Anda di halaman 1dari 6

Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA) ISSN 2355-3324

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 6 Pages pp. 27 - 32

KEARIFAN LOKAL SMONG MASYARAKAT SIMEULUE DALAM


KESIAPSIAGAAN BENCANA 12 TAHUN PASCA TSUNAMI
Rasli Hasan Sari1, Taqwaddin Husin2, Syamsidik3
1
Magister Ilmu Kebencanaan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
2
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Banda Aceh
3
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia
Email Penulis: rasly.atjeh@gmail.com1, taqwaddin_husein@yahoo.com2, syamsidik@tdmrc.org3
Koresponden : taqwaddin_husein@yahoo.com2

Abstract: Research about Simeulue local wisdom Smong in disaster preparedness after 12
years of tsunami was conducted. The research aims to know how Simelue people
preserved local wisdom Smong and the effort that have been made by Simelue people to
preserved the value of nandong and nafi-nafi. This research using descriptive methods
with qualitative approach and snowball sampling technique. The data collected by in-
depth interview, observing and document review. The result shown that 1) After 12 years
of tsunami Simelue people still preserved local wisdom Smong. Simelue people obtained
the knowledge about tsunami preparedness by the combination between traditional and
contemporary. 2) Simeulue people still preserved the values of nandong and nafi-nafi
thorugh education and internalization. Simeulue people also build art class, discussion
and documentation to preserved the local widom. The recomendation to Local
Government of Simelue to initiate he preservation of cultural values of nandong in the
artistic competitions.
Keywords: local wisdom Smong, preparedness, knowledge management

Abstrak: Penelitian yang berjudul “Kearifan Lokal Smong Masyarakat Simeulue Dalam
Kesiapsiagaan Bencana 12 Tahun Pasca Tsunami” bertujuan untuk mengetahui
penghayatan masyarakat terhadap kearifan lokal smong dan mengetahui upaya yang
dilakukan masyarakat dalam melestarikan nilai nandong dan nafi-nafi. Penelitian ini
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan teknik snowball
sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam, observasi,
dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) masyarakat Simeulue 12
tahun pasca tsunami masih menghayati kearifan lokal smong. Masyarakat Simeulue
memperoleh kombinasi pengetahuan tentang kesiapsiagaan menghadapi tsunami yaitu
pertautan antara kesiapsiagaan secara tradisional dan kontemporer; 2) masyarakat
Simeulue masih melestarikan nilai budaya nandong dan nafi-nafi melalui upaya-upaya
edukasi dan internalisasi. Bentuk-bentuk yang dilakukan berupa mendirikan sanggar seni,
dokumentasi, dan diskusi. Disarankan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Simeulue
agar dapat menginisiasi pelestarian nilai budaya nandong ke dalam bentuk kompetisi
kesenian.
Kata Kunci: kearifan lokal smong, kesiapsiagaan, manajemen pengetahuan

PENDAHULUAN tidak terlalu besar namun pergerakan patahan yang


terjadi sangat besar sehingga membangkitkan
Wilayah Pulau Simeulue, tahun 1907
tsunami yang jauh di atas perkiraan (Hill et al.
pernah dilanda oleh gempabumi disusul tsunami
2012).
yang bahkan mempunyai tinggi gelombang yang
Salah satu pengetahuan lokal yang menjadi
dua kali lebih besar dari yang terjadi tahun 2004
dikenal setelah tsunami Samudra Hindia tahun
(Natawidjaja 2015). Gempabumi tahun 1907 di
2004 adalah kearifan lokal smong, serangkaian
Simeulue mempunyai mekanisme serupa dengan
fenomena alam yang dipelajari melalui lagu dan
yang terjadi di Pulau Pagai, Mentawai pada bulan
cerita yang membantu masyarakat di Pulau
September 2010 yaitu walaupun magnitudonya
Simeulue, yang terletak di sebelah barat Pulau
Volume 3, No. 1, Februari 2016 - 27
Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA)
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Sumatera, untuk memprediksi datangnya tsunami. melestarikan nilai budaya nandong dan nafi-
Informasi ini diturunkan lintas generasi setelah nafi.
tsunami 1907 (Meyers and Watson 2008). Dampak
tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 dan 28 METODE PENELITIAN
Maret 2005 di Pulau Simeulue Provinsi Aceh- Penelitian ini menggunakan metode
Indonesia, hanya menewaskan 7 orang (McAdoo deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan teknik
et al. 2006). Smong merupakan salah satu kearifan snowball sampling. Penelitian ini berupaya untuk
lokal rakyat Pulau Simeulue-Aceh dalam melakukan deskripsi mengenai kearifan lokal
menghadapi bencana tsunami. Peringatan tentang smong yang dimiliki oleh masyarakat Simeulue
cara menghadapi bahaya tsunami mereka dalam kesiapsiagaan bencana 12 tahun pasca
lantunkan dalam syair lagu yang lazim tsunami. Subjek penelitian meliputi: informan
diperdengarkan saat menidurkan anak-anaknya kunci; informan utama; dan informan tambahan.
(Husin 2016). Pengumpulan data dilakukan dengan cara
Siswadi dkk. (2011) mengartikan kearifan wawancara mendalam, observasi, dan telaah
lokal sebagai pengetahuan, kecerdasan dan dokumen. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten
kebijakan setempat. Merujuk pada pandangan Simeulue (wilayah studi pada Kecamatan Teupah
Diposaptono dan Budiman (2005), menyebutkan Barat), Provinsi Aceh.
bahwa smong sebagai kekuatan budaya menjadi Dikuatkan oleh pendapat Patton (2002)
faktualitas yang perlu disosialisasikan dan yang menyebutkan bahwa melalui teknik
diinternalisasikan melalui suatu wahana sistemik snowball, subjek dipilih berdasarkan rekomendasi
berupa tulisan ilmiah. Disebutkan oleh Ardelt orang ke orang yang sesuai dengan penelitian
(2004) bahwa sesuatu kearifan tidak dapat untuk diwawancarai. Suyanto (2005),
dilepaskan dari penghayatnya karena selalu menyebutkan bahwa Informan Kunci yaitu
dimengerti pada tataran eksperiensial. seorang yang mengetahui dan memiliki berbagai
Penghayatan nilai-nilai suatu kearifan lokal dapat informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian;
menjadi kesadaran yang diwujudkan dalam sikap Informan Utama yaitu mereka yang terlibat secara
dan perilaku. langsung dalam interaksi sosial yang sedang
Kemampuan untuk memanfaatkan unsur diteliti; dan Informan Tambahan yaitu mereka
positif dari sesuatu pengetahuan baru, sangat yang dapat memberikan informasi walaupun tidak
ditentukan oleh sejauh mana penghayatan dan langsung terlibat dalam interaksi sosial yang
penguasaan terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang sedang diteliti.
dimiliki oleh suatu komunitas masyarakat.
Sebelum kejadian tsunami 2004, sebagian besar HASIL DAN PEMBAHASAN
masyarakat Simeulue tidak mengenal istilah
Penghayatan Masyarakat Simeulue
”tsunami”. Sebelumnya, istilah lain oleh
Terhadap Kearifan Lokal Smong 12
masyarakat setempat gunakan disebut dengan
Tahun Pasca Tsunami
“smong”. Keduanya memiliki tujuan yang sama Berdasarkan hasil wawancara mendalam
akan tetapi konsep penyelenggaraan berbeda. di lapangan tentang penghayatan kearifan lokal
Diketahui lahir konsep baru dalam kurun waktu 12 smong 12 tahun pasca tsunami, penulis
tahun terakhir ini di tengah kehidupan sosial memperoleh jawaban yang sama. Para
masyarakat Simeulue terkait kesiapsiagaan informan menjelaskan bahwa “masyarakat
bencana, maka tujuan penelitian ini adalah: Pulau Simeulue masih menghayati kearifan
1. Mengetahui penghayatan masyarakat lokal smong”. Penghayatan kearifan lokal
Simeulue terhadap kearifan lokal smong 12 smong esensinya bagaimana memahami tanda-
tahun pasca tsunami. tanda alam di sekitar mereka dan mampu
2. Mengetahui upaya masyarakat dalam

- 28 Volume 3, No. 1, Februari 2016


Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA)
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

menyesuaikan diri dengan lingkungan. Majelis lingkungan alam seperti tidak ada suara
Pemangku Adat di Pulau Simeulue gesekan angin di pepohonan. Senyap, tidak ada
meriwayatkan pengalaman gempabumi dan kicauan burung maupun suara hewan di sekitar
tsunami 2004 melalui budaya bertutur. Syair lingkungan. Ketiga, perintah tempat evakuasi
yang menceritakan kedahsyatan gempabumi masyarakat yang telah ditentukan jika tsunami
dan tsunami 2004 aslinya menggunakan terjadi.
bahasa Simeulue; Gunung Sibao adalah gunung tertinggi
yang ada di Pulau Simeulue. Pesan pada syair
Aher tahön duo ribu ampek/ Akhir tahun di atas memaknai perintah bahwa jika terjadi
dua ribu empat, smong/tsunami, maka segera mencapai tempat
Akduon mesa singa mangilla/ Tidak ada
setinggi mungkin dari pinggir pantai. Hal
yang mengetahui,
Pekeranta rusuh masarek/ Pikiran kita demikian dilakukan karena tidak ada yang tahu
kalut semua, ketinggian tsunami akan mencapai daratan,
Aceh fulawan nitimpo musibah/ Aceh sehingga semakin tinggi tempat berlari maka
emas ditimpa musibah. semakin berkurang risiko yang ditimbulkan.
Syair lagu tersebut telah diketahui oleh
Sumeneng bano tandone linon/ Senyap sebagian masyarakat Simeulue.
alam tandanya gempa,
Terkait pemahaman pratanda smong,
Huru-hara ata bak kampöng/ Huru hara
orang dalam desa, para informan menjelaskan bahwa dapat
Mataöt ata mangida smong/ Takut akan dideteksi melalui beberapa gejala alam, yakni:
datang tsunami, gempabumi yang kuat disusul air laut surut
Bakdö nga tantu bano humoddöng/ dengan kecepatan tinggi sampai ikan-ikan
Tidak tentu arah berlarian. menggelepar di pantai; air sungai mengering;
air sumur tiba-tiba menyusut; dan angin dingin
Huru-hara ata bak kampöng/ Huru-hara
berhembus dari arah laut hingga penampakan
orang dalam desa,
Mataöt ata smong ne malli/ Takut orang gelombang raksasa disertai suara gemuruh
tsunami besar, yang sangat keras.
Molongang tantu bano humoddöng/ Pengetahuan masyarakat Pulau
Sudah tentu tempat berlari, Simeulue akan terjadi smong tidak terbatas
Delok sibau rok tanggo basi/ Gunung pada gejala alam saja namun dapat pula
Sibao di tangga basi.
ditandai dengan perubahan perilaku pada
(Syair tersebut diperoleh saat proses
wawancara dengan informan kunci) hewan ternak. Salah satu tandanya adalah
sesaat setelah gempabumi, gerombolan
Syair di atas diciptakan oleh para Tokoh Kerbau; Sapi; dan Kambing yang berada di
Budaya di Pulau Simeulue yang menjelaskan pinggir pantai tiba-tiba melarikan diri ke arah
pesan berkaitan dengan pengalaman peristiwa hutan. Pengetahuan ini berdasarkan kesaksian
smong atau tsunami yang terjadi pada tanggal penyintas bencana gempabumi dan tsunami
26 Desember 2004 di Pulau Simeulue. Syair tahun 2004.
tersebut mengandung tiga pelajaran pokok.
Pertama, menceritakan bagaimana trauma Upaya Masyarakat Dalam Melestarikan
mendalam yang masyarakat Simeulue rasakan
Nilai Budaya Nandong dan Nafi-Nafi
karena guncangan bumi yang kuat dan
gelombang air laut menyapu daratan. Kedua, Upaya yang dilakukan masyarakat
mengandung pelajaran tentang tanda-tanda Simeulue untuk melestarikan nandong adalah
alam sesaat sebelum gempabumi terjadi. melalui kaderisasi. Bentuk-bentuk yang
Berupa perasaan hening/hampa pada dilakukan yaitu mengajarkan dan melatih

Volume 3, No. 1, Februari 2016 - 29


Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA)
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

kesenian nandong kepada generasi muda sudah jarang dilakukan. Hal demikian dipicu
melalui sanggar seni. Latihan nandong oleh tersedianya media perangkat
dilakukan satu kali dalam satu minggu. Diikuti telekomunikasi. Para orang tua tidak harus
oleh peserta didik tingkat Sekolah Dasar, kesempitan waktu hanya untuk menceritakan
setiap sanggar diikuti oleh 10 sampai dengan pengalaman bencana alam kepada anak-
15 orang. Para orang tua tidak memaksakan anaknya. Kemudahan para orang tua
kepada anak-anak mereka untuk belajar mengajarkan kepada anak-anak mereka
nandong, karena kesenian nandong tentang pengetahuan terhadap bencana,
berdasarkan atas kemauan dan minat. Hanya khususnya gempabumi/tsunami melalui
terdapat dua sanggar seni nandong yang telah program televisi dan internet membuat mereka
berbadan hukum di Simeulue, yaitu sanggar dapat melakukan aktivitas yang lain.
seni nandong “Maredem Maso” dan “Anak Temuan di lapangan lainnya terkait
Sibok”. Pengetahuan smong juga disebarkan diseminasi nafi-nafi pada masyarakat
dalam komunitas masyarakat Simeulue melalui Simeulue, peneliti memperoleh jawaban dari
cerita rakyat yang disebut “nafi-nafi”, seperti para informan bahwa sosialisasi kesiapsiagaan
pernyataan informan berikut: bencana tsunami melalui nafi-nafi dapat juga
dilakukan pada tempat-tempat
“…….awal timbolne nafi-nafi karano umum/keramaian. Salah satunya di warung
inangerea bahae enga media-media kopi, para orang tua dan/atau remaja ketika
informasi uwik televisi, handphone.
sedang bersantai di warung kopi, disela-sela itu
Jadi, datransfer ilmu daya melalui nafi-
nafi. Uwingi marösiuk mömbönea satu sama lain bercerita tentang pengalaman
dapekmaro nisuritokan mek penerusne pribadi masing-masing saat
singa meisekamön. Sahinggo soere gempabumi/tsunami pada 12 tahun lalu.
akduonia mötöik”. Pengalaman mereka umumnya beragam,
(…..awal munculnya nafi-nafi karena namun tidak terlepas dari konteks pengetahuan
dahulu belum ada media-media bagaimana pratanda yang mendahului
informasi seperti televisi dan
gempabumi/tsunami, upaya mereka sehingga
handphone. Jadi, nenek moyang kita
mentransfer ilmu mereka melalui nafi- dapat selamat, sampai pada cerita pengalaman
nafi. Demikian nanti cucu mereka dapat bertahan hidup saat berada di lokasi
juga diceritakan kepada penerusnya ke pengungsian. Meskipun knowledge sharing
depan. Sehingga ini “nafi-nafi” tidak berlangsung di warung kopi dan bersifat
akan terputus). ringan, namun bentuk tersebut salah satu cara
efektif untuk mendiseminasi tentang
Mulai dari kelompok terkecil, setiap
pengetahuan gempabumi/tsunami.
Kepala Keluarga mendiseminasi tanda-tanda
Hasil observasi di lapangan, sosialisasi
dan cara menyelamatkan diri kepada anak-
kearifan lokal smong juga tidak terbatas
anak mereka manakalah terjadi gempabumi
melalui syari lagu dan cerita rakyat, akan tetapi
dan tsunami, sebagaimana mereka pernah
dapat pula melalui dunia bisnis. Beberapa
mendapatkan pengetahuan yang sama dari
pengusaha di Simeulue menamakan usaha
garis keturunan sebelumnya. Namun
mereka berkaitan dengan smong. Jenis-jenis
Demikian, diseminasi nafi-nafi pada
usaha tersebut diantaranya: 1) Smong Grafika.
sebelumnya diketahui dilakukan oleh para
Usaha sablon milik salah seorang warga
orang tua kepada anak-anak mereka pada
Simeulue yang berada di pusat Kota Sinabang.
waktu senggang, seperti saat istirahat di sawah;
Berikutnya salah satu perusahaan bidang
di kebun; dan saat sedang menidurkan anak,
media dan pemberitaan bernama
pada akhir-akhir ini (12 tahun pasca tsunami)
“Smongonline.com”, salah satu portal media

- 30 Volume 3, No. 1, Februari 2016


Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA)
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

lokal di Pulau Simeulue. Penggunaan kata menghadapi tsunami yaitu perpaduan antara
smong terdapat pula pada media penyiaran kesiapsiagaan secara tradisional (lama) dan
jenis Radio. Salah satu stasiun radio di kontemporer (baru).
Simeulue memberikan dengan nama “Smong Para informan menjelaskan bahwa
FM”. Bahkan salah seorang anak yang lahir pengetahuan kontemporer yang mereka
pada saat gempabumi dan tsunami 2004, peroleh tentang kesiapsiagaan menghadapi
diberikan nama oleh orang tuanya yaitu Putra bencana tsunami adalah nilai tambah dalam
Smong. Kata “smong” telah menjadi salah satu mengurangi dampak yang ditimbulkan.
simbol di Pulau Simeulue. Bentuk-bentuk Sinergitas antara konsep pengetahuan lokal
inovasi di atas merupakan hasil kreasi dengan pengetahuan pada masa sekarang
pengetahuan yang secara tidak langsung tentang kesiapsiagaan menghadapi tsunami
menjadi media diseminasi pengetahuan smong sebagai aset pengetahuan. Antara keduanya
kepada lapisan masyarakat. tidak saling melemahkan, sebaliknya dapat
meningkatkan kepercayaan diri masyarakat
Kombinasi Pengetahuan Masyarakat tempatan dalam ketangguhan menghadapi
Dalam Kesiapsiagaan Bencana Tsunami bencana.
Kesiapsiagaan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi KESIMPULAN
bencana melalui pengorganisasian serta Berdasarkan hasil penelitian dan
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya pembahasan di atas, dapat disimpulkan sebagai
guna (Adlina dkk. 2014). Hasil penelitian di berikut:
lapangan menunjukkan bahwa selain 1. Masyarakat Simeulue 12 tahun pasca
kesiapsiagaan menghadapi tsunami dalam tsunami masih menghayati kearifan
konsep kearifan lokal, masyarakat mendapat lokal smong. Masyarakat Simeulue
pengetahuan baru dalam konsep yang berbeda memperoleh kombinasi pengetahuan
kendatipun memiliki tujuan yang sama. tentang kesiapsiagaan menghadapi
Konsep tersebut yakni pengetahuan tsunami yaitu pertautan antara
kesiapsiagaan bencana sebagaimana yang kesiapsiagaan secara tradisional dan
tertuang dalam penyelenggaraan sistem kontemporer.
nasional penanggulangan bencana Indonesia. 2. Masyarakat Simeulue masih
Pengetahuan terkini yang didapatkan melestarikan nilai budaya nandong
masyarakat Simeulue dalam kesiapsiagaan dan nafi-nafi melalui upaya-upaya
bencana melalui Pemerintah Daerah setempat edukasi dan internalisasi. Bentuk-
berupa: pelatihan dan simulasi; pembentukan bentuk dilakukan berupa mendirikan
Komunitas Pengurangan Risiko Bencana pada sanggar seni, dokumentasi, dan
tingkat Kecamatan; pemasangan jalur diskusi.
evakuasi; pemetaan risiko; dan pemberitahu
dini gempabumi dari material sederhana. DAFTAR PUSTAKA
Bentuk-bentuk pengetahuan di atas adalah hal
yang baru diketahui oleh masyarakat Pulau
Adlina, N., Agussabti, dan Hermansyah. 2014.
Simeulue sejak 12 tahun terakhir ini.
Kesiapsiagaan Masyarakat Dalam
Sebelumnya, masyarakat hanya mendapat
Menghadapi Situasi Bencana Gunung
pengetahuan melalui cerita dan nasehat dari
Api Seulawah Agam Di Wilayah
para orang tua terdahulu. Dengan demikian, 12
Kecamatan Saree Kabupaten Aceh
tahun pasca tsunami, mereka memperoleh
Besar. Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA)
kombinasi pengetahuan tentang kesiapsiagaan
Volume 3, No. 1, Februari 2016 - 31
Jurnal Ilmu Kebencanaan (JIKA)
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Natawidjaja, D. H. 2015. Siklus Mega-


1 (1), 17-25. Tsunami Di Wilayah Aceh-Andaman
Dalam Konteks Sejarah. Pusat
Ardelt, M. 2004. Wisdom as expert knowledge Penelitian Geoteknologi LIPI. Journal
system: A critical Review of A RISET Geologi dan Pertambangan. 25
Contemporary Operationalization of an (1), 49-62.
Ancient Concept. Human Development.
47 (5), 257-285. Patton, M.Q. 2002. Qualitative Research &
Evaluation Methods (3rd ed). Sage
Diposaptono, S. dan Budiman. 2005. Tsunami. Publications. USA.
Buku Ilmiah Populer. Bogor.
Siswadi., T. Taruna, dan H. Purnaweni. 2011.
Hill, E. M., J. C. Borrero., Z. H. Huang., Q. Kearifan Lokal Dalam Melestariakan
Qiu., P. Banerjee., D. H. Natawidjaja., Mata Air. Program Studi Ilmu
P. Eloseguie., H. M. Fritz., B. W. Lingkungan Program Pascasarjana
Suwargadi., I. R. Pranantyo., L. Li., K. UNDIP. Jurnal Lingkungan. 9 (2), 63-
A. Macpherson., F. Skanavis., C. E. 68.
Synolakis, and K. Sieh. 2012. The 2010
Mw 7.8 Mentawai earthquake: Very Suyanto, B. 2005. Metode Penelitian Sosial:
shallow source of a rare tsunami Berbagai Alternatif Pendekatan.
earthquake determined from tsunami Prenada Media. Jakarta.
field survey and near-field GPS data.
Journal of Geophysical Research. 117
(B06402), 1-21.

Husin, T. 2016. Kapita Selekta Hukum Adat


Aceh Dan Qanun Wali Nanggroe. Edisi
Revisi. Bandar Publishing. Banda Aceh.

McAdoo, B. G., L. Dengler., G. Prasetya, and


V. Titov. 2006. How an oral history
saved thousands on Indonesia’s
Simeulue Island during the December
2004 and March 2005 tsunamis.
Earthquake Spectra. 22 (3), 661-669.

Meyers, K. and P. Watson. 2008. “Legend,


Ritual and Architecture on the Ring of
Fire.” In Indigenous Knowledge for
Disaster Risk Reduction: Good
Practices and Lessons Learned from
Experiences in the Asia-Pacific Region,
edited by R. Shaw, N. Uy, J. Baumwoll.
Bangkok: United Nations International
Strategy for Disaster Reduction
(UNISDR) Asia and Pacific.

- 32 Volume 3, No. 1, Februari 2016

Anda mungkin juga menyukai