Anda di halaman 1dari 238

ILUSI

MEMBANGUN KEMANDIRIAN

INDUSTRI ALPALHANKAM
NASIONAL

Yono Reksoprodjo

Buku Ini Dipersembahkan Penulis


Untuk Nusa dan Bangsa
TIDAK Untuk Diperjual-Belikan

i
ILUSI
MEMBANGUN KEMANDIRIAN
INDUSTRI ALPALHANKAM NASIONAL

YONO REKSOPRODJO

ISBN:
dalam proses pendaftaran
17x23 cm, --- halaman
Cetakan Pertama, Agustus 2022

Credit photo:
Dicky Asmoro

Hak Cipta:
Penulis

Penerbit, Percetakan & Distribusi

PT. Clairvoyant Victory Indonesia


Apartemen Mutiara Bekasi, Tower A Lt. 3A Unit 22
Jl. Jend. Ahmad Yani Kav. 18 Bekasi 17148

ii
Ketentuan Hukum Pidana Pasal 113

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2014 Tentang


Hak Cipta

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak


ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i
untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c,
huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).

3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta
atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi
Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00
(satu miliar rupiah).

4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada


ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar
rupiah).

iii
iv
DAFTAR ISI
PRAGMATISME ...........................................................................................vi

PENGANTAR..................................................................................................1

Hasil Audit BPK Tahun 2021 ...................................................................5

Mempersiapkan Industri Berlatar Peta Ancaman ...................... 38

Kemandirian Industri Pertahanan ala Indonesia ........................ 65

Revitalisasi Industri Pertahanan: Pernahkah Ada?.................. 144

Pendirian KKIP; Untuk Apa? ............................................................... 193

Catatan Penutup: Pekerjaan Rumah Itu Belum Selesai ........... 199

BIBLIOGRAFI ...............................................................................................vi

v
PRAGMATISME
Tentu bukan tanpa sebuah alasan ketika judul
narasi kami ini terkesan pesimis. Tentu juga bukan
tanpa kritik kelak yang akan kami terima dari sikap
pesimistis kami ini. Untuk itu, baiklah kita semua
bersikap terbuka pada setiap masukan yang ada
dan mengelola setiap isu yang masuk, guna
tercapainya harapan kita semua dalam membangun
kemandirian nasional atas Industri Produk Alat
Perlengkapan Pertahanan dan Keamanan
(alpalhankam).

Hanya melalui sikap keterbukaan kita semua, maka


kita akan mampu mengubah rasa pesimis menuju
sikap optimis.

YONO REKSOPRODJO

vi
PENGANTAR
Yang terhormat, Ketua Komite Kebijakan
Industri Pertahanan (KKIP), Ketua dan Wakil Ketua
Harian KKIP serta jajaran anggota Menteri, Kepala
Badan Riset dan Inovasi Nasional, Panglima Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dan Kepala Kepolisian
Republik Indonesia (POLRI), Sekretaris KKIP, Kepala
Tim Pelaksana (KaTimlak) KKIP, serta para Kepala
Bidang (Kabid), Staf Ahli KKIP, dan Kepala Sekretariat
KKIP; pada kesempatan yang baik ini dan dengan penuh
rasa hormat, perkenankanlah Penulis untuk
menyampaikan sebuah narasi bertajuk, Ilusi Membangun
Kemandirian Industri Alpalhankam Nasional -- sebagai
sumbang saran yang diharapkan menjadi jembatan guna
menyamakan persepsi yang mungkin masih beragam
diantara para pihak terkait; tentu dengan mengingat
perbedaan latar belakang masing-masing anggota.
Narasi ini terbagi dalam dua bagian besar.
Pertama, sebagai penjelasan KKIP atas berbagai
kemungkinan yang menyebabkan hasil temuan/evaluasi
BPK masih jauh dari memuaskan terhadap kinerja KKIP,
setidaknya dalam kurun waktu setahun terakhir ini; dan

1
kedua, masukan dan saran guna perbaikan internal yang
dibutuhkan di dalam tubuh KKIP, sekaligus juga untuk
memastikan bahwa pada tahun berikutnya, hasil evaluasi
BPK tidak akan menghasilkan temuan yang sama.
Dalam Bab-bab selanjutnya, narasi ini juga akan
menuturkan secara terbuka, persoalan dan hambatan apa
saja yang sempat terekam selama ini; dan masih dirasa
menjadi kendala bagi KKIP dalam memaksimalkan
kinerjanya untuk mendorong terciptanya “kemandirian”
industri alpalhankam nasional -- apapun nantinya, yang
akan memberi makna sesungguhnya dari “kemandirian
industri pertahanan (indhan) nasional”.
Industri alpahankam yang berdaya dan mandiri
tentu harus menjadi perhatian penting dari semua unsur
terkait, karena hasil nyata dari perubahan tata kinerja
KKIP nanti, bila di fasilitasi ke arah yang lebih baik, bisa
menjadi landasan bagi pertumbuhan indhan alpalhankam
-- pun kemandiriannya secara nasional.
Tentunya dengan berbagai keterbatasan yang
dimiliki Penulis, masih banyak kekurangan dan mungkin
kesalahan dalam narasi ini, sehingga kami terbuka untuk
setiap masukan dan kritik -- yang tentunya kesemuanya
bertujuan sebagai penyesuaian dan koreksi agar
pemahaman kami dapat sesuai dengan harapan, target,

2
dan sasaran yang diamanahkan kepada KKIP, khususnya
Tim Pelaksana.
Selanjutnya, kami berharap pada waktu
pertemuan pleno yang sangat penting bagi KKIP,
masalah-masalah yang masih menjadi kendala ini dapat
lebih leluasa dibicarakan, sehingga dapat disepakati
langkah-langkah praktis dan taktis yang perlu dilakukan,
serta bentuk arahan konkrit terkait langkah-langkah
penting yang harus segera ditindaklanjuti, termasuk
target-target terukur yang akan menjadi kunci indikator
performa yang penting bagi para pelaksana KKIP dan
pemangku kepentingan yang lain, khususnya kami yang
membawahi bidang Transfer of Technology (TOT) dan Ofset
KKIP.
Lebih jauh mudah-mudahan narasi ini bisa
dijadikan referensi para pengamat kebijakan industri yang
kerap mendorong terciptanya kemampuan kemandirian
industri dalam negeri yang kuat.

3
Sebelum mengakhiri, perkenankan penulis
menyampaikan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada
Mas Sena Maulana dan sahabat lainnya, yang membantu
mencarikan materi kajian yang diperlukan; yang dengan
sabar membantu sebagai editor dalam mengantarkan
narasi ini menjadi sebuah tulisan yang lebih enak dan
mudah dibaca.

Terima kasih.
Jakarta, 17 Agustus 2022

Yono Reksoprodjo
Ketua Bidang TOT – KKIP

4
1
HASIL
AUDIT
BPK
TAHUN 2021

Pada tanggal 1 Desember 2021, Badan Pemeriksa


Keuangan (BPK) menyampaikan hasil audit atas kinerja
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) yang
merujuk pada Surat Tugas BPK Nomor 87/ST/III-
XIV/10/2021 tanggal 11 Oktober 2021, BPK melakukan
pemeriksaan terinci kinerja atas pemberdayaan industri
pertahanan tahun 2017 s/d semester I 2021 di
lingkungan Kemhan dan TNI serta instansi terkait
lainnya.

5
Hasil kesimpulan dari temuan BPK sama sekali tidak
mengejutkan bagi semua yang paham tentang
bagaimana cara membangun suatu industri yang
berdaya.

Adapun poin-poin kesimpulan dari temuan itu


menyebutkan sebagai berikut:

1. Rancangan Rencana Induk Indhan yang disusun


KKIP belum memadai untuk menjadi pedoman
pemberdayaan indhan.
2. KKIP belum sepenuhnya efektif dalam
pemberdayaan indhan.
3. Kegiatan pengadaan alpalhankam belum sepenuhnya
mampu mendorong pemberdayaan indhan.
4. Perencanaan IDKLO atas pengadaan alutsista pada
tahun 2017-2021 belum efektif.
5. Pelaksanaan KLO belum sepenuhnya memberikan
nilai tambah bagi indhan (nasional).
6. Monitoring dan evaluasi IDKLO belum efektif
mendukung pemberdayaan indhan.

Terhadap hasil kesimpulan BPK ini, KKIP, khususnya


yang membawahi Bidang TOT dan Ofset, mencoba
untuk menampilkan evaluasinya sendiri atas apa yang

6
mungkin terjadi selama ini, yang menghasilkan temuan-
temuan BPK seperti diatas.

Penulis mencoba untuk mempertimbangkan sejumlah


argumen yang menjadi alasan mengapa kinerja KKIP,
menurut evaluasi tersebut, tidak memuaskan.

Argumen yang disusun ini tentu bisa saja dilihat sebagai


sebuah bentuk “pembelaan internal” atau “hak jawab”
dari KKIP dalam merespon pihak BPK; namun yang
pasti, hal ini dapat membuka sudut pandang dari sisi
yang lain atas apa kira-kira yang menjadi penyebab
hasil temuan BPK tersebut menyimpulkan demikian.

Terlepas dari ini semua, Tim Pelaksana KKIP saat ini


–yang baru benar-benar menjabat sejak awal tahun
2021 -- dapat menyimpulkan permasalahan-
permasalahan tersebut sebagai suatu sebab dari tidak
terbentuknya “industrial ecosystem” yang benar dan
sehat, setidaknya hingga tulisan ini dibuat.

Namun demikian, tentunya KKIP sendiri harus juga


menyusun pembenahan internalnya serta mereposisi
organisasinya dalam lingkungan birokratik pemerintahan
dan politik, agar apa yang diamanahkan dalam UU
Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan serta
aturan-aturan turunannya dapat betul-betul dicapai.

7
Hal ini pun dimaksudkan agar KKIP dapat
memaksimalkan perannya sebagai pengawal bagi
terciptanya industri alpalhankam nasional yang berdaya
dan mandiri.

Bila diperlukan dan dalam rangka merespon kelemahan


organisasi KKIP saat ini dalam melakukan kawalan dan
membangun kebijakan, maka restrukturisasi organisasi
KKIP hendaknya menjadi suatu keniscayaan; hal mana,
walau akan membutuhkan waktu, tapi setidaknya di
akhir tahun laporan ini diterbitkan, KKIP tidak lagi
mendapat perolehan evaluasi yang sama dari BPK --
karena hal ini hanya akan menyiratkan bahwa KKIP
belum atau bahkan tidak berhasil mematangkan suatu
progres apapun.

Evaluasi Mandiri KKIP Sebagai Tanggapan Atas Hasil


Evaluasi BPK

Ada enam poin temuan penting dari hasil evaluasi BPK


terhadap kinerja KKIP 2014-2021. Secara lebih detil,
keenam temuan BPK dan tanggapan KKIP adalah
sebagai berikut:

8
Pertama, rancangan Rencana
Induk Indhan yang disusun TEMUAN
KKIP belum memadai untuk 1
menjadi pedoman pemberdayaan
indhan. Rancangan
Rencana Induk
KKIP juga dinilai belum Indhan yang
menyusun roadmap indhan yang disusun KKIP
komprehensif dan sesuai guna belum memadai
menjawab tantangan kebutuhan untuk menjadi
pedoman
alpalhankam nasional, termasuk
pemberdayaan
kiat-kiat untuk memastikan
indhan
terbangunnya industri
pertahanan nasional.

Menanggapi poin pertama dari hasil evaluasi BPK ini,


maka evaluasi mandiri yang dilakukan KKIP menjelaskan
bahwa Rancangan Induk Indhan dalam pemenuhan
alpalhankam telah disusun oleh Timlak KKIP pada bulan
Desember tahun 2019, namun belum sempat disahkan
sehingga pelaksanaan dari Rancangan Induk Indhan
tersebut belum dilakukan sama sekali.

Pada kenyataannya, tanggal 7 November 2020 terjadi


penonaktifkan Timlak dan Tim Ahli KKIP yang ditunjuk
sejak tahun 2014; dan hal ini telah mengakibatkan
terjadinya kekosongan dalam pelaksanaan pekerjaan

9
KKIP hingga ditunjuk dan dilantiknya Timlak dan Tim
Ahli KKIP yang baru pada bulan Desember 2020.

Kekosongan pelaksanaan pekerjaan KKIP ini berakibat


pada tiadanya kesinambungan kegiatan pada periode
berikutnya, dan Timlak serta Tim Ahli KKIP yang baru
pun tidak sempat menerima peralihan pekerjaan guna
memastikan kesinambungan pekerjaan dari periode yang
sebelumnya.

Selanjutnya, UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020


yang mulai diberlakukan pada tanggal 2 November 2020
telah pula secara serta merta menghapuskan tugas dan
kewenangan KKIP dalam menetapkan kebijakan
pemenuhan kebutuhan alpalhankam.

Hal ini sebagaimana yang tertuang pada pasal 74 UU


Cipta Kerja, sehingga rencana induk yang telah dibuat
menjadi tidak valid lagi.

Pada hakikatnya, penentuan jenis-jenis serta jumlah dari


alpalhankam yang dibutuhkan untuk memastikan
kesuksesan suatu operasi memang bukan menjadi
bagian dari KKIP, yang pada saat ini lebih
mengutamakan untuk mengonsentrasikan diri dalam
mendorong terbangunnya industri alpalhankam yang kuat.

10
Namun, untuk bisa memastikan konsistensi dari jumlah
pengadaan yang dibutuhkan, keberadaan KKIP sangat
diperlukan dalam membantu industri terkait untuk
melakukan perhitungan dan penyiasatan produksi yang
sehat secara bisnis.

Dihapuskannya kewenangan KKIP dalam menetapkan


kebijakan pemenuhan kebutuhan alpalhankam ini
seyogyanya tidak diartikan bahwa KKIP kehilangan
kewenangan untuk “memaksa” pengadaan alpalhankam
tertentu, khususnya untuk produk alpalhankam yang
sudah bisa sepenuhnya dibuat di dalam negeri.

Bila memang langkah ini ditujukan guna mengutamakan


pembelanjaan atas produk-produk dalam negeri; hal ini
menjadi selaras dengan esensi penting terkait syarat
pembangunan indhan nasional agar menjadi terlatih dan
kuat untuk kemudian menuju kemandiriannya secara
alamiah.

Pada tahun 2021, telah dilakukan sebuah evaluasi


terhadap rancangan besar (grand design) indhan
sebagai rujukan bagi Rencana Induk Indhan, namun
kegiatan tersebut belum dapat diselesaikan karena dua
hal; yaitu, pertama, pemenuhan personel Staf KKIP
Katimlak dan Tim Ahli KKIP yang baru bisa terisi pada

11
pertengahan tahun 2021; dan kedua, sebagai akibat
dari terjadinya refocusing anggaran sebesar 70%.

Sesuai jadual yang telah disepakati, penyusunan


Rencana Induk Indhan tengah ditinjau kembali dan
dievaluasi di TA 2022, serta diharapkan bisa selesai
sebelum akhir tahun 2022.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional


(Bappenas) sendiri pada tahun 2019 telah menyusun
Rancangan Roadmap Indhan, namun belum sempat
disahkan.

Pada tahun 2021 lalu, kembali TEMUAN


dilaksanakan penyusunan 2
rancangan Roadmap Tahap I
sebagai evaluasi terhadap KKIP belum
rancangan induk sebelumnya; sepenuhnya
dan diharapkan pada akhir efektif dalam
tahun 2022, rancangan pemberdayaan
indhan
Roadmap Indhan Tahap II dapat
diselesaikan serta disahkan
untuk kemudian diimplementasikan.

Pada temuan BPK yang kedua, disebutkan bahwa KKIP


belum sepenuhnya efektif dalam pemberdayaan indhan.

12
Menanggapi hal ini, KKIP menyadari bahwa adalah
benar sebagai sebuah organisasi, KKIP -- yang
pembentukannya diatur melalui Perpres Nomor 59 Tahun
2013 tentang Organisasi, Tata Kerja, dan Sekretariat
KKIP -- hingga saat ini belum berhasil mengatur
sepenuhnya tentang peran Komite Kebijakan dalam
tatanan pelaksanaannya, terutama karena tidak adanya
pendelegasian kewenangan penuh kepada Ketua Tim
Pelaksana untuk melakukan pemberdayaan indhan –
utamanya pada saat para anggota KKIP, termasuk
Ketua Harian dan Wakil Ketua Harian, disibukkan
dengan kegiatan rutin di Kementerian/Lembaga yang
mereka pimpin, sehingga seperti ada gap disana.

Sebagai sebuah organisasi, KKIP diatur juga dalam


Peraturan Ketua Harian (Perkethar) Nomor 1 Tahun
2019 tentang Tim Ahli, Ketua Tim Pelaksana, Ketua
Bidang dan Perangkatnya.

Namun, patut disadari bahwa komposisi personil yang


ada di dalam KKIP saat ini sangat tidak seimbang,
dimana jumlah personel sangat tidak cukup memadai
jika dibandingkan dengan beban kerja yang harus
dilaksanakan.

Hal ini berakibat tidak bisa optimalnya KKIP dalam


melaksanakan semua tugas, fungsi dan wewenangnya.

13
Jika situasi ini terus berlanjut, maka KKIP selamanya
tidak akan pernah bisa bekerja optimal sesuai harapan
dan amanah yang diberikan.

Karena itu, sebuah terobosan kebijakan yang


menyangkut validasi dan restrukturisasi organisasi,
khususnya atas Timlak KKIP, hendaknya menjadi sebuah
keniscayaan yang perlu disikapi secara serius.

Terkait validasi dan restrukturisasi ini, maka revisi atas


Perpres Nomor 59 Tahun 2013 tentang Organisasi,
Tata Kerja, dan Sekretariat KKIP serta Perkethar Nomor
1 Tahun 2019 tentang Tim Ahli, Ketua Tim Pelaksana,
Ketua Bidang dan Perangkatnya pada KKIP, hendaknya
menjadi pertimbangan sebagaimana yang diperlukan.

Sementara untuk jangka panjang, tentu perlu juga


dipertimbangkan untuk merevisi UU Nomor 16 Tahun
2012 tentang Indhan, khususnya guna memperkuat
posisi KKIP dalam melaksanakan tugas menghantar dan
mengawal keberdayaan industri pertahanan nasional.

14
Pada temuan ketiga dari BPK disebutkan bahwa
kegiatan pengadaan alpalhankam belum sepenuhnya
mampu mendorong pemberdayaan indhan.

Menanggapi temuan ini, KKIP memahfumkan bahwa


pengadaan alpalhankam memang belum sepenuhnya
mampu mendorong pemberdayaan indhan karena proses
kegiatan pengadaan alpalhankam bukan/tidak
sepenuhnya menjadi tugas, fungsi dan wewenang
langsung dari KKIP.

Bukan itu saja, untuk mendorong pemberdayaan indhan


dari setiap proses pengadaan, dibutuhkan kesamaan
pandang dan langkah yang tidak
saja berpihak pada calon
TEMUAN
3
pengguna alpalhankam, tetapi
juga pada indhan itu sendiri.
Kegiatan
Sebagai contoh dari praktik pengadaan
keseharian yang diharapkan, alpalhankam
calon pembeli alpalhankam belum
sepenuhnya
(pengguna alpalhankam)
mampu
seyogyanya “melihat” dulu mendorong
perangkat yang menjadi pemberdayaan
kebutuhan untuk kemudian indhan
“mengutamakan” pengadaannya
dengan mencocokan sebanyak-banyaknya kemungkinan

15
keterlibatan indhan nasional; termasuk memberikan
sebanyak mungkin kesempatan indhan nasional untuk
menjadi pemasok sebagian atau seluruh kebutuhan yang
diperlukan.

Di sinilah makna dari “pemberdayaan indhan” itu


direalisasikan; dan terkait hal ini maka peran KKIP
seyogyanya lebih ditingkatkan, termasuk pemberian
kewenangan dalam memastikan bahwa pembeli produk
alpalhankam -- utamanya pasti mengambil produk dari
indhan nasional – melakukan pembelajaan melalui
mekanisme pengaturan, pengendalian, dan pengawasan
yang terukur.

Bila saja KKIP diberikan kewenangan untuk meminta


counter proposal dari calon pembeli yang menjelaskan
bahwa produk alpalhankam dalam negeri belum bisa
memenuhi kebutuhan mereka, baik sepenuhnya maupun
sebagian; maka akan lebih mudah, tidak hanya bagi
KKIP tapi juga bagi Kementrian dan Lembaga Negara
terkait, untuk memetakan letak kekurangan yang ada
dan mempersiapkan kiat-kiat dan rencana untuk
menutup kekurangan tersebut, baik melalui peningkatan
kapasitas mesin-mesin produksi maupun ketersediaan
SDM yang diperlukan.

16
Jika terbukti dan ternyata dalam counter proposal
tersebut nantinya indhan nasional masih juga tidak
mampu memenuhi kebutuhan pembeli, maka KKIP harus
mempersilakan pihak pembeli untuk menempuh jalur
pengadaan dari luar negeri; dengan catatan bahwa
keseluruhan proses memenuhi amanat UU Nomor 16
Tahun 2012 dan segenap peraturan yang menyertainya.

Bila KKIP bisa diberikan peran sebagai penentu


kebijakan terhadap sumber pengadaan alpalhankam,
maka diharapkan indhan nasional, sebagai produsen alat
utama sistem persenjataan (alutsista), bisa
mendapatkan kepastian sejak kesempatan pertama serta
kejelasan akan pesanan dari calon penggunanya.

Para pegiat pasar bebas di level domestik tentunya


akan memberikan kritik terhadap kiat yang miring terkait
upaya proteksi industri; untuk itu, mereka dapat berkaca
pada negara kapitalis besar seperti Amerika Serikat yang
menerapkan aturan seperti CAATSA (Countering
America's Adversaries Through Sanctions Act), kendati
pun Amerika menjunjung tinggi perilaku pasar bebas
(tentunya selama mereka yang menguasai pasar itu).

Kebijakan Amerika terkait CAATSA ini pada hakikatnya


adalah suatu alasan untuk memproteksi kepentingan
industri, namun dibalut melalui isu geopolitik atau

17
apapun itu, agar negara-negara yang membutuhkan
kedekatan dengan Amerika tidak terpaut pada produk-
produk selain produk Amerika dan sekutunya.

Kebijakan CAATSA merupakan bentuk paling faktual


tentang bagaimana produk-produk strategis, khususnya
alpalhankam, selalu dikaitkan dengan upaya negara
produsen dalam memproteksi dan memberikan
kesempatan utama bagi industri dalam negerinya sendiri.

Bila terdapat keberpihakan untuk mendahulukan industri


nasional, maka kebijakan keberpihakan ini tentunya
dapat memberikan kesempatan bagi calon investor atau
pemilik teknologi pertahanan untuk bekerja sama dengan
indhan dalam negeri.

Hal ini terkait erat dengan skala investasi yang harus


disediakan dan peluang untuk kembalinya investasi
mereka melalui pengadaan dalam negeri.

Investasi itu tentunya termasuk juga pengembangan


industri dan kesiapan infrastruktur personil (SDM)
melalui skema investasi bisnis (Return of Investment)
yang pasti dan sehat.

18
Temuan BPK yang keempat mengatakan bahwa
perenca-naan Imbal Dagang, Kan-dungan Lokal, dan
Offset (IDKLO) atas pengadaan alutsista pada tahun
2017-2021 belum efektif.

Secara teknis, temuan BPK ini membutuhkan uraian


atas kejadian-kejadian di kurun waktu sebelumnya;
bahwa mekanisme multiplier factor scoring yang jelas
dan transparan belum diterapkan
pada setiap pengadaan TEMUAN
alpalhankam dari luar negeri, 4
utamanya saat berlangsungnya
negosiasi IDKLO antara Direktur Perencanaan
Teknologi Industri Pertahanan IDKLO atas
(Dirtekinhan) di Direktorat pengadaan
Jenderal Potensi Pertahanan alutsista pada
(Ditjen Pothan) Kemhan tahun 2017-2021
belum efektif
dengan calon suplier teknologi.

Pada pertengahan tahun 2021,


KKIP memberikan konsep perhitungan multiplier factor
scoring yang lebih detail dan mudah dipahami,
dibandingkan pola scoring awal yang digunakan
sebelumnya.

Sebagai perbandingan, pola scoring awal hanya


berdasarkan skala 1 sampai 3, namun belum ada

19
kejelasan pasti dari arti skor 1 sampai 3 dimaksud;
sehingga menyulitkan, bukan hanya bagi pemberi score,
tapi juga pemasok teknologi dalam mengetahui apakah
proposalnya sudah memenuhi persyaratan scoring yang
diamanahkan perundangan Indonesia.

Dalam usulan yang baru dari KKIP, sistem scoring ini


berubah lebih luas dengan skala 0.0 ke 1.1 hingga
2.9 dan 3.0 sebagai score offer yang bisa dianggap
sempurna; hal mana dijelaskan dalam score tersebut
tentang fixed deliverable yang diharapkan akan diberikan
kepada recepients indhan nasional.

Termasuk dalam sistem scoring ini adalah pemenuhan


syarat dan manfaat hasil Transfer of Technology (TOT)
hingga pemberian sertifikasi atas teknologi tersebut,
untuk bisa melihat peluang ekonomi dari diseminasi ilmu
dan teknologi dimasa depan.

20
Secara lebih detail, multiplier factor scoring guidance
sebagai proposal baru dari KKIP ini dapat dilihat dalam
bagan skema sebagai berikut1:

Gambar 1: Skema Multiplier Factor Scoring Guidance – (Proposal baru KKIP)

Melalui mekanisme ini, maka kebutuhan indhan nasional


dalam mengembangkan dirinya diharapkan bisa terpenuhi.
Hal ini sejalan dengan amanah Presiden Joko Widodo,
atau yang kerap disapa publik dengan sebutan Presiden

1
Reksoprodjo, Yono. Dari hasil pemaparan berjudul, Counter Trade, Local
Content & Offset – The Foreign Defense Equipment’s Purchase for
Technology Transfer and Global Market Opportunity. Dipaparkan
dalam Semar Sentinel Webinar. 15 Maret 2022.

21
Jokowi untuk menjadikan setiap pembelian alpalhankam
sebagai sebuah investasi. Presiden Jokowi sendiri adalah
Ketua KKIP.

KKIP sendiri menemukan fakta bahwa beberapa kontrak


pengadaan alutsista yang dilakukan melalui pintu Badan
Sarana Pertahanan (Baranahan) Kemhan sudah
difinalisasi secara sepihak oleh Baranahan. bahkan
sebelum selesainya negosiasi IDKLO di Ditjen Pothan
Kemhan.

Hal ini terjadi melalui penandatanganan oleh para pihak


penjual dan pembeli, yang otomatis “mengganggu”
proses negosiasi IDKLO yang tengah dijalankan oleh
Ditjen Pothan Kemhan.

Penandatanganan kontrak secara prematur ini


menyebabkan proses negosiasi tidak berjalan secara
optimal. Situasi ini berdampak juga pada ketidaksesuaian
capaian target objek IDKLO yang dinegosiasikan, karena
penjual bisa menggunakan kontrak -- yang biasanya
sudah terjadual -- sebagai senjata untuk menekan
permintaan pihak pembeli yang kerap mereka anggap
memberatkan.

Inilah sebabnya KKIP merasakan perlunya koordinasi


internal Kemhan yang harus bisa berjalan dengan baik,

22
sehingga faktor kurangnya kemampuan komunikasi
internal ini tidak dijadikan kesempatan hanya untuk
menguntungkan pihak pemasok, namun merugikan
industri nasional dan juga tentunya, negara.

Untuk mencegah hal ini terulang kembali, maka


optimalisasi fungsi KKIP hendaknya ditingkatkan,
terutama dalam memberikan clearance atas selesainya
satu negosiasi, sehingga bisa lanjut kepada proses
kesepakatan kontrak yang final.

Hal ini penting agar dalam setiap negosiasi IDKLO


pengadaan dari luar negeri, maka kontrak tidak untuk
ditandatangani sebelum KKIP mengeluarkan clearance
atas selesainya negosiasi di Ditjen Pothan -- merujuk
pada amanat UU Nomor 16 Tahun 2012 dan peraturan
turunan yang menyertainya.

Sejauh ini, atau setidaknya hingga di penghujung tahun


2021, langkah perbaikan dari hal-hal yang disebutkan
diatas mulai disesuaikan secara internal oleh Kemhan
sebagai upaya perbaikan.

KKIP bahkan mengusulkan agar pihak Dirtekinhan Ditjen


Pothan selalu menyertakan pihak Baranahan Kemhan
dalam setiap negosiasi IDKLO guna bisa senantiasa
termonitor perkembangan jalannya negosiasi; dan untuk

23
Baranahan Kemhan agar selalu memberitahukan
kemajuan pembuatan legal kontrak sebelum
ditandatangani persetujuannya. Hal ini menjadi penting
karena terkait dengan penyesuaian antara tanggal
penandatanganan kontrak dengan tuntasnya negosiasi
IDKLO di Kemhan.

Pada pertengahan tahun 2021 juga, KKIP mengusulkan


pihak Dirtekinhan Ditjen Pothan selalu mengundang para
pelaku indhan nasional sebelum memulai negosiasi
IDKLO dengan pemasok luar negeri.

Sebelumnya diketahui bahwa tidak selalu demikian.

Hal ini diperlukan guna bisa menyerap kebutuhan akan


pengetahuan, teknologi dan kesempatan yang cocok
yang bisa dihadirkan kepada indhan nasional melalui
program negosiasi IDKLO pengadaan alpalhankam dari
luar negeri, sesuai dengan rencana pembangunan
kemampuan dan kapasitas indhan nasional itu sendiri,
dan bukan karena keterpaksaan menerima tawaran yang
belum tentu cocok dari pemasok luar negeri itu.

Sesuai mekanisme ini, maka setelah berdialog dengan


industri dalam negeri, barulah Ditjen Pothan mengundang
pemasok alpalhankam luar negeri untuk mempersilahkan
mereka membuat proposal IDKLO yang akan dicocokan

24
dengan kebutuhan dan kemampuan industri dalam
negeri.

Hal ini juga serta merta dapat mendorong minat


pemasok luar negeri, yang tentunya dengan bantuan
Kemhan sebagai pemandu dan pembina indhan nasional,
untuk mencari calon partner teknologi dan produksi yang
sesuai.

Dengan persiapan negosiasi IDKLO yang lebih


memberikan kesempatan bagi indhan nasional untuk
berkembang, maka mekanisme ini akan menjadi
“jembatan” yang menjanjikan bagi indhan nasional guna
turut memanfaatkan dan mengambil kesempatan
mendapatkan IDKLO dari pengadaan yang akan
dilakukan.

Lewat mekanisme ini pula diharapkan bisa terjadi


hubungan industry-to-industry yang dapat lebih
menyesuaikan kebutuhan indhan nasional dengan
tawaran IDKLO dari pemasok luar negeri.

Bahkan lebih jauh, sesuai amanah UU 16 Tahun 2012


dan pesan harapan Presiden Jokowi, hubungan
antarindustri itu dapat mendatangkan kerjasama jangka
panjang melebihi hanya sekedar kerjasama proyek
sesaat yang akan usai saat kontrak terpenuhi.

25
Karenanya, indhan nasional pun tidak lagi boleh hanya
bersikap pasif untuk sekedar menerima tawaran IDKLO
produsen luar negeri, yang belum tentu cocok dengan
kebutuhan industri nasional.

Mereka harus bersikap lebih aktif, termasuk menawarkan


fasilitas yang mereka miliki, untuk dipertimbangkan oleh
para pemasok sebagai rujukan
pabrikan dalam sistem pasokan
TEMUAN
pasar globalnya.
5
Temuan kelima dari BPK
menyatakan, pelaksanaan Pelaksanaan
kebijakan Kandungan Lokal Kebijakan
Kandungan Lokal
dan/Ofset (KLO) belum
dan Ofset (KLO)
sepenuhnya memberikan nilai
belum
tambah bagi indhan (nasional). sepenuhnya
memberikan nilai
Sejauh ini, pelaksanaan KLO
tambah bagi
memang belum memanfaatkan indhan
peta dan daftar kemampuan (nasional)
industri-industri nasional; hal
mana piramida pemasok bahan
dasar industri, produsen komponen, hingga perusahaan
penyedia integrasi sistem di Indonesia belum disusun
untuk bisa saling bekerja sama dalam menyediakan
kebutuhan komponen atau kandungan lokal yang

26
diperlukan para produsen alpalhankam, tidak saja yang
dari luar negeri tapi juga antarindustri dalam negeri
sendiri.

Penerapan sistem TRL/MRL (Technology Readiness


Level/Manufacturing Readiness Level) yang didorong
oleh Kemenristek 2 dan Kemenperind saat itu belum
sepenuhnya dapat dipahami oleh produsen lokal,
termasuk di sektor produksi alpalhankam, dan cenderung
tidak konsisten; sehingga pihak produsen luar negeri
masih merasa kesulitan untuk bisa memastikan
kemampuan sesungguhnya dari indhan nasional.

Skema TRL/MRL ini sendiri harus diakui masih belum


tersosialisasikan dengan benar. Kalangan industri
cenderung memilih apa yang dirasa menguntungkan
mereka saja tanpa memahami konsekuensinya; termasuk
jika tujuan kemandirian kemampuan itu belum tentu
tercapai.

Terdapat banyak varian TRL/MRL sejenis, namun


pelaku indhan nasional memang belum memahami
sepenuhnya akan maksud dan makna dari masing-
masing tingkat pencapaian.

2
Terkait riset dan teknologi, kini berada di bawah Kementerian Pendidikan
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud, Riset, dan
Teknologi).

27
Pada Gambar 2 berikut, tampak ilustrasi tentang Model
TRL/MRL yang diadopsi dari luar negeri.

Gambar 2: Ilustrasi Skema TRL/MRL Model3

Seringkali, dari daftar yang tertera dalam Skema


TRL/MRL, hampir bisa dipastikan pilihan atas spesifikasi
No. 1 (dalam ilustrasi pada Gambar 2 merujuk pada
lajur tabel paling kiri, yaitu kemampuan ilmu dasar/basic
research) tidak menjadi prioritas kalangan produsen
lokal karena memang belum/tidak dimiliki; pun mereka
tidak serta merta mencari darimana kebutuhan

3
Gambar 2 adalah ilustrasi dari Skema TRL/MRL. Diadaptasi dari Advanced
Product Transition Corp.
http://advancedproducttransitions.com/mrlintroduction.html

28
pemenuhan itu bisa didapat, padahal sebetulnya disitulah
pentingnya tabel pencapaian TRL/MRL dimulai dan
dibutuhkan hingga mencapai capaian akhirnya.

Seharusnya, TRL/MRL yang diisi secara benar akan


menjelaskan kemampuan suatu industri dalam
mendapatkan teknologi produknya, dari mana, dan
bagaimana caranya.

Proses antara kesiapan teknologi dan kapasitas


pengolahan melalui aktivitas industri tidak dapat dilihat
secara terpisah, melainkan setiap tahapan prosesnya
merupakan kesinambungan. Hal ini berarti proses yang
terjadi pada tahap pertama, dapat berpengaruh pada
tahapan berikutnya, demikian seterusnya.

Gambar 3 pada halaman berikut merupakan deskripsi


terkait tantangan dari proses TRL/MRL dalam indhan,
dimanakesiapan teknologi vis-à-vis kesiapan proses
4
produksi menjadi sesuatu yang paralel.

Tiap-tiap fase capaian harus dilewati dan dievaluasi.


Terlewatnya satu fase – baik itu pada domain teknologi
atau pun domain industri – akan berefek domino pada

4
Reksoprodjo, Yono. Op. Cit.

29
capaian selanjutnya; atau bahkan sekaligus menunjukkan
inkompetensi dari para pelaku indhan.

30
Gambar 3: Tantangan Skema TRL/MRL5

Stagnasi yang terjadi pada satu tahapan fase, baik


dalam domain teknologi maupun dalam domain industri,
menunjukkan secara langsung level capaian kemampuan
kemandirian indhan sebuah negara. Model TRL/MRL ini
berlaku universal; dalam artian, negara-negara pemilik
teknologi dan industri tidak dapat dengan
mudah mengikatkan kerja sama dengan negara yang
belum memiliki sistem baku dalam skema TRL/MRL.

5
Ibid. Dari makalah yang dipaparkan dalam dalam Semar Sentinel Webinar.
15 Maret 2022.

31
Belum terbangunnya sistem standardisasi produk
komponen alpalhankam juga sangat menyulitkan pihak
indhan nasional untuk dapat berfokus pada
pengembangan satu produk yang berkualitas; alih-laih
membangun industri yang sehat.

Sebagai contoh, misalnya, pemenuhan kebutuhan


TNI/Polri pada senjata ringan yang kerap berubah
karena kebutuhan penyesuaian misi operasi.

Hal ini berakibat pada pengadaan senjata ringan dari


berbagai kaliber, merk dan standar yang berbeda-beda.

Untuk memudahkan industri nasional dalam membangun


penyiasatan pemenuhan produk yang diperlukan, maka
hadirnya sebuah Keputusan Menteri Pertahanan
RI/Keputusan Kapolri tentunya sangat dibutuhkan guna
menentukan standar kaliber peluru bagi senjata serbu
ringan sesuai misi operasi dari TNI/Polri.

Kebijakan yang tegas dari para pemangku kepentingan


akan memayungi peluang penggunaan semua mesin
produksi untuk siap digunakan dan disesuaikan dengan
standar kebutuhan tersebut tanpa khawatir ada
perubahan kaliber yang terjadi secara tiba-tiba.

32
Rencana pengadaan yang telah ditetapkan jangka
waktunya turut membantu indhan untuk bisa
menyesuaikan rencana investasi mereka.

Tidak atau belum berkesempatannya indhan nasional


dalam memasok langsung kandungan lokal, seperti
misalnya dalam bentuk komponen, bukan dikarenakan
kandungan lokal ini tidak bisa dimanfaatkan, pun karena
minimnya fasilitas; namun biasanya karena
ketidakmampuan indhan nasional untuk memberikan
harga penawaran produk komponennya yang dianggap
wajar atau kompetitif dalam ukuran industri, sehingga
opsi untuk menggunakan kandungan luar masih lebih
besar, seperti pada produksi munisi kaliber kecil (MKK)
selama ini.

Dalam contoh produksi MKK ini, hampir semua


komponen yang masuk ke industri produsen MKK --
termasuk PT Pindad -- masih didatangkan dari luar
negeri.

Alasannya, karena misalnya PT Dahana, yang bisa


memproduksi propellant yang dibutuhkan PT Pindad,
tidak bisa menyediakan produk dengan harga yang
kompetitif secara industri, sehingga PT Pindad tidak
bisa menjual produknya dengan harga pagu yang

33
diberikan Pemerintah dalam melakukan pengadaan MKK
itu.

Sebagai contoh lainnya adalah PT PAL dan galangan


nasional, yang masih harus membeli material bahan
bangunan kapal dari luar negeri karena harganya lebih
murah jika dibandingkan dengan material yang diproduksi
oleh PT Krakatau Steel (KS).

Ironisnya, kadang mereka juga menggunakan produk KS


tetapi yang dibeli dari agen stockiest Singapura yang
harganya lebih murah daripada bila dibeli langsung dari
KS.

Hal ini mungkin terjadi karena material yang perlu dibeli


oleh industri OEM (Original Equip Manufacture) hanya
sebatas yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga
otomatis terkena tambahan harga faktor non-recurring
cost atas produk yang dibuat khusus itu dengan jumlah
beli yang terbatas itu.

Disisi lain, jika pembelian dilakukan dari Singapura,


harga material itu mungkin menjadi lebih murah karena
pembelian yang walau sedikit sebatas logistik yang
dibutuhkan itu terakomodir oleh sikap pemborongan
bahan baku Singapura yang berperan sebagai
perusahaan pedagang bahan baku (stockiest logistics);
yang pembeliannya dari KS secara aspek volume jauh
lebih besar; tentunya hal itu berpengaruh pada harga
akhir.

OEM sendiri merujuk pada istilah yang kerap digunakan


dalam pembelian suku cadang asli; seperti istilah yang
lazim pada industri kendaraan bermotor atau
permesinan.

Perusahaan nasional yang berfungsi sebagai stockiest


ini -- seperti layaknya BULOG tetapi untuk bahan-
bahan yang diperlukan untuk memproduksi alpalhankam
-- mungkin sangat dibutuhkan untuk memberikan
kesempatan OEM lokal mendapatkan komponen-
komponen bahan kebutuhan produksinya dengan harga
yang lebih kompetitif, sehingga mereka bisa menjual
hasil produksi mereka juga
dengan harga yang lebih
TEMUAN
kompetitif, selain tentunya dapat
6
menjadi semacam jaminan
ketersediaan suku cadang
Monitoring dan
komponen dasar dalam jumlah
evaluasi IDKLO
yang sehat. belum efektif
mendukung
Dengan kata lain, penyiasatan
pemberdayaan
yang baik dari penyediaan indhan

35
logistik bahan baku produksi sungguh sangat diperlukan.

Temuan keenam, sebagai termuan terakhir dari BPK,


menyimpulkan bahwa monitoring dan evaluasi IDKLO
belum efektif mendukung pemberdayaan indhan.

Sedikit meluruskan yang mungkin tidak sempat terlihat


saat temuan ini dicatat; KKIP -- sesuai dengan regulasi
dan susunan organisasi Tim Pelaksana yang ada saat
ini -- telah menjalankan kegiatan monitoring dan
evaluasi IDKLO; dan hal ini bisa dibuktikan dengan
telah adanya beberapa perbaikan-perbaikan seperti,
salah satunya adalah, cara membuat scoring multiplier
factors yang dipersyaratkan. Namun, karena keterbatasan
tenaga dan anggaran, secara umum KKIP mengakui
bahwa kegiatan ini masih jauh dari efektif.

Urusan untuk mengelola aset hibah berupa produk


teknologi yang diberikan selama proses KLO pada
pengadaan suatu produk, misalnya, belum bisa
diperjelas kepemilikan dan pembagian tata kelola
penggunaan bersama oleh para pemangku kepentingan
yang terlibat dalam pengadaan dan proses KLO–nya.

Keterbatasan personil dan anggaran ini berbanding


terbalik dengan banyaknya program yang berjalan secara
paralel dan hampir bersumber dari berbagai belahan
dunia.

Ini sebabnya perlu dipertimbangkan dengan sangat serius


kebutuhan yang pas dari jumlah personil dan
anggarannya, agar kegiatan yang diamanahkan bisa
dijalankan dengan baik, benar, efisien dan efektif,
menuju kepada kemampuan indhan nasional yang
berdaya dan kemudian, mandiri.

37
2
MEMPERSIAPKAN
INDUSTRI BERLATAR
PETA
ANCAMAN
Latar Belakang

Si Vis Pacem Para Bellum, bila ingin damai maka


bersiaplah untuk perang, mulai didengungkan oleh filsuf
Plato pada abad 347 SM guna mengajak para pegiat
pertahanan negara untuk memahami arti pentingnya
membangun kekuatan pertahanan, karena kekuatan yang
dibangun merupakan bagian penting dari strategi
mencapai damai, dan tidak serta merta akan ditujukan
untuk berperang.

Jenis Perang

Secara sederhana, perang terdiri atas dua jenis;


pertama, Perang Konvensional (tradisional) yang penuh
dengan tata krama dan pengaturan serta pembatasan-
pembatasan, khususnya pada persenja-taan yang
diperbolehkan untuk digunakan.

Perang Konvensional saat ini mengacu pada aturan-


aturan seperti Konvensi Jenewa dan yang dibuat
dibawah Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang
Perang.

Para pelanggarnya akan diadili dalam pengadilan


internasional dan dapat disangkakan sebagai penjahat
perang.

Dalam perang tradisional ini, biasanya para pihak yang


bertikai masing-masing memiliki tentara profesional,
tentu dengan tingkat pengalaman, sumber daya, dan
teknologi yang kurang lebih terasa seimbang karena
aturan-aturan tadi.

39
Satu-satunya perbedaan nyata adalah bagaimana
mereka menjalankan strategi perang mereka dan daya
tahan logistiknya.

Model perang ini ada yang menyebutnya sebagai perang


simetris, karena mudah dilihat patern keterbatasannya
karena memang pengaturan yang membatasi perang ini
ditujukan untuk memberikan kedua belah pihak kekuatan
yang mendekati seimbang.6

Bentuk perang kedua adalah Perang Asimetrik, yang


dapat melibatkan kelompok kombatan sipil yang tidak
terlatih bagai militer profesional, namun menghadirkan
mereka sebagai pelaku insurjensi berkemampuan
melakukan perlawanan fisik atau pemberontakan
terhadap kekuatan resmi sebuah negara atau beberapa
negara berdaulat.7

Christopher Muscato dan Lesley Chapel menggambarkan


Perang Asimetrik demikian8:

“Asymmetrical warfare is most often


fought using guerilla tactics, which are

6
Muscato, Christopher dan Lesley Chapel. Asymmetric Warfare: Definition,
Tactics & Examples.
https://study.com/academy/lesson/asymmetric-warfare-definition-
tactics-examples.html
7
Ibid.
8
Ibid
aimed at harassing the enemy more
than trying to obliterate them.”

Sesuai deskripsi dari kutipan di atas, maka strategi


yang ditempuh dalam Perang Asimetrik ini lebih sering
muncul dalam bentuk gerilia -- sebagai bentuk perang
paling kuno yang hingga hari ini justru semakin luas
dilakukan berbagai pihak sebagai bentuk-bentuk
pertempuran semaunya yang meniadakan atau tidak
mengindahkan sama sekali aturan, etika, dan moral,
yang biasanya dijadikan pakem guna menjamin fairness
dan keselamatan pasukan yang menyerah atau sudah
tidak dalam posisi bertempur.

Perang Asimetrik juga tidak selalu harus tampil dalam


bentuk pertempuran bersenjata, tetapi bisa dimunculkan
dalam bentuk perang ekonomi, perang budaya dan
apapun yang bisa dijadikan sarana perang, termasuk
perang di ranah siber.

Adanya suatu perang asimetrik yang dilancarkan kepada


satu negara atau kekuatan tertentu dapat terlihat pada
dampak nyata atas hilangnya kendali dan kuasa atas
suatu wilayah kedaulatan, walau tanpa seorang anggota
militer pun yang diturunkan; pun sebuah peluru yang
ditembakkan oleh kelompok negara atau siapapun yang

41
menjadi agresor, termasuk oleh agresor tidak bernegara
(non-state).

Dalam perkembangan selanjutnya, terdapat pula pola


penggabungan atau pengombinasian dari strategi perang
konvensional dengan strategi perang asimetrik – atau
dikenal dengan nama strategi perang hibrida (hybrid
warfare) yang biasanya dimulai dengan mendahulukan
serangan asimetrik kepada lawan, baik secara halus
maupun kasar.

Berkembangnya strategi perang hibrida ini menambah


kompleksitas konflik yang potensial terjadi antarbangsa
dan antarnegara.

Multinational Capability Development Campaign (MCDC)


menggambarkan kompleksitas dari perang hibrida ini
sebagai berikut:

“Our common understanding of hybrid


warfare is underdeveloped and therefore
hampers our ability to deter, mitigate,
and counter this threat.”9

9
Cullen, Patrick J, Erick Reichborn-Kjennerud, dkk. MCDC Countering
Hybrid Warfare Project: Understanding Hybrid Warfare. A
Multinational Capability Development Campaign project. Januari
2017.
Dari kutipan di atas, tampak bahwa pemahaman tentang
perang hibrida ini kurang berkembang sehingga
mempersulit para pihak dalam mencegah, mengurangi
dampak, dan melawan ancaman dari jenis perang ini.

Konflik bersenjata yang terjadi antara negara Ukraina


dan Rusia. yang melebar pada negara-negara anggota
Uni-Eropa dan juga NATO, telah membuka banyak
mata tentang apa itu Perang Hibrida.

Kekuatan konvensional dimainkan oleh Rusia berhadapan


dengan posisi kekuatan tempur konvensional Ukraina -
- yang lebih tampak dalam perang fisik ini sebagai
proxy dari negara lain, khususnya negara-negara blok
NATO.

Namun, dibalik itu semua, secara paralel dimainkan


juga Perang Informasi, melalui pemblokiran akses-akses
pemberitaan Rusia sehingga informasi dunia didominasi
oleh kantor-kantor berita pro-Ukraina.

Perang Siber yang menyerang infrastruktur kritis Rusia


juga diramaikan oleh aktor-aktor non-negara (non-

https://assets.publishing.service.gov.uk/government/uploads/syste
m/uploads/attachment_data/file/647776/dar_mcdc_hybrid_warfare.
pdf

43
state actors) dengan maraknya penggunaan drone
tempur.

Perang Ekonomi pun dijalankan melalui mekanisme


melakukan embargo, yang diterapkan bukan saja pada
produk-produk komoditas Rusia, tapi juga jalur transaksi
perbankan, serta -- yang paling mutakhir -- adalah
pembekuan aset milik warga Rusia yang tengah
diupayakan untuk diambil alih oleh negara-negara
penyita untuk digunakan sebagai bagian dari biaya
perang yang harus ditanggung pihak Ukraina.

Rusia pun tidak tinggal diam dan cukup berhasil


mendobrak pemblokiran media informasi, penghentian
suplai energi kepada negara yang mereka anggap tidak
bersahabat, hingga menggunakan mata uangnya sendiri
untuk transaksi.

Secara diplomasi, Rusia paham bahwa tidak semua


negara pro kepada blok NATO, dan untuk itulah Rusia
secara aktif menjalankan diplomasi Utara - Selatan.

Apa yang saat ini disaksikan dalam konflik Ukraina-


Rusia adalah contoh praktis bahwa teknologi pertahanan
tidak dibatasi hanya oleh produk-produk pertahanan
konvensional, tetapi produk-produk yang mendukung
perang asimetrik pun juga akan sangat diperlukan.
Dalam sebuah esai yang ditulis oleh Noah Sylvia dengan
judul Asymetric Weapons: The Most Bang for Your
Buck (Literally)10, dikatakan bahwa bagian dari strategi
Ukraina menghadapi Rusia adalah penerapan taktik
perang asimetrik.

Hal ini dikarenakan fakta bahwa Rusia merupakan


negara besar, atau “Raksasa Timur”, yang bobot
persenjataan tempurnya tentu tidak sebanding dengan
Ukraina.

Adapun taktik perang asimetrik ini membawa


konsekuensi bagi Ukraina untuk melengkapi sistem
persenjataan mereka, baik persenjataan yang digunakan
dalam sistem perang konvensional yang mahal – seperti
tank dan pesawat – juga persenjataan yang digunakan
dalam konsep perang asimetrik, seperti senjata antitank
dan antipesawat.

Dalam uraiannya, Sylvia mengatakan bahwa


perlengkapan perang asimetrik ini menjadi aset paling
penting bagi Ukraina dalam melawan sistem lapis baja
dan udara Rusia.11

10
Tulisan dari Noah Sylvia ini dipublikasikan oleh Perry World House dan
mendapat penghargaan PWH Undergraduate Essay Prize 2022.
11
Sylvia, Noah. Asymetric Weapons: The Most Bang for Your Buck
(Literally). Perry World House. University of Pennsylvania,
Philadelphia, PA 19104. 13 Mei 2022.

45
“This elucidates a reality about modern warfare:
asymmetric weapons are the most efficient type of
weapon for a smaller nation to deter or defend against
a larger aggressor, especially given a larger state’s
relative advantage in resources.”12 – (Ini menjelaskan
kenyataan tentang perang modern: senjata asimetris
adalah jenis senjata yang paling efisien untuk negara
yang lebih kecil guna mencegah atau bertahan melawan
agresor yang lebih besar, terutama mengingat
keunggulan relatif negara yang lebih besar dalam
sumber daya).

Lebih jauh Sylvia mengatakan bahwa, “Broadly,


symmetric weapons are similar to the enemy’s weapons
and attempt to outmatch and overpower them, while
asymmetric weapons engage the enemy on terms that
maximize one’s own advantages while minimizing the
enemy’s relative size or technological advantages.13 –
(Persenjataan dalam perang simetrik adalah serupa
dengan persenjataan yang dimiliki lawan; dan bertujuan
untuk mengalahkan dan melemahkan lawan; sementara
persenjataan dalam perang asimetrik akan menggiring
musuh pada situasi yang akan memaksimalkan kelebihan

12
Ibid.
13
Ibid.
diri sendiri seraya meminimalkan teknologi dan ukuran
kekuatan lawan).

Secara lebih detil dengan mengambil kasus Ukraina Vs


Rusia, Sylvia mencontohkan, saat strategi perang
simetrik diterapkan oleh Ukraina, maka tank-tank Rusia
akan dihadapi juga dengan tank; sementara saat strategi
asimetrik diterapkan oleh Ukraina, maka tank-tank Rusia
akan dihadapi dengan antitank milik Ukraina, seperti
jenis antitank Javelin.14

“For the purpose of destroying an enemy tank, both


the tank and a Javelin produce similar results, yet the
latter is less expensive and more portable than the
15
former.” -- (Dengan tujuan untuk menghancurkan
tank lawan, baik sebuah tank dan Javelin dapat
memberikan hasil yang sama, namun menggunakan
Javelin 16 akan lebih murah dan portabel ketimbang
menggunakan tank secara langsung).

14
Ibid.
15
Ibid.
16
Merujuk pada Situs resmi Lockheed Martin, Javelin berkategori sebagai
sistem antisenjata utama yang disandang di bahu penggunanya
saat operasi penembakan dilakukan untuk melawan musuh. Javelin
berkemampuan untuk mengunci sistem rudal musuh. Javelin sering
juga disebut sebagai senjata antitank. Javelin ini dikembangkan dan
diproduksi untuk Angkatan Darat Amerika Serikat dan Korps Marinir,
sebagai produksi bersama antara Lockheed Martin di Orlando,
Florida dan Raytheon di Tucson, Arizona.

https://www.lockheedmartin.com/en-us/products/javelin.html

47
Masa Damai

Damai sendiri dalam konteks Perang, biasanya dicapai


melalui rangkaian diplomasi, seperti yang disinggung
Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto saat
memberi pembekalan kepada anggota KKIP yang baru
dilantik pada tanggal 14 Desember 2020 lalu.

Menhan Prabowo adalah Ketua Harian KKIP.

Dalam kesempatan briefing perdana ini, Menhan


Prabowo mengingatkan bahwa pelaku utama Perang
Dunia I dan ke II adalah negara-negara yang memiliki
teknologi dan kemampuan untuk memproduksi
perlengkapan tempurnya sendiri.

Menhan Prabowo mengingatkan kembali sejarah


perjuangan Patih Gajah Mada dari Majapahit saat ia
berikrar untuk menyatukan Nusantara.

Kala itu, sang Patih telah memanfaatkan kapal-kapal


dan alat tempur yang dibuat sendiri di dalam negerinya
sebagai bagian dari catatan keberhasilan misinya.

Apa yang disampaikan Menhan Prabowo ini kerap


diingatkan kembali oleh KaTimlak KKIP, Letjen TNI
(Purn) J. Suryo Prabowo pada berbagai kesempatan
dan pertemuan, untuk memberikan semangat kepada
indhan nasional dalam membangun kemampuannya.

Indikasi jejak sejarah sejalan keterkaitan kekuatan tempur


yang mendorong kekuatan diplomasi pertahanan tidak
pernah lepas dari kemampuan suatu bangsa dan/atau
negara dalam menguasai teknologi dan kemandirian
produksi perlengkapan tempurnya sendiri.

Peristiwa Operasi Mandala dalam rangka pembebasan


Irian Barat, misalnya, adalah keberhasilan kombinasi
kekuatan tempur (sebagian besar ditopang produk
17
Rusia) , image yang sempat terbangun atas
kemampuan gerilia SDM militer Indonesia, serta
diplomasi internasional Indonesia.

Hal diatas adalah alasan terpenting bagi Indonesia untuk


mulai membangun kapabilitas dan kemampuan industri
pertahanannya dengan benar sehingga bisa berdaya.

Sebagaimana diketahui, Rusia selain memasok satu


kapal penjelajah, 14 kapal perusak, delapan kapal patroli
antikapal selam, 20 kapal rudal, beberapa kapal torpedo
bermotor dan kapal meriam, serta kendaraan-kendaraan

17
Saat itu Rusia masih memimpin federasi negara-negara di bawah bendera
Uni Soviet.

49
lapis baja dan amfibi, dan helikopter, juga mengirimkan
pesawat tempur MiG-19 dan MiG-17, serta 24
18
pengebom Tupolev (Tu)-16.

Sebenarnya, dalam periode revolusi ini, Indonesia telah


menyiapkan berbagai skenario guna membangun
kemandirian pengadaan alpalhankamnya.

Hal ini dimungkinkan karena pada era kolonial, fasilitas


industri pertahanan tersebut telah mulai dibangun di
Indonesia oleh penguasa kolonial Belanda.

Termasuk dari fasilitas yang dibangun itu adalah


perancangan kapal (kini bernama PT PAL) dan
produsen munisi (kini bernama PT Pindad).

Selain itu, terdapat juga tambahan pembangunan fasilitas


melalui beberapa upaya Indonesia sendiri sebagai
kelanjutan awal kemampuan yang dibangun oleh
kolonialis Belanda, seperti divisi pesawat terbang (kini
bernama PTDI); atau juga model kerjasama industri,
seperti PT Krakatau Steel (PT KS) sebagai produsen

18
Sudrajat. Persenjataan Rusia di Balik Operasi Pembebasan Papua –
sebagaimana disadur oleh Russia Beyond the Headlines atas
memoar Perdana Menteri Soviet, Nikita Khrushchev. 24 Agustus
2017. https://news.detik.com/berita/d-3612281/persenjataan-rusia-
di-balik-operasi-pembebasan-papua
baja dengan calon pabrik radar nasional di Solo yang
sekarang menjadi DEPO-50 TNI AU.

Peta Ancaman

Perubahan ancaman (the shifting of nature threats) ini


sangat terkait erat dengan manifestasi dari pola
persaingan antarnegara dalam mempertahankan dan
mengembangkan pengaruh dan dominasinya secara
global.

Dalam konteks Indonesia, konsepsi ancaman tentu tidak


terlepas dari konsepsi global. Pasca berakhirnya Perang
Dingin (Cold War), Indonesia memahfumkan bahwa
sumber ancaman terhadap keamanan nasionalnya pun
semakin luas, tidak saja bersumber dari dalam negeri
(internal threats) dan/atau luar negeri (external
threats), melainkan muncul pula ancaman yang bersifat
hibrida – atau sering juga disebut “azimutal” tanpa bisa
dikategorikan sebagai ancaman dari dalam atau dari
luar.

Sebagai bangsa dengan karakteristik majemuk – baik


agama, budaya, suku, dan bahasa -- trend ancaman
nirmiliter yang bersumber dari unsur-unsur domestik
akan membawa kerawanan tersendiri pada ketahanan
kita sebagai bangsa.

51
Potensi ancaman semakin kompleks dengan
meningkatnya kejahatan transnasional, termasuk money
laundering, terorisme, peredaran narkoba, dan
penyelundupan manusia dan senjata. Bencana alam
menjadi ancaman lain yang potensial melemahkan
ketahanan kita karena posisi geografis Indonesia pada
“ring of fire”.

Indonesia sendiri merupakan sebuah negeri yang luas,


yang membentang sepanjang 1,905 juta km2, terdiri
dari 17,504 pulau.

Menurut data Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman, baru 16,056 pulau yang namanya telah
dibakukan di PBB 19 – artinya, kita masih memiliki
kerawanan terhadap ancaman keamanan, yang bisa
berupa klaim sepihak dari negara-negara tetangga atau
pun infiltrasi di wilayah-wilayah perbatasan dan pulau
terdepan Indonesia.

Kebutuhan akan koordinasi, komunikasi, dan kooperasi


intra-lembaga menjadi tantangan tersendiri bagi
Indonesia untuk dapat bertahan, mengingat bahwa rasio
jumlah prajurit TNI terhadap penduduk Indonesia sangat

19
Biro Komunikasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan
Investasi. PBB Verifikasi 16.056 Nama Pulau Indonesia.
https://maritim.go.id/pbb-verifikasi-16-056-nama-pulau-indonesia/
tidak memadai: 0,00163%, dibandingkan dengan,
Malaysia misalnya, yang rasio militernya terhadap jumlah
20
penduduk adalah 0,00338%.

Pesatnya perkembangan industri 4.0 pun sangat


potensial menjadi “lahan baru peperangan”, atau cyber
war; dan ini membawa konsekuensi tersendiri bagi
Indonesia terkait kapasitas indhan nasional dalam
mengembangkan alutsista yang berbasis 4.0.

Peta Ancaman Aktual dan Faktual Sebagai Dasar


Membangun Kekuatan Pertahanan
Referensi Kasus: Penandatangan Fir Indonesia-Singapura

Pada 25 Januari 2022, Indonesia dan Singapura


memasuki babak baru kerja sama pertahanan, yang
dapat dilihat dari penandatanganan Defense Cooperation
Agreement (DCA) – setelah kristalisasinya sempat
tertunda sejak disepakati pada 2007.

Penandatanganan DCA ini menjadi “satu paket kerja


sama” antara Indonesia dan Singapura, termasuk dua
lainnya: Perjanjian Ekstradisi (Extradition Treaty), yang
melibatkan Kementerian Luar Negeri dari dua negara,

20
Sandi, Ferry. Terungkap! Ternyata Ini Peta Kekuatan Tentara RI,
Malaysia?. 24 Maret 2021. CNBC Indonesia.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20210324153109-4-
232559/terungkap-ternyata-ini-peta-kekuatan-tentara-ri-malaysia

53
dan Perjanjian Pengelolaan Flight Information Region
(FIR), yang melibatkan Kementerian Perhubungan
(Indonesia) dan Menteri Transportasi (Singapura).

Penandatanganan “Paket Perjanjian” ini disaksikan


langsung oleh Presiden Jokowi dan Perdana Menteri
Singapura Lee Hsien Loong di Pulau Bintan, Kepulauan
Riau.

Khusus yang terkait dengan FIR, pengikatan kerjasama


ini memberikan hak kepada Indonesia untuk bisa
mengelola sendiri pelayanan navigasi penerbangan pada
ruang udara di atas wilayah Kepulauan Riau dan
Natuna.

Kilas balik kepada hasil konvensi International Civil


Aviation Organization (ICAO) yang berlangsung di
Dublin, Irlandia, pada 1946, Singapura kala itu
mendapat posisi yang strategis untuk menguasai dan
bertanggung jawab menjaga keamanan udara di tiga
sektor yang berada di wilayah kepulauan Riau dan
Natuna (Indonesia).

Wilayah tersebut meliputi sektor A, B, dan C – dimana


ketiga sektor tersebut berada di atas perairan Natuna.
Sektor A mencakup wilayah udara di atas 8 kilometer
sepanjang Batam dan Singapura. Sektor B mencakup
kawasan udara di atas Tanjung Pinang dan Karimun.

Sebagai konsekuensinya, setiap kali pesawat dari


Indonesia akan melintas di ruang udara tersebut, maka
petugas Air Traffic Control (ATC) wajib melapor kepada
otoritas Singapura.

Kesepakatan dalam Konvensi ICAO ini didasarkan pada


pertimbangan bahwa Singapura – yang masih jajahan
Inggris, dipandang mampu mengelola FIR karena daya
dukung peralatan dan sumber daya manusianya;
sedangkan Indonesia tidak hadir dalam konvensi tersebut
semenjak memproklamasikan kemerdekaan-nya tahun
1945.

ICAO sendiri berbasis di Montreal, Canada.

Setelah penandatanganan tiga paket perjanjian antara


Indonesia-Singapura pada 25 Januari 2022 itu, maka
pengelolaan FIR atas Kepulauan Riau dan Natuna akan
dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara Pelayanan
Navigasi Penerbangan Indonesia, atau AirNav.21

21
Airnav adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

55
Indonesia sendiri memiliki ruang udara seluas 7,539,693
Km2. Merujuk pada situs resmi AirNav Indonesia,
disebutkan bahwa ruang udara Indonesia ini dibagi
menjadi dua Flight Information Region (FIR).

Masing-masing FIR dikelola oleh dua pusat pelayanan


lalu lintas udara, yaitu Jakarta Air Traffic Service Center
(untuk Jakarta FIR) seluas 2,593,150 Km2 dan
Makassar Air Traffic Service Center (untuk Ujung
Pandang FIR) seluas 4,946,543 Km2.22

Masih dari situs resmi tersebut di atas, AirNav Indonesia


melayani rata-rata 6,125 pergerakan pesawat udara per
harinya, baik yang sifatnya take-off/landing, maupun
penerbangan lintas (overflying) antar negara – angka
ini dibuat berdasarkan data per 2019 atau sebelum
terjadinya pandemic COVID-19.

Sebagai tambahan, FIR Makassar hingga saat ini masih


turut membantu pengaturan trafik penerbangan dari dan
ke Timor Timur.

22
Diambil dari situs resmi AirNav http://airnavindonesia.co.id/air/space
Secara lebih detail, situs resmi AirNav menjabarkan
garis-garis perbatasan di wilayah udara antara Indonesia
dengan negara-negara sekitarnya demikian23:

Sumber: AirNav Indonesia

Gambar 4: Peta ruang udara Indonesia yang berbatasan langsung dengan ruang udara
negara lain

Peta ini secara jelas menggambarkan dua wilayah FIR


Indonesia: Jakarta FIR (dalam garis biru) dan Ujung
Pandang FIR (dalam garis merah) yang berbatasan
dengan negara-negara sekitar, termasuk Malaysia
(Kuala Lumpur FIR dan Kota Kinabalu FIR), Filipina
(Manila FIR), Australia (Brisbane FIR dan Melbourne
FIR), serta juga Amerika Serikat (Oakland Oceanic
FIR).

Selain itu, di ruang udara Indonesia ini, FIR Indonesia


berbatasan langsung dengan sejumlah ruang udara

23
Ibid

57
Srilanka (Colombo FIR), Singapura (Singapore FIR),
Papua Nugini (Port Moresby FIR), dan India (Chennai
FIR).24

Salah satu dasar hukum yang dapat dijadikan rujukan


Indonesia untuk mengambil alih pengelolaan FIR dari
Singapura adalah Peraturan Menteri Perhubungan
(Permenhub) No. 55 Tahun 2016 tentang Tatanan
Navigasi Penerbangan Internasional, Pelayanan Ruang
Udara atau FIR -- yang secara eksplisit disebutkan
sebagai suatu daerah dengan dimensi tertentu di mana
pelayanan informasi penerbangan (flight information
service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service)
diberikan.

Merespons pengaturan baru (re-alignment) FIR di


ruang udara di atas Kepulauan Riau dan Natuna,
Kemenhub menegaskan beberapa manfaat positif yang
diperoleh Indonesia, salah satunya adalah bertambahnya
luasan FIR Indonesia sebesar 249.575 km2, yang
diakui secara internasional sebagai bagian dari FIR
Jakarta, yang merupakan salah satu FIR Indonesia
selain FIR Ujung Pandang/Makassar.25

24
Ibid.
25
Biro Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Perhubungan.
Kesepakatan Penyesuain FIR Sudah Dipersiapkan Dengan Matang
dan Mendatangkan Manfaat Bagi Indonesia. 6 Februari 2022.
Terlepas dari konteks penyesuaian pengaturan FIR dan
pengelolanya; satu hal sudah pasti, bahwa untuk bisa
melaksanakan pelayanan pengaturan lalu lintas
penerbangan ini, maka diperlukan berbagai fasilitas dan
infrastruktur pendukung, termasuk fasilitas radar yang
mumpuni.

Adanya fasilitas pendukung ini merupakan syarat utama


dalam penyelenggaraan lalu lintas pesawat modern yang
semakin banyak mengisi lintas dunia di seantero dunia,
termasuk wilayah udara Indonesia.

Singapura sangat memahami hal ini dan meyakini bahwa


Indonesia tidak akan kesulitan untuk menyiapkan sumber
daya manusia yang kompeten untuk mengoperasikan
sistem Air Traffic Control (ATC) guna mendeteksi
aktivitas dan operasional radar-radar canggih milik
dunia.

Namun, persoalan utamanya justru terletak pada


sanggup atau tidaknya Indonesia menghadirkan
perangkat peralatan radar canggih yang diperlukan itu,
untuk meyakinkan dan memastikan terlaksananya

http://dephub.go.id/post/read/kesepakatan-penyesuaian-fir-sudah-
dipersiapkan-dengan-matang-dan-mendatangkan-manfaat-bagi-
indonesia

59
kawalan keselamatan lalu lintas penerbangan di wilayah
udara yang menjadi yurisdiksi dan tanggung jawabnya.

Masalah alat pengawasan wilayah kedaulatan seperti


radar udara itu hanya sebagian dari instrumen sensor
utama yang dibutuhkan untuk mengawasi seluruh
pergerakan kritikal, khususnya untuk kepentingan
pertahanan dan keamanan di Indonesia.

Mengukur kelemahan Indonesia dalam membangun


kemampuan semacam ini senantiasa dikaitkan dengan
keterbatasan biaya.

Sangatlah jelas bahwa untuk mendatangkan perangkat


radar canggih ini, selain membutuhkan biaya yang tidak
sedikit, juga membutuhkan perizinan yang khusus karena
pemanfaatannya akan selalu bersinggungan dengan
kepentingan pertahanan, bukan sekedar keselamatan.

Sampai di sini, isu penting lainnya pun mengemuka


terkait seserius apa Indonesia dalam membangun
kemampuan mandiri atas fasilitas kritis, termasuk radar
itu sendiri, melalui industri yang mandiri juga.

Dalam catatan KKIP, proyek pengembangan radar


nasional untuk periode tahun 2012-2016 dilaksanakan
dalam bentuk perbaikan SSR dan Radar 3D; Litbang
Secondary Surveillance Radar/FF; modernisasi Radar
DA05 (Naval Search Radar) melalui upgrade Radar
DA05 di 3 Kapal Perang Indonesia; serta Litbang Radar
3D, antara lain melalui pengembangan Radar Hanud
3D dan pengembangan sistem akuisisi dan digital Radar
signal processor.

Pada tahapan selanjutnya dilaksanakan Transfer of


Technology melalui program Ofset, lisensi dan joint
production Radar Ground Control Interceptor (GCI),
sehingga sudah ada kemampuan integrasi, pengujian
sistem radar, dan pusat pemeliharaan Radar untuk pasar
domestik.

Dengan demikian, diharapkan pada tahun 2020-2024


telah dilakukan produksi Radar Transmitter, Radar
Receiver, Radar Display, Radar GCI-2, Radar High
Power Amplifier, hingga pusat pemeliharaan radar untuk
pasar domestik.26

Selama ini, indhan nasional Indonesia terbukti kesulitan


menembus rangkaian perizinan yang terkait penguasaan
teknologi kritis; padahal, perizinan tersebut sangat
diperlukan untuk membangun fasilitas radar sekelas yang
dimiliki dan digunakan oleh Singapura.

26
KKIP. Buku Kebijakan Strategis Pembangunan dan Pengembangan
Industri Pertahanan (2015-2045). Tahun publikasi: 2016.

61
Bila sedemikian pentingnya radar sebagai bagian dari
instrumen sensor utama yang memastikan hadirnya
sistem pertahanan dan keamanan bagi suatu negara,
maka nampaknya sekaranglah waktu yang tepat untuk
memikirkan pembangunan sebagian dari sistem sensor
utama itu oleh Indonesia sendiri.

Hal ini mengingat bahwa keberadaan perangkat


instrumen radar bukan semata untuk mengisi
kemampuan, tapi juga untuk membangun daya gentar
(deterrent effect) keluar.

Sampai pada bagian ini, ada sebuah pertanyaan


sederhana: Salahkah penilaian bahwa ketidakhadiran
kemampuan teknologi kritis yang dibutuhkan untuk
membangun sebagian atau keseluruhan sistem ini
sebagai suatu kelemahan?

Pertanyaan ini terus berlanjut pada pertanyaan


berikutnya: Apakah hanya dengan menuliskan di atas
kertas tentang prioritas atas pentingnya membangun
kemandirian produksi radar nasional, lantas tiba-tiba
radar canggih tersebut bisa dibuat di Indonesia?

Merujuk pada kedua pertanyaan ini, ada dua hal yang


perlu digarisbawahi.
Pertama, makna “prioritas”, yang harus dimaksudkan
sebagai suatu itikad untuk mengejar kemampuan.
Kedua, makna “harus”, yang dimaksudkan sebagai
kewajiban kita untuk menindaklanjuti dengang langkah-
langkah yang tepat.

Karena tanpa kedua hal ini – “prioritas” dan “harus”


– maka langkah yang akan digerakan pastinya akan
berjalan tanpa arah, bahkan bisa berujung pada
kegagalan kita untuk sampai pada tujuan yang
diharapkan.

Kedua hal ini menjadi penting karena demikianlah suatu


industri; ia harus bisa dibangun untuk jadi berdaya.

Suatu perencanaan yang baik namun dilaksanakan


secara asal-asalan tidak akan menghasilkan apa-apa;
sebaliknya, yang terjadi hanyalah memboroskan
anggaran dan membuang buang waktu – padahal
sebenarnya manajemen waktu inilah yang lebih mahal
karena hal itu akan melenyapkan kesempatan emas
bangsa Indonesia dalam menguasai suatu pengetahuan
dan teknologi yang esensial dan strategis.

Keengganan memikirkan perjalanan bangsa dan negara


ini ke depan, khususnya dalam membangun kemampuan
kritis dan strategis disaat kesempatan itu ada, adalah

63
ancaman paling besar yang kadang dinafikkan --
bahkan, ancaman model ini tidak akan pernah muncul
dalam peta ancaman pertahanan dan keamanan nasional
Indonesia.
3
KEMANDIRIAN
INDUSTRI
PERTAHANAN
ALA INDONESIA

Cita-cita Indonesia untuk mempunyai industri pertahanan


sendiri bukan cita-cita yang baru. Kemandirian dalam
membangun kekuatan pertahanan melalui kemampuan
dan kemandirian industri dalam negeri adalah suatu
pilihan yang alamiah dari suatu bangsa dan negara
untuk memastikan kemampuannya dalam membangun
keunggulan dan daya gentar diantara bangsa-bangsa
dan negara yang lainnya; tetapi yang terpenting lagi

65
adalah untuk bisa mempertahankan kedaulatan dan
kehidupan bangsa serta negaranya sepanjang masa.

Pada setiap tantangan operasi militer perang (OMP)


atau operasi militer selain perang (OMSP), khususnya,
TNI dan Polri, tantangan yang dihadapi hampir bisa
dipastikan terkait dengan kemandirian pengoperasian dan
kesiapsiagaan operasional atas produk-produk alat
perlengkapan pertahanan yang digunakan.

Hal ini telah menjadi suatu keharusan, bukan hanya


soal keunggulannya, tetapi semua dimulai dari
memastikan kesiapan, kelayakan, keamanan
penggunaan, hingga pemeliharaan dan perbaikan serta
penambahan kemampuan – hal mana sebaik-baiknya
harus bisa dilaksanakan sendiri atau setidaknya hanya
sedikit ketergantungannya pada pihak lain; bahkan kalau
bisa, tidak ada ketergantungan sama sekali.

Xinpeng Wang dari Department of Weapon Engineering,


Naval University of Engineering, yang berbasis di
Wuhan, China, mengatakan bahwa27:

27
Wang, Xinpeng. Evaluation Model of Equipment’s Operational Readiness
Based on Entropy Weight Method and VIKOR Method. Department
of Weapon Engineering, Naval University of Engineering. Wuhan,
China. 76th International Conference on Manufacturing Science and
Engineering. Advances in Engineering Research, Vol 19. Atlantis
Press. 2017.
“Operational readiness reflects the
combat effectiveness of equipment; to a
certain extent determine the level of the
ability of the equipment to perform
tasks” – (Kesiapan operasi
mencerminkan efektivitas tempur dari
persenjataan; ke sebuah tingkatan
tertentu dari kemampuan persenjataan
dalam menjalankan tugas-tugasnya).

Kutipan di atas telah memberikan sebuah gambaran


kepada kita bahwasannya tidaklah berlebihan bila para
pengguna indhan nasional menuntut kualitas dan
kehandalan dari produk-produk yang mereka beli,
karena hal ini terkait langsung dengan keselamatan jiwa
raga pengguna, yang akan sangat bergantung bukan
hanya pada aspek kemampuan alat itu semata, tetapi
juga pada aspek keamanan dan kehandalan operasional.

Produk-produk tersebut harus bisa memastikan bahwa


misi berjalan sesuai rencana tanpa cela, dan pengguna
kembali dari operasi dengan keadaan yang setidaknya
sama ketika berangkat operasi.

Hal ini berarti, dalam setiap operasi, selalu direncana-


kan untuk sukses tanpa masalah.

67
Penjabaran atas hal ini sebagaimana diuraikan dalam
The Importance of Military Readiness adalah bahwa28:

“The goal of military readiness is to


ensure that the military force is ready
and able to complete tasks at any
time.” – (Tujuan dari kesiapan militer
adalah untuk memastikan bahwa
kekuatan militer itu siap dan mampu
menggenapkan tugas-tugasnya kapan
pun).

Sayangnya, saat pengguna-pengguna produk


alpalhankam dalam negeri ditanyai terkait pengalaman
mereka saat menggunakan produk-produk indhan dalam
negeri, maka impresi pertama yang muncul hampir pasti
bukan berupa pujian; dan kalau pun ada pujian, bisa
dipastikan persentase mereka yang mengeluh lebih
banyak terdengar daripada mereka yang memuji.

James Guild29 dalam tulisannya yang bertajuk Is Pindad


Ready to Anchor Indonesia’s Defense Industrial
30
Ambitions? secara skeptik mengatakan bahwa “Tanpa

28
Institute for Defense & Business. The Importance of Miltary Readiness.
2022. https://www.idb.org/the-importance-of-military-readiness/
29
James Guild adalah seorang pakar di bidang perdagangan, keuangan,
dan pembangunan ekonomi untuk Kawasan Asia Tenggara.
30
Guild, James. Is Pindad Ready to Anchor Indonesia’s Defense Industrial
Ambitions?. The Diplomat. 10 Agustus 2021.
adanya pembelian dari militer, mungkin tidak ada
permintaan yang cukup untuk membuat manufaktur
senjata lokal menjadi kompetitif” – (“In the absence
of purchases from the military, there might not be
sufficient demand to make local arms manufacturing
competitive”).

Dalam artian, menjadi ironi ketika produk-produk buatan


luar negeri kerap mendapatkan pasar dan pujian kendati
sebetulnya performa produk-produk tersebut tidak
sepenuhnya prima.

Jelas penilaian seperti itu tidak bisa disebut sebagai


penilaian yang obyektif; karena pada hakikatnya, kualitas
produk suatu alpalhankam sangat terkait dengan
kesehatan lingkungan hulu-hilir saat produk tersebut
dibuat; dalam artian, ekosistem industri sangat
mempengaruhi hasil dan kualitas dari produk yang
dibuat, terlepas di mana produk itu dibuat.

Hal ini dikarenakan jika sebuah produk alpalhankam


tidak bisa dihadirkan melalui suatu ekosistem yang ideal,
maka hampir mustahil pembangunan kemandirian suatu
industri bisa tercapai; apalagi untuk industri alpalhankam
yang sangat memiliki keterbatasan pasar jika dibanding

https://thediplomat.com/2021/08/is-pindad-ready-to-anchor-
indonesias-defense-industrial-ambitions/

69
dengan industri produk-produk konsumtif masyarakat
sipil.

European Cluster Collaboration Platform (ECCP)


mendefinisikan ekosistem industri sebagai berikut31:

“Industrial ecosystems encompass all


players operating in a value chain: from
the smallest start-ups to the largest
companies, from academia to research
service providers to suppliers.” –
(Ekosistem industri mencakup semua
pemain yang beroperasi dalam rantai
nilai: dari perusahaan rintisan terkecil
hingga perusahaan terbesar, dari
akademisi hingga penyedia layanan
penelitian hingga pemasok).

Definisi lain tentang ekosistem industri diuraikan oleh


Robert U. Ayres 32 sebagai “…a number of firms
grouped around a primary raw material processor, a
refiner or convertor, and a fabricator, various suppliers,

31
European Cluster Collaboration Platform (ECCP). Definition of Industrial
Ecosystem. 2022. https://clustercollaboration.eu/in-focus/industrial-
ecosystems/definition
32
Robert U. Ayres adalah Profesor bidang Lingkungan dan Manajemen,
Profesor bidang Ekonomi dari the Centre for the Management of
Environmental Resources pada the European Business School,
INSEAD yang berbasis di Prancis.
waste processors, secondary materials processors, and
33
so forth….” – (…sejumlah perusahaan yang
tergabung di kisaran pengolah bahan mentah primer,
penyuling atau pengubah, dan fabrikator, berbagai
pemasok, pengolah limbah, pengolah bahan sekunder,
dan sebagainya…).

Dalam uraiannya, Ayres menekankan pentingnya sebuah


integrasi dari sekelompok pelaku industri yang berada
dalam siklus yang saling berkaitan; mulai dari pengolah
bahan mentah primer, pengilang atau pengubah, dan
fabrikator, berbagai pemasok, pengolah limbah, pengolah
bahan sekunder, dan sebagainya.

Dari kedua definisi di atas, perlu diketahui bahwa indhan


nasional pun membutuhkan sebuah prasyarat yang
melibatkan keberhasilan seluruh pihak yang terlibat,
mulai dari calon pengguna, pembeli, pembuat kebijakan,
hulu-hilir industri, ketersediaan sumber-sumber dan
seterusnya.

Hal-hal tersebut inilah yang dapat menciptakan suatu


ekosistem industri.

33
Ayres, Robert U. On Industrial Ecosystem. A Handbook of Industrial
Ecology. 2001. Edward Elgar Publishing Limited. Glensanda
House-Montpellier Parade, Cheltenham, UK.

71
Dengan melihat ekosistem industri, maka setidaknya
terdapat tiga tantangan bagi sektor industri pertahanan
untuk maju dan berkembang: kualitas produk
pertahanan, jaminan nilai jual dari produk pertahanan,
serta ketepatan waktu produksi.34

Dengan demikian, pertanyaannya sekarang adalah


apakah semua mengetahui makna dari ketiga tantangan
tersebut dan apakah para pihak dalam siklus industri
pertahanan memiliki pemahaman yang sama atas
tantangan tersebut?

Kemandirian

Pertanyaan tentang apa yang dimaksud dengan kata


“mandiri” ini kerap menjadi momok diskusi dan debat
dalam menentukan arah peta jalan industri dalam negeri.

Di kemudian hari, gagal-pahamnya atas makna


“mandiri” ini seolah dijadikan amunisi dari pihak
Kementrian dan Lembaga terkait untuk tidak
mengerahkan kemampuan mereka secara optimal;
padahal sebetulnya, penjelasan maksud dari kata
“mandiri” -- yang dalam KBBI berarti “tidak

34
Yahya, Achmad Nasrudin. Industri Pertahanan Hadapi Tiga Tantangan
Dalam Membangun Alutsista. Kompas. 25 Juni 2021.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/25/13115261/industri-
pertahanan-hadapi-tiga-tantangan-dalam-membangun-
alutsista?page=all
tergantung” 35 -- adalah target ideal; sama seperti
target tujuan Bangsa dan Negara ini untuk menjadi
negara yang gemah ripah loh jinawi atau adil makmur
sejahtera buat semua warga negaranya.

Lebih jauh lagi, apakah makna “mandiri” dalam konteks


“kemandirian industri pertahanan nasional” ini? Apakah
berarti total kemandirian penuh hulu-hilir rancang-
bangunnya, atau ada konteks lain?

Tentu hal ini dengan mengingat bahwa hampir tidak


ada produsen alpalhankam yang memproduksi produk
super kompleks akan bisa melakukan art to part
produknya secara mandiri.

Kembali kepada definisi ekosistem industri yang diuraikan


oleh Ayres, ia selanjutnya mengatakan bahwa36:

“The main requirement is that there be


a major ‘export product’ for the system
as a whole, and that most of the
wastes and by-products be utilized
locally.” – (Persyaratan utama adalah

35
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mandiri/man·di·ri/ a
dalam keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang
lain.
kemandirian/ke·man·di·ri·an/ n hal atau keadaan dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain
36
Ayres. Robert U. Op. Cit.

73
keberadaan produk ekspor besar bagi
sistem ini secara keseluruhan, dan
sebagian besar dari limbah dan produk
sampingan dapat dimanfaatkan secara
lokal).

Dengan demikian, maka suatu industri pada akhirnya


perlu memiliki syarat dasar berupa ketersediaan “produk
yang ditujukan untuk ekspor”; dimana produk ini
mungkin akan terisi oleh bermacam-macam komponen
dalam jumlah yang banyak untuk keseluruhan sistem,
sementara bila nantinya ada sebagian dari total
komponen yang digunakan kemudian menjadi limbah
produksi – termasuk produk sampingan yang dibuat -
- maka seyogyanya dapat dimanfaatkan secara lokal.

Dari rantai proses ini, maka diharapkan akan


berkembang industri-industri inovatif pendukung secara
lokal.

Dari penjelasan Ayres ini, maka terjemahan


“kemandirian” dalam konteks indhan nasional di
Indonesia tentu dimaksudkan bukan hanya untuk
membatasi tingkat ketergantungan kepada luar negeri,
tapi juga untuk bisa mengisi kebutuhan ekspor.
Dengan demikian, hal ini akan menjamin keleluasaan
atas pengoperasian keseluruhan sistem secara
independent, sehingga arah dari “langkah kemandirian
industri” yang harus diutamakan adalah untuk
memperkuat industri ini seraya memberikan kesempatan
berkembangnya industri komponen lokal, demikian
seterusnya.

Dengan melihat bagaimana industri berat (heavy


industry) berkembang di dunia saat ini, maka hampir
bisa dipastikan bahwa tidak semua komponen bisa atau
perlu dibuat oleh industri tersebut.

Hitung-hitungan nilai ekonomis adalah dasar dari


pemilihan jenis produk komponen yang “wajib” dikuasai
dan diproduksi sendiri oleh pabrikan tersebut.

Industri perlu menentukan teknologi dan fasilitas


manufaktur yang dikategorikan “must have” atau “nice
to have” hingga “don’t need to have” -- dan yang
terakhir ini jelas keputusannya adalah membeli
produk/komponen jadi dari tempat lain.

Akibatnya, untuk suatu produk alpalhankam yang super


canggih tapi sangat sedikit kebutuhannya, banyak
negara, termasuk negara besar, biasanya lebih memilih
untuk membeli saja produk jadinya dari negara lain,

75
atau, melakukan produksi terbatas di dalam negerinya
dengan harapan dapat memberikan nilai tambah
setidaknya saat dibutuhkan untuk proses pemeliharaan
atau memperpanjang umur pemakaian produk tersebut.

Menjadi penting di sini adalah memastikan operability


independency dari alpalhankam yang diproduksi ini,
utamanya saat diperlukan atau dalam situasi konflik atau
kritis.

Apakah itu salah? tentu saja tidak, karena dalam


membangun suatu industri yang melaksanaan kegiatan
bisnis dengan investasi yang tidak sedikit, maka pola
pikir harus senantiasa diarahkan menuju pada
pengembalian nilai investasi, kendatipun nilai dari
pengembalian investasi itu bisa berupa sesuatu yang
intangible yang didapat dari keuntungan langsung
maupun tidak langsung untuk penduduk dan negara
yang melaksanakan kegiatan industri tersebut.

Peran para pemangku kebijakan di Indonesia dalam


mendefinisikan secara eksplisit makna “kemandirian”
menjadi penting, sehingga akan lebih mudah bagi pelaku
industri untuk mengarahkan langkah penguasaan
teknologi dan fasilitas rancang bangun yang diperlukan.
Eksistensi keterwakilan kementrian dan lembaga melalui
para Menteri dan pimpinan Lembaga perlu terus
ditingkatkan karena peran dan tanggung jawab optimal
dari para pejabat ini akan memudahkan terciptanya
konsensus atas kesamaan langkah dan sistem yang
diperlukan.

Dalam tata cara Pemerintahannya, Presiden Jokowi


kerap cukup bisa menjawab tantangan pembangunan
yang sulit sekalipun dengan menekankan fokus yang
jelas kepada para menterinya; karenanya, akan sangat
penting bagi masing-masing Kementrian untuk
menonjolkan peranannya dalam pembangunan industri
nasional, khususnya industri alpalhankam ini secara
bersama-sama dan serempak.

Persoalannya, apakah target ideal ini akan mungkin


dicapai, atau bahkan tidak mungkin bisa dicapai
sepenuhnya, atau mungkin tidak perlu dicapai
sepenuhnya?

Di sini, filosofi Guns Vs Butter bisa menjadi perdebatan


yang membutuhkan solusi nyata.

Keuntungan intangible dari terbangunnya sebuah industri


alpalhankam yang berdaya bagi satu negara seharusnya
bisa dilihat dari meningkatnya kemampuan sumber daya

77
manusianya dalam menguasai pengetahuan dan teknologi
yang diperlukan guna membangun sebuah produk
alpalhankam; untuk selanjutnya, pengetahuan dan
teknologi tersebut dapat diadopsi secara lebih luas,
termasuk misalnya, untuk keperluan pengembangan
teknologi kemanusiaan yang lain.

Itu sebabnya, modifikasi dari pengetahuan dan teknologi


yang didapat ini dalam bentuk yang lain pun tidak
menutup kemungkinan bagi terproduksinya ragam produk
bagi kepentingan sipil secara lebih luas lagi.

Hal ini tentu sekaligus menjawab tantangan dan konversi


atas defense spending, yang notabene dianggap sebagai
beban anggaran.

Peningkatan perekonomian dari pemasukan bisnis industri


di sektor pertahanan itu juga bisa dilihat dari, misalnya,
berapa banyak tenaga kerja dalam negeri yang terserap,
bagaimana multiplier effect-nya pada tumbuhnya industri
pendukung, serta tentunya, arus pemasukan pajak dan
bukan pajak untuk negara.

Itu sebabnya, untuk turut memberikan partisipasi pada


pembangunan suatu industri alpalhankam, khususnya di
negara-negara lebih maju, Pemerintah mereka tidak
segan-segan memberikan proteksi industri hingga
incentives dan stimulant guna membantu tumbuh dan
sehatnya industri tersebut.

Klusterisasi bisnis pun menjadi pola yang mereka


adaptasi ke dalam indhan, yang tujuannya selain untuk
mengkonsentrasikan sumber daya yang sudah tersedia
di dalam regional negara masing-masing, sekaligus juga
mendorong penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan
ekonomi.37

Sebagai contoh, dapat dilihat bagaimana dua industri


pesawat terbang besar -- Boeing dan Airbus --
masing-masing sangat didukung oleh Pemerintahnya
yang mementingkan untuk melihat industri ini menjadi
yang terbesar di dunia dan selalu menang melawan
kompetitornya, apalagi bila harus bersaing di negerinya
sendiri.

Keberpihakan diri sendiri, adalah kunci dalam


membangun industri apapun, termasuk industri
pertahanan.

Geopolitik Seputar Indonesia

37
Slaper, Timothy dan Grace Ortuzar. Industry Clusters and Economic
Development. Indiana Business Review (IBR). 2015.
https://www.ibrc.indiana.edu/ibr/2015/spring/article2.html

79
Indhan merupakan salah satu penunjang kekuatan
pertahanan negara, karena sebuah negara dengan
indhan yang kuat dipercaya dapat memaksimalkan
kapasitas angkatan bersenjatanya melalui keunggulan
alutsista yang dimiliki.

Salah satu definisi yang menggambarkan pemahaman


indhan terdapat dalam Law Insider sebagai berikut38:

“Commercial industry involved in


research and development, engineering,
production, and the servicing of military
material, equipment, and facilities,
including Military Veterans.” – (Industri
komersial terlibat dalam riset dan
pengembangan, rekayasa, produksi, dan
penyediaan material militer,
perlengkapan, dan fasilitas, termasuk
bagi veteran militer).

Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa indhan –


sekalipun disebut sebagai industri komersial --
menghasilkan produk yang berbeda dengan industri sipil.

38
Law Insider. https://www.lawinsider.com/dictionary/defence-industry
Hal ini dikarenakan hasil produksinya berupa material,
peralatan, dan fasilitas yang diperuntukkan khusus bagi
militer.

Definisi ini sekaligus juga menyebutkan bahwa


keseluruhan proses perakitan dan produksi harus diawali
oleh riset dan pengembangan, bahkan jika suatu hasil
produk sudah pernah ada sebelumnya sebagaimana
yang kita lihat dalam proses reverse engineering.

Walaupun konsepsi pertahanan merupakan kepunyaan


publik (public goods) dan bahkan pembelanjaannya
menjadi bagian dari keuangan negara (defense
spending), indhan memiliki dua karakteristik utama,
yaitu sangat tertutup dan sangat terfokus pada
kemutakhiran teknologi, walau tidak selalu berarti mahal.

Dikatakan “tertutup” karena terkait dengan konsepsi


39
keamanan nasional (national security) dan
kerahasiaan teknologi (confidentiality) yang diperoleh
melalui proses panjang penelitian dan pengembangan,
terutama di bidang sumber daya manusia dan anggaran.

39
F, Richard. Defense Industries: Some of Their Characteristics.
Overdefense (OVD). 30 Juni 2020.
https://www.overtdefense.com/2020/06/30/defence-industries-
some-of-their-characteristics/

81
Indhan meliputi empat kelompok usaha: land system
(matra darat), naval system (matra laut), aerospace
(matra udara) dan security (keamanan dan
kepolisian).

Belakangan industri ini diperluas dengan menambahkan


kemampuan khusus dibidang matra baru yang terbalut
dalam Teknologi Informasi, Siber dan Kecerdasan
Artifisial (AI).

Adapun kategori produk pertahanan bisa diimajinasikan


seperti bangunan piramida yang masing-masing
tingkatnya meliputi industri alat utama, industri utama
dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau
pendukung (perbekalan), dan industri bahan baku.

Di Indonesia, sebetulnya, pengembangan indhan telah


dimulai sejak masa penjajahan Belanda, ketika
pemerintah Kolonial merasa perlu untuk memelihara dan
memperbaiki fasilitas peralatan perangnya agar dapat
beroperasi di wilayah kolonial Hindia Belanda dengan
mandiri tanpa harus menunggu suplai dari negara asal
yang jauh, perlu waktu lama, dan mahal transportasinya.

Namun, situasi perang yang cepat berubah pada


akhirnya menuntut pemerintah Kolonial untuk
memproduksi sendiri alutsista dan peralatan
pendukungnya, termasuk kendaraan tempur darat, kapal
perang, pesawat, senjata, peluru, dan amunisi.

Produksi itu juga dilakukan di tanah jajahan mereka,


Hindia Belanda, yang dikemudian hari menjadi modal
awal Indonesia dimasa kemerdekaan untuk
mengembangkan kemampuan indhannya, baik untuk
produk matra laut, darat, dan udara, yang berkembang
lebih kompleks sejalan evolusi dan revolusi teknologi itu
sendiri.

Ketika itu, terdapat sejumlah industri strategis milik


Pemerintah Belanda yang bertugas memasok kebutuhan
senjata mereka. Diantaranya adalah NV de Broom
(1865), NV de Vulcaan (1913), NV de Industries
(1887), NV Braat (1901), dan NV Molenvliet
40
(1920).

Setelah Indonesia merdeka, sebagian besar dari


perusahaan-perusahaan tersebut dinasionalisasikan.

Proses ini terjadi pada masa Kabinet Djuanda, yang


menasionalisasi perusahaan-perusahaan tersebut,

40
Purwanto, Antonius. Industri Pertahanan: Sejarah, Perkembangan, dan
Tantangan. Kompas. 4 Oktober 2020.
https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/industri-
pertahanan-sejarah-perkembangan-dan-tantangan

83
diantaranya menjadi PN Boma, PN Bisma, PN Indra,
PN Barata, PN Sabang Merauke, dan PN Peprida.41

Presiden Sukarno bahkan sempat tercatat mulai


mengirimkan putra-putri terbaik Indonesia untuk belajar
ke luar negeri dengan harapan untuk bisa membangun
dan mendukung kemandirian indhan nasional.

Tantangan

Ada beberapa tantangan bagi indhan nasional untuk


melayani pengguna akhir.

Beberapa yang dapat disoroti dari tantangan utama ini


diantaranya:

Pertama, dinamika ancaman yang selalu berubah dari


waktu ke waktu, dimana hal ini telah menuntut
terciptanya teknologi jalur cepat.

Potensi ancaman Indonesia saat ini yang semakin


kompleks -- baik itu konvensional, asimetrik, maupun
hibrida -- tentu harus diimbangi dengan peningkatan
kapabilitas dari postur pertahanan negara yang pas dan
bukan tambal sulam, mencakup semua lini dan sektor,

41
Ibid.
termasuk kemampuan diplomasi pertahanan serta
ketahanan ekonomi.

Kedua, teknologi sebagai kata kunci dalam


pengembangan industri pertahanan. Dengan kata lain,
modernisasi alutsista tidak dapat dihindari, utamanya
melalui teknologi yang diperbarui.

Ketiga, masih terdapatnya “krisis” antara Manajemen


Waktu Vs. Kesiapan Produk Pertahanan.
F. Richard, pengamat industri pertahanan dari Indiana,
Amerika Serikat, mengatakan42:

“It could be assumed then that the long


build-times of items which would otherwise
be a standard task, suits the defence
industry even if it looks slow and
cumbersome to the outsider or
commentator.”

Dalam artian, tenggang waktu pembuatan produk


pertahanan ini walau dapat berlangsung lama, pada
hakikatnya telah sesuai dengan standar tugas yang
berlaku dalam keseluruhan rangkaian proses

42
F, Richard. Op. Cit.

85
industrialisasi pertahanan, terlepas apakah publik
menilainya sebagai sebuah tampilan yang lambat.

Ada beberapa alasan mengapa produksi pertahanan


dirasakan begitu lambat. Salah satunya adalah
kompleksnya operasi militer yang dihadapi serta pesatnya
perkembangan teknologi yang digunakan lawan operasi,
sehingga memaksa produsen alutsista untuk terus
menyesuaikan dan selalu menyesuaikan atau
memperbarui produknya.

Situasi ini kerap bertentangan dengan kesepakatan bisnis


antara produsen dan konsumen karena konsumen –
sebagai pengguna produk pertahanan -- memiliki
tenggat waktu pemenuhan kerja.

Disinilah kesepahaman antara produsen dan konsumen


menjadi penting, utamanya dari sisi produsen, karena
produk mereka seyogyanya hanya dapat beroperasi jika
betul-betul telah “siap untuk beroperasi” dengan aman
dan berhasil sesuai harapan.

Dengan kata lain, semua teknologi yang termutakhir


dapat diaplikasikan dan diperbarui dengan tepat sesuai
keperluannya.

Produk pertahanan juga harus melalui serangkaian uji


rancang dan produk yang dilakukan produsen bersama
lembaga sertifikasi produk sebelum memutuskan apakah
produk mereka memenuhi syarat keselamatan untuk
dikomersialisasikan.

Terkait hal ini, produsen setidaknya harus mengantongi


dua setifikat: Sertifikat R & D dan Sertifikat Kelayakan.

Keempat, untuk mengembangkan kerjasama dengan


mitra asing, pelaku industri pertahanan dalam negeri di
Indonesia dapat saja menjadi subjek dari kebijakan
politik luar negeri negara lain; padahal, kerja sama
dengan perusahaan pertahanan global tidak bisa
dipinggirkan dan kerap menjadi suatu keharusan dalam
menyiasati kekurangan yang ada saat ini.

Situasi dimana terdapat kesulitan untuk bekerja sama


dalam bentuk apapun itu, dapat menyebabkan kesulitan
bagi pelaku Indonesia untuk mengakses the know-how
technology – apalagi jika dikatakan bahwa alih teknologi
yang diperlukan itu telah berubah menjadi "masalah
terlarang karena alasan politik negara mitra."

Betul bahwa Indonesia menganut politik luar negeri yang


bebas-aktif; namun, sebagai bagian dari masyarakat
global, Indonesia sendiri mengalami perubahan konsepsi
model ancaman yang begitu cepat; kadang tanpa
disadari, perlahan tapi pasti, masuk ke perangkap

87
asimetrik lawan yang tidak diketahui telah menjadi proxy
salah satu kekuatan.

Telah diuraikan sebelumnya bahwa perang masa kini


tidak lagi sekedar dalam bentuk fisik, melainkan semakin
dominan menuju pada trend perang psikologi yang saat
dimungkinkan melalui jejaring dunia maya (cyber war).

Bentuk serangan pun tidak lagi sekedar agresi fisik atau


invasi yang dilakukan oleh militer suatu negara terhadap
negara lain (state actor), melainkan telah pula terjadi
intensitas perang yang sifatnya asimetrik, dengan
pelakunya yang tidak selalu merupakan representasi
negara (non-state actor); yang bisa jadi sebagai
kekuatan proxy yang dipakai/dimanfaatkan satu negara
berdaulat tanpa ingin terlihat memiliki interest
tersembunyi untuk menguasai apapun itu di Indonesia,
sehingga selalu dipandang sebagai negara sahabat
dimata penduduk dan pemerintah Indonesia.

Tanpa harus berbicara lebih jauh tentang polarisasi


dunia saat ini sebagai dampak menguatnya hegemoni
China, spektrum ancaman yang harus dihadapi
Indonesian pun nyata semakin kompleks; termasuk
pelanggaran kedaulatan, pencurian kekayaan alam di
laut, radikalisme ideologi alternatif selain Pancasila, dan
ancaman bahaya biologi, termasuk juga ancaman
bencana alam.

Dengan pertumbuhan penduduk yang berada diatas 1%


pertahun, Indonesia dalam 25 tahun kedepan, saat
merayakan hari kemerdekaan yang ke 100, akan
memiliki tambahan 25% dari jumlah penduduknya yang
tercatat per tahun 2020.

Masalahnya adalah, lahan pangan dan suplai kebutuhan


hajat hidup orang banyak, termasuk pekerjaan, di lahan
kedaulatan Indonesia yang tidak bertambah ini akan
menjadi tantangan yang tidak sederhana bagi Pemerintah
dan anak bangsa ke depan untuk bisa menyediakan
segala kebutuhan kehidupan yang akan muncul.

Belum lagi bila mengukur dinamika demografi di


kawasan regional, pada tingkat pertumbuhan yang sama
dari negara-negara tetangga, termasuk China, dalam
25 tahun kedepan.

Dinamika demografi, atau yang sering disebut juga


dengan “bonus demografi”, untuk China saja, misalnya,
bila setiap tahun memiliki pertumbuhan penduduk sekitar
1% atau lebih, maka pada 2045 nanti akan memiliki
tambahan penduduk sebanyak jumlah mereka saat ini.

89
Ini berarti, China memiliki tantangan yang sama, dimana
lahan kedaulatan mereka saat ini yang diakui dunia
tidak bertambah, tapi kebutuhan hidup penduduknya
yang semakin banyak perlu dicarikan jalan keluarnya.

Bukanlah sesuatu yang mustahil bila kemudian China


memilih keluar dari apa yang telah menjadi kesepakan
internasional atas batas-batas teritorialnya, demi
memenuhi kebutuhan rakyatnya. Sehingga, tidaklah
mengherankan bila China kemudian membuat klaim-
klaim imajiner dan ilegal atas teritorial kedaulatan negara
lain.

Dalam kaitan ini, China kemudian mencari alasan


sepihak -- seperti yang terjadi sekarang -- guna
melegalisasi klaim mereka atas kawasan teritorial dari
negara lain, seperti kasus the 9 dash lines di kawasan
laut Natuna ZEE Indonesia, sebagai bagian dari upaya
perluasan wilayah kedaulatan mereka secara sepihak
guna bisa memenuhi kebutuhan sumber daya alam
(SDA) yang dibutuhkan bangsanya dikemudian hari.

Manuver China ini tentu tidak serta merta ditempuh


melalui konfrontasi fisik yang terbuka; sebaliknya, China
ditengarai akan sangat menghindari penggunaan
kekerasan dalam menyelesaikan isu-isu terkait konflik
perbatasan dan kewilayahan.43

Hal tersebut di atas sebagaimana diuraikan oleh Michael


D. Swaine 44 dan Ashley J. Tellis 45 dalam paparan
mereka yang bertajuk Interpreting China’s Grand
Strategy.

Secara lebih detail, keduanya menguraikan demikian46:

“In its policies toward territorial claims,


the calculative strategy aims to avoid
using force to settle territorial disputes.
Rather, it dictates that China pursue a
good-neighbor policy designed to
strengthen or mend ties with its
neighbors and to delay resolving
disputes, at least until the regional
balance of power shifts in favor of
China.” – (Terkait kebijakannya atas
klaim wilayah, strategi yang kalkulatif

43
Swaine, Michael D dan Ashley J. Tellis. Interpreting China’s Grand
Strategy. RAND Corporation.
https://www.rand.org/pubs/research_briefs/RB61.html
44
Michael D. Swaine adalah pakar dalam studi keamanan China dan Asia
Timur dan Senior Associate pada Program Asia di Carnegie
Endowment for International Peace.
45
Ashley J. Tellis adalah rekan senior di Carnegie Endowment for
International Peace yang mengkhususkan diri dalam keamanan
internasional, pertahanan, dan isu-isu strategis Asia
46
Ibid.

91
dimaksudkan untuk menghindari
penggunaan kekuatan dalam
menyelesaikan sengketa wilayah. Ada
kecenderungan bahwa China memilih
kebijakan bertetangga yang baik demi
memperkuat atau memperbaiki hubungan
dengan negara-negara tetangganya dan
untuk menunda upaya penyelesaian
sengketa, setidaknya hingga kekuatan
penyeimbang regional beralih ke
China).

Dengan mengambil contoh diatas, nyata bagi Indonesia


bahwa masalah pertahanan garis perbatasan bukan
berada di atas tanah saja, tetapi juga di lautan dan
mungkin di angkasa.

Masalah pertahanan ini pun tidak sedemikian hitam-


putih, terutama ketika pihak lain menerapkan strategi
pertahanan yang tidak terklasifikasi sebagai strategi
konvensional yang lazim dikenal awam.

Kembali menyitir Michael D. Swaine dan Ashley J.


Tellis, “In its policies toward military modernization, the
calculative strategy aims to reduce China's existing
vulnerabilities while increasing the ability of its military
forces to secure diplomatic and political leverage. The
modernization—in both nuclear and conventional forces—
is going forward slowly and steadily because a rapid
military buildup might alarm China's neighbors and the
major powers. Further, a sudden buildup would detract
from China's current emphasis on civilian economic
development.”47 – (Dalam kebijakan terkait modernisasi
militer, strategi yang kalkulatif ditujukan untuk
mengurangi yang dimiliki China seraya meningkatkan
kapasitas dari kekuatan militernya untuk mengamankan
pengaruh diplomatik dan politiknya.

Modernisasi ini – baik dalam sistem nuklir dan kekuatan


konvensional – berjalan secara lambat dan stabil karena
pembangunan kekuatan militer yang cepat dapat menjadi
alarm bagi negara-negara tetangga China serta
kekuatan utama yang lain. Lebih jauh, pembangunan
yang tiba-tiba dapat menjauhkan China dari penekanan
fokusnya saat ini, yaitu pembangunan ekonomi
masyarakat sipil).

Dari pemahaman inilah, Indonesia tidak bisa dan, tidak


boleh lengah dalam penguasaan teknologi, karena hal
tersebut akan memampukan kita dalam mengimbangi
strategi pihak lain yang secara perlahan telah

47
Ibid.

93
memodernisasi kekuatan militernya meskipun tak nampak
secara kasat mata.

Sun Tzu dalam bukunya, Seni Berperang, menulis


bahwa untuk bisa memenangkan perang, harus bisa
dikuasai hati dan pikiran dari mereka yang menjadi
objek perang. Ini adalah bagian paling sulit yang perlu
dicapai para pemenang tempur agar kemenangan perang
pun bisa diraih.

Perkembangan teknologi yang ada telah memungkinkan


peleburan teknik-teknik operasi psikologi persuasi
dengan teknologi kecerdasan artifisial yang dibalut
dengan kemampuan siber; dan strategi ini telah terbukti
dapat secara efektif mempengaruhi keberpihakan hati
dan pikiran sasarannya.

Saat ini, perkembangan era digital dan derasnya revolusi


industri 4.0 tentu membutuhkan kemampuan suatu
bangsa untuk bisa beradaptasi dengan cepat serta
menguasai teknologi bukan dengan cara pasif, melainkan
secara aktif; jika tidak, maka negara tersebut hanya
akan jadi bulan-bulanan permainan dan perbudakan
modern di era digital.

Dengan pertumbuhan industri 4.0 ini, pola-pola infiltrasi


dan propaganda serta indoktrinasi yang dibalut dalam
kiat manajemen persepsi di media digital yang kerap
dilakukan melalui kontrol jarak jauh (remote).

Lebih buruk lagi, cara-cara asimetrik ini bisa berdampak


pada kerusakan yang bahkan lebih parah dari sekedar
perang fisik: hancurnya pertahanan dan kekuatan
nasional suatu bangsa dari aspek mentalitas, ekonomi,
sosial-budaya, politik, dan bahkan, ideologi sangatlah
dimungkinkan.

Teori yang disebutkan oleh Sun Tzu akan lebih mudah


terjadi bagi satu kekuatan yang menguasai teknologi
informasi digital modern untuk mempengaruhi pikiran dan
hati lawan-lawannya.

Aplikasi teknologi paling mutakhir dalam alutsista TNI


tentu merupakan kebutuhan yang tidak dapat ditawar
guna memberdayakan operasi militer yang diperlukan,
baik saat tempur maupun selain tempur.

Isu teknologi ini kerap terjadi dalam menentukan dan


memproses pengadaan alutsista; dimana tidak semua
produsen alutsista dari luar negeri bersedia memenuhi
klausul alih teknologi kepada Indonesia sebagai pihak
pembeli; apalagi kalau jumlah pembelian alpalhankam
tersebut hanya dalam jumlah yang sedikit.

95
Dalam sebuah ilustrasi yang ironi: semisal hanya dengan
membeli dua doos air mineral botolan dari negara lain,
lantas Indonesia mensyaratkan negara penjual tersebut
untuk membangun industri air minum mineralnya,
seluruhnya atau sebagian, di Indonesia.

KaTimlak KKIP, Letjen TNI (Purn) J. Suryo Prabowo


juga berulang kali mengingatkan bahwa dalam pembelian
alpalhankam, konsep “pembeli adalah raja” tidak selalu
berlaku; karena disitu, bisa jadi penjualah yang jadi
rajanya.

Hal senada juga pernah dikatakan oleh DR. Andi


Widjajanto48 saat mengingatkan bahwa yang dihadapi
oleh industri pertahanan adalah pasar yang bersifat
“monopsony”, yaitu kondisi dimana lebih banyak penjual
dari pembelinya.

Jelas bahwa kebijakan politik dalam negeri dari negara


produsen alutsista menjadi lebih kental ketimbang faktor
business-to-business; akibatnya, Indonesia akan selalu
kesulitan mengakses secara lengkap the-know-how-
technology – jika tidak mengatakan bahwa alih teknologi

48
Andi Widjajanto adalah pakar dan pengamat isu-isu militer dan
pertahanan. Saat ini, ia menjabat sebagai Gubernur Lembaga
Ketahanan Nasional (Lemhannas).
telah dijadikan bagian dari isu politik internal dari negara
produsen alutsista kepada negara pembelinya.

Indhan Indonesia sebenarnya sangat strategis untuk


menopang kekuatan nasional yang bertumpu pada
berbagai aspek, termasuk militer sebagai entitas
pertahanan – utamanya dalam menciptakan deterrent
effect.

Lebih jauh lagi, pertumbuhan indhan dapat berpengaruh


pada percepatan pertumbuhan ekonomi, peningkatan
kegiatan ekspor, promosi teknologi, serta peningkatan
kemampuan sumber daya manusia.

Pertumbuhan indhan nasional -- yang seharusnya


bertumpu pada permintaan pasar yang terus meningkat,
khususnya dari dalam negeri -- hanya mungkin terjadi
bila ada kesamaan cara pandang antara pihak pengguna
akhir dan produsen, serta komitmen pasti untuk
memanfaatkan hasil produksinya.

Hal ini adalah sangat penting sebagai inti terjadinya


transaksi pengadaan.

Adapun TNI dan Polri di Indonesia yang akan menjadi


pengguna akhir yang paling utama; bahkan sebagai
pembeli pasti dari produksi pertahanan ini.

97
Kesamaan cara pandang antara pihak pengguna akhir
dan produsen ini dimaksudkan untuk bisa saling
membangun urgensitas, yang tentunya terkait dengan
kemampuan berkomunikasi dan berkoordinasi, mulai dari
spesifikasi yang diperlukan hingga memetakan teknologi
masa depan yang harus dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan operasional yang kadang unik.

Teknologi adalah kata penting dalam setiap produk


pertahanan. Teknologi ini mahal dan eksklusif – walau
demikian, sebagian sudah dimiliki oleh produsen
nasional.

Dalam catatan Bappenas, kekuatan pertahanan


dipengaruhi banyak faktor, di antaranya berkaitan dengan
ketersediaan teknologi pertahanan yang mumpuni untuk
mendukung operasi.49

Teknologi dalam konteks kekuatan pertahanan


merupakan bagian dari komponen fisik pertahanan.50

Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Pertahanan,


dapat mendukung indhan strategis nasional jika ada
kemauan yang serius untuk membeli teknologi tersebut,

49
Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas). Laporan Akhir
Kajian Akselerasi Pengembangan Industri Pertahanan 2020–2045.
Publikasi tahun 2019.
50
Ibid
karena hal ini bukan sekedar manifestasi dari apresiasi
terhadap kemampuan bangsa, tapi lebih penting lagi
adalah bentuk motivasi yang mendorong terciptanya
kemandirian proses produksi yang dicita-citakan.

Dengan demikian, modernisasi alutsista yang mendukung


terbentuknya postur militer yang ideal bagi Indonesia
adalah suatu keniscayaan.

Transfer of Technology (TOT)

Kata-kata canggih yang biasanya disingkat TOT ini


dalam bahasa Indonesia artinya Alih Teknologi adalah,
suatu proses panjang dan harus terukur, yang harus
dijalankan dengan penuh komitmen serta kejelasan
sasaran sebagai alat ukur hasil akhir proses.

TOT adalah suatu proses memindahkan pengetahuan


dan kemampuan atas rancang bangun -- atau art-to-
part -- dari suatu produk yang sarat akan filosofi
pengetahuan rekayasa, yang biasanya pengetahuan itu
melekat pada perancang melalui Hak Cipta Intelektual,
walau tanpa memperlihatkan dasar filosofis dibaliknya
karena kerap dijadikan ramuan rahasia perancang atau
pencipta untuk menjaga produknya karyanya dicuri pihak
lain.

99
Di Indonesia, hak cipta ini tersertifikasi dalam HAKI
(Hak Atas Kekayaan Intelektual) atau HKI.

Sertifikasi atas HAKI ini dikenal juga sebagai Intelectual


Property Right (IPR); yang selain memiliki nilai
ekonomis bagi penemu serta pemiliknya, dalam konteks
cipta produk pertahanan akan memiliki nilai strategis,
yang dapat berpotensi menentukan suatu kemenangan
bahkan kekalahan di medan pertempuran.

Karena itulah perlu dilakukan upaya perlindungan


terhadap kekayaan intelektual ini tidak hanya guna
mencegah adanya klaim kepemilikan suatu teknologi dari
pihak lain yang tidak hanya terbatas pada klaim
komersial saja tapi juga mencegah lawan untuk
mengetahui kelemahan dari suatu produk rancang
bangun yang dibuat.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah aspek


kerahasiaan, hal mana perlu dipertimbangkan untuk tidak
akan memberikan pengetahuan itu kepada siapapun
cuma-cuma – model sertifikasi HAKI ini diterapkan jika
produk yang dihasilkan dianggap sebagai produk orisinil,
unik atau khas, yang bisa bernilai tambah tinggi bagi
penemu, inventor, perusahaan dan negara produsennya.
Mengetahui hal-hal tersebut, maka hampir bisa
dipastikan bahwasannya konsepsi TOT itu tidak akan
pernah ada. Mereka yang sudah bersusah payah
mendapatkan teknologi itu dan mendapatkan keuntungan
pasti dari teknologi yang mereka temukan itu, tentunya
secara natural tidak akan memberikan kenikmatan
keunggulannya pada orang lain, yang berpotensi menjadi
pesaingnya dimasa depan, apalagi dengan cara cuma-
cuma.

Karenanya, TOT adalah suatu istilah diplomatis yang


tidak secara otomatis terjadi dalam pengikatan kerja
sama industri yang sarat dengan balutan hukum dagang;
sebaliknya, unsur politik turut menjadi penentu dalam
skema TOT ini karena setiap negara recipient (penerima
produk) akan mengupayakan untuk mendapatkan
teknologi yang diinginkan, terkadang dengan cara
mendapatkan izin yang biasanya dibangun melalui
perjanjian-perjanjian komersial (resmi) atau bahkan
secara diam-diam (mencuri teknologi) -- yang
terakhir ini yang paling sering dan lazim dilakukan oleh
banyak pelaku industri, hal mana dapat berakibat pada
pengakhiran (eliminasi) suatu perjanjian kerja sama.

101
Hal ini dapat dipahami karena “Trade secrets are, by
definition, not disclosed to the outside world.” 51 –
(Rahasia perdagangan, secara definisi, adalah sesuatu
yang tidak akan dibuka ke dunia luar).

Terlebih dalam sektor pertahanan, proteksi atas hak


properti terkait teknologi militer sangat erat hubungannya
dengan kekuatan dan strategi pertahanan sebuah
negara, terutama penghasil teknologi militer tersebut –
atau lebih tepatnya, “patents for power”.52

Memahami TOT dalam konteks yang lebih politis maka


jelaslah bahwa TOT adalah suatu proses yang dapat
memakan waktu tidak singkat dan membutuhkan
pengetahuan dasar keilmuan yang kuat dari teknologi
atau ilmu yang perlu dipindahkan, serta strategi yang
matang dan setidaknya sedikit pengetahuan intelijen bagi
para agen/pelaku TOT yang dikerahkan.

Ukuran keberhasilan dari proses TOT ini dapat dilihat


dari adanya kesempatan kepada indhan lokal (negara
recipients) untuk tidak saja merancang bangun ulang
dan mereproduksi produk sasaran, tetapi bisa
mengembangkannya dan bahkan menggunakan hasil

51
Farley, Robert M dan Davida H. Isaacs. Intellectual Property and Military
Diffusion -- a paper prepared for 2013 American Political Science
Association Conference. University of Kentucky.
52
--------------------. Patents for Power. University of Chicago Press. 2020.
TOT untuk merancang produk yang baru sama sekali
melalui suatu pengembangan produk desain (product
design improvement).

TOT sendiri bisa dilakukan melalui dua macam cara,


yaitu:

1. TOT vertikal; sebagai bentuk transfer of technology


yang biasanya dilakukan oleh lembaga riset atau
institusi pendidikan terhadap pabrik manufaktur
yang akan memproduksi hasil riset atau penelitian
yang dilakukan diluar industri/pabriknya, dan
sebaliknya. Dalam kerjasama ini biasanya
disertakan SDM industri dalam suatu proses
penelitian pendidikan maupun sebaliknya

2. TOT horizontal; sebagai bentuk transfer of


technology yang biasanya dilakukan sebagai
konsekuensi logis dari kerja sama antarlembaga
riset atau instansi, yang bekerja sama melalui
penyertaan SDM dalam suatu proses penelitian
pendidikan; atau TOT yang dilakukan oleh dua
atau lebih industri/pabrik yang biasanya diawali
dan disertakan dengan penyamaan visi dan misi
perusahaan, kesepakatan bisnis serta penyesuaian
fasilitas produksi, termasuk pertukaran tenaga ahli
produksi hingga potensi investasi bersama.

103
Terbentuknya TOT semacam ini juga bisa terjadi
ketika sekelompok pelaku industri menjalin
bekerjasama secara komersial, kemudian salah
satu pihak mendapatkan hak memproduksi dibawah
lisensi dari prinsipal produk yang memberikan
semua kemampuan industrinya kepada partnernya
tersebut (biasanya dikecualikan kemampuan
rancang bangunnya).

Terakhir, model TOT horizontal ini biasanya


dilakukan melalui kerja sama komersil; seperti
misalnya, membangun produk tersebut dibawah
lisensi pabrik induknya, yang kesemua produknya
akan diambil oleh pabrik induk; atau dibenarkan
untuk dikomersialisasikan bersama mitra prinsipal
dimaksud.

Di Indonesia, TOT oleh pabrikan biasanya masih


diartikan dengan sederhana sebagai upaya memberi
kesempatan pada pembeli untuk menikmati fasilitasi
magang singkat di perusahaan/pabrik produsen/suplier
alutsista dan/atau alpalhankam, dengan harapan secara
kilat sudah bisa memahami atau mengambil alih
teknologi yang dimiliki produsen/suplier yang bertahun-
tahun telah menyempurnakan produknya -- ini adalah
pemahaman yang sangat naif dari apa itu TOT serta
proses penting yang menyertainya.

Ironisnya, melalui pemahaman mekanisme seperti ini,


Indonesia banyak berharap memperoleh keberhasilan
memiliki kemampuan mereproduksi sendiri alutsista
dan/atau alpalhankam yang dibeli dengan cara hampir
instant, karena waktu pelaksanaan yang sangat sedikit
namun cakupannya sangat luas untuk dipelajari oleh
individu penerimanya, yang lazimnya hanya segelintir.

Hal mengakibatkan proses TOT ini kerap hanya


menyertakan satu individu saja untuk mempelajari ilmu
yang ingin dikuasai, tanpa melihat lebih jauh kesesuian
latar belakang dari individu yang bersangkutan serta
tanpa memikirkan metode berbagi ilmu yang didapat
secara benar kepada rekan kerja yang lain – alih-alih
mengimplementasikannya secara benar dan berhasil.

Padahal, apa yang telah dilakukan selama ini pun tidak


pernah diukur sejauh mana serapan teknologinya; dan
hampir bisa dipastikan, proses yang berkelanjutan dari
alih teknologi ini tidak terpelihara karena tidak ada lagi
kelanjutan order atas produk yang menjalankan program
TOT tersebut.

105
Lebih buruk lagi, rekaman hasil pengetahuan yang
pernah didapat lewat program ini, kalau pun ada, tidak
semuanya tercatat secara lengkap dan sistematis,
sehingga sulit untuk bisa dilanjutkan oleh penerus-
penerusnya.

Sebut saja TOT Kapal Selam Chang Bogo Class dari


Korea Selatan,53 misalnya, hal mana kelanjutan program
pengadaan kapal selam jenis ini tidak jelas
kelanjutannya, sehingga hasil dari pencapaian TOT yang
dijalankan sangat diragukan.

Dengan berjalannya waktu, maka individu yang sejak


awal pernah mengikuti program TOT ini akan lambat
laun memasuki masa pensiun dan menghilang secara
natural dari industri; hal ini menyebabkan pengetahuan
yang pernah didapat pun akan hilang dengan sendirinya
bila pekerjaan membangun kapal selam kelas dimaksud
atau lainnya, tidak lagi ada.

Menilik kembali pada perjalanan kerja sama Indonesia-


Korea Selatan, rencana pengadaan tiga kapal selam

53
Wareza, Monica. Ada Kabar Kurang Sedap, Produksi Kapal Selam RI-
Korea Batal?. CNBC Indonesia. 18 November 2020.
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201118194809-4-202902/ada-
kabar-kurang-sedap-produksi-kapal-selam-ri-korea-batal
telah disepakati kedua negara pada Desember 2011
dengan nilai kontrak sekitar USD 1.1 miliar.

Kapal itu dibeli dari Daewoo Shipbuilding and Marine


Engineering (DSME).54

Mengutip Plt. Direktur Utama PT PAL, Etty Soewardani


(almh), dari kerja sama ini Indonesia telah menerima
tiga kapal selam, yakni Nagapasa, Ardadedali dan
Alugoro. Kapal selam Alugoro diserahterimakan pada
Desember 2020.

Ketiga kapal selam ini merupakan batch pertama dari


empat batch yang direncanakan “akan” dipenuhi dalam
rangkaian program TOT Kapal Selam yang
direncanakan. Sementara pada batch kedua, akan
dibangun kapal keempat, kelima, dan keenam sesuai
masterplan TOT Kapal Selam tersebut. Adapun kontrak
lanjutan sudah ditandatangani kedua negara pada Maret
2019, namun belum efektif berlaku.55

Kesepakatan Indonesia-Korea Selatan ini tentunya


dirancang untuk mencakup juga skema dan strategi TOT
yang diperlukan agar Indonesia memiliki kemampuan

54
Detik.com. Deal! RI Beli 3 Kapal Selam dari Korea Selatan. 22 Desember
2011. https://news.detik.com/berita/d-1797190/deal-ri-beli-3-kapal-
selam-dari-korea-selatan.
55
Wareza, Monica. Op. Cit.

107
penuh untuk rancang bangun Kapal Selam setidaknya
dari sejenis Cang Bogo Class ini; karenanya, kapal
pertama dibangun di Korea Selatan dengan tenaga kerja
sepenuhnya berasal dari perusahaan tersebut, yang lebih
maksudkan oleh DSME sendiri sebagai “proses belajar”
bagi mereka terkait bagaimana cara membuat Kapal
Selam ini, untuk kemudian menularkan pengetahuannya
kepada PT PAL.

Kemudian kapal kedua dibangun di Korea Selatan


dengan bantuan tenaga profesional dari PT PAL milik
Indonesia. Sedangkan penyelesaian kapal ketiga
sepenuhnya dibangun di fasilitas produksi PT PAL di
Surabaya sebagai bagian dari perluasan sharing
pengetahuan ini ke level korporasi, atau setidaknya pada
divisi yang produksi Kapal Selam di PT PAL.56

Sesuai kesepakatan, pengembangan kapal selam


bekerjasama dengan DSME Korea Selatan selanjutnya
akan menggunakan skema produksi bersama melalui
beberapa tahap sebagai berikut57:

Periodisasi Target Capaian Kerja Sama


Indonesia-Korea Selatan

56
Ibid.
57
KKIP. Buku Kebijakan Strategis Pembangunan dan Pengembangan
Industri Pertahanan (2015-2045). Tahun publikasi: 2016.
2013 Pembangunan 2 kapal di Korea Selatan
diiringi dengan pengiriman 206 karyawan
PT. PAL untuk on the job training dalam
rangka TOT.
2017-2019 Pengiriman Kapal ke 1,2 dan 3 ke
Indonesia
2024 - Produksi kapal ke 4 sampai dengan 12 di
galangan kapal PT PAL

Tabel 1: Kerangka Kerja Sama Pembuatan Kapal Selam Indonesia-Korea Selatan

Alih-alih meneruskan program tersebut untuk lebih


memastikan alih kemampuan itu dari Korea, Kemhan
disebut-sebut malah mengincar Kapal Selam dari negara
lain -- yang bisa berdampak pada pengulangan
program TOT karena belum tentu pengetahuan dan
fasilitas produksi yang sudah dimiliki, bisa dipergunakan
semuanya; bahkan, bisa jadi ada perbedaan filosofi
rancang bangun pada kapal selam baru yang akan
dibeli tersebut.

Sederhananya, nasi goreng yang dimasak oleh koki


yang berbeda, akan memiliki cita rasa yang berbeda
walau ramuan yang digunakan sama dan dihasilkan dari
restoran yang sama, apalagi bila semuanya berbeda.

Proses TOT semacam ini – dimana tidak berlanjut


dalam program pengadaan produk sebagai refleksi
pengukuran keberhasilan TOT -- sebenarnya sangat

109
riskan, karena akan sulit sekali untuk memastikan dan
memahami pencapaian ilmu dasar atau filosofi dari
produk yang menjadi sasaran untuk tuntas terkuasai
ilmunya.

Kalau pun refleksi pengukuran keberhasilan TOT ini bisa


diadakan, namun tanpa pengukuran yang jelas dari TOT
yang dijalani sebelumnya maka hanya akan berakibat
produk yang akan direproduksi atau dimodifikasi tidak
bisa mencapai target, atau bahkan berpotensi gagal
total.

Dalam suatu proses seperti pengambil alihan atau


bahkan pencurian teknologi atau produk desain, biasanya
kesulitan tertinggi terdapat pada upaya untuk memahami
pemilihan material bahan yang digunakan; apalagi kalau
kemudian ada “ramuan khusus” sebagai “bumbu
rahasia” produksi sebagai kunci keunggulan para
perancangnya.

Hal ini dikarenakan produsen/suplier biasanya menutup


rapat informasi terkait material sebagai “rahasia
perusahaan”; karena memang disitulah keunggulan suatu
produk biasanya akan terlihat.

Sebagai contoh sederhana, besi yang tampak sama dan


serupa pada suatu produk, pada kenyataannya belum
tentu sama dan serupa dengan besi yang digunakan
negara penerima dalam mereproduksi produk karena
proses pengerasan besi tersebut, misalnya, kerap tidak
secara otomatis terlihat hasilnya secara kasat mata.

Bahkan, dengan hasil analisis laboratorium untuk


mengetahui struktur ramu pembentuk besi tersebut tidak
serta merta menjelaskan bagaimana caranya stuktur
ramuan itu dibuat.

Mengolah material besi/logam adalah suatu proses yang


khas dan sangat unik, dimana banyak faktor yang
berperan menentukan kualitas besi/logam tersebut, mulai
dari kadar unsur kimiawi, temperatur saat proses
produksi, komposisi minyak atau air pendingin, lamanya
besi itu perlu dicelup pada cairan khusus bila ada dan
seterusnya.

Kondisi inilah yang menyebabkan material besi/logam


menjadi khas – dan umumnya besi/logam yang
demikian ini akan memiliki kode nama yang bisa jadi
sama namun dihasilkan dari pabrik berbeda dengan
kualitas yang berbeda pula.

Karena itulah biasanya TOT tidak selalu dikaitkan


dengan identiknya sebuah produk yang dihasilkan oleh
negara penerima dengan negara produsen; karena

111
seringkali disiasati dengan “strategi melambung”, atau
secara tidak langsung mengambil atau menguasai
teknologi lain yang juga bermanfaat bagi jenis alutsista
atau alpalhankam lainnya.

Tidak bisa dipungkiri bahwa penguasaan teknologi


termutakhir bisa menjadi kunci sukses dalam
pembangunan dan pengembangan indhan.

Alasannya jelas, bahwa dengan penguasaan teknologi


yang baik, maka alpalhankam yang dihasilkan pun akan
memiliki daya saing tinggi di pasar global.

Tanpa harus berkecil hati, keterbatasan penguasaan


teknologi masih memungkinkan indhan nasional
memproduksi berbagai spesifikasi alpalhankam.

Dalam catatan KKIP58, beberapa produk alpalhankam


tersebut misalnya Panser Anoa, Kendaraan Taktis
Komodo, berbagai varian senjata dan munisi, Kapal
Cepat Rudal (KCR), Kapal Angkut Tank, serta
sejumlah rantis (kendaraan taktis).

Bahkan, sebagian Alutsista tersebut sudah digunakan di


negara lain, seperti Panser Anoa, misalnya, yang

58
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Buku Kebijakan Strategis
Pembangunan Dan Pengembangan Industri Pertahanan (2015–
2045). Tahun Publikasi 2016.
digunakan untuk mendukung misi perdamaian PBB serta
kapal SSV dan BRP Tarlac buatan PT PAL yang telah
diekspor kepada Angkatan Laut Republik Filipina.59

Indhan Indonesia, melalui PTDI, juga telah mampu


memproduksi pesawat, baik dalam bentuk kerja sama
produksi maupun melalui cara lain untuk keperluan
militer; seperti CN-235, helikopter Super Puma, serta
memproduksi komponen untuk pesawat buatan Boeing,
Airbus, serta pabrikan lainnya.

Hal ini adalah sebuah keniscayaan karena penguasaan


atas teknologi dapat diperoleh melalui berbagai cara
yang tidak sekedar mengandalkan mekanisme TOT wajib
yang tertuang di UU 16 Tahun 2012 dan turunannya.

Masih dari kajian KKIP, penguasaan teknologi dapat


diperoleh dari sumber internal (dalam negeri) dan
sumber eksternal (luar negeri).

Terkait sumber internal, proses perolehan teknologi


dikelola melalui mekanisme kerjasama penelitian dan
pengembangan serta rancang bangun dan perekayasaan
(litbangyasa).

59
Ibid.

113
Proses kerjasama ini melibatkan berbagai sumber daya
riset nasional, seperti Lembaga Litbang Perguruan Tinggi
dan Institusi Litbang lainnya, baik yang berada di dalam
instansi pemerintah maupun swasta; dan para pelaku
serta pengguna indhan, termasuk TNI dan Polri.60

Mekanisme perolehan teknologi secara eksternal mau


tidak mau ditempuh melalui TOT antara pihak Indonesia
dengan mitra luar negeri yang saat ini telah berjalan
melalui skema joint development, joint production, joint
venture, dan mekanisme ofset – pada mekanisme ofset
ini, landasan kerjasamanya mengacu pada Pasal 15
ayat 2 (k) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2014, yang menyebutkan bahwa salah satu komponen
ofset adalah alih teknologi.61

Dalam sebuah bagan, proses penguasaan teknologi ini


dapat digambarkan sebagai berikut62:

60
Ibid.
61
Ibid.
62
Ibid.
Sumber: KKIP

Gambar 5: Jejaring perolehan teknologi

Karena ini pula maka “perlu dan penting” bagi Kemhan


untuk memiliki “Knowledge Center” yang selalu mencatat
dan kemudian mengelola jenis pengetahuan yang sudah
pernah diupayakan untuk didapat, siapa yang
mendapatkan, bagaimana cara mendapatkannya, dan
apakah sudah pernah diuji dan diproduksi sendiri oleh
siapa, dimana, berapa banyak dan bagaimana hasilnya
serta apakah ilmu tersebut sudah diturunkan kepada
yang lain untuk menjaga kesinambungan pengetahuan
dan pengembangannya dikemudian hari.

Konsepsi “Knowledge Center” ini merupakan aplikasi


dari prinsip “triple helix” yang menekankan pada

115
sinergisme tiga unsur dalam Litbangyasa, yaitu:
Kelompok Pendidikan Tinggi, Pemerintah, dan Pelaku
indhan.

Gambaran sinergisme dari unsur “triple helix” dapat


dilihat pada Gambar 6 berikut63:

Sumber: KKIP
Gambar 6: Skema “Triple Helix”

Alokasi anggaran, yang bisa jadi akan besar, secara


serius dibutuhkan dalam mendukung riset dan teknologi.

Hal ini dimaksudkan juga untuk menjaga agar jejaring


yang menjadi bagian dari “triple helix” ini dapat

63
Ibid.
berlangsung secara berkesinambung (sustainable)
dalam pola yang terintegrasi (integrated).

Faktor besaran anggaran ini sangat penting sebagai


upaya mendukung skema TOT secara lebih serius,
sehingga indhan Indonesia dapat lebih fokus dalam
mengincar teknologi-teknologi kunci yang memang sama
sekali belum dikuasai.

Artinya, penelitian dan penemuan teknologi tidak bisa


dilakukan hanya berdasarkan pada kebutuhan-kebutuhan
pengadaan alutsista yang insidentil; untuk kemudian
ditinggalkan ketika ada kebutuhan baru yang lain dan
berangsur-angsur dilupakan sama sekali.

Di sini, isu konsistensi menjadi penting, karena sekaligus


juga menjadi barometer atas postur pertahanan yang
diharapkan dicapai.

Perubahan yang cepat atas kebutuhan dan spesifikasi


pengadaan alutsista akan mengubah kepentingan riset
dan teknologi.

Padahal, yang seharusnya terjadi adalah mekanisme


pengadaan dan spesifikasi alutsista itu didahului oleh
hasil riset yang mendalam; sehingga mekanisme TOT
pun dapat terukur.

117
Varian alutsista yang tidak didasarkan pada hasil riset
yang konsisten akan berdampak pada tidak
komprehensifnya serapan teknologi yang diperoleh oleh
pengguna dan pelaku indhan; sekaligus juga tidak
optimalnya postur pertahanan yang dicita-citakan.

Indonesia adalah negara dengan terlalu banyak memiliki


varian alutsista untuk jenis yang sama.

Hal ini tidak sepenuhnya salah karena sebagai bangsa


dengan diplomasi luar negeri yang bebas-aktif dan
politik luar negeri yang “non-alligned”, Indonesia tidak
bisa hanya menggantungkan sepenuhnya import alutsista
dari satu atau dua negara tertentu saja.

Artinya, rejim politik Indonesia berpengaruh besar dalam


mekanisme pengadaan alutsista, baik yang bersumber
dari indhan lokal maupun internasional.

Adalah fakta bahwa Indonesia pernah mengalami sanksi


embargo atas pengadaan alutsista militer.

Situasi ini menjadi salah satu pemicu mengapa


Indonesia melakukan pengadaan alutsistanya dari banyak
negara walau untuk produk jenis yang sama.

Terlepas pada faktor politis yang mempengaruhi belanja


alutsista, Indonesia tentu memiliki model postur
pertahanan yang ingin dicapai dengan segenap
kebutuhan kelengkapan alpalhankamnya – hal ini
mengingat kompleksitas ancaman dan trend global terkait
isu-isu keamanan, dimana Indonesia menjadi entitas
global ini.

Namun, Indonesia menyadari bahwa industri dalam


negeri belum sepenuhnya atau seluruhnya mendukung
kebutuhan ini

Untuk itu, penetapan mekanisme baku atas unsur-unsur


“triple helix plus” masih sangat mungkin dilakukan –
hal ini terlepas dari kepentingan politik negara dan rejim
pertahanan.

Diagram “integrated network” pada Gambar 6 mencoba


menguraikan apa saja unsur-unsur penting dalam
jejaring “triple helix” yang seharusnya dibakukan oleh
Indonesia dan dengan konsekuen dilaksanakan.

Integrated Network ini selanjutnya disebut sebagai “Triple


Helix Plus” karena keseluruhan proses di dalam jejaring
ini melibatkan unsur-unsur industri manufaktur,
pendidikan tinggi (higher education, engineering
academy and vocational schools), lembaga riset
(technology research agencies), dan lembaga pemberi

119
sertifikasi, baik di tingkat lokal maupun global
64
(certification agency product worthiness).

Secara lebih detail, mekanisme dari “integrated network”


ini adalah sebagai berikut65:

Sumber: Yono Reksoprodjo, yang diolah dari catatan pribadi Marsma TNI (Purn) Juwono
Koelbioen (alm)

Gambar 7: Integrated Network; “Triple Helix Plus”

Adapun pembentukan BRIN oleh pemerintahan Jokowi


tampaknya akan menjadi pusat (“Knowledge Center”)
yang nantinya mengelola keseluruhan proses yang
terintegrasi ini.

64
Reksoprodjo, Yono. Op. Cit.
65
-----------------------. Diolah dari catatan pribadi Marsma (Purn) Juwono
Koelbioen (alm). Ibid.
Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai situasi
ideal dari penerapan model integrated network ini, maka
alokasi anggaran yang besar menjadi suatu kebutuhan.

Hal ini ditujukan demi terbangunnya sebuah “Knowledge


Center” dan pengorganisasiannya yang betul-betul bisa
diberdayakan; padahal, anggaran pertahanan Indonesia
termasuk yang terkecil di dunia, atau bahkan di Asia.

Berdasarkan data Bank Dunia per 202066, anggaran


pertahanan Indonesia berada pada kisaran 0,9%
terhadap rasio produk domestik bruto (PDB). Jumlah
itu naik jika dibandingkan pada 2019 yang berada di
angka 0,78% dari total PDB.

Anggaran pertahanan Indonesia ini jauh di bawah


Singapura yang mengalokasikan sebesar 3,2% dari PDB;
Brunei Darussalam sebesar 4,1%; Myanmar 2,9%;
Vietnam 2,3%; Kamboja 2,4%; Thailand 1,5%; Filipina
1,0%; dan Malaysia 1,1%; dari PDB.

Timor Leste, sebagai negara yang terbilang “muda”,


bahkan, menganggarkan 1,2% dari PDB mereka untuk
sektor pertahanan.

66
The World Bank. Military Expenditure (% of GDP).
https://data.worldbank.org/indicator/MS.MIL.XPND.GD.ZS

121
Amerika Serikat telah mengesahkan anggaran
pertahanannya untuk TA 2022 sebesar USD 728.5
miliar – atau tiga kali lebih besar dari anggaran yang
dialokasikan China (USD 252 miliar) dan hampir 12
kali lipat anggaran Rusia (USD 62 miliar).67

Angka ini juga lebih besar 5% dari anggara yang


diterima sektor pertahanan pada tahun fiskal 2021,
bahkan lebih tinggi dari yang diminta oleh Presiden Joe
Biden, sebesar USD 715 miliar untuk tahun fiskal
2022.68

Jika dikonversikan ke dalam kurs rupiah, maka anggaran


pertahanan Amerika itu mencapai lebih dari Rp 11.000
triliun, atau lebih besar dari total APBN Indonesia
selama lima tahun.

Senator Jon Tester mengatakan bahwa dukungan


kenaikan anggaran tersebut juga dimaksudkan untuk
kenaikan alokasi “research and development is up by
12 percent, shipbuilding is up 15 percent.”69 – (riset

67
Hadley, Greg. Congress Unveils 2022 Spending Plan, Boosting Pentagon
Funding. Air Force Magazine. 9 Maret 2022.
https://www.airforcemag.com/congress-unveils-2022-spending-
plan-boosting-pentagon-funding/
68
Ibid
69
Ibid
dan pengembangan mencapai 12 persen, pembangunan
armada kapal mencapai 15 persen).

Pernyataan Tester ini jelas mengisyaratkan bahwa


besarnya alokasi anggaran pertahanan Amerika ini tidak
sepenuhnya digunakan untuk belanja alutsistanya saja,
melainkan juga alokasi untuk berbagai riset dan
penelitian.

Tercatat bahwa alokasi anggaran untuk keperluan riset


dan penelitian ini mencapai USD 3 miliar.

Dana ini akan digunakan untuk pengembangan


kecerdasan buatan, bioteknologi, hingga teknologi seluler
generasi kelima, atau 5G.

Lembaga riset milik militer Amerika, Defense Advanced


Research Projects Agency (DARPA), juga mendapat
total anggaran sebesar USD 3,6 miliar.

Dalam program risetnya, DARPA hampir dapat dipastikan


akan melibatkan atau setidaknya akan menjalin kerja
sama dengan beberapa perguruan tinggi terkemuka di
Amerika Serikat termasuk secara aktif menyertakan para

123
calon pengguna dalam pengembangan teknologi yang
dituju.70

Anggaran pertahanan Amerika Serikat yang fantastis ini


tidak terlepas dari pemahaman para pemangku kebijakan
di negeri itu bahwa, “salah satu tantangan masa kini
adalah perkembangan teknologi yang amat cepat.” --
sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Komisi Pertahanan
di Parlemen Amerika, Adam Smith.71

Smith melanjutkan bahwa, “Penting bagi Pentagon untuk


beradaptasi dengan keadaan ini dan kita harus
mendukungnya. Ancaman itu sangat nyata.”72

Selain itu, anggaran pertahanan Amerika Serikat ini


tentu juga lebih banyak digunakan untuk membangun
kekuatan postur militernya, sehingga memiliki kompetensi
yang terbarui guna merespon isu keamanan global yang
semakin kompleks – atau bahkan cenderung semakin
memanas setelah pecahnya konflik Rusia – Ukraina di
Eropa, yang secara tidak langsung turut melibatkan
negara-negara sekutu Amerika Serikat.

70
Mada, Kris. Anggaran Pertahanan AS Tahun 2022 Tembur Rp 11.000
Triliun. Kompas. 28 Desember 2021.
https://www.kompas.id/baca/internasional/2021/12/28/anggaran-
pertahanan-as-tahun-2022-tembus-rp-11-000-triliun
71
Ibid.
72
Ibid.
Telah diuraikan sebelumnya bahwa praktik indhan
sebagai entitas komersil akan cenderung “tertutup”.

Hal ini tentu menjadi unsur yang “memberatkan”,


utamanya dalam pemenuhan skema keberhasilan suatu
program TOT.

Bahkan, banyak perusahaan komersial yang enggan


menjalin kerja sama dengan indhan karena pertimbangan
tentang kepemilikan hak atas kekayaan intelektual dari
hasil riset yang dilakukan, yang kemungkinan besar
akan sulit untuk dikomersialisasikan secara bebas
walaupun produk tersebut hanya merupakan salah satu
komponen saja dari satu sistem alpalhankam.

Telah pula diuraikan sebelumnya bahwa setiap teknologi


yang diaplikasikan dalam produk-produk indhan sifatnya
rahasia, sehingga tidak boleh dikomersialkan kepada
pihak lain tanpa mendapatkan ijin dari negera dimana
teknologi itu bernaung.

Dari Gambar 8 berikut ini, akan tampak bahwa secara


alamiah, kerja sama di sektor indhan akan selalui
diwarnai “keengganan” untuk memuluskan skema TOT,
terutama karena hal tersebut berkaitan erat dengan
Intellectual Property -- (lihat pada kolom Implikasi dari
Gambar 8).

125
Persaingan di pasar industri pertahanan sendiri menjadi
sesuatu yang harus dipahami sebagai dampak
komersialisasi produk pertahanan di pasar global.

Secara ringkas, gambaran trend pengembangan dan


penguasaan teknologi global adalah sebagai berikut73:

Sumber KKIP

Gambar 8: Trend pengembangan dan pengalihan


teknologi global

73
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Buku Kebijakan
Pengendalian dan Pengawasan Penguasaan Teknologi Industri
Pertahanan. Tahun publikasi: 2016.
KaTimlak KKIP, Letjen TNI (Purn) J. Suryo Prabowo,
menilai bahwa TOT yang selama ini telah dilakukan
dalam skema kerja sama dengan entitas BUMN belum
sepenuhnya menjamin bahwa pelaku indhan kelak akan
mampu mereproduksi alpalhankam yang dibelinya dari
kelompok produsen alutsista.74

Adapun hal ini dikarenakan model pengikatan skema


TOT yang terjadi selama ini lebih kepada “transfer
keterampilan”, dan bukan atau belum pada “transfer
teknologi.”75

Dalam catatan KaTimlak KKIP tersebut, disitir sebuah


kasus dimana kerja sama yang dijalin oleh pihak
Indonesia dengan Korea Selatan dalam produksi
bersama Pesawat Tempur KFX/IFX dan Kapal Selam
Chang Bogo Class “tidak menjamin tahun ke berapa
Indonesia dapat membangunnya secara mandiri.”76

Bahwasannya Catatan Akhir Tahun dari KaTimlak KKIP


mengatakan demikian, maka bukanlah hal yang
mengejutkan jika kemudian kerja sama antara Indonesia
dan Korea Selatan tersebut menjadi tampak terkatung-
katung.

74
KaTimlak KKIP. Catatan Akhir Tahun 2020.
75
Ibid.
76
Ibid.

127
Pada akhirnya, dibutuhkan suatu komitmen panjang dari
semua pihak untuk berpartisipasi dalam proses TOT ini
hingga produk turunan yang dihasilkan oleh indhan
nasional betul-betul bisa dipertanggungjawabkan, bukan
hanya secara administrasi, tetapi secara pengakuan yang
faktual atas kualitas industrial.

R&D Sebagai Fokus Utama

Dengan fokus utama R&D (penelitian dan


pengembangan/litbang), Pemerintah Indonesia telah
mendorong KKIP untuk bekerja sama dengan berbagai
litbang Kementrian dan Lembaga dilingkungan Hankam,
termasuk Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (sekarang Kemendikbud dan BRIN) untuk bisa
mengkoordinasikan seluruh kegiatan penelitian dan
pengembangan yang terkait dengan kegiatan produksi
indhan dan proses pengadaan alutsista TNI.

Kebijakan ini sejalan dengan amanah UU Nomor 16


Tahun 2012.

Lebih lanjut, Pasal 31 dari Undang-Undang ini


mendesak Pemerintah Indonesia untuk memfasilitasi
kegiatan Litbang melalui: (1) pembangunan fasilitas
khusus untuk mendukung indhan; (2) penyediaan
fasilitas pendidikan dan pelatihan khusus untuk
meningkatkan kapasitas sumber daya manusia; (3)
penyediaan anggaran untuk penelitian dan rekayasa.

Kontribusi pelaku pasar untuk mengalokasikan dana


litbang di bidang pertahanan diperlukan karena
keterbatasan anggaran di pihak Pemerintah.

Strategi ini diatur dalam Pasal 29 UU Nomor 16 Tahun


2012, yang mengatakan bahwa produsen pertahanan
harus mengalokasikan setidaknya 5% dari laba bersihnya
untuk kepentingan penelitian dan pengembangan.

Sebagai kompensasi, biaya penelitian dapat dimasukkan


ke dalam komponen biaya.

Ironinya adalah, industri pertahanan BUMN hingga hari


ini tidak serta merta membukukan keuntungan bagi
perusahaannya karena rata-rata mereka terlilit hutang
masa lalu yang tidak kunjung bisa diselesaikan dan
malah bertambah seperti akibat dari efek bunga.

Alokasi untuk R&D ini hendaknya tidak dilihat sebagai


beban, terutama ketika kita memahami pentingnya R&D
dalam mendukung pertumbuhan indhan nasional yang
selalu harus up to date dengan teknologi mutakhir agar
bisa selalu berkompetisi.

129
Secara definisi, R&D dapat dimaknai sebagai “The
generation of new knowledge”.77

Secara lebih lengkap, definisi ini menyebutkan bahwa:78

“In a business context, it is an activity


that companies undertake in order to
develop new products, processes or
services, or improve those that already
exist.” – (Dalam konteks bisnis,
terdapat aktivitas yang dilakukan
perusahaan untuk mengembangkan
produk, proses, atau layanan baru, atau
meningkatkan yang sudah ada).

Berkaca pada pertumbuhan indhan di Turki, keniscayaan


terjadi karena komitment Pemerintah Turki dalam
melindungi pertumbuhan indhan-nya, termasuk
penerapan manajemen R&D yang diberlakukan pada
sistem di dalam tubuh militer Turki (Turkish Armed
Forces/TAF).

Korea Selatan pun memiliki strategi yang tidak jauh


berbeda, yaitu menerapkan pentingnya klausul alih

77
James, Stephen. What Is R&D? Its Role in Business and How It Relates
to R&D Tax Credits. Forrestbrown. 28 October 2021.
https://forrestbrown.co.uk/news/what-is-r-and-d/
78
Ibid.
teknologi sebagai bagian dari skema ofset, atau timbal
balik investasi; sehingga bila pada awalnya negeri ini
mengimpor banyak alutsista, maka proses akuisisi
reformasi prosedural terkait alih teknologi mereka lakukan
secara berkala seraya menyiapkan indhan mereka.

Korea Selatan bahkan tidak ragu melibatkan


konglomerasi besar seperti Samsung dan Daewoo untuk
berpartisipasi mendukung kemandirian industri pertahanan
di negara tersebut.

Mengaca pada kebijakan di kedua negara tersebut, kita


semakin disadarkan bahwa dibalik sebuah indhan yang
sehat, terdapat pertumbuhan yang cepat di sektor R&D.

R&D memang menjadi sesuatu yang mahal tetapi sangat


diperlukan dalam kiat survival industri.

Jika merujuk pada satu perusahaan di Turki saja, yaitu


Turkish Aerospace Industries (TAI), alokasi
anggarannya untuk R&D per 2020 mencapai USD 402
juta, atau setara Rp 5,63 triliun (dengan kurs rupiah
1 USD adalah Rp 14,000).79

79
Daily Sabah. Turkish Aviation Giant TAI Doubles R&D Spending. Istanbul.
7 September 2020.
https://www.dailysabah.com/business/defense/turkish-aviation-
giant-tai-doubles-rd-spending

131
Alokasi ini naik dua kali lipat dibandingkan alokasi yang
dilakukan TAI tahun sebelumnya.

Di India, anggaran negara untuk R&D yang menyangkut


program penelitian dan pengembangan pertahanan ini
bahkan secara khusus dialokasikan, dengan angka yang
mencapai USD 1,6 miliar.

Adapun Total anggaran pertahanan India untuk tahun


keuangan 2022-2023 adalah USD 54,2 miliar, yang
mencakup USD 20,26 miliar untuk membayar gaji dan
tunjangan bagi 1,5 juta personel militernya.

Anggaran ini tidak termasuk pensiun pertahanan


pensiunan personel.80

Merujuk pada data dari Congressional Research Service


per 2017 (versi update per 2020), maka Korea
Selatan berada di urutan kedua setelah Amerika dengan
alokasi R&D di sektor pertahanan sebesar USD
3,377.3. Sementara Turki berada pada urutan keenam

80
Raghuvanshi, Vivek. India Unveils New Defense Budget Aimed at
Promoting a Self-Reliant Industry. Defense News. 3 Februari 2022.
https://www.defensenews.com/global/asia-
pacific/2022/02/03/india-unveils-new-defense-budget-aimed-at-
promoting-a-self-reliant-
industry/#:~:text=The%20government%20has%20also%20allocat
ed,Defence%20Research%20and%20Development%20Organisa
tion.
dengan alokasi R&D di sektor pertahanan sebesar USD
1,350.9.

Berikut adalah 10 negara dengan alokasi anggaran R&D


di sektor pertahanan81:

(Dalam jutaan dolar paritas daya beli)


Country R&D
US USD 55,441.0
South Korea 3,377.3
United Kingdom 2,379.4 *) OECD adalah
Germany 1,530.2 singkatan dari the
France 1,431.1 Organisation for
Turkey 1,350.9 Economic Co-
Japan 1,199.1 operation and
Poland 379.2 Development
(Organisasi untuk
Australia 358.7
Kerjasama
Canada 183.1
Ekonomi dan
Other OECD Countries 675.5 Pembangunan).
ToTal, OECD USD 68,305.5

Tabel 2: Daftar 10 besar negara dengan lokasi R&D tertinggi

Untuk lebih jelasnya, deskripsi komparasi anggaran R&D


diantara ke-10 negara tersebut adalah:

81
Congressional Research Service. Government Expenditures on Defense
Research and Development by the United States and Other OECD
Countries: Fact Sheet – versi update per 28 Januari 2020.
https://sgp.fas.org/crs/natsec/R45441.pdf

133
Dari chart atas Tabel 2, nampak bahwa anggaran R&D
yang dialokasikan oleh Amerika Serikat sangatlah besar,
bahkan dibandingkan dengan negara-negara lain yang
masuk dalam 10 besar anggaran R&D untuk sektor
pertahanan.

Akan halnya Indonesia, tentu menjadi sebuah ironi


bahwa walaupun perundangan telah mengatur 5% dari
laba perusahaan ditujukan untuk biaya R&D; namun
BUMN, khususnya yang terlibat di sektor strategis
produksi alpalhankam, masih belum bisa mencapai nilai
ekonomis operasionalnya, apalagi menghasilkan
keuntungan yang mesti disisihkan tersebut.

Harapan Terobosan Produk Indhan dalam Skema


Ofset
Ofset, atau imbal beli, adalah teknik pengimbangan
dalam suatu akad jual beli produk, dimana pembeli
mengedepankan haknya dalam mendapatkan kesempatan
untuk mengurangi beban bayar pembelian.

Ofset tidak selalu harus diarahkan pada produk yang


diperjualbelikan, tetapi bisa juga diarahkan menjadi
model pertukaran produk jual beli atau imbal beli.

Dalam perjanjian kerja sama yang menyangkut indhan,


para pihak memiliki peran yang saling berpengaruh
secara “imbal-balik” – dalam artian, produsen indhan
akan menjadi pembeli produk yang ditawarkan dalam
skema ofset oleh pembeli.

Bagi negara produsen saat ini, ofset sendiri merupakan


salah satu strategi yang ditujukan untuk mengembangkan
pasar internasional mereka, sekaligus bentuk nyata atas
sikap menghadapi kompetisi pasar yang bersifat global.82

Para periset dari firma konsultan Mckinsey, yaitu Kevin


Dehoff, John Dowdy, dan O Sung Kwon83 membagi

82
Dehoff, Kevin, John Dowdy, dan O Sung Kwon. Defense Ofsets: From
‘Contractual Burden’ to Competitive Weapon. McKinsey &
Company. 1 Juli 2014. https://www.mckinsey.com/industries/public-
and-social-sector/our-insights/defense-ofsets-from-contractual-
burden-to-competitive-weapon
83
Kevin Dehoff adalah Direktur dari firma konsultan, McKinsey yang
berbasis di New York; John Dowdy adalah Direktur untuk firma
yang berbasis di London, dan O Sung Kwon adalah associate
principal pada firma yang berbasis di Southern California.

135
skema ofset ke dalam dua bentuk, yaitu ofset langsung
dan ofset tidak langsung.

Pemahaman ofset langsung adalah perjanjian yang


terkait langsung dengan produk pertahanan yang dijual;
sedangkan ofset tidak langsung adalah perjanjian yang
tidak terkait dengan produk pertahanan yang dijual.84

Contoh klasik dari ofset langsung ini misalnya


penyediaan komponen atau suku cadang pesawat,
seperti jendela atau rangka sayap, yang diproduksi oleh
negara pembeli dan yang dapat dimasukkan ke dalam
produk dari negara produsen, seperti pesawat lengkap,
yang menjadi subyek utama dari kontrak/transaksi.

Nilai komponen atau suku cadang yang dipasok akan


dikompensasikan pada harga pembelian yang harus
dibayarkan oleh negara pembeli kepada pihak
produsen.85

Sebaliknya dari ofset langsung, maka dalam ofset tidak


langsung, produk atau jasa yang dimintakan oleh negara
produsen kepada negara pembeli tidak memiliki

84
Dehoff, Kevin, John Dowdy, dan O Sung Kwon. Ibid.
85
International Ofset Corporation (IOC). Ofsets.
http://www.iocorp.org/ofsets-2/
keterkaitan dengan produk yang menjadi subyek utama
dari kontrak/transaksi.

Produk atau jasa yang dimintakan dari negara pembeli


ini umumnya merupakan sesuatu yang tidak diproduksi
sendiri oleh negara produsen.86

Baik dalam ofset langsung maupun ofset tidak langsung,


umumnya produk yang ditawarkan ini memiliki spesifikasi
dan kualitas yang memenuhi persyaratan.

Bentuk lain dari skema ofset ini bisa juga berupa paket
pendidikan dan penelitian bersama yang dikerjasamakan
dengan lembaga-lembaga pendidikan dan riset lokal
antara negara produsen dan pembeli.

Skema ofset adalah bagian terpenting dari suatu industri


untuk bisa mengukur kualitas hasil produksinya secara
faktual, baik lokal maupun internasional.

Langkah lain dari pemanfaatan skema ofset adalah


dalam bentuk imbal dagang, yang biasanya akan
berbentuk barang-barang komoditas eksport yang
bersumber dari hasil sumber daya alam (SDA) atau
hasil bumi dari negara pembeli produk pertahanan.

86
Ibid.

137
Terkait dengan skema ofset ini, maka pihak produsen
komoditas (dari negara pembeli produk indhan) harus
secara konsekuen memenuhi semua standar spesifikasi
dan kualitas industri yang diperlukan, agar produknya
menjadi layak pakai dan karenanya menjadi layak jual.

Dalam praktik di sektor indhan, skema ofset merupakan


kewajiban kontrak yang biasanya diatur oleh Kementerian
Pertahanan dari negara-negara terkait atau mitra
pemerintah; karenanya, sebuah terobosan tentu menjadi
suatu keniscayaan jika Indonesia – melalui Kemhan -
- mulai memasarkan hasil produk indhan nasionalnya
melalui/sebagai bagian dari skema ofset.

Keberhasilan dalam setiap negosiasi berskema ofset


yang dilakukan Indonesia dalam setiap pengadaan
alutsista atau alpalhankam dari luar negeri akan bertolok
ukur pada adanya kesempatan indhan lokal untuk
mendapatkan pengakuan kualitas produknya di luar
negeri, sehingga secara otomatis akan memudahkan
indhan Indonesia dikemudian hari untuk bisa menjual
langsung kepada negara-negara sasaran, atau yang
berminat terhadap produk mereka.

Relasi TOT dan Skema Ofset


Terkait dengan TOT, maka skema ofset merupakan
bagian terpenting dari rangkaian proses ini – jika tidak
mengatakan bahwa investasi pertahanan melalui program
TOT dan ofset dan sebenarnya harus menjadi
pertimbangan utama di balik negosiasi pengadaan
alutsista.87

Kebijakan terkait skema ofset ditegaskan oleh Kemhan


pada awal tahun 2021, saat mana otoritas Kemhan
mengatakan bahwa tujuan program ofset adalah untuk
mendukung pengembangan perusahaan pertahanan
Indonesia, termasuk untuk meningkatkan kerja sama
antara perusahaan dalam negeri dengan pemasok
lokal.88

Berdasarkan kebijakan ini, melalui skema ofset, kita


seyogyanya bisa memilih teknologi apa yang akan
dijadikan unggulan.

Sebaik-baiknya mekanisme ofset adalah yang bisa


memberikan kesempatan pada indhan lokal untuk
memproduksi dan menjual apa yang disebut sebagai
“no go items”; yaitu suatu komponen penting dari suatu

87
S, Anastasia Febiola dan Alban Sciascia. From Weapons Procurement to
Defense Investment. The Jakarta Post. 9 November 2021.
https://www.thejakartapost.com/academia/2021/11/07/from-
weapons-procurement-to-defense-investment.html.
88
Ibid.

139
sistem, seperti misalnya, komponen utama yang
merupakan teknologi kunci dari suatu combat mission
system, yang ketiadaannya akan berakibat sebuah
produk pertahanan tidak dapat digunakan sama sekali.

Komponen-komponen semacam itu bagi suatu mesin


tempur akan menjadi bagian dari instrumen terpenting;
yang tanpanya, maka misi operasi tidak akan bisa
berjalan, apalagi berhasil.

Kita boleh berharap seandainya Indonesia memiliki


kemampuan teknologi kunci tersebut – atau bahkan
menjadi satu-satunya pemilik teknologi tersebut, maka
negara lain pun akan menunjukan ketergantungannya
pada Indonesia.

Situasi ini tentunya akan menjadi kekuatan daya


tawar/negosiasi terkait perolehan teknologi-teknologi
selanjutnya yang dibutuhkan, untuk akhirnya mencapai
kemampuan yang mandiri.

Hal ini senada dengan pernyataan DR. Andi Widjajanto,


bahwa “Jika posisi produsen terlalu kuat, maka akan
sulit bagi konsumen untuk meminta persyaratan-
persyaratan melakukan akuisisi senjata.
Namun sebaliknya, saat produsen posisinya melemah
dan konsumen posisinya menguat maka disitulah titik
ideal untuk mendorong ofset atau transfer teknologi.”89

Kesempatan semacam ini tentunya akan memberikan


lompatan bagi indhan lokal untuk menegaskan perannya
dalam kancah indhan internasional.

Perlu diingat bahwa Indonesia adalah negara yang


sangat kaya sumber material dasar (raw material),
hanya saja saat ini belum/tidak memiliki kemampuan
untuk mengolahnya menjadi produk dasar industri,
apalagi industri pertahanan yang bernilai tambah tinggi.

Keterbatasan Indonesia dalam mengolah bahan dasar


akan mengantarkan kita pada jebakan kerugian yang
pasti.

Sebagai ilustrasi, seumpama Indonesia harus menjual


bahan dasar senilai Rp 1 – tetapi Indonesia kemudian
harus membeli hasil olahan bahan dasar yang dijual
pada negara lain sebagai pengolah bahan dasar tadi
dengan harga Rp 10, maka sudah bisa dipastikan
bahwa transaksi yang demikian ini akan sangat

89
Lemhannas RI. Gubernur Lemhannas RI: Indonesia Perlu Cari Titik Masuk
Ideal pada Ofset Industri Pertahanan. 22 Februari 2022.
http://www.lemhannas.go.id/index.php/berita/berita-utama/1424-
gubernur-lemhannas-ri-indonesia-perlu-cari-titik-masuk-ideal-pada-
ofset-industri-pertahanan

141
merugikan Indonesia, atau bahkan membawa Indonesia
pada potensi hutang yang besar.

Hal ini dikarenakan, mustahil Indonesia akan menutup


kerugian – atau bahkan hutang – selama pasar
domestiknya senantiasa membutuhkan bahan hasil
olahan untuk laju industri dalam negeri.

Tanpa perlu menjadi pakar ekonomi, kita tahu bahwa


ada “marjin rugi” sebesar Rp 9 dari setiap Rp 10
bahan hasil olahan yang kita beli dari negara pengolah
bahan mentah; artinya, kita tidak menerima keuntungan
dan nilai tambah apapun atas setiap Rp 1 yang
keluarkan.

Situasi sebagaimana tersebut di atas menuntut kita untuk


memiliki strategi yang jitu yang didukung komitmen
serius untuk menghindari potensi kerugian – sebaliknya,
meraih kesempatan sebanyak-banyaknya dalam meraup
keuntungan dari penjualan hasil SDA kita sebelum
benar-benar semuanya habis.

Lebih jauh lagi, untuk mengetahui seberapa besar


serapan teknologi yang sudah kita kuasai secara utuh,
maka pembentukan “Knowledge Center” kembali menjadi
suatu kebutuhan yang tidak dapat ditolak lagi, khususnya
untuk sektor indhan.
Hal ini dimaksudkan agar setiap strategi ofset yang kita
tawarkan akan betul-betul cocok dan memberikan nilai
tambah positif tanpa perlu pengulangan setiap level
TOT, baik dalam pengetahuan maupun kesempatan
komersil.

143
4
REVITALISASI
INDUSTRI
PERTAHANAN:
PERNAHKAH ADA?
Pada 20 April 2022, Presiden Jokowi resmi
meluncurkan holding dan program strategis BUMN
indhan, Defend ID, atau Defence Industry Indonesia.

Pembentukan holding ini didasarksan pada Peraturan


Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2022 tentang
Penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN)
Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan
Perseroan (Persero) PT Len lndustri (Persero), per
tanggal 12 Januari 2022.

Adapun PT Len Industri sendiri telah ditunjuk menjadi


induk holding, dengan anggota holding adalah PT
Pindad (Persero), PT Dirgantara Indonesia/PTDI
(Persero), PT PAL Indonesia (Persero), serta PT
Dahana (Persero).

Merujuk pada bisnis utama yang dikelola oleh Defend


ID, maka masing-masing entitas dalam holding ini
mewakili platform spesifik sebagai berikut:

Entitas holding Platform

PTDI Udara
PT Pindad Darat, alat berat, senjata,
dan munisi
PT PAL Indonesia Laut, pembuatan kapal
PT Len Industri Sistem elektronik
PT Dahana Bahan berenergi tinggi
(bahan peledak)

Tabel 3: Kategorisasi Industri Pertahanan Indonesia

Saat ini, PT Len Industri sebagai induk holding dari


Defend ID memiliki seluruh saham Seri B dari keempat
anggota holding Defend ID.

145
Sementara itu, pemerintah memiliki 1 lembar saham seri
A Dwiwarna di keempat perusahaan tersebut, serta 100
persen saham di PT Len industri.90

Masih merujuk pada PP Nomor 5 Tahun 2022, maka


pengalihan saham Seri B ini bertujuan sebagai
penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk
memperkuat struktur permodalan dan peningkatan
91
kapasitas usaha PT Len Industri.

Namun, mekanisme PNM sebagaimana yang diatur


dalam PP Nomor 5 Tahun 20022 ini tidak mengubah
kepemilikan saham empat anak perusahaan PT Len
Industri, yaitu PT Eltran Indonesia, PT Surya Energi
Indotama (SEI), PT Len Railway Systems (LRS),
dan PT Len Telekomunikasi Indonesia (LTI) -- yang
mana sebagian besar sahamnya dimiliki oleh PT Len
Industri.

Tujuan jangka panjang dari pembentukan holding


pertahanan ini adalah untuk menciptakan kemandirian
alpalhankam TNI dan Polri, mengintegrasikan industri
pendukung C5ISR – atau Command, Control,

90
Situs resmi PT Len Industri. PP Pendirian Holding BUMN Industri
Pertahanan Telah Terbit dan Ditandatangani Jokowi.
https://www.len.co.id/pp-pendirian-holding-bumn-industri-
pertahanan-telah-terbit-dan-ditandatangani-jokowi/
91
Ibid.
Communication, Computer, Cyber, Intelligence,
Surveillance, and Reconnaissance -- dan energetic
material, mengembangkanan supply chain, serta
92
mendukung program prioritas pemerintah.

Peluncuran Defend ID dilakukan di PT PAL Indonesia


di Surabaya, Jawa Timur.

Saat itu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa,


“Indonesia perlu segera membangun kemandirian
sekaligus mendorong industri pertahanan dalam
93
negeri.”

Adapun tata cara kerja Defend ID ini adalah “strategic


holding” – atau model holding dimana induk perusahaan
berfokus melaksanakan fungsi strategis tanpa melakukan
94
aktivitas operasi.

Masih merujuk pada situs resmi PT LEN Industri95,


maka “Peran strategic holding diantaranya sebagai

92
Situs resmi Kementerian BUMN. PT Len Industri Resmi Nakhodai Holding
BUMN Industri Pertahanan. 4 Maret 2022.
https://bumn.go.id/media/news/detail/pt-len-industri-resmi-
nakhodai-holding-bumn-industri-pertahanan
93
Bramasta, Dandy Bayu. Mengenal Apa Itu Defend ID, Holding BUMN
Industri Pertahanan yang Diluncurkan Jokowi. Kompas. 24 April
2022.
https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/24/103000665/mengen
al-apa-itu-defend-id-holding-bumn-industri-pertahanan-
yang?page=all
94
Situs resmi PT LEN Industri. Op. Cit.
95
Ibid.

147
strategic leader, yaitu penetapan visi dan strategi
korporat, target keuangan dan strategis, pengelolaan
shared service center untuk anggota
holding, mendefinisikan core competency, pemfokusan
portfolio bisnis, dan juga streamlining anggota holding
sehingga tidak akan ada tumpang tindih nantinya.”

Berdasarkan komposisinya, maka struktur holding dari


Defend ID ini dijabarkan demikian96:

Sumber: Situs resmi PT LEN Industri

Gambar 9: Komposisi holding Defend ID

96
Ibid. https://www.len.co.id/pp- industri-pertahanan-ditandatangani-
presiden-jokowi/pendirian-holding-bumn-

149
Membentuk holding pertahanan ini sendiri merupakan
opsi konsolidasi paling optimal, dibanding dengan opsi
peleburan.

Opsi ini menjadi pilihan dengan mempertimbangkan faktor


peningkatan pendapatan, penghematan biaya,
optimalisasi modal, reputasi brand, proses dan waktu
pendirian, kontrol, dilusi, disrupsi operasional dan
97
peraturan.

Proses pembentukan holding ini telah mulai dilakukan


sejak September 2020.

Saat itu, sebuah Komite Eksekutif dibentuk sebagai


forum komunikasi dan koordinasi para Direktur Utama
BUMN Indhan.

Selain itu, telah pula dibentuk Strategic Transformation


Office dan tujuh Project Management Office (PMO)
dari BUMN Indhan, dengan tugas mempersiapkan seluruh
perencanaan dan program holding, baik jangka pendek
maupun jangka panjang di berbagai bidang; termasuk
bidang keuangan, pengembangan bisnis, sumber daya
manusia, IT, riset dan inovasi, manufaktur, supply chain,
legal, tata kelola, strategi dan transformasi.98

97
Ibid.
98
Ibid.

150
Kebijakan pembentukan holding untuk indhan nasional
boleh jadi merupakan bentuk optimisme Pemerintah
untuk menjadikan industri strategis sektor pertahanan ini
memasuki babak baru terkait pengembangan
kapasitasnya.

Hal ini terlihat dari pernyataan Menhan Prabowo


Subianto, yang menargetkan Defend ID untuk masuk
dalam “50 besar dunia” penghasil alpalhankam dalam
ukuran revenue.99

Prabowo menyebutkan bahwa pembentukkan Defend ID


dilandaskan pada target utama untuk meningkatkan level
komponen dalam negeri menjadi 50% untuk teknologi-
teknologi kunci; dan untuk menjadi industri 50 terbesar
di dunia dalam bidang indhan pada 2024.100

Menurut catatan Bappenas101, kontribusi indhan Indonesia


kepada pemenuhan kebutuhan pertahanan dalam negeri
telah meningkat dari 28,1% pada tahun 2014 menjadi
49% per tahun 2019.

99
Maulana, Riezky. Prabowo Targetkan Defend ID Masuk 50 Besar Industri
Pertahanan Dunia. IDX Channel. 20 April 2022.
https://www.idxchannel.com/economics/prabowo-targetkan-
defend-id-masuk-50-besar-industri-pertahanan-dunia
100
Ibid.
101
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas. Op. Cit.

151
Selama periode 2010-2017, indhan Indonesia bahkan
menjadi negara pengekspor senjata terbesar dunia ke-
37 di bawah Singapura (36), Ceko (25), dan Turki
(16).102

Kendati demikian, Bappenas menilai masih ada beberapa


catatan yang perlu menjadi pekerjaan rumah bagi para
pemangku kebijakan dalam mendukung pertumbuhan
indhan nasional ini.

Pertama, Indonesia saat ini masih berfokus pada


substitusi impor dan belum berorientasi ekspor.

Kedua, rendahnya posisi ekspor sistem senjata bisa


diinterpretasikan bahwa indhan Indonesia belum banyak
terkoneksi dengan rantai produksi senjata dunia (global
supply chain) dan belum memiliki daya saing sebagai
pemadu utama (lead integrator) di pasar
internasional.103

Menurut Bappenas, meskipun telah memenuhi hampir


separuh kebutuhan domestik, sesungguhnya sulit untuk
memastikan berapa persen value chain indhan nasional
dan berapa persen komponen yang masih harus diimpor.
Hal ini disebabkan oleh ketiadaan data struktur dan

102
Ibid.
103
Ibid.
diversifikasi industri yang relevan dengan produksi
104
alpalhankam.

Terbentuknya Defend ID ini memang memberikan


harapan terkait percepatan kemandirian alutsista
nasional, baik dari segi kuantitas, SDM, maupun kualitas
teknologinya.

Hal ini mengingat bahwa konsolidasi pelaku indhan


nasional selama ini masih terkendala banyak faktor,
utamanya rasa kepercayaan para pengguna akhir dari
produk indhan nasional.

Bagi Indonesia, upaya membangun dan menguatkan


kembali indhan nasional merupakan suatu kebutuhan
yang tidak dapat ditolak; khususnya dengan berkaca
pada upaya bangsa ini menjaga keutuhan teritori,
proyeksi ancaman dimasa depan, serta dinamika
geopolitik dan geostrategis kawasan.

Barkaitan dengan semangat membangun kemandirian


dan pertumbuhan indhan nasional yang sehat, maka
terdapat tiga konsep utama yang saling berkaitan
sebagai daya dukung.

104
Ibid.

153
Dalam sebuah bagan ilustrasi, persinggungan ketiga
konsep utama ini dapat digambarkan sebagai berikut105:

Sumber: Bappenas
Gambar 10: Tiga konsep utama pertumbuhan indhan

Ketiga konsep tersebut adalah: komponen konsep


(conseptual component), komponen fisik (physical
component), dan komponen moral (moral
106
component). Ketiga konsep ini disebut juga sebagai
Garis Pembangunan Pertahanan (Defense Line of
Development).

105
Ibid.
106
Badan Perencanaan Pembangan Nasional (Bappenas). Op. Cit.
Mengenal Industri Pertahanan Indonesia
Menilik sejarah perjalanan indhan nasional, baru dalam
satu dekade terakhir saja geliatnya kembali bangkit,
padahal entitas indhan strategis nasional sudah hadir
bahkan sejak jaman pemerintahan kolonial Belanda di
Indonesia.

Adalah UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri


Pertahanan yang menjadi titik tumpu bagi bangkitnya
kembali industri pertahanan di Indonesia.

Pada periode sebelum lahirnya Undang-undang ini,


indhan nasional sempat mengalami keterpurukan akibat
gelombang panjang krisis moneter yang mulai
menghantam Indonesia pada 1998.

Undang-undang Nomor 16 Tahun 2012 ini telah


mengubah aturan main dalam sektor pertahanan, dimana
sebelumnya tidak mengatur kewajiban bagi penjual
teknologi untuk membagikan pengetahuannya ke pihak
Indonesia.

Undang-undang ini juga mengatur semua pihak yang


terlibat dalam kegiatan produksi industri pertahanan agar
bekerja secara sinergis sehingga industri pertahanan
dapat berkembang dan dimanfaatkan secara optimal.

155
Kembali merujuk kepada UU Nomor 16 Tahun 2012,
indhan dimaknai sebagai:

“Industri pertahanan nasional yang


terdiri atas badan usaha milik negara
(BUMN) dan badan usaha milik swasta
(BUMS), baik secara sendiri maupun
berkelompok, yang ditetapkan oleh
pemerintah untuk sebagian atau
seluruhnya menghasilkan alat peralatan
pertahanan dan keamanan, jasa
pemeliharaan untuk memenuhi
kepentingan strategis di bidang
pertahanan dan keamanan yang
berlokasi di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.”

Berdasarkan Direktori Industri Pertahanan Indonesia


tahun 2018-2019107, saat ini, setidaknya terdapat 41
pelaku usaha yang bergerak di bidang industri
pertahanan; tujuh diantaranya berbentuk BUMN dan 33
lainnya adalah pelaku usaha industri pertahanan milik
swasta.

107
KKIP. Direktori Industri Pertahanan Indonesia (2018-2019).
Disamping itu, terdapat juga entitas BUMN yang sektor
industrinya bersifat sebagai pendukung bagi BUMN
indhan; yaitu PT KS (sebagai produsen baja) dan PT
Inalum (bergerak di bidang peleburan aluminium), PT
Barata Indonesia (memproduksi komponen fabrikasi dan
mesin untuk berbagai industri konstruksi berat, dan PT
Boma Bisma Indra (bidang Industri Konversi Energi,
Industri Permesinan, Sarana dan Prasarana Industri,
Agro Industri, Jasa dan Perdagangan)

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, ketujuh BUMN


yasng bergerak dengan core business di sektor idhan
adalah PT Pindad (Persero), PT PAL Indonesia
(Persero), PT Dirgantara Indonesia/PTDI (Persero),
PT Len Industri (Persero), PT Inti (Persero), PT
Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero), serta PT
Dahana (Persero).

PTDI sendiri memiliki PT Nusantara Turbin dan Propulsi


(PT NTP) sebagai anak perusahaannya.

Berdasarkan jenis industrinya, maka indhan terbagi ke


dalam empat kategori industri, yaitu industri alat utama,
industri komponen utama dan/atau penunjang, industri

157
komponen dan/atau pendukung (perbekalan) serta
108
industri bahan baku.

Secara lebih detail, pengkategorian entitas bisnis dari


BUMN sektor pertahanan dapat dilihat pada Tabel 4
berikut ini:

108
KKIP. Buku Kebijakan Strategis Pembangunan dan Pengembangan
Industri Pertahanan (2015-2045). Op. Cit.
Kategori Industri Lingkup Kegiatan Pelaku Industri
Industri

INDUSTRI ALAT Merupakan BUMN yang  PTDI untuk


UTAMA ditetapkan sebagai industri
pemadu utama (lead kedirgantaraan
integrator) yang (pesawat,
menghasilkan alat utama roket/rudal dan
sistem senjata dan/atau torpedo)
mengintegrasikan semua  PT PAL untuk
komponen utama, industri
komponen, dan bahan kemaritiman
baku menjadi alat utama. (kapal
perang/selam)
 PT Pindad untuk
industri sistem
persenjataan
(kendaraan
tempur, senjata
dan munisi).

Kategori Industri Lingkup Kegiatan Industri Pelaku Industri

INDUSTRI Merupakan merupakan  PT. INTI


KOMPONEN BUMN dan/atau BUMS  PT. Len Industri
UTAMA yang suku cadang  PT Dok Koja
DAN/ATAU dengan bahan baku Bahari
PENUNJANG menjadi komponen utama (Persero)
memproduksi komponen  PT Dok dan
utama dan/atau Perkapalan
mengintegrasikan Surabaya
komponen atau (Persero)
Alpalhankam dan/atau  PT Industri
wahana (platform) Kapal Indonesia
sistem alat utama sistem (Persero); dan
senjata. perusahaan
lainnya.

159
Kategori Industri Lingkup Kegiatan Industri Pelaku Industri

INDUSTRI Merupakan BUMN  PT. Barata


KOMPONEN dan/atau BUMS yang Indonesia
DAN/ATAU memproduksi suku (Persero),
PENDUKUNG cadang untuk alutsista,  PT. Boma
(PERBEKALAN) suku cadang untuk Bisma Indra;
komponen utama, dan perusahaan
dan/atau yang lainnya
menghasilkan produk (Persero)
perbekalan.

Kategori Industri Lingkup Kegiatan Industri Pelaku Industri

INDUSTRI Merupakan BUMN  PT Krakatau


BAHAN BAKU dan/atau BUMS yang Steel
memproduksi bahan baku  PT Inalum; dan
yang akan digunakan perusahaan
oleh industri alat utama, lainnya
industri komponen utama
dan/atau penunjang, dan
industri komponen
dan/atau pendukung
(perbekalan).

Sumber: KKIP
Tabel 4: Kategorisasi Industri Pertahanan Indonesia

Partisipasi pihak swasta (BUMS) dalam pengembangan


bisnis di sektor industri pertahanan semakin terbuka
lebar sejak lahirnya UU Cipta Kerja No. 11/2020.
Kebijakan ini sekaligus menjadi terobosan bagi investasi
pertahanan.

160
Merujuk pada data dari Direktori Industri Pertahanan
Indonesia yang diterbitkan oleh KKIP per 2018-2019,
disebutkan bahwa jumlah BUMS yang terdaftar adalah
33 buah, dengan kemampuan mereka yang beragam,
mulai dari yang level kemampuannya terbatas hingga
109
yang kemampuannya cukup tinggi.

Dalam perkembangan selanjutnya – setidaknya sampai


2022 – BUMS ini telah bertumbuh dan bahkan
bertambah jumlahnya.

Dalam data terakhir, sedikitnya sudah ada 207


perusahaan di Indonesia yang dipercaya telah terdaftar
di Direktorat Jendral Potensi Pertahanan Kementrian
Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan).

Walau tidak tercantum dalam daftar Direktori Industri


Pertahanan Indonesia, salah satu BUMS yang dinilai
memiliki kemampuan sekitar 80% kemandirian
berproduksi adalah PT Komodo Armarment Indonesia.
BUMS ini memproduksi dan membangun senjata ringan,
munisi, termasuk membuat propellant-nya sendiri.

109
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Direktori Industri
Pertahanan Indonesia (2018-2019). Op.cit.

161
Adapun rincian dari 33 BUMS yang terdata dalam
Direktori Industri Pertahanan Indonesia dapat dilihat pada
Tabel 5110:

110
Ibid.

162
Nama Sektor Industri
BUMS

1 PT Adityatama Perkasa Bergerak dalam berbagai bidang kegiatan, di antaranya industri


Putra (APP) kontruksi jembatan bailey dan jembatan taktis militer (TNI AD),
pemeliharaan dan perbaikan ranpur amfibi BVP dan LVT-7 (Korps
Marinir), pembuatan Container Load Trailer (CLT) dan engine stand
(TNI AU), pisau dan sekop militer, serta pad shoe untuk ranpur
roda rantai TNI
2 PT Bhinneka Dwi Bergerak di bidang jasa desain dan manufaktur untuk aerial/gound
Persada vehicle
(BDP)
3 PT Citra Shipyard Penyedia galangan kapal one-stop service terbesar dalam industry
maritim Indonesia. Perusahaan ini memiliki dua buah galangan kapal:
di Kabil (42 ha) dan di Kampung Becek (24 ha)

4 PT Daya Radar Utama Memulai bisnis sebagai sebuah perusahaan jasa dan perdagangan
(DRU) umum, termasuk di dalamnya usaha galangan kapal (Shipyard).
DRU telah menyelesaikan pembangunan ratusan unit kapal dengan
berbagai type dan ukuran seperti kapal jenis Roll-on Roll-Off, cargo
vessel, tanker, patrol vessel, naval ship, fast patrol boat, tug boat,
offshore dan speed boat. Kapal yang dibangun dan diperbaiki terbuat
dari baja, fiberglass reinforced plastic (FRP) dan aluminium.
5 PT Elmas Viana Djaja Sebagai pusat penelitian, teknologi, dan pengembangan; juga telah
melakukan reverse engineering produk luar negeri, serta memproduksi
berbagai prototipe alat pertahanan yang dihasilkan dari lembaga
penelitian dan pengembangan TNI

163
Nama
BUMS Sektor Industri

6 PT Farin Industri Produsen bahan baku, pembuatan peralatan pertahanan dan militer,
Nusantara termasuk kebutuhan baju antipeluru, dan peralatan lainnya untuk
militer dan kepolisian
7 PT Garda Persada Bergerak di bidang pembuatan baterai, sistem tenaga surya &
pengolahan mineral logam terutama untuk militer
8 PT Global Inovasi Penyedia unmanned system dan unmanned teknologi; termasuk yang
Informasi Indonesia terbesar di Indonesia
9 PT Hariff Daya Merancang dan membuat produk kesisteman sebagai bagian dari
Tunggal Engineering K4IPP (komando, kendali, komunikasi, komputer, intelijen,
pengamatan dan pengintaian) berbasis teknologi komunikasi dan
informasi. Sistem ini terbagi menjadi 5 kategori produk, yaitu sistem
untuk personel (infantri), sistem untuk kavaleri dan unit mekanis
infantri, sistem untuk artileri, sistem integrasi (jaringan telekomunikasi
dan C2 – command and control), serta sistem pendukungnya
10 PT Indo Pacific Comm. Bergerak dibidang perancangan, dan pembuatan UAV (unmanned
& Defence (IPCD) aerial vehicle), baik untuk aplikasi militer maupun sipil, IPCD
memfokuskan diri dalam desain, pembuatan dan pemasaran teknologi
sistem wahana tanpaawak – termasuk sistem avionik, sistem kontrol
darat dan sistem beban, untuk sektor militer maupun keperluan sipil
11 PT Indoguardika Cipta Perusahaan IT dan pengembang perangkat lunak. Indoguardika juga
Kreasi mendesain aplikasi untuk kebutuhan pemerintah, militer, organisasi
intelijen dan kepolisian
12 PT Indopulley Perkasa Perusahaan manufaktur dengan spesialisasi pembuatan produk-produk
metal dan karet untuk tujuan komersial dan militer; termasuk
pembuatan komponen-komponen kendaraan tempur (tank) TNI AD;
AMX-13 dan Scorpion.

164
Nama
Sektor Industri
BUMS

13 PT Infoglobal Teknologi Bergerak di bidang pengembangan avionik pesawat tempur/militer,


Semesta Mission System pesawat patroli maritim, Integrasi Radar, Sistem
Kontrol Senjata dan software aplikasi pertahanan
14 PT Infra Rcs Indonesia Bergerak dalam pengembangan dan pembangunan alat navigasi
berbasis elektronik
15 PT Jala Berikat Produsen kendaraan militer, termasuk Kendaraan Multi Purpose Light
Nusantara Perkasa yang disebut Indonesian Light Strike Vehicle (ILSV)
16 PT Karya Tugas Anda Sebagai unit usaha autobody manufacturing; dengan diversifikasi usaha
di bidang transport services
17 PT Langit Biru Parasut Bergerak dalam produksi parasut personel dan kargo; serta
menyediakan berbagai jenis parasut, mulai dari personil parasut statis,
parasut free fall taktis akurasi tinggi parasut cargo aerial delivery,
parasut retardasi untuk amunisi, parasut special-use (drag-chute
pesawat, parasut darurat untuk UAV), Air TEP (Airborne Tactical
Extraction Platform), sampai sistem parasut olahraga dan rekreasi
18 PT Lundin Industry Mengkhususkan diri dalam membangun transportasi wahana laut untuk
Invest militer, penegak hukum, SAR, dan komersial
19 PT CV Maju Mapan Produk utamanya adalah tenda-tenda standard TNI/POLRI, seperti
tenda peleton, tenda dapur, tenda komando, tenda regu, tenda rumah
sakit, tenda MCK lapangan, velbed aluminium, velbed besi, ransel
punggung besar, ransel punggung kecil, koppelriem, meja dan
kursi lapangan
20 PT Mandiri Putra Bergerak di bidang perbaikan serta perawatan elektronika alat utama
Muhibbah sistem senjata serta produsen profesional UAV dan Drone

165
21 PT Melati Wahana Produsen perangkat pertahanan dan keamanan; yang memproduksi
Raya beberapa kendaraan taktis, termasuk truk, juga unit pesawat terbang
tanpa awak (SWG R-1)

Nama Sektor Industri


BUMS

22 PT Palindo Marine Bergerak dalam pembuatan kapal, dengan menggunakan berbagai


bahan seperti GRP, baja, aluminium, dan kombinasi baja dan
aluminium; termasuk produsen memproduksi kapal berkecepatan
tinggi
23 PT Ridho Agung Mitra Produsen peralatan pertahanan, termasuk pakaian antihuru-hara
Abadi yang diproduksi di dalam negeri
24 PT Robo Marine Sebagai industri pertama dan satu-satunya di Indonesia yang khusus
Indonesia memproduksi kapal selam tak berawak, kapal permukaan tanpa
awak dan kapal selam mini berawak
25 PT Sari Bahari Produsen alutsista seperti: Bom P-100 (bom latih & live), bom
P-250 (bom latih & live), bom P-500 (bom latih & live),
warhead 70 mm (smoke/live), warhead 80 mm (smoke/live),
Rocketpod (launcher) 7 Tube, Jet Engine Target Drone “Jalak”,
dan Peluru Kendali Darat-ke-Darat “Petir”
26 PT Saba Wijaya Produsen produk perlindungan balistik (antipeluru), seperti rompi,
Persada (SWP) jaket, dan helm
27 PT Sri Rejeki Isman, Bergerak di bidang industri tekstil dan garmen
Tbk. (Sritex)
28 PT Sembada Karya Bergerak dibidang teknologi informasi dan sistem kendali, serta
Mandiri (SKM) menawarkan jasa perancangan dan pembangunan sistem elektronik
29 PT Sentra Surya Memiliki spesialisasi dalam bidang perancangan, engineering dan
Ekajaya pembuatan Kendaraan Misi Khusus (Special Mission Vehicle).

166
30 PT Tesco Indomaritim Perusahaan pembuat kapal, baik kapal sipil maupun kapal militer,
yang meliputi pilot boat, crew boat, patrol boat, landing craft dan
combat boat

Nama Sektor Industri


BUMS

31 PT T&E Simulation Bergerak di sektor penerbangan, utamanya penyedia simulator dan


(TES) elektronika. Beberapa produknya yang sudah digunakan oleh
pengguna adalah multi-platform tank simulator (TNI AD), CN-235
full flight simulator (TUDM), Hawk 100/200 fixed-base trainer
upgrade (TNI AU), F-16C/D fixed-base trainer (TNI AU), and
Bell 412 full flight simulator (TNI AD)
32 PT Uavindo Nusantara Bergerak dalam bisnis engineering services yang berbasis teknologi
kedirgantaraan dan teknologi automasi
33 PT Wirajayadi Bahari Bergerak di bidang marine diesel engine dan marine diesel
generator; dan berkembang sebagai perusahaan yang melayani jasa
perbaikan kapal-kapal TNI AL dan perusahaan swasta lainnya
Sumber: KKIP
Tabel 5: Daftar 34 BUMS Industri Pertahanan Indonesia

Sekilas tentang BUMN Pertahanan dari Masa ke


Masa

167
PT Pindad

PT Pindad adalah industri pertahanan


matra darat yang awal berdirinya
dimulai dari bengkel senjata bernama
Contructie Winkel (CW).

168
Gubernur Jenderal William Herman Daendels mendirikan
bengkel ini pada tahun 1808 di Surabaya, Jawa Timur.

Pada tahun 1850, otoritas Kolonial menggabungkan CW


dengan bengkel amunisi Projectile Fabriek (PF) dan
bengkel produksi dan perbaikan amunisi Pyrotechnische
Werkplaats (PW).

Entitas yang baru bergabung ini diberi nama Artillerie


Inrichlingen (AI), yang direlokasi ke Bandung, Jawa
Barat, karena faktor keamanan dan strategi perang.

Sebagai sebuah BUMN strategis, PT Pindad hanya


dapat berkontribusi sekitar 5-10% dari kebutuhan
alutsista TNI, dan belum mampu secara mandiri
mendapatkan semua komponen produksinya dari dalam
negeri karena berbagai alasan.

Saat ini, PT Pindad dikenal sebagai produsen hilir untuk


senjata dan amunisi, dengan kemampuan untuk
mengembangkan kerjasama alih teknologi dan kegiatan
R&D-nya dengan mitra asing.

PT Pindad juga telah berhasil memproduksi kendaraan


tempur ringan, seperti Panser Anoa.

Beberapa contoh kerjasama yang dapat diuraikan disini


adalah sebagai berikut:

169
1 Mengembangkan dan memproduksi Panser Anoa
melalui kerja sama dengan Doosan DST Korea
Selatan.
2 R&D domestik untuk memproduksi produk senapan
serbu SS1 dan SS2, yang diakui sebagai salah
satu senapan serbu terbaik dunia.
3 Memproduksi kendaraan tank tempur ringan Tentara
Nasional Indonesia (TNI AD).
4 Menghasilkan mortir, pistol, revolver, pengendalian
huru hara, bom, dan amunisi dengan berbagai
kaliber; juga granat dan peralatan militer lainnya.

Sumber: KKIP

PT PAL

Penataran Angkatan Laut


Indonesia/PAL (Persero) pada
awalnya adalah sebuah galangan
kapal bernama Marine Establishment (ME) yang
didirikan pada tahun 1939 di Surabaya.

Pembangunannya adalah untuk menaungi kapal-kapal


milik armada Angkatan Laut Hindia Belanda bila
memerlukan perawatan dan perbaikan.

Perubahan rezim Kolonialisme dari Hindia Belanda ke


tangan Jepang telah mempengaruhi ME, yang
selanjutnya berganti nama menjadi Kaigun SE 2124.
Ketika pemerintahan baru Republik Indonesia berdiri
melalui Proklamasi 1945, nama Kaigun SE 2124 tidak
segera mengalami perubahan.

Namanya baru resmi berganti menjadi Penataran


Angkatan Laut atau PAL pada tahun 1961.

Saat ini, PT PAL bergerak di bidang industri maritim,


termasuk diantaranya adalah mengembangkan kerja
sama dengan mitra asing dalam kerja sama transfer
teknologi.

Beberapa contoh kerja sama yang dapat diuraikan disini


adalah sebagai berikut:

1 Membangun kapal patroli cepat FPB-57 yang


dilisensikan oleh galangan kapal Friedrich Luerssen
Wieft (FLW) dari Jerman.
2 Kerja sama pembuatan Landing Platform Dock
(LPD) atau kapal pendarat pasukan dan kendaraan
di bawah lisensi dan pembuatan kapal selam
dengan galangan kapal Korea Selatan, Daewoo
Shipbuilding and Marine Engineering (DSME)
3 Kerja sama dengan Damen Schelde Naval
Shipbuilding (DSNS) Belanda dalam pembuatan
Missile Control Destroyers (PKR)

Sumber: KKIP

171
PT PAL saat ini telah menunjukan kemampuan
kemandirian rancang-bangun platform kapal perang,
seperti misalnya kelas KCR-60.

Namun, sebagian material produksinya masih harus


diimport mengingat kesulitan untuk mendapatkannya dari
industri hulu.

PT Dirgantara Indonesia (PTDI)

PT Dirgantara Indonesia/PTDI
(Persero) merupakan transformasi
dari Bagian Uji Terbang, yang
didirikan Pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1914.

Namanya telah beberapa kali diubah: Lembaga


Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) pada tahun
1964, dan pada tahun 1966 menjadi Lembaga Industri
Pesawat Terbang Nurtanio (LIPNUR).

Dimasa sebelum krisis moneter menghantam Indonesia


pada 1997, perusahaan ini sudah sempat menunjukkan
kemampuan rancang-bangun mandiri untuk produk
platform pesawat terbang kelas commuter bermesin
turboprop.
Kemampuan PTDI – yang kala itu masih bernama
Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) -- sudah
diakui dunia dengan berhasilnya produk-produk IPTN
masuk ke pasar internasional, baik langsung maupun
melalui kerja sama produksi, utamanya dalam bentuk
komponen ataupun pesawat jadi.

Saat ini, PT DI melakukan berbagai kerjasama dengan


produsen pesawat luar negeri, sebagian besar berfokus
pada alih teknologi; beberapa di antaranya adalah
sebagai berikut:

1 Kerja sama produksi bersama dengan CASA


Spanyol untuk pengembangan pesawat CN235 dan
NC212.
2 Kerja sama dengan Sud-Aeronautique Prancis
dalam pengembangan helikopter Super Puma.
3 Kerja sama desain dan rekayasa bersama dengan
Korea Selatan melalui proyek pengembangan
pesawat tempur If-X/KF-X, yaitu jet tempur
generasi 4.5.
4 Terlibat sebagai sub-kontraktor untuk pembuatan
komponen pesawat untuk Airbus Defence & Space,
Airbus Helicopter, Bell Helicopter Textron
Incorporated (BHTI), Spirit Aero System UK, dan
KAI.

Sumber: KKIP

173
PT Dahana

PT Dahana (Persero)
merupakan pionir dalam produsen
bahan peledak.

Didirikan pada tahun 1964 di Tasikmalaya, Jawa Barat.

Awalnya bernama Win Project – sebagai bentuk


kolaborasi antara Angkatan Udara Indonesia (kala itu
disingkat dengan AURI) dan Hispano Suiza (Swiss).

Proyek ini adalah untuk membangun pabrik roket, yang


dilaksanakan untuk mendukung Indonesia dalam
kampanye militer dan gerakan revolusi bersenjata,
Trikora dan Dwikora.

Win Project selanjutnya dikonsolidasikan ke dalam bentuk


badan usaha yang valid, dibawah bendera PT Dahana,
dengan bisnis inti sebagai produsen bahan peledak.

Produknya antara lain dinamit untuk keperluan


pertambangan.

Saat ini PT Dahana hanya menyuplai kurang dari 10%


produknya untuk kepentingan Hankam, karena
pendapatan perusahaan yang terbesar masih dari sektor
sipil, khususnya untuk keperluan pertambangan.
Tantangan PT Dahana sebagai indhan adalah untuk
bisa memproduksi bahan peledak yang dibutuhkan oleh
perusahaan seperti Pindad dan lainnya, dengan harga
yang kompetitif.

PT LEN Industri

PT Lembaga Elektronika Nasional


(PT LEN) Industri yang berbasis di
Bandung, Jawa Barat, telah
ditetapkan oleh pemerintah sebagai
penyuplai utama sistem radar nasional dan penjuru
lahirnya industri radar nasional.

Pembangunan industri radar nasional itu bernilai strategis


guna menciptakan sistem pertahanan radar nasional
(sistemhanudnas) yang andal dan dapat menjamin
kerahasiaan sistem pertahanan dalam negeri Indonesia.

Alasan strategis lain dari kemandirian PT LEN adalah


terbangunnya sistem rudal dengan spesifikasi teknik yang
tidak dapat didikte oleh negara lain.

Selain itu, tentunya, ketersediaan suku cadang yang


mudah dan dapat selalu mengikuti perkembangan
teknologi.

175
Efesiensi anggaran menjadi alasan strategis lainnya.

Selain memproduksi radar nasional, PT LEN juga


memiliki kompetensi yang tinggi dalam sistem Radio
Tactical Communication (RTC) dan Combat
Management System (CMS).

CMS adalah sistem deteksi dan sistem penembakan


dengan menggunakan panduan radar.

Dua sistem ini merupakan primadona dari produk PT


LEN dan telah terpasang di tiga KRI kelas Van Speijk
dan satu unit di KRI kelas Parchim.

Produksi radar nasional ini perlu ditingkatkan demi


optimalisasi fungsi radar mengingat bahwa saat ini
sebaran dan jangkauan radar nasional di wilayah timur
Indonesia masih sangat minim jika dibandingkan dengan
luas wilayah dan tingkat kerawanan keamanannya.

Walaupun produk PT LEN sebagian besar telah


memenuhi harapan, namun, dalam pemenuhan standard
MEF dalam alutsista, sebuah produk harus terus
dikembangkan agar ada nilai tambah yang mendukung
efektifitas operasionalnya.

Karena keberadaan PT LEN yang unik dalam lingkungan


industri alpalhankam nasional, khususnya yang berada
dibawah Kementrian BUMN, PT LEN saat ini dipercaya
untuk muncul sebagai penghulu holding dari industri
pertahanan nasional dengan nama Defend ID.

PT LEN sendiri sebenarnya masih terkendala masalah


sumber daya manusia (SDM), mengingat masih
minimnya tenaga ahli Indonesia yang menguasai domain
teknologi secanggih radar, atau bahkan satelit.

PT INTI

PT INTI (persero) berdiri pada 30


Desember 1974, dan bermarkas di
Bandung.

Sektor usaha yang dilakukan adalah bidang manufaktur


dan perakitan, layanan terkelola, layanan digital, dan
integrator sistem.111

Guna mendukung aktivitas bisnisnya, PT INTI juga


memproduksi perangkat telekomunikasi dan elektronik.

Rincian usaha PT INTI dapat dijabarkan sebagai


112
berikut:

111 Situs resmi PT INTI. https://www.inti.co.id/


112 Ibid. https://www.inti.co.id/?page_id=964

177
Manufacture & Berfokus pada proses produksi atau
Assembly konversi bahan baku, bahan setengah
jadi, komponen, atau bagian lain
untuk menjadi barang jadi dengan nilai
tambah yang memenuhi spesifikasi
standar.
PT INTI (Persero) menjalankan lini
bisnis ini dengan membuat Kabel
Serat Optik, Smart Energy Devices,
dan Tabung Liquid Petroleum Gas
(LPG) Composite. Perusahaan juga
merakit perangkat cerdas untuk lini
produk Broadband dan Smart Energy,
kartu cerdas, dan genuine product.
Managed Service Berfokus pada penyediaan infrastruktur
berupa instalasi, manajemen, dan
pemeliharaan. Layanan ini
dimaksudkan guna meningkatkan
efisiensi perusahaan yang menjadi
konsumen dari PT INTI.
PT INTI (Persero) menjalankan lini
bisnis ini dengan menyediakan
layanan Maintenance, Repair, Seat
Management, Spare Part
Management, dan Share Services
Operation
Digital Service Berfokus pada penyediaan produk dan
layanan berdasarkan inovasi layanan
digital untuk memudahkan otomatisasi
dalam organisasi perusahaan yang
menjadi konsumen PT INTI.
Produk Solusi ini dikirimkan melalui
internet atau jaringan elektronik,
terotomatisasi; dan hanya
membutuhkan sedikit intervensi
manusia.
PT INTI (Persero) menjalankan lini
bisnis ini dengan menyediakan
Business to Business Commerce
SIPLah, Smart Hospital Management
System, Big Data Analytic, Internet of
Things, Cyber Defence, dan Sistem
Pemerintahan Berbasis Elektronik.
System Integrator Berfokus pada pemenuhan perangkat
keras, perangkat lunak, dan solusi
jaringan yang terintegrasi.
PT INTI (Persero) menjalankan lini
bisnis ini dengan menyediakan
Penyebaran Serat Optik seperti Out
Site Plan or Fiber to the Home,
Pengembangan Penerangan Jalan
Umum dan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya, dan Automatic Dependent
Surveillance-Broadcast (ADS-B)
Sumber: Situs resmi PT INTI

PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero)

Merupakan BUMN indhan yang


bergerak di sektor pembangunan
kapal baru, pemeliharaan dan

179
perbaikan (docking) kapal serta non-kapal.113

PT Kodja Bahari berkantor pusat di Jakarta (Jl.


Sidang Laut) dan memiliki sembilan Galangan Kapal;
tiga diantaranya berlokasi di Jakarta, sementara enam
lainnya di Cirebon, Semarang, Palembang, Sabang,
Banjarmasin, dan Batam.

PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari merupakan hasil


penggabungan empat perusahaan galangan, yaitu: PT
Dok & Perkapalan Tanjung Priok (Persero), PT Kodja
(Persero), PT Pelita Bahari (Persero), dan PT Dok
& Galangan Kapal Nusantara (Persero).114

Merjer ini dilakukan sesuai Peraturan Pemerintah RI No.


58 Tahun 1990 dan Peraturan Pemerintah No. 13
Tahun 1992.115

Berikut ini adalah beberapa kegiatan bisnis yang


dijalankan oleh PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari,
sebagaimana dikutip langsung dari lama situs resminya:
116

1 Kegiatan pembangunan kapal baru (ship building)


s/d 17.500 DWT

113
Situs resmi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari https://dkb.co.id/
114
Ibid.
115
Ibid.
116
Ibid. https://dkb.co.id/tentang-kami/
2 Kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kapal (ship
repari & docking) s/d 30.000 DWT
3 Kegiatan pemeliharaan dan perbaikan Sarana Lepas
Pantai (overhaul SBM docking jack up)
4 Kegiatan fabrikasi dan perbaikan peralatan
pendukung industri maritim (heat exchange pressure
vessels steel structures)
5 Kegiatan pemeliharaan dan perbaikan kapal disaat
operasi (sailing & running repair)
6 Kegiatan jasa-jasa pemeliharaan dan perbaikan
Kapal dan Sarana Pantai (tank coating & cleaning,
non destructive testing, inspection & testing,
consultant services)
Sumber: Situs resmi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari

Pasang Surut Industri Pertahanan Indonesia

Perkembangan Industri Pertahanan Indonesia mengalami


masa keemasan di era tahun 1980an. Kala itu, empat
entitas manufaktur pertahanan – PT Pindad, PT PAL,
PTDI, dan PT Dahana -- dikonsolidasikan di bawah
Badan Pengelola Strategis Industri (BPIS), sesuai
dengan Keppres No. 59/1989.

Tujuan akhir dari kebijakan ini adalah untuk mendorong


sinergisme hulu-hilir yang efisien, sehingga bisa
menghasilkan daya saing sektor indhan dalam
menembus pasar global.

181
Pasang surut terjadi dalam perjalanan bisnis di sektor
indhan ini; dan krisis moneter yang mulai melanda
Indonesia pada tahun 1997 akhirnya membawa
kejatuhan Industri Pertahanan Nasional, yang kala itu
sarat dengan bantuan dana penyertaan modal
Pemerintah.

Akibat krisis moneter yang berkepanjangan ini, Presiden


Indonesia, Soeharto, terpaksa menyetujui
penandatanganan Letter of Intent (LoI) dengan Dana
Moneter Internasional (International Monetary
Fund/IMF).

Adapun salah satu klausul kesepakatan dengan IMF


adalah menetapkan penghentian pendanaan Pemerintah
Indonesia ke industri strategis nasional, khususnya
indhan dan telekomunikasi; dan peningkatan nilai
investasi di sektor ini dilakukan dengan pelepasan
saham ke publik, atau lebih dikenal sebagai kebijakan
privatisasi.117

117
Dokumen LoI. Intenational Monetary Funds (IMF).
https://www.imf.org/external/np/loi/1113a98.htm
Dengan kata lain, kendali dan bantuan permodalan
pemerintah jadi berkurang, walaupun memiliki saham
kepemilikan mayoritas di industri strategis.

Kebijakan privatisasi ini berdampak pada industri-industri


strategis pertahanan, sehingga diambillah langkah
kebijakan diversifikasi kegiatan demi keberlangsungan
bisnis – dalam artian, tuntutan lebih diarahkan pada
pemenuhan pasar atas kebutuhan yang tidak harus
datang dari kepentingan pertahanan dan keamanan
(hankam).

Manajemen Baru Industri Pertahanan Indonesia

Untuk memulihkan kemampuan indhan Indonesia dan


mengurangi ketergantungan negara terhadap alutsista
buatan luar negeri, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
– atau lebih sering disebut sebagai Presiden SBY --
menetapkan kebijakan memulihkan sektor indhan sebagai
salah satu agenda dari Kabinet Indonesia Bersatu
(periode I).

Salah satu kebijakan Presiden SBY adalah


mengakomodasi dan memberikan kesempatan kepada
swasta untuk berpartisipasi di sektor tersebut.

183
Pada periode kedua masa kepresidenan SBY, ia
menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2010
tentang Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP),
dengan tugas utama adalah menentukan arah strategis
pembangunan industri pertahanan dalam negeri.

KKIP sendiri langsung diketuai oleh Presiden.

KKIP merupakan sebuah Komite lintas kementerian,


dimana terdapat lima menteri kabinet yang terkait, yaitu
Menteri Pertahanan, Menteri BUMN, Menteri
Perindustrian, Menteri Riset dan Teknologi (yang dalam
perjalanannya kemudian menjadi Kementerian Riset,
Teknologi, dan Pendidikan Tinggi), serta Menteri
Keuangan.

Saat ini, oleh Presiden Jokowi, Kemenristek dan


segenap lembaga riset nasional lainnya dilebur dibawah
badan baru, BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional);
sedang peran perguruan tinggi dikembalikan kepada
Kementrian Pendidikan.

Peran Sentral Pemangku Kebijakan Pertahanan:


Sebagai Sales Marketing

Adalah suatu keniscayaan bahwa banyak produk-produk


strategis dari suatu bangsa dapat dipasarkan oleh para
pemangku kebijakan dari negara produsen tersebut.
Hampir dalam setiap kesempatan pertemuan bilateral
ataupun multilateral, para pemangku kebijakan
memperkenalkan produk-produk strategis yang dihasilkan
oleh pelaku industri strategis di negaranya -- baik itu
berupa komoditas pangan hingga produk berteknologi
tinggi, seperti pesawat terbang dan mesin perang.

Tidak urung bahwa dimasa lalu, hal semacam ini pun


dilakukan oleh para pemangku kebijakan di Indonesia,
yang sempat mencatat bahwa produk-produk
berteknologi tinggi buatan Indonesia telah dibeli oleh
negara-negara sahabat.

Sebut saja, Sjafrie Sjamsoeddin, yang pernah menjabat


sebagai Wakil Menteri Pertahanan sekaligus Sekretaris
KKIP untuk periode 2010-2014.

Ia dikenal aktif melakukan lawatan ke luar negeri dalam


rangka mencari peluang bisnis bagi produk indhan
strategis Indonesia.

Sjafrie bahkan turut berpartisipasi menggelar berbagai


pameran di luar negeri, termasuk di Brunei [Brunei
International Defense Exibition & Conference (BRIDEX]
pada 2013.

Ia pun melangkah sampai jauh ke Uganda, dimana tim


Kemhan Indonesia sempat membuat pameran kecil

185
tentang produk-produk indhan Indonesia, seperti rompi
antipeluru, helm prajurit, makanan tentara, senapan
serbu SS1, serta model pesawat CN 235 dan CN 295
produksi PTDI.118

Menurut catatan, secara keseluruhan ada 44 pesawat


CN-235 buatan PTDI yang berhasil dipasarkan Sjafrie
selama periode kedinasannya di Kemhan.119

Selain kepada Malaysia dalam rupa dua varian VIP


kelas eksekutif dan enam unit untuk transportasi militer;
CN-235 ini juga dimiliki oleh Brunei Darussalam,
sebanyak satu unit, Pakistan empat unit; Thailand dua
unit.120

Uni Emirat Arab pun menjadi salah satu konsumen CN-


235, dimana penggunaan pesawat itu diperuntukkan
sebagai layanan VVIP (tiga unit), VIP (satu unit),
dan kendaraan angkut militer (tiga unit).121

Selain itu, ada juga 12 unit untuk Korea Selatan.122

118
Hasil rangkuman dari berbagai sumber.
119
Ibid.
120
Ibid.
121
Ibid.
122
Ibid.
Cukup ironis bahwasannya model pemasaran seperti
yang dilakukan Sjafrie ini tidak berkelanjutan dalam rejim
Kemhan setelahnya.

Padahal, figur Menteri Pertahanan seharusnya


melahirkan rencana-rencana yang terkait dengan
pemesanan produk alpalhankam dari dalam negeri; dan
bukan sebaliknya, dimana hasil lawatan dari luar negeri
lebih sering melahirkan gagasan terkait pemesanan
produk alutsista buatan bangsa lain – terlepas bahwa
beberapa dari produk-produk itu sebenarnya sudah bisa
dibuat sendiri di Indonesia.

Dalam catatan KKIP, per 2022 belum ada produk


alpalhankam nasional yang berhasil dijual ke luar negeri
oleh pimpinan dan pejabat negara saat ini.

Benar bahwa Presiden Jokowi berulang kali


mengamanati para Menteri Kabinet dan juga para Duta
Besar RI untuk mendorong pemasaran produk-produk
nasional keluar negeri.

Pesan Presiden Jokowi ini bahkan diserukan ulang oleh


Menteri Luar Negeri kepada seluruh jajaran Duta
Besarnya untuk selalu mencari kesempatan dalam
memasarkan produk-produk nasional.

187
Perlu diketahui bahwa seorang Menteri Pertahanan
memegang peran sentral dalam proses ofset karena
figur ini menjadi ujung tombak yang bertemu langsung,
bukan hanya dengan pemasok produk, tapi juga aparat
pemerintahan suatu negara produsen.

Karenanya, seorang Menteri Pertahanan harus mampu


melakukan awalan dari tawar menawar imbal produk
dengan negara lain agar bisa menguntungkan negara
sendiri – hal mana seharusnya sudah dilakukan jauh
sebelum produsen atau otoritas negara penghasil
alutsista datang berjualan ke Indonesia.

Lebih jauh, figur seorang Menteri Pertahanan harus


mampu, bukan hanya mencari produk dari luar negeri,
tetapi yang paling utama adalah menjadi agen
pemasaran (marketing agent) atas produk-produk
indhan dalam negeri, sehingga produk-produk industri
dalam negeri itu mampu bersaing dengan produk industri
luar negeri.

Seorang Menteri Pertahanan harus turut


memperhitungkan berapa pengeluaran yang dibuat untuk
impor alpalhankam dan berapa nilai ekspor yang
terdukung oleh kebijakannya.
Hal ini selaras dengan perannya dalam mendukung
ketahanan ekonomi dan industri dalam negeri, khususnya
untuk produk alpalhankam, yang tentunya akan mudah
dikaitkan dengan postur kekuatan pertahanan nasional,
khususnya dalam hitungan kekuatan logistik pertahanan.

Itu sebabnya, mengutamakan dan mendahulukan


penggunaan produk indhan nasional menjadi mutlak,
karena akan menjadi contoh paling awal atas bukti
pengakuan kualitas dari suatu produk nasional, sehingga
juga memudahkan penjualan kepada target-target
pembeli luar negeri.

Terkait pemasaran produk yang berjenis alpalhankam,


tentunya bukan hanya berada di bahu Menteri
Pertahanan RI, tetapi juga pada Panglima TNI, para
Kepala Staf Angkatan serta Kapolri yang paling memiliki
kompetensi testimoni dari kualitas kemampuan produk-
produk alpalhankam dalam negeri.

Kepekaan para jajaran Kabinet dan eksekutif dalam


memasarkan produk-produk nasional, termasuk
alpalhankam, akan sangat membantu industri dalam
negeri pastinya.

Key Performance Indicator (KPI)

189
Bukan sesuatu yang salah jika Presiden tidak hanya
menitipkan hal itu sebagai “pesan”; tetapi bahkan
berupa “perintah” yang dapat menjadi barometer dalam
key performance indicator (KPI) dari para pejabat
terkait.

Adapun penilaian bisa dilakukan dengan melihat skema


ofset yang berhasil dicapai dalam setiap proses
pengadaan produk luar negeri.

Harus diakui bahwa belum semua produk pertahanan


bisa dibuat di dalam negeri; namun adalah pantas jika
terhadap produk-produk yang sudah bisa diproduksi
secara domestik, maka kita tidak perlu lagi melakukan
pengadaan dari luar negeri sama sekali.

Hal ini sejalan dengan kebijakan pengadaan alpalhankam


yang pernah disusun oleh KKIP dalam Buku Kebijakan
Standardisasi Produk Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan.123

Merujuk pada Buku Kebijakan ini, dalam hal pengadaan


alpalhankam, maka pengguna “wajib” menggunakan
produk dalam negeri; begitupun dengan kegiatan

123
Buku Kebijakan Standardisasi Produk Alat Peralatan Pertahanan dan
Keamanan ini dipublikasikan tahun 2016.
pemeliharaan dan perbaikannya, wajib dilakukan di
dalam negeri.

Dalam kondisi dimana kebutuhan alpalhankam belum


dapat dipenuhi oleh indhan nasional, maka pengadaan
produk luar negeri dimungkinkan dengan beberapa
124
persyaratan, antara lain :

1. Pengadaan Alpalhankam dilakukan melalui proses


langsung antarpemerintah atau kepada pabrikan.
2. Mengikutsertakan partisipasi Industri Pertahanan,
3. Kewajiban alih teknologi,
4. Jaminan tidak adanya potensi embargo,
kondisionalitas politik, dan hambatan penggunaan
Alpalhankam,
5. Adanya Imbal Dagang, Kandungan Lokal dan/atau
Ofset (IDKLO) paling rendah 85% (delapan
puluh lima persen) dengan Kandungan Lokal
dan/atau Ofset paling rendah 35% (tiga puluh
lima persen) dengan peningkatan 10% (sepuluh
persen) setiap 5 (lima) tahun.

Dalam pengadaan beberapa produk komponen kritis,


industri di dalam negeri memang masih membutuhkan
pasokan dari luar negeri; namun, ketergantungan ini

124
Ibid.

191
harus lambat laun tapi pasti dikurangi melalui mekanisme
pemenuhan pengadaan oleh produk dalam negeri.

Disinilah Kementerian Perindustrian dan Kementerian


BUMN harus memainkan peran strategis untuk turut
menyiasati pemenuhan komponen-komponen kritis yang
dibutuhkan indhan nasional.

Bila BUMN mengalami kesulitan dalam memenuhi hal


ini, maka perlu didorong dan diberikan kesempatan
kepada industri swasta untuk mengisi kekosongan
kemampuan yang diperlukan.

Jika langkah-langkah strategis yang ditempuh oleh


jajaran Kabinet dan eksekutif melalui pemberdayaan
industri dalam negeri ini dapat dijadikan barometer KPI,
maka seharusnya, pembangunan kemandirian industri
alpalhankam nasional bisa berjalan dengan baik; dan
bukan hanya jadi slogan harapan hampa: menarik untuk
didiskusikan, namun nihil dalam manifestasinya.
5
PENDIRIAN
KKIP;
UNTUK APA?
Tentang KKIP

Komite Kebijakan Industri Pertahanan atau KKIP,


merupakan suatu lembaga negara yang dipimpin
langsung oleh Presiden, dibentuk berlandaskan Undang-
undang Nomor 16 Tahun 2012, dan memiliki waktu
kerja serta kepengurusan organisasi yang biasanya
disesuaikan dengan masa jabatan Presiden sebagai
Ketua KKIP.

193
Maksud dan tujuan pembentukan KKIP adalah untuk
mendorong percepatan indhan nasional (awalnya
BUMNIS atau BUMN Industri Strategis) agar
berkemampuan untuk membangun produk alpalhankam
sendiri, sehingga industri domestik akan mampu
memenuhi kebutuhan dalam negeri tanpa harus
bergantung pada pasokan luar negeri.

Kebijakan percepatan pertumbuhan indhan nasional ini


juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing di
pasar internasional; hal mana kualitas produk-produk
alpalhankam dalam negeri akan mendekati kualitas
fabrikan luar negeri.

Tantangan KKIP

Tantangan KKIP sebetulnya hanya satu yang utama,


yaitu membangun kebijakan yang diperlukan guna
membantu serta mengantarkan industri alat perlengkapan
pertahanan nasional, agar sebisa-bisanya tidak
bergantung dari pihak-pihak luar negeri, yang dapat
menyebabkan munculnya kesulitan saat produk tersebut
dioperasikan.

Guna bisa memastikan agar lembaga ini memiliki


kekuatan dalam membangun dan mendorong
kebijakannya, Presiden, yang duduk sebagai Ketua
KKIP, akan dibantu oleh sebagian Menteri-menteri
Kabinet serta Panglima TNI dan Kapolri.

Gambar berikut ini merupakan Struktur Organisasi dari


KKIP:

Ketua
Presiden Anggota
 Menperin
Ketua Harian/Anggota  Menristekdikti
Menteri Pertahanan  Mendikbud
 Menkeu
Wakil Ketua/Anggota  Men PPN/KaBappenas
Menteri BUMN  Menlu
 Panglima TNI
 Kapolri

Sekretaris

Tim Ahli Tim Pelaksana

Sumber: KKIP

Gambar 11: Struktur organisasi KKIP

Tim KKIP ini dibentuk dengan maksud untuk


mempermudah komunikasi antarkementerian dan lembaga

195
terkait, serta menyelaraskan itikad dalam mendorong
terbangunnya industri alpalhankam nasional yang
mumpuni.

Sebagai antisipasi atas kesibukan rutin kementerian dari


anggota eksekutif dalam kabinet Pemerintahan, maka
dalam kegiatan sehari-hari, KKIP dibantu oleh Tim
Pelaksana KKIP (Timlak KKIP).

Sebetulnya, melalui tangan-tangan Tim Pelaksana KKIP


inilah harapan kemandirian industri dalam memproduksi
alpalhankam yang dibutuhkan oleh pelaku Pertahanan
dan Keamanan di dalam negeri sendiri bisa tercapai.

Mengkritisi jalannya organisasi KKIP, masih sangat


terasa bahwa upaya organisasi belum sepenuhnya bisa
berjalan secara efektif, apalagi efisien atau bahkan
optimal.

Sebagai contoh, misalnya, KaTimlak KKIP tidak dibekali


dengan dukungan prosedural administratif yang
memungkinkannya untuk mengambil keputusan taktis
yang sangat diperlukan.

Perangkat administrasi ini termasuk keperluan surat-


menyurat resmi – yang juga tidak secara lengkap
disediakan.
Dalam konteks berorganisasi yang lain, misalnya, peran
ketua-ketua bidang dengan segala tanggung jawab
praktisnya tidak didukung oleh kelengkapan staf dengan
jumlah yang memadai, sehingga sangat sulit untuk,
misalnya, melakukan pantuan dari kegiatan alih teknologi
yang tengah berjalan.

Sebagai contoh praktis, Ketua Bidang TOT dan Ofset


misalnya, hanya dibekali seorang staf setara Kolonel;
demikian juga Ketua Bidang yang lain. Alhasil, dengan
adanya enam bidang kerja KKIP, maka hanya ada 12
orang yang mengawakinya.

Dalam divisi TOT dan Ofset, misalnya, hanya terdapat


dua awak yang bertugas. Akibatnya akan sangat tidak
sebanding jika dikaitkan dengan bobot kerja dalam
mengawal semua pengadaan dari luar negeri – apalagi
bila pengadaan itu secara mendadak dilakukan dalam
jumlah yang banyak.

Adapun keberadaan para staf ahli yang mendampingi


kerja dan kinerja Katimlak dan Timlak juga terasa ironis
jika dikatakan bahwa mekanisme permintaan tidak ada,
berakibat sia-sia jika tidak ada dimintakan pendapat
apalagi dimanfaatkan masukannya.

197
Kegiatan para staf ahli ini adalah membuat berbagai
kajian; namun, sejauh ini, hasil kajiannya tidak/belum
pernah mendapatkan tanggapan dari para anggota
eksekutif KKIP.

Padahal lagi, seharusnya pihak eksekutif KKIP ini


mempertimbangkan kajian-kajian tersebut sebagai
referensi terhadap koreksi kebijakan, atau sebelum
merumuskan kebijakan-kebijakan yang diperlukan bagi
masing-masing lembaga yang mereka pimpin, untuk
kemudian didampingi atau ditindaklanjuti oleh Tim
Pelaksana KKIP.

Mungkin adanya pendapat para staf ahli ini, yang kerap


diteruskan keatas, belum diketahui atau sempat
diperhatikan oleh pada anggota eksekutif yang memang
cukup sibuk dengan kerja rutinnya.
6
CATATAN PENUTUP:
PEKERJAAN
RUMAH ITU
BELUM SELESAI
Dihadapkan pada tantangan meluasnya spektrum
ancaman terhadap kedaulatan bangsa, khususnya
dikawasan regional Asia Tenggara, maka posisi indhan
nasional sebagai pemasok alutsista dan alpalhankam
dalam negeri menjadi lebih penting lagi.

199
Namun hingga saat ini, keunggulan produk indhan
nasional masih minim pengakuan di dalam negeri –
apalagi dalam kancah industri pertahanan dunia.

Salah satu masalah yang klasik adalah karena TNI dan


Polri sebagai pengguna alamiahnya saja tidak/belum
sepenuhnya mengandalkan produk-produk dalam
negerinya sendiri, hal mana sebetulnya dapat menjadi
contoh praktis bagi calon pembeli internasional.

Menyadari hal ini, maka dirasa perlu untuk diambil


langkah-langkah improvisasi, yang bisa menggugah
kesamaan kepentingan dengan komitmen yang tinggi,
baik dalam kebijakan, pencatatan, hingga implementasi
strategi hulu-hilir industri pertahanan agar menjadi lebih
baik.

Pembentukan Defend ID sebagai holding company tidak


salah, dan bahkan sangat diperlukan.

Namun karena Defend ID sendiri pada praktiknya berada


di kategori industri hilir, maka tentu sangatlah naif jika
hanya berharap pada Defend ID untuk bisa segera
masuk ke pasas global, tanpa adanya upaya-upaya
penguatan industri hulu yang sebetulnya produk-
produknya lebih mudah masuk ke pasar global.
Bukan itu saja, dengan kuatnya industri hulu, maka
jaminan pasokan suku cadang bagi produk alpalhankam
nasional maupun yang dibeli dari luar negeri akan lebih
pasti.

Dengan tersedianya berbagai komponen penting produk


sistem alpalhankam, maka kreativitas anak bangsa-lah
yang kemudian bisa diharapkan untuk menampilkan
inovasi-inovasinya. Tentu hal ini harus didukung pula
dengan ketersediaan fasilitas penting, seperti
laboratorium untuk uji coba dan keperluan sertifikasi,
sehingga semakin terbuka lebarlah pintu kemandirian itu.

TOT sendiri adalah suatu proses jangka panjang yang


unik, sehingga perlu dipecah dalam beberapa target
quick wins secara bertahap sebagai barometer
keberhasilannya.

Quick wins ini seyogyanya disepakati bersama antara


pihak Kementrian dalam lingkup KKIP, pengguna --
khususnya TNI/POLRI -- dan pelaku di sektor industri;
hal mana bila ada atau ditemukan kesulitan, maka disini
peran KKIP perlu ditonjolkan guna membantu mencarikan
solusi sekaligus kebijakan yang tepat sebagai jalan
keluarnya.

201
Untuk itu, sangat dibutuhkan kejelasaan atas sasaran
teknologi yang ingin dikuasai, khususnya dari input calon
pengguna dan pantauan terhadap kebutuhan dan
perkembangan jaman kedepan, serta juga adanya
komitmen dan itikad baik pemerintah agar proses TOT
yang melibatkan indhan lokal ini bisa diserap untuk
betul-betul dimanfaatkan sepenuhnya oleh pihak
pengguna dalam negeri -- yang jumlahnya tidak lebih
dari sepuluh jari tangan dan kadang malah hanya satu
atau dua saja.

Sasaran teknologi ini tidak melulu harus berupa produk


utama, tapi bisa saja hanya atas bagian fungsi yang
dibutuhkan.

Tanpa bermaksud menyalahkan Program 10 Sasaran


Khusus Nasional 2019-2024, maka seyogyanya industri
tier 2 dan 3 pun mendapat kesempatan untuk
menetapkan target-targetnya; apalagi UU No. 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja memberikan kesempatan yang
lebih luas untuk mencari partner dari luar negeri bila
memang diperlukan.

Ini sebabnya mengapa skema ofset yang melibatkan


produk indhan lokal harus bisa menjadi bagian penting,
yang kemudian juga mendapatkan pengakuan dari pasar
internasional atas hasil dan kualitas produk bikinannya.
Hal ini berarti, partisipasi indhan lokal bukan hanya
sekedar mengejar kesempatan untuk mendapat proyek
pengadaan alutsista atau alpalhankam, tapi justru untuk
memberikan kepastian dalam setiap pengadaan alutsista
dan alpalhankam agar maksimal dalam memberikan
manfaatan utama bagi industri dalam negeri masuk ke
pasar global – hal ini sejalan dengan apa yang
diharapkan oleh Ketua KKIP dalam setiap pertemuan.

Melihat harapan diatas, maka memang sudah saatnya


dibutuhkan penerjemahan dan pemahaman yang lebih
akurat dari apa yang tersirat dari UU No. 16 Tahun
2012, utamanya yang terkait dengan kewajiban IDKLO
dalam setiap pengadaan alpalhankam dari luar negeri.

Para pelaku industri nasional hendaknya kebijakan


IDKLO ini sebagai “kesempatan kerjasama industri
jangka panjang dan potensi masuknya investasi” dari
perusahaan luar negeri yang lebih mapan, dan bukan
sekedar sebagai suatu kewajiban bagi pemasok
alpalhankan luar negeri untuk melakukan kiat IDKLO
sebagai “kewajiban proyek” semata.

Karenanya, penting bagi industri nasional untuk bisa


menarik mitra internasional agar mau bekerja sama
dalam konteks bisnis yang lebih luas daripada hanya

203
sekedar menjadi “production house” bagi proyek
pesanan TNI/POLRI saja.

Kementerian Pertahanan, misalnya, sebagai salah satu


instansi kunci dalam negosiasi pengadaaan produk,
harus bisa menggiring pemasok asing untuk mau melihat
dan mengukur industri lokal agar dapat dimanfaatkan
sebagai jejaring produksi mereka.

Aset yang sudah dimiliki industri nasional harus bisa


diperlihatkan sebagai potensi kesertaan modal mereka
dalam bekerjasama dengan para pemasok asing ini.

Kelebihan biaya rendah di industri dalam negeri harus


bisa menjadi pemanis potensi margin keuntungan yang
lebih besar bagi industri luar negeri bila mau
bekerjasama.

Keraguan pada penyalahgunaan HAKI oleh mitra lokal


yang kerap muncul juga akan terselesaikan dengan
mengajak pemasok asing itu untuk berkongsi ke dalam
industri lokal, sehingga mereka pun bisa turut
mengawasi pemanfaatan HAKI mereka secara langsung.

Seperti telah disinggung diatas, tidak bisa dipungkiri


bahwasannya dalam setiap kesempatan kerja sama
usaha akan muncul permintaan untuk investasi bersama.
Untuk itu, perlu dipikirkan oleh Pemerintah bagaimana
mempermudah permodalan bagi industri dalam negeri
guna menjalin kerjasama investasi yang sehat, selain
tentunya, memastikan kembalinya investasi.

Adalah fakta bahwa industri lokal kerap mengalami


kesulitan dalam mendapatkan dan membeli bahan baku
produksi mengingat jumlah kebutuhannya yang relatif
sedikit.

Akibatnya, harga modal produksi cenderung menjadi


mahal. Bila hal ini tidak segera dicarikan solusinya,
maka kelebihan biaya produksi yang lebih kompetitif di
dalam negeri dapat tergerus dengan biaya belanja bahan
baku.

Untuk itu, baiklah kita memikirkan jalan keluar yang


bisa membantu ketersediaan bahan baku sedemikian
rupa sehingga harga belinya untuk industri dalam negeri
jadi lebih kompetitif.

Salah satu terobosan yang mungkin dapat menjadi jalan


keluar adalah membentuk semacam “badan logistik
industri pertahanan”, yang ditujukan untuk hadir sebagai
stockiest dari bahan baku industri dan juga sebagai
instansi yang akan menyerap kelebihan produksi bahan
baku industri yang sudah bisa diproduksi secara lokal.

205
Badan stockiest ini sekaligus juga bisa diperankan
seperti suatu trading house untuk mendorong pemasaran
atas kelebihan produksi ke pasar komponen atau produk
alpalhankam global.

Terobosan ini tentu masih harus dikaji lebih lanjut secara


bersama oleh para pemangku kepentingan.

Sebagai ilustrasi, PT KS memproduksi sejenis plat baja


sebagaimana diperlukan oleh industri kapal dalam negeri.

Namun, jika kebutuhan industri perkapalan hanya


sebatas satu lembar plat baja, maka kelebihan jumlah
plat baja yang diproduksi oleh PT KS akan dibeli oleh
badan stockiest ini untuk selanjutnya dicarikan pasarnya
di luar Indonesia bila tidak semua hasil produksinya
bisa diserap oleh industri lokal.

Kebijakan yang terkait keseragaman standard produk


dalam negeri bisa juga menjadi solusi bagi PT KS; hal
mana, pasar dalam negeri pun menjadi konsumen atas
kelebihan produksi plat baja PT KS tersebut.

Jika integrasi pasar dan kebijakan ini dapat diterapkan


secara benar, maka akan berpengaruh positif dalam
membentuk ekosistem industri yang sehat.
Dengan keanggotaan eksekutif dari para menteri di
Kabinet Pemerintah, maka organisasi KKIP ini
sebenarnya didukung oleh para figur yang memiliki
kedudukan dan posisi strategis; seyogyanya keanggotaan
para menteri ini mampu mendorong terbentuknya
sinergisme yang baik dalam mewujudkan dan
menyegerakan terbentuknya ekosistem industri yang
sehat ini. Hal ini termasuk memikirkan langkah terbaik
bila pembentuk badan logistik industri pertahanan
dimaksud memang diperlukan.

Seorang Menteri Pertahanan sangat diharapkan untuk


berperan tidak hanya sebagai calon pembeli produk luar
negeri, tetapi justru utamanya sebagai marketer produk-
produk indhan dalam negeri, baik produk alutsista
ataupun bagian dari komponen alpalhankam; dan
karenanya, figur Menhan seyogyanya tampil dulu sebagai
pembeli utama produk-produk dalam negerinya sendiri,
agar dapat menggapai kepercayaan pihak luar terhadap
produk Indonesia.

Keberpihakan figur Menteri Pertahanan pada industri


dalam negeri secara tidak langsung dapat menjadikannya
sebagai “the best sales and marketing agent” ke luar
negari.

207
Langkah semacam itu akan mendorong gairah industri
dalam negeri untuk terus bersikap kompetitif memenuhi
kebutuhan pasar monopsoni-nya, sekaligus meraih
kesempatan mendapatkan pasar luar negeri.

Hal ini menjadi penting, karena jika kita tidak memakai


sendiri produk kita, maka jangan harap kepercayaan
para calon pembeli luar negeri otomatis muncul.

Pendek kata, “yang bikin saja tidak mau pakai sendiri


karena satu dan lain sebab, lantas kenapa musti saya
yang pakai?...kalau ada apa-apa dengan pasukan
(tempur) saya, bagimana?”

Melihat hal di atas, semangat UU Cipta Kerja,


khususnya yang dikaitkan dengan pemberdayaan industri
pertahanan nasional serta peraturan turunannya, telah
memberikan kesempatan lebih luas kepada pihak swasta
untuk bermitra dengan pelaku industri, baik nasional
maupun asing.

Kesempatan ini hendaknya mampu mendorong iklim


industri yang cocok dan harmonis, sehingga tercipta
ekosistem industri lokal yang sehat dan bertumbuh
dengan baik.

Namun terhadap hal ini, terdapat catatan dari KaTimlak


KKIP yang perlu untuk dipahami terkait pengaturan yang
lebih tegas atas peran swasta dalam indhan nasional
guna menghindari terjadinya duplikasi produk.125

Selanjutnya, KaTimlak KKIP menjabarkan dalam sebuah


bagan skema tentang distribusi peran indhan sebagai
berikut126:

Gambar 12: Distribusi peran indhan

Pendekatan Penting Bagi Indhan

Melihat dan merasakan spektrum ancaman regional saat


ini, maka seyogyanya indhan Indonesia perlu diarahkan
untuk, setidaknya, bisa memenuhi dua jenis kebutuhan
persenjataan strategis yang sesuai digunakan oleh

125
KaTimlak KKIP. Op. Cit.
126
Ibid.

209
masing-masing matra tempur; hal mana produksi
persenjataan strategis tersebut harus betul-betul bisa
diproduksi sendiri di dalam negeri.

Hal ini penting untuk mulai mengurangi ketergantungan


dari pasokan luar negeri bila keadaan geostrategis dan
geopolitik menjadi kritis, yang memaksa kita untuk
secara mendadak membutuhkan produksi alpalhankam
dalam jumlah yang besar.

Adapun manfaat dari optimalisasi indhan Indonesia ini


adalah guna memperuncing kemampuan indhan nasional,
sehingga dapat memproduksi alutsista yang sewaktu-
waktu bisa saja dibutuhkan, tanpa harus banyak
bergantung pada pihak asing – hal ini sebagaimana
yang diharapkan dalam suatu itikad kemandirian.

Pun untuk secara benar mengukur sudah sejauh mana


sebetulnya kemandirian industri tersebut, sekaligus
memberikan ruang penerjemahan yang lebih tepat akan
arti dari “kemandirian industri” yang diharapkan
bersama.

Karena nature–nya, sebuah industri OEM sangat


membutuhkan dukungan dari industri komponen lain,
yang kadang tidak bersedia memproduksi dalam jumlah
sedikit dan/atau tidak secara spesifik hanya
memproduksi komponen pendukung alpalhankam saja;
maka seyogyanya kedepan, industri pertahanan tidak
hanya dibatasi pada mereka yang telah terdaftar saat
ini di Direktorat Jendral Potensi Pertahanan Kementerian
Pertahanan, tetapi juga semua perusahaan/industri yang
memiliki kemampuan rancang-bangun teknologi; apakah
itu mesin proses manufaktur atau kah hasil produk yang
dihasilkannya yang dirasa mampu dan bisa digunakan
untuk memproduksi alutsista ataupun alpalhankam, baik
untuk kepentingan menghadapi perang konvensional
dan/atau perang asimetrik bila dibutuhkan.

Terhadap kelompok industri ini, Kemhan hendaknya


merespons secara aktif dan positif untuk mencatatkan
mereka secara khusus dalam daftar industri pertahanan
atau industri pendukung produk pertahanan, sekalipun
tanpa menunggu mereka mendaftarkan diri.

Kemhan sebetulnya perlu mengetahui secara lengkap


dan pasti mesin-masin produksi apa saja yang ada di
Indonesia yang bisa dikonversi menjadi mesin produksi
alpalhankam bila datang keadaan darurat.

Karenanya, sebaiknya dibuatkan pengaturan pencatatan


yang dikerjasamakan dengan Kementrian Perindustrian
yang saat ini mungkin memiliki catatan lebih lengkap
tentang industri-industri di dalam negeri.

211
Sebagai contoh, tidak ada indhan lokal yang telah
terdaftar yang memiliki kemampuan untuk memproduksi
mesin dengan kapasitas, misalnya, 2000 cc; namun,
hal itu tidak boleh diartikan bahwa saat ini mesin
dengan ukuran tersebut, atau bahkan lebih besar, tidak
eksis diproduksi di dalam negeri.

Industri yang menghasilkan komponen mesin sedemikian


itu sudah diketahui ada pabrikanya di Indonesia, bahkan
memiliki kualitas eksport yang tentunya harus bisa
dijadikan sumber komponen penting; atau yang
sewaktu-waktu dalam keadaan memaksa, harus bisa
dikuasai produksinya untuk digunakan sebagai komponen
penting dalam alutsista.

Ada baiknya para pengembang teknologi alpalhankam


pun mengilustrasikan rancang bangun produknya dalam
rangka memanfaatkan mesin 2000 cc itu secara
optimal. Diharapkan dengan cara seperti itu maka
kemandirian produksi bisa mulai terlihat.

KKIP mencatat bahwa saat ini banyak produsen


komponen -- seperti industri komponen otomotif
nasional -- yang “enggan” mendaftarkan diri sebagai
bagian dari entitas indhan, terlepas dari fakta bahwa
para produsen lokal ini memiliki kemampuan untuk
mendukung produksi komponen alutsista.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebabnya, salah
satunya adalah requirement dari klien mereka, yang
khususnya dari Jepang, yang akan menarik kontrak
ordernya bila produsen lokal tersebut diketahui membuat
komponen untuk kebutuhan indhan Indonesia.

Menyadari hal ini, dan sekaligus untuk mengantisipasi


kebutuhan darurat pengadaan alpalhankam, maka
beberapa pedoman di bawah ini hendaknya menjadi
suatu keharusan untuk dilakukan, yaitu:

1. Melengkapi catatan daftar industri pertahanan dari


hulu hingga hilir yang sudah ada saat ini dengan
informasi kelengkapan permesinan, termasuk
kondisinya yang terkini dan para awak operatornya
serta fasilitas komputerisasi yang dimiliki oleh
institusi pendidikan tinggi yang berpotensi untuk,
misalnya, dimanfaatkan dalam membangun produk
alutsista dan alpalhankam asimetrik seperti senjata
siber dan senjata tanpa awak.

2. Menambahkan daftar industri yang saat ini


tidak/belum memproduksi secara spesifik produk-
produk alpalhankam atau yang bisa dikaitkan
menjadi produk alpalhankam, tetapi memiliki mesin
rancang bangun dan produksi serta awak
operatornya yang mampu dikonversi secara cepat

213
untuk menghasilkan alpalhankam dan alutsista,
baik untuk kebutuhan perang konvensional maupun
asimetrik.

3. Memperluas catatan diatas dengan informasi


mengenai supply chain dari industri tersebut guna
bisa memetakan keterkaitan atau potensi
keterkaitan dari industri itu dalam konteks
memperluas dan memperkuat kemampuan sumber
dan suplai komponen dalam negeri, sambil terus
meningkatkan jumlah pemasok dan kualitas
produknya.

4. Untuk bisa meningkatkan kualitas produk industri,


sangatlah diperlukan target produk yang jelas,
yang biasanya dijabarkan dalam standard-standard
rancang bangun, baik secara umum maupun
militer. Standard ini penting karena akan menjadi
acuan pengakuan otomatis dari kualitas produk
industri yang dihasilkan.

Sebagai ilustrasi sederhana: kerap produk indhan


dalam negeri ditantang oleh calon pengguna
dengan pertanyaan “apakah produk itu sudah
combat proven?”; pertanyaan semacam ini
dianggap sebagai patokan jaminan kualitas suatu
produk karena Indonesia tidak memiliki acuan
standard kelayakan produk yang mumpuni.

Ironinya, hampir bisa dipastikan kalau calon


pengguna dalam negeri dengan suka cita akan
menerima alutsista terkini yang tengah jadi
pembicaraan dunia, seperti misalnya pesawat F35
keluaran Lockheed Martin USA – yang walaupun
“belum” combat proven, tetapi dianggap sebagai
hasil rancang bangun yang memenuhi atau bahkan
melampaui standard militer yang ada dan
karenanya mendapat predikat “canggih”.

Standard produk adalah suatu hal yang pasti dan


perlu.

Inilah yang menjadi acuan untuk mengembangkan


kemampuan dan peningkatan kualitas dari suatu
produk indhan.

Hal standard yang lain adalah yang terkait kualitas


produk alpalhankam, dan karenanya skema
standardisasi inilah yang pertama perlu dibangun
dan diprioritaskan oleh indhan nasional kita,
tentunya dengan dukungan penuh dari Kemhan,
Kemenperind, TNI dan Polri.

215
5. Indhan produk siber atau pernika127 atau senjata
tanpa awak skala dimensi kecil sebenarnya tidak
melulu harus dikembangkan oleh pelaku indhan
berskala BUMNIS (Banda Usaha Milik Negara
Industri Strategis); melainkan juga memungkinkan
untuk dikembangkan dalam bentuk UMKM, atau
berkategori dan berskala industri rumahan atau
sekelas start-up.

Program pembiayaan penelitian yang dikelola oleh


Kemenristek Dikti dimasa lalu telah banyak
menerima proposal pengembangan teknologi yang
dilakukan, baik oleh institusi pendidikan,
perusahaan startup atau hobbiest. Peran lembaga
Kemenristek Dikti ini kini diambil alih oleh BRIN.

Guna mendukung keberhasilan program UMKM ini,


maka “rekayasa” sebuah regulasi menjadi penting.

127
Pernika itu sendiri secara universal diartikan sebagai tindakan militer
yang terkait dengan adu kekuatan Sistem Elektronika antara dua
pihak atau lebih yang saling berhadapan. Adu kekuatan ini
dimaksudkan untuk merebut keunggulan dalam Sistem Elektronika
guna menurunkan daya tempur lawan dan meningkatkan daya
tempur sendiri.
Situs resmi Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional
Indonesia (Puspen Mabes TNI). Kadiskomlekal Tinjau Latihan
Pernika Perwira Koarmatim. 27 Maret 2015.
https://tni.mil.id/view-74305-kadiskomlekal-tinjau-latihan-pernika-
perwira-
koarmatim.html#:~:text=Pengertian%20Pernika%20itu%20sendiri%
20secara,daya%20tempur%20sendiri%20dalam%20rangka
Hal ini mengingat bahwa untuk dapat terdaftar
sebagai indhan, ada banyak persyaratan yang
mengikat, termasuk nilai aset dari industri tersebut.
Padahal, industri produk siber bisa jadi hanya
membutuhkan satu orang dengan satu komputer
saja dalam industrinya.

Rekayasa regulasi harus dan perlu untuk menjadi


sebuah terobosan yang mendukung; seperti
industri siber atau industri senjata siber atau
senjata asimetrik lainnya yang berskala rumahan.
Industri-industri lokal ini diharapkan dapat
termasuk dalam catatan Dirjen Pothan Kemhan,
baik sebagai indhan maupun bukan.

Rekayasa regulasi ini bukan tidak mungkin akan


tercakup dalam revisi atas UU Cipta Kerja;
termasuk juga petunjuk pelaksanaan (juklas) dan
petunjuk teknis (juknis), berupa Peraturan
Presiden maupun Peraturan Menteri, yang perlu
memberikan kesempatan indhan berskala rumahan
untuk bisa berpatisipasi sebagai pemasok bagi
indhan berskala strategis nasional.

Pelibatan indhan berskala rumahan ini senafas


dengan apa yang tertuang dalam Konstitusi kita,

217
UUD 1945, yang menegaskan model
perekonomian Indonesia yang berlandaskan pada
ekonomi kerakyatan.

UMKM Indhan sendiri harus dimungkinkan agar


hidup subur tetapi tetap terukur dan teratur.

6. Kekayaan perangkat otak (brain ware) indhan


Indonesia tidak seluruhnya berada di Indonesia.
Sebagian dari mereka menetap di institusi
pendidikan dan lembaga riset serta industri-industri
penting di luar negeri. Hal ini khususnya terjadi
saat krisis perekonomian yang melanda Indonesia
akhir 90an, dimana sebagian tenaga ahli rekayasa
nasional yang pernah bekerja -- khususnya di
industri strategis nasional seperti PTDI --
memutuskan untuk survive dengan cara mencari
kesempatan bekerja di luar negeri.

Sempat tampak seperti brain draining; tetapi


sejatinya, kepindahan mereka dikarenakan
semenjak krisis moneter tersebut, di Indonesia
tidak pernah ada lagi proyek-proyek rancang
bangun melalui industri strategis, sehingga
berpotensi membuat pengetahuan dan ketrampilan
yang dimiliki para individu tersebut menjadi
mubazir. Kontak yang tetap terjalin diantara
mereka tentunya akan memudahkan terjadinya
pertukaran informasi, khususnya tentang kemajuan
teknologi disana.

Diaspora Indonesia ini harus bisa dimanfaatkan


menjadi aset sekaligus agen peningkatan
kemampuan indhan dalam negeri karena mereka
berada dibagian terdepan dalam teknologi dan
kemapanan industri, baik industri yang berkategori
memproduksi alutsista dan alpalhankam
konvensional, maupun yang asimetrik, baik di hilir
maupun di hulunya.

Cara memanfaatkan mereka mungkin bukan untuk


mengajak mereka kembali ke tanah air, tetapi
dengan mengajak mereka untuk mau mampir ke
tanah air dan mengalirkan pengetahuan mereka
melalui institusi pendidikan dan riset, misalnya;
atau bahkan mengajak mereka untuk menggiring
investasi masuk ke Indonesia dalam bentuk kerja
sama pengembangan produk atau produksi dengan
tempat dimana mereka bekerja saat ini.

Banyak dari mereka yang menetap diluar negeri


memang bukan semata karena pelarian ekonomi,
tetapi karena fasilitas pengembang seperti

219
laboratorium R&D yang memang tidak memadai
di tanah air setelah krisi moneter tahun 90an
lalu. Hingga hari ini pun, krisis tersebut belum
terpulihkan seluruhnya.

7. Industrial environment dan industrial ecosystem


yang lengkap dengan seluruh faktor yang
diperlukan, termasuk sarana rancang-bangun dan
laboratorium uji produk, standardisasi industri,
SDM, dan mesin produksi, hingga ketersediaan
modal kerja, perlu didorong, baik sendiri maupun
bekerja sama, agar kemandirian industri lokal
betul-betul bisa terjamin. Sekarang menjadi tugas
BRIN untuk bisa memastikan hal ini adalah
keniscayaan. BRIN harus turut membantu
menerjemahkan kiat-kiat pemenuhan target-target
Technology Readiness Level (TRL) juga
Manufacturing Readiness Level (MRL) yang
sudah disepakati menjadi ukuran dari keberhasilan
mendapatkan suatu pengetahuan berikut
implementasinya.

Untuk bisa menjamin hal itu terjadi, maka


Pemerintah perlu memberikan bantuan, bukan
sekedar dalam bentuk sumbangan, tetapi dalam
bentuk kontrak kerja pengadaan yang pasti.
Hendaknya dimungkinkan pula pemanfaatan
fasilitas-fasilitas penelitian dan uji produk yang
ada di dalam negeri, seperti Puspitek Serpong
yang saat ini dikelola soleh BRIN.

Dengan demikian maka akan terlihat win-win


portion bagi para pihak, dimana Pemerintah
mendapat apa yang bukan hanya diinginkan tetapi
juga yang diperlukan, dan para pengembang
mendapat kesempatan untuk mengembangkan
gagasannya yang layak komersil.

Sebagai penutup; mungkin kini sudah saatnya


membangun sebuah pilot project sederhana dengan
melibatkan satu atau dua industri alutsista dan
alpalhankam konvensional dan satu atau dua industri
alutsista atau alpalhankam asimetrik (wahana tanpa
awak serta senjata siber) yang bisa dimanfaatkan
sebagai bagian dari simulasi KKIP dalam membangun
-- yang bukan sekedar knowledge center saja, tetapi
justru menjadikan KKIP suatu command and action
control dalam mengawal pembangunan industri
pertahanan dalam negeri.

Tidak kalah pentingnya adalah menyepakati apa yang


bisa menjadi deal maker dari upaya-upaya ini setelah
berbagai Undang-undang, Peraturan Pemerintah hingga

221
Perpres pun dikeluarkan; dan apa yang masih menjadi
deal breaker-nya untuk kemudian dicarikan solusinya.

Sejauh ini, kemajuan yang diharapkan memang belum


tampak membaik secara significant. Upaya Dirjen Pothan
Kemhan, Mayjen TNI Dadang Hendrayudha, dalam
mendorong business matching antar industri pertahanan
dalam negeri perlu mendapat apresiasi karena faktanya
masih banyak industri dalam negeri yang belum saling
mengetahui kekuatan potensi produk-produk khususnya
komponen yang sudah bisa dibuat mandiri secara lokal
dan tidak perlu lagi membeli komponen yang dibutuhkan
itu dari luar negeri.

Upaya Mayjen Dadang ini dilakukannya saat “Rapat


Koordinasi Penentu Kebijakan Pengguna dan Produsen
Bidang Alpalhankam”, yang berlangsung di Jakarta,
pada bulan Januari 2022 lalu.

Rapat ini telah sekaligus juga menjadi sarana yang


membuka kesempatan kepada para pelaku indhan untuk
saling bertemu, bertukar info kebutuhan, serta
bekerjasama dalam memenuhi supply komponen yang
mereka perlukan dari dalam negeri saja.

Sangat disayangkan bahwasannya pertemuan lanjutan


belum lagi terdengar, pun progres dari hasil pertemuan
di rapat tersebut, karena karena beberapa pengadaan,
baik luar negeri maupun dalam negeri, seolah tersendat
karena konsentrasi Pemerintah saat ini masih terfokus
prioritas lain, terutama penanggulangan Covid-19,
Pembangunan IKN, serta Pemilu 2024 (yang
kesemuanya ini sebetulnya sangat membutuhkan peran
Indhan, baik langsung maupun tidak langsung).

Kebuntuan kemajuan ini mungkinkah dijembatani oleh


Ketua KKIP, yang adalah juga Presiden RI, misalnya
melalui penerbitan “Instruksi Presiden” (INPRES), yang
secara detail dapat memastikan bahwa apa yang ingin
dicapai harus benar-benar dikerjakan dalam tenggat
waktu yang pasti oleh seluruh pemangku kepentingan,
dengan tetap berpegang pada guidance UU dan
segenap peraturan yang ada -- tak terkecuali oleh
seluruh anggota eksekutif KKIP dan kelengkapan unsur
yang mereka miliki …atau upaya meraih cita-cita
kemandirian ini hanyalah sebuah ilusi? **

223
BIBLIOGRAFI
Makalah/paper

Congressional Research Service. Government


Expenditures on Defense Research and
Development by the United States and Other
OECD Countries: Fact Sheet – versi update per
28 Januari 2020.

KaTimlak KKIP. Catatan Akhir Tahun 2020.

Robert M. Farley dan Davida H. Isaacs. Intellectual


Property and Military Diffusion -- a paper
prepared for 2013 American Political Science
Association Conference. University of Kentucky.

--------------------. Patents for Power.


University of Chicago Press. 2020.

Yono Reksoprodjo. Counter Trade, Local Content &


Offset – The Foreign Defense Equipment’s
Purchase for Technology Transfer and Global
Market Opportunity. Dipaparkan dalam Semar
Sentinel Webinar. 15 Maret 2022.

vi
Christopher Muscato dan Lesley Chapel. Asymmetric
Warfare: Definition, Tactics & Examples.

Patrick J Cullen, Erick Reichborn-Kjennerud, dkk.


MCDC Countering Hybrid Warfare Project:
Understanding Hybrid Warfare. A Multinational
Capability Development Campaign project.
Januari 2017.

Buku

Badan Perencana Pembangunan Nasional (Bappenas).


Laporan Akhir Kajian Akselerasi Pengembangan
Industri Pertahanan 2020–2045. Publikasi tahun
2019.

Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Buku


Kebijakan Strategis Pembangunan dan
Pengembangan Industri Pertahanan (2015-
2045). Tahun publikasi: 2016.

Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Buku


Kebijakan Pengendalian dan Pengawasan
Penguasaan Teknologi Industri Pertahanan.
Tahun publikasi: 2016.

Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Direktori


Industri Pertahanan Indonesia (2018-2019).

vii
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP). Buku
Kebijakan Standardisasi Produk Alat Peralatan
Pertahanan dan Keamanan. 2016.

Robert Ayres. A Handbook of Industrial Ecology. 2001.


Edward Elgar Publishing Limited. Glensanda
House-Montpellier Parade, Cheltenham, UK.

Jurnal asing

European Cluster Collaboration Platform (ECCP).


Definition of Industrial Ecosystem. 2022.

Greg Hadley. Congress Unveils 2022 Spending Plan,


Boosting Pentagon Funding. Air Force Magazine.
9 Maret 2022.

Institute for Defense & Business. The Importance of


Miltary Readiness. 2022.

James Guild. Is Pindad Ready to Anchor Indonesia’s


Defense Industrial Ambitions?. The Diplomat. 10
Agustus 2021.

Kevin Dehoff, John Dowdy, dan O Sung Kwon. Defense


Ofsets: From ‘Contractual Burden’ to Competitive
Weapon. McKinsey & Company. 1 Juli 2014.

Michael D. Swaine dan Ashley J. Tellis. Interpreting


China’s Grand Strategy. RAND Corporation.
Noah Sylvia. Asymetric Weapons: The Most Bang for
Your Buck (Literally). Perry World House.
University of Pennsylvania, Philadelphia, PA
19104. 13 Mei 2022.

Richard F. Defense Industries: Some of Their


Characteristics. Overdefense (OVD). 30 Juni
2020.

Stephen James. What Is R&D? Its Role in Business


and How It Relates to R&D Tax Credits.
Forrestbrown. 28 October 2021.

Timothy Slaper dan Grace Ortuzar. Industry Clusters


and Economic Development. Indiana Business
Review (IBR). 2015.

Xinpeng Wang. Evaluation Model of Equipment’s


Operational Readiness Based on Entropy Weight
Method and VIKOR Method. Department of
Weapon Engineering, Naval University of
Engineering. Wuhan, China. 76th International
Conference on Manufacturing Science and
Engineering. Advances in Engineering Research,
Vol 19. Atlantis Press. 2017.

Media massa/publikasi online

ix
Achmad Nasrudin Yahya. Industri Pertahanan Hadapi
Tiga Tantangan Dalam Membangun Alutsista.
Kompas. 25 Juni 2021.

Anastasia Febiola S dan Alban Sciascia. From Weapons


Procurement to Defense Investment. The Jakarta
Post. 9 November 2021.

Antonius Purwanto. Industri Pertahanan: Sejarah,


Perkembangan, dan Tantangan. Kompas. 4
Oktober 2020.

Dandy Bramasta. Mengenal Apa Itu Defend ID, Holding


BUMN Industri Pertahanan yang Diluncurkan
Jokowi. Kompas. 24 April 2022.

Daily Sabah. Turkish Aviation Giant TAI Doubles R&D


Spending. Istanbul. 7 September 2020.

Detik.com. Deal! RI Beli 3 Kapal Selam dari Korea


Selatan. 22 Desember 2011.

Ferry Sandi. Terungkap! Ternyata Ini Peta Kekuatan


Tentara RI, Malaysia?. 24 Maret 2021. CNBC
Indonesia.

Kris Mada. Anggaran Pertahanan AS Tahun 2022


Tembur Rp 11.000 Triliun. Kompas. 28
Desember 2021.
Law Insider.
https://www.lawinsider.com/dictionary/defence-industry

Monica Wareza. Ada Kabar Kurang Sedap, Produksi


Kapal Selam RI-Korea Batal?. CNBC Indonesia.
18 November 2020.

Rizky Maulana. Prabowo Targetkan Defend ID Masuk


50 Besar Industri Pertahanan Dunia. IDX
Channel. 20 April 2022.

Sudrajat. Persenjataan Rusia di Balik Operasi


Pembebasan Papua. Detik.com. 24 Agustus
2017.

Viviek Raghuvanshi. India Unveils New Defense Budget


Aimed at Promoting a Self-Reliant Industry.
Defense News. 3 Februari 2022.

Situs resmi Kementerian/organisasi:

Biro Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian


Perhubungan. Kesepakatan Penyesuain FIR
Sudah Dipersiapkan Dengan Matang dan
Mendatangkan Manfaat Bagi Indonesia. 6
Februari 2022.

Biro Komunikasi Kementerian Koordinator Bidang


Kemaritiman dan Investasi. PBB Verifikasi
16.056 Nama Pulau Indonesia.

xi
Lemhannas RI. Gubernur Lemhannas RI: Indonesia
Perlu Cari Titik Masuk Ideal pada Ofset Industri
Pertahanan. 22 Februari 2022.

Situs resmi AirNav

Situs resmi PT Dok dan Perkapalan Kodja Bahari

Situs resmi PT INTI

Situs resmi PT Len Industri. PP Pendirian Holding


BUMN Industri Pertahanan Telah Terbit dan
Ditandatangani Jokowi.

Situs resmi Kementerian BUMN. PT Len Industri Resmi


Nakhodai Holding BUMN Industri Pertahanan. 4
Maret 2022.

Situs resmi Pusat Penerangan Markas Besar Tentara


Nasional Indonesia (Puspen Mabes TNI).
Kadiskomlekal Tinjau Latihan Pernika Perwira
Koarmatim. 27 Maret 2015.

Situs resmi Lockheed Martin. Javelin Weapon System.

Intenational Monetary Funds (IMF).

The World Bank. Military Expenditure (% of GDP).


xiii

Anda mungkin juga menyukai