Anda di halaman 1dari 2

BAB 1.

PENDAHULUAN
Bab ini membahas tentang latar belakang dan alasan penulis mengangkat judul Analisa Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Depresi Pada Remaja Di Pedesaan.

1.1 Latar Belakang


Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Masa remaja
adalah masa yang unik dan formatif. Menurut Erikson (1950) menjelaskan bahwa pada usia 10-20 tahun
merupakan fase identitas versus kebingungan identitas. Pada masa ini individu dihadapkan dengan
pencarian jati diri, tentang siapa mereka sebenarnya, tentang kemana mereka akan melangkah dalam
hidup, banyaknya peran dan status kedewasaan. Namun, pada masa remaja sering kali dihadapkan
dengan kemiskinan, pelecehan seksual, atau kekerasan yang dapat membuat remaja rentan mengalami
masalah kesehatan mental (WHO, 2019).

Menurut Paul H. Landis (1948) pedesaan terbagi atas tiga batasan pengertian antara lain statistik,
psikologi sosial dan ekonomi. Dalam statistik pedesaan didefinisikan suatu tempat dengan jumlah
penduduk kurang dari 2.500 orang. Dalam psikologi sosial pedesaan didefinisikan sebagai daerah dengan
derajat intimitas yang tinggi dari pergaulan penduduknya. Serta, dalam kajian ekonomi pedesaan
didefinisikan daerah dengan perhatian ekonominya dibidang pertanian.

Perkembangan ekonomi yang kian pesat membuat penduduk desa memiliki keinginan untuk
mengadu nasib di perkotaan. Keinginan tersebut membuat orang tua sering kali meninggalkan anak-
anaknya untuk tetap tinggal di pedesaan. Kurangnya perhatian orang tua dapat meningkatkan tekanan
psikologis remaja (Lan and Wang, 2020). Kurangnya promosi kesehatan mental di sekolah pedesaan
menjadi meningkatnya masalah kesehatan mental pada remaja (Wang et al., 2019). Serta tingginya
stigmatisasi pada lingkungan pedesaan membuat masalah kesehatan mental lebih sulit tertangani,
akibat dari kurangnya kemauan untuk berobat akibat tingginya stigmatisasi yang dialami (Pendse and
Nugent, 2017).

Depresi merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang sering dialami oleh para remaja.
Depresi adalah gangguan mood berupa kesedihan yang intens, berlangsung dalam waktu lama, dan
mengganggu kehidupan normal yang insidennya semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
tekanan hidup. Depresi pada remaja ditandai dengan turunnya minat pada suatu kegiatan, mudah
tersinggung, mudah menangis, perubahan nafsu makan, merasa tidak berguna, sulit berkonsentrasi.

World Health Oraganiztation (WHO) memperkirakan pada tahun 2018 masalah kesehatan mental
menyumbangkan 16% dari seluruh penyakit dan cedera yang dialami remaja berusia 10-19 tahun. Bunuh
diri akibat depresi menjadi penyebab kematian ketiga pada usia-usia remaja. Di indonesia, Riset
kesehatan dasar (Riskesdas) melaporkan sekitas 706 ribu jiwa mengalami depresi dan sekitar 315 ribu
jiwa tinggal di daerah pedesaan. Sekitar 56 ribu jiwa merupakan remaja yang masih bersekolah.

Depresi pada remaja dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tingginya viktimisasi dari teman
sebayanya dapat menjadikan remaja merasa memiliki harga diri rendah (Fredrick and Demaray, 2018).
Serta kurangnya kontrol kognitif pada remaja pedesaan menjadikan risiko depresi lebih tinggi
(Maciejewski et al., 2020). Hingga kurangnya perhatian orang tua pada remaja seringkali menjadikan
depresi lebih parah pada remaja (Tang et al., 2018).

Depresi merupakan masalah kejiwaan serius, karena dapat membuat fungsi otak terganggu dan
merusak jaringan otak. Hippocampus merupakan bagian otak yang menyimpan memori dan mengatur
produksi hormon kortisol. Tubuh melepaskan hormon kortisol ketika mengalami tekanan fisik dan
mental, seperti halnya saat depresi. Masalahnya jika produksi hormon kortisol yang berlebihan akibat
dapat memperlambat produksi neuron baru dan menyebabkan hippocampus menyusut, sehingga dapat
menyebabkan terjadinya masalah memori pada remaja (Legg, 2017).

Selain dapat menyebabkan masalah memori, depresi berkaitan dengan kurangnya kadar oksigen
pada tubuh (hipoksia) yang dapat merusak jaringan, sel tubuh dan otak (Zhao, Yang and Cui, 2017).
Dalam jangka panjang dapat dimungkinkan menyebabkan kerusakan memori lebih buruk, volume otak
yang lebih kecil, peradangan, kerusakan jaringan otak, dan menghambat kemampuan otak untuk
memperbaiki jaringan otak untuk memperbaiki jaringan dan sel otak yang rusak (Zeki Al Hazzouri et al.,
2018). Pada penderita depresi yang tidak teratasi seringkali menimbulkan keinginan untuk mengakhiri
hidup atau bunuh diri.

Terdapat berbagai faktor yang mempengarui terjadinya depresi pada remaja di pedesaan, sehingga
perlu dilakukan analisis terhadap faktor risiko tersebut. Tujuan dari kajian literatur ini adalah
menganalisis faktor-faktor risiko terjadinya depresi pada remaja pedesaan, meliputi faktor lingkungan,
keluarga, dan psikis masa remaja. Kajian literatur ini diharapkan memberikan hubungan depresi pada
remaja dengan faktor-faktor risiko tersebut sehingga dapat dilakukan tindakan preventif untuk
mencegah terjadinya depresi pada remaja di pedesaan.

Anda mungkin juga menyukai