PERKARA KONEKSITAS
Oleh:
Prof. Dr. Maidin Gultom, SH., MHum.
1
Praperadilan:
2
Pasal 1 :10 KUHAP:
3
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh
tersngka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak diajukan
kepengadilan
4
2. Subyek Praperadilan
a. Pasal 79 KUHAP:
permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga
atas kuasanya
b. Pasal 80 KUHAP:
permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau
penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan
5
c. Pasal 81 KUHAP:
permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnaya
penangkapan atau penahanan atau akibat sahnya penghentian
penyidikan atau penuntutan
d. Pasal 95 KUHAP:
(1) tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian
karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan
tindakan lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang
atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditepkan;
(2) tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atas
penangkapan atau karena kekelituan mengenai orangnya atau hukum
yang ditepkan;
6
Dari ketentutan pasal 79, 80, 81 dan 95
KUHAP di atas dapat diketahui:
7
Subyek atau penuntutan
No Jenis tuntutan praperadilan Dasar hukum
praperadilan
1 Sah atau tidak sahnya penangkapan atau penahanan 1. Terangka Pasal 79
2. Keluarga tersangka
2 Sahnya penghentian penyidikan 1. Tersangka Pasal 79
2. Pihak ketiga yang
berkepentingan
8 8
Catatan : yang dimaksud dengan pihak ketiga yang berkepentingan adalah saksi korban atau keluarganya. Dan saksi pelapor/pengadu
atau keluarganya. Keluarga berarti : anak, suami, isteri, orangtua, dan lain-lain sesuai dengan keadaan.
3. Kompetensi Pengadilan Untuk Memeriksa tuntutan
Praperadilan
a. Kompetensi Absolut
Kompetensi Absolut menyangkut kewenangan mengadili dari
pengadilan yang berbeda jenisnya atau antar pengadilan yang
berbeda.
9
b. Kompetensi Relatif.
10
Pasal 1 : 10 KUHAP:
Wewenang pengadilan negeri dapat menimbulkan persoalan:
Dalam hal ini pengadilan negeri atau pengadilan Militer adalah status sipelaku
tindak pidana, bukan status pejabat yang melakukan penahanan atau
penangkapan.
11
Kompetensi absolut pengadilan yang berwenang
mengadili praperadilan adalah status pelaku
tindak pidana.
12
Pasal 15 PP No. 27/1983:
Prapradilan bagi orang sipil diadili oleh PN dan tentara diadili oleh
Mahkamah Militer.
Hal ini terjadi karena ada tata cara atau presedur yang berlaku bagi polisi
(untuk orang sipil) dan Polisi Militer (untuk tentara) dalam melaksanakan
13 tugasnya.
4. Alasan untuk Mengajukan tuntutan
praperadilan:
14
1 : Penangkapan tidak sah
d. Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dapat dilakukan oleh setiap orang
(bukan hanya oleh penyidik/penyelidik).
15
Syarat material dari suatu (surat) penangkapan
adalah:
16
2 : Penahanan tidak sah:
dan hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu tertentu untuk setiap tingkat
pemeriksaan.
17
3. Sah atau tidak sahnya penghentian penyidikan:
18
Pasal 109 KUHAP:
19
4 : sah atau tidak sahnya penghentian penuntutan.
20
5: Tuntutan ganti kerugian
21
Pasal 1 : 22 KUHAP dapat diketahui bahwa:
Karena merupakan hak, maka dituntut dan boleh juga tidak dituntut.
22
Besar ganti kerugian adalah serendah-rendahnya Rp.
5.000-
23
a. Tuntutan ganti kerugian diajukan secara alternatif,
maksudnya:
tuntutan ganti kerugian diajukan berdasarkan alasan penangkapan
atau
penahanan tidak sah, atau atas dasar penghentian penyidikan atau
penuntutan tidak sah.
Oleh karena itu tidak mungkin diajukan tuntutan ganti kerugian secara
alternatif.
25
Alasan pendirian yang ketiga ini adalah :
Dengan bertititk tolak dari ajaran Ilmu Hukum apa yang tidak dilarang
oleh UU secara tegas adalah merupakan sesuatu yang diperbolehkan
maka penggabungan itu diperbolehkan, karena tidak dilarang.
26
Pembayaran ganti kerugian dilakukan oleh Menteri Keuangan diatur di dalam
surat keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 938/KMK.01/1983 tentang Tata
Cara Pembayaran Ganti Kerugian.
28
6: Tuntutan Rehabilitasi
29
Dari Pasal 1 : 23 KUHAP ini dapat diketahui bahwa rehabilitasi itu merupakan:
yang telah menjalani tindakan hukum tanpa alasan yang berdasarkan UU atau
tanpa alasan yang sah.
30
Dasar atau asas dari rehabilitasi adalah:
Memberikan jaminan perlindungan hukum bagi hak asasi tersangka atau
terdakwa (juga terpidana) karena tindakan melawan hukum dari aparat
penegak hukum.
31
Amar putusan praperadilan mengenai rehabilitasi
adalah: memulihkan hak pemohon dalam
kemampuan kedudukan dan harkat serta martabatnya
(Pasal 14 (2) PP No. 27/1983)
32
‘
5. Upaya hukum terhadap putusan praperadilan
33
Pasal 79 KUHAP menyangkut permintaan sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan,
Pasal 80 menyangkut permintaan sah atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan,
Pasal 81 menyangkut permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi.
Apabila hal ini dihubungkan dengan pasal 83 (1) KUHAP, maka pada dasarnya
terhadap permintaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 79,80 dan 81 diatas
tidak dapat dimintakan banding.
Hal ini juga berarti bahwa putusan akhir ada pada pengadilan negeri (lihat
Pasal 1 : 10 KUHAP).
Namun walaupun demikian, terhadap ketentuan pasal 83 (1) KUHAP tersebut
terdapat pengecualian sebgaimana diatur dalam ayat (2)nya,
yaitu apabila putusan praperadilan itu menyangkut tidak sahya penghentian
penyidikan atau penuntutan maka dapat dimintakan putusan akhir
kepengadilan tinggi (banding).
34
Dari perkataan ‘putusan akhir’ kepengadilan tinggi
tidak boleh dimintakan kasasi, hal ini telah diperkuat oleh pasal 45 A
UU No. 5/2004 tentang perubahan UU Nomor 14/1985 tentang
Mahkamah Agung,
35
B. Perkara Koneksitas
37
Dengan kata lain, perkara koneksitas adalah perkara yang
dilakukan bersama-sama oleh orang sipil dan tentara.
38
Peradilan koneksitas bertujuan untuk menciptakan rasa
keadilan bagi masyarakat.
40
Menjadi sebagai berikut:
42
Pada pokok keputusan bersama itu memuat :
43
b. Pengadilan yang mengadili delik koneksitas ditetapkan
oleh penelitian bersama antara jaksa/jaksa tinggi
dengan oditur/Oditur Jenderal (bandingkan dengan
pasal 90 KUHAP: untuk menetapkan apakah
pengadilan dalam lingkungan peradilan militer atau
pengadilan dalam lingkungan umum yang akan
mengadili perkara pidana sebagaimana dimaksud
dalam pasal 89 ayat (1), diadakanh penelitian bersama
oleh jaksa atau jaksa tinggi dan oditur atau oditur
militer tinggi atas dasar hasil penyidikan tim tersbut
pada pasal 89 ayat (2).
44
c. Penentuan peradilan mana yang akan mengadili didasarkan
kepada tiutik berat kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana
yang bersangkutan (militer/umum), dan uga dipertimbangkan
factor tambahan yaitu sifat tindak pidana dan jumlah pelaku
masing-masing (dibandingkan dengan pasal 91 KUHAP : jika
titik berat kerugian terletak pada kepentingan umum maka akan
diadili oleh peradilan umum, dan jika berat kerugian ada pada
kepentingan militer maka akan diadili oleh peradilan militer-
intinya).
45
d. Jika peradilan umum yang akan mengadili, maka berita
acara diambilalih oleh jaksa. Jika terjadi perbedaan
pendapat antara jaksa/jaksa tinggi dengan
oditur/oditur tinggi, dilaporkan kepada Jaksa Agung
dan Oditur Jenderal ABRI. Jika antara Jaksa Agung
dengfan oditur Jenderal terjadi perbedaan pendapat,
maka keputusan ada pada Jaksa Agung (bandingkan
dengan pasal 93 KUHAP : Apabila dalam penelitian
terdapat perbedaan pendapat antara penuntut umum
dengan oditur militer atau oditur militer tinggi, masing-
masing melaporkannya kepada Jaksa Agung dan
Oditur Jenderal ABRI, kemudian dimusyawarahkan.
Jika terjadi perbedaan pendapat,maka pendapat Jaksa
Agung yang lebih menentukan intinya)
46
e. Susunan Hakim, jika PN/PT yang memeriksa, satu hakim anggota
dari hakim Militer, demikian juga sebaliknya (bandingkan dengan
pasal 94 KUHAP : Apabila perkara diadili oleh peradilan umum
maka majelis hakim terdiri dari hakim ketua dari PN dan hakim
anggota dari PN dan Mahkamah Militer secara berimbang
demikian juga sebaliknya-intinya).
47
TERIMA KASIH
48