDANG DARURAT NO. I1 TAHUN J954.
Undang-undang ini dapa: disebu: "UNDANG-UNDANG
GRASI". (Lembaran Negara No. 146 Tahun 1954).
Pasal 15
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, .
Undang-undang ini mulai berlaku pada hari pengumum
anny a. Menimbang:
Agar supaya setiap orang dapat menge tahuinya meme Bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal
rintahkan pengumuman Undang-undang ini dengan penem 107 Undang-undang Dasar Sementara Republik
patan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Serikat. Indonesia dan untuk menyesuaikan penetapan Presi
den Republik Indonesia No. l4 tahun 1949 tentang
Disahkan di Jakar ta
pada tanggal I Juli 1950 pernberian amnesti dengan ketentuan tersebut perlu
diadakarn peraturan tentang arnnesti dan abolisi;
Presiden Republik Indonesia Serikat
SOEKARNO
Menimbang:
Bahwa karena keadaan-keadaan yarng nendesak,
Menter. Kehakiman, peraturan ini perlu segera diadakan;
Mengingat:
Soepomo. Pasal 96 dan 107 Undang-undang Dasar Sernentara
Republik Indonesia.
Dunkan di Jakarta,
pada targgal 6 Juli |950 ME M UTUSKA N:
enter, Kehakiman,
Menetapkan:
UNDANG UNDANG DARURAT TENTANG
AMNESTI DAN ABOLISI
Pasal 1
Presiden, atas nama keperntingan Negara, dapat
nemberi amnesti abol1si kepada orang-orang, yang telah
melakukan sesuatu tindak pidarna.
Tetulis dari Mahkamah Agung yang menyanpaikan
nasehat Presiden memberi amnesti dan aboisi ini setelah
mendapat Iasehat atas permintaan Menteri
Kehakiman.
119
Ss
I16
hari itu dihitung mulai hari berikut hari keputusar
kan per mohonan grasi atau kehendaknya akan mema diberitahukan kepada orang yang dihukum.
jukan permohonan grasi. (3) Hal yang ditentukan dalam ayat () harus diberitahu.
(4) Hal yang ditentukan dalam ayat yang lalu kan kepada orang yang dihukum oleh pegawai-pega.
harus
diberitahukan kepada yang dihukum: wai dan pada waktu yang dimaksud dalam pasal 1
a. oleh hakim atau Ketua ayat (4).
Pengadilan yang memutus
pada tingkat pertama, dalam
dilan, setelah keputusan persidangan penga Pasal 6
atau
kehakiman diumumkan,
(1) Permohonan grasi harus dimajukan kepada Panitera
b. oleh panitera pengadilan yang memutus pada ting Pengadilan yang memutus pada tingkat pertama, atau
kat per tama, dalam penjara ke tika keputusan itu jika pemohon bertenpat tinggal di luar daerah hukum
diberitahukan kepadanya, jika orang yang
ada dalam tahanan dan karena suatu haldihukum:
pengadilan yang berkepentingan atau jika Panitera
tidak pengadilan tidak ada di tempatnya, maka pemohon
dapat dibawa ke dalam persidangan dimana kepu dapat memajukan permohonannya kepada pembesar
tusan itu diumumkan, atau daerahnya.
C. oleh Kepala Kejaksa an atau pegawai yang diwa (2) Permohonan grasi yang langsung dimajukan kepada
jibkan menjalankan keputusan kehakiman, ketika Presiden atau Permbesar yang lain, dikirim kepada
ia memberitahukan keputusan dalam pemeriksaan Hakim atau ketua pengadilan yang bersangkutan.
tingkat pertama yang dilangsungkan di luar hadir (3) Pemasukan surat permohonan ampun, yang dimaksud
nya orang yang dihukum atau keputusan .dalam dalam ayat (2) tersebut di atas, dianggap sebagai
pemeriksaan ulangan oleh pengadilan ulangan yang dirnajukan kepada Panitera pengadilan tersebut
kepadanya. dalam ayat (1).
(4) Kecuali terhadap hukuman mati, maka permohonan
Pasal 4 grasi yang dimajukan oleh pihak lain daripada orang
(1) Permohon an grasi atau hukuman denda tidak dapat yang dihukum hanya dapat diterima, jikalau ternyata
menunda pelaksanaan hukuman itu; dalam ha!
bahwa orang yang dihukum itu setuju dengan permo
honan tersebut.
crang yang dihukum tidak dapat membayar denda
berlaku pasal 3 ayat (1) dan (2). Pasal 7
(2) Pemberian grasi atas hukunan denda harus rnenyata
kan perintah pembebasan dari sebagian atau seluruh (1) Barang siapa yang mengajukan permohonan grasi
nya dari denda yang telah ditetapkan. dengan persetujuan orang yang dihukum, berhak
rnendapat salinan atau petikan dari keputusan hakim
atau pengadilan yang bersangkutan atas biayanya.
Pasal 5 (2) Atas permintaannya haruslah diberikan kesempatan
(1) Kecuali apa yang ditetapkan dalarn pasal 2, maka kepadanya untuk nelihat surat-surat permberitaan.
perrnohonan grasi termaksud pasal 3 ayat (1) hanya
dapat dimajukan dalarn tenggang 14 hari terhitung
mulai hari berikut hari keputusan menjadi tetap.
2) Dalarm hal keputusan dalam
pemeriksaan
dijatuhkan oleh pengadilan ulangan, maka ulangan yang
tenggang 1
1!4
an yang dijatuhkan oleh pengadilan ulangan tenggang
LAMPIRAN KE VIll
30 hari itudihitung mulai hari berikut hari keputusar
diberitahukan kepada orang yang dihukurn.
tenggang tersebut
(2) Jika orang yang dihukum dalam perrnohonan
UNDANG-UNDANG NO.3 TAHUN 1930
TENTANG dalam ayat (1) tidak memajukan grasi,
PERMOHONAN GRASI maka Panitera tersebut dalam pasal 6 ayat (I) sege
ra memberitahukan hal itu kepada Hakim atau
Ketua pengadilan dan Jaksa atau Kepala Kejaksaan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,
tersebut pada pasal 8 ayat (1), (3) dan (4). Ketentu
Menimbang: an-ketentuan dalam pa sal 8 berlaku dalam hal ini.
Bahwa perlu diadakan sebelum kepu
(3) Hukuman mati tidak dapat dijalankanKejaksaan
permohonan grasi, yangUndang-Undang
baru tentang tusan Presiden sampai pada Kepala yang
akan berlaku untuk seluruh dimaksudkan dalam pasal 8 ayat (3) atau pegawai
daerah Republik Indonesia Serikat;
yang diwajibkan menjalankan keputusan kehakiman.
Mengingat:
Pasal-Pasal 127, 160 dan 192 Konstitusi Sementara, Pasal 3
"Gratieregeling" (Staatsblad 1933No. 2), Peraturan (1) Hukuman tutupan, penjara dan kurungan, termaksud
Pemerin tah Republik Indonesia No. 67 tahun 1943 juga hukuman kurungan pengganti, tidak boleh dija
tentang permohonan grasi, dan Verordening Melitair lankan, apabila orang yang dihukum mohon supaya
Gezag tanggal l12-XII-1941 No. 108/D.v.C.; hukuman itu tidak dijalankan karena permohonan
Dengan persetujuan Dewan Perwaki lan Rakyat: grasi, atau kehendaknya akan mernajukan permohon
an grasi.
MEMUTUSKAN: (2) Ketentuan dalam ayat (1) mengenai hukuman kurung
A. Mencabut semua peraturan tentang permohonan grasi an pengganti tidak berlaku bagi orang yang dihukum
tersebut di atas; yang menurut pendapat Jaksa atau pegawai yang
B. Menetapkan peraturan sebagai berikut: diwajibkan menjalankan keputusan kehakiman yang
bersangkutan meskipun dapat membayar, tidak suka
UNDANG-UNDANG TENTANG PERMOHONAN GRASI membayar hukuman denda yang dijatuhkan kepada
nya.
Pasal 1 (3) Jika hukuman tersebut pada ayat (1) dijalankan,
Atas hukuman-hukuman yang dijatuhkan oleh keputus karena orang yang dihukum, ketika keputusan keha
an kehakiman baik militer maupun sipil, yang tidak dapat kiman yang tidak dapa diubah lagi, diberitahukan
diubah lagi, orang yang dihukum a tau pihak lain dapat kepadanya oleh Kepala Kejaksaan atau pegawai yang
memajukan permohonan grasi kepada Presiden. diwajibkan menjalankan keputusan kehakiman, ti
dak menyatakan kehendaknya supaya pelaksanaan
Pasal 2
hukuman itu ditunda karena permohonan grasi atau
(1) Jika hukuman mati dijatuhkan oleh pengadilan, maka kehendaknya akan memajukan pernmohonan grasi,
pelaksanaan hukuman itu tidak boleh dijalankan maka pelaksanaan hukuman itu tidak dapat dihen
selama 30 hari terhitung mulai hari berikut hari tikan atas permohonan yang kemudian dimajukan
keputusan tidak dapat diubah lagi, dengan pengertian, oleh orang yang dihukum atau pihak lain, berdasar
bahwa dalam hal keputusan dalam pemneriksaan ulang
113
L12