Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

GENETIKA PERTANIAN

ACARA IV
PENCANDRAAN TANAMAN

Meylia Afia Ismawati – 22/496939/PN/17787 – A1 / 06

Asisten Koreksi : Syifa Dewi Rasyidia

INTISARI

Intisari memuat inti permasalahan yang akan dikemukakan, waktu dan tempat, metode
praktikum dan hasil-hasil yang diperoleh serta kesimpulan yang singkat. Intisari
hanya boleh dituliskan dalam satu paragraf saja dengan format satu kolom dan
terpisah dari naskah utama. Jarak antar baris adalah satu spasi pada format ini.
Hindari mencantumkan referensi kecuali kondisi penting cukup tuliskan nama dan
tahun. Singkatan yang tidak lazim mohon tidak dimasukkan dalam abstrak. Mohon
definisikan dari setiap singkatan yang ditulis dalam abstrak. Intisari tidak lebih dari
250 kata. Kata kuci berisi hal-hal yang dianggap penting dalam praktikum. Kata kunci
terdiri atas 4 – 5 kata.

Kata kunci: (pisahkan dengan titik koma)

PENDAHULUAN
Pendahuluan tidak lebih dari 800 kata, berisi latar belakang, permasalahan, tujuan,
hipotesis dan solusi dari permasalahan tersebut. Hal tersebut harus didukung oleh kajian
literatur sebagai dasar pernyataan kebaruan ilmiah dari naskah dan pernyataan kebaruan
ilmiah.
Format penulisan dari teks pendahuluan sampai kesimpulan adalah Arial, 11pt, jarak
antar baris 1.5 spasi dan dalam 1 kolom. Untuk laporan berbahasa Indonesia, contoh
penulisan sitasi internet (OECD-FAO, 2011), sitasi asosiasi populer (USDA, 2002), sitasi
skripsi/tesis (Kirana, 2014), sitasi artikel jurnal (Indradewa dkk., 2003), sitasi buku indonesia
(Tohari dkk., 2017), sitasi buku bahasa inggris (Hinkelman et al., 2013), dan sitasi
seminar/prosiding (Setyaningsih dkk., 2015).

BAHAN DAN METODE

Praktikum Genetika Pertanian acara IV yang berjudul “Pencandraan Tanaman”


dilaksanakan pada tanggal 13 Maret 2023 di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan
Tanaman, gedung A2 lantai 1 Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Pada praktikum
ini akan dilakukan pengamatan morfologi biji dan tanaman kangkung(Ipomea aquatica L.).
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah penggaris, jangka sorong, dan timbangan.
Percobaan ini juga menggunakan bahan berupa biji dan tanaman kangkung (Ipomea
aquatica L.) dari enam varietas berbeda.
Langkah pertama yang dilakukan adalah pengamatan terhadap biji kangkung
(Ipomea aquatica L.) dengan penghitungan 500 biji yang dibagi ke lima bagian dengan
masing-masing bagian berisi 100 biji. Kedua, dilakukan penimbangan terhadap setiap
bagian. Ketiga, hasil penimbangan biji kangkung (Ipomea aquatica L.) dicatat dan
dimasukkan ke tabel pengamatan. Selanjutnya, pengukuran panjang dan lebar biji
dibutuhkan jangka sorong agar pengukuran dapat akurat. Langkah awal dalam pengukuran
panjang dan lebar biji yaitu rahang jangka sorong digeser dan disesuaikan dengan ukuran
biji kangkung (Ipomea aquatica L.). Kedua, dilakukan penguncian dengan cara diputar
setelah ukuran biji diperoleh. Ketiga, skala yang didapat harus diperhatikan. Pada jangka
sorong terdapat skala utama di rahang tetap dan skala nonius di rahang geser. Keempat,
dilakukan penghitungan skala yang didapatkan (skala utama dan skala nonius. Terakhir,
hasil pengukuran ditulis dan dimasukkan ke tabel pengamatan.
Selanjutnya dilakukan pengamatan morfologi tanaman kangkung (Ipomea aquatica
L.) yang meliputi pengamatan batang dan daun kangkung (Ipomea aquatica L.), langkah
pertama tinggi tanaman kangkung (Ipomea aquatica L.) diukur dengan penggaris 30 cm dari
pangkal batang hingga ujung titik tumbuh lalu dicatat dalam tabel pengamatan. Kedua,
diameter pangkal batang tanaman diukur dengan jangka sorong dan dicatat dalam tabel
pengamatan. Terakhir, warna batang tanaman bisa dilihat secara langsung lalu dimasukkan
dalam tabel pengamatan. Selanjutnya adalah pengamatan daun kangkung (Ipomea aquatica
L.). Pertama, panjang dan lebar daun diukur dengan penggaris 30 cm lalu dimasukkan ke
dalam tabel pengamatan. Kemudian, diamati bentuk daun, ujung daun, helaian daun,
pangkal daun, tepian daun, dan warna batang secara langsung dan disesuaikan dengan
descriptor tanaman kangkung (Ipomea aquatica L.) dan dicatat dalam tabel pengamatan.
Masing-masing pengamtan dilakukan lima kali terhadap tanaman yang berbeda dalam satu
varietas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan
Karakter suatu tanaman dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu karakter kualitatif dan
karakter kuantitatif. Pada karakter kualitatif, karakter-karakter tertentu dapat diamati secara
langsung. Karakter ini dikendalikan oleh sedikit gen (simple genic ) namun gennya memiliki
efek yang kuat atau disebut efek fenotipik mayor (gen mayor), ekspresi/aksi gen dalam
karakter ini tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Sebaliknya, pada karakter kuantitatif sifat
dikendalikan oleh banyak gen yang masing-masing gen memberikan sumbangan kecil
terhadap penampilan fenotipik karakternya, karakter ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan
(Pratama et al., 2015). Pendugaan aksi gen pada karakter kualitatif dapat menggunakan
analisis Mendel, sedangkan pendugaan aksi gen karakter kuantitatif menggunakan analisis
skala gabungan (Mustafa et al., 2016)
Suatu sifat yang dikendalikan oleh lingkungan tidak dapat diwariskan kepada
keturunannya, dan untuk yang dikendalikan oleh genetik akan sangat memungkinkan untuk
diturunkan kepada keturunannya. Besarnya nilai duga heritabilitas dalam arti luas dapat
dipengaruhi oleh perbedaan jenis karakter. Karakter kualitatif umumnya memiliki nilai duga
heritabilitas (dalam arti luas) yang tinggi, sedangkan karakter kuantitatif umumnya memiliki
nilai duga heritabilitas (dalam arti luas) yang rendah (Pupodarsono, 1998 cit Zulfikri et al.,
2015). nilai duga heritabilitas (dalam arti luas) yang tinggi pada suatu karakter menunjukkan
bahwa proporsi faktor genetik relatif lebih besar dalam pengendalian ekspresi karakter
tersebut dibandingkan dengan pengaruh faktor lingkungan. (Basuki, 1995 cit Zulfikri et al.,
2015) mengatakan bahwa pada karakter tersebut sebaiknya digunakan seleksi pada
generasi awal dengan metode seleksi yang hanya mendasarkan pada penampakan fenotipik
saja, tanpa menunggu generasi lanjut. karakter tersebut dapat dijadikan sebagai dasar atau
kriteria seleksi untuk perbaikan karakter yang sama melalui program pemuliaan tanaman.

pengamatan yang dilakukan pada praktikum genetika pertanian acara 4 mengenai


pencandraan tanaman adalah pencandraan tanaman kangkung (Ipomea aquatica L.).
Karakterisasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui karakter yang dimiliki
suatu tanaman dengan mencari ciri spesifik yang dimiliki oleh tanaman tersebut.
Karakteriasasi ini dilakukan untuk menghasilkan deskripsi tanaman (Ezward et al., 2020).
Analisis keragaman genetik dilakukan berdasarkan karakter morfologi yang bersifat kualitatif
dan kuantitatif. Tanaman kangkung (Ipomea aquatica L.) yang diamati pada praktikum ini
ada enam varietas berbeda, yaitu varietas Callisto, Pratiwi, Kumala, Shanghai, Seragam dan
Bisi. variabel yang diamati pada tanaman kangkung (Ipomea aquatica L.) adalah morfologi
batang kangkung (Ipomea aquatica L.), morfologi daun kangkung (Ipomea aquatica L.) dan
morfologi biji kangkung (Ipomea aquatica L.). Pada morfologi batang kangkung (Ipomea
aquatica L.), yang diamati adalah bagian tinggi tanaman, diameter batang dan warna
batang, sedangkan pada morfologi daun kangkung (Ipomea aquatica L.) yang diamati
adalah panjang daun, lebar daun, jumlah daun, bentuk daun, bentuk helaian daun, bentuk
ujung daun, bentuk pangkal daun, bentuk tepian daun dan warna daun. Sementara pada
pengamatan morfologi biji diamati bagian panjang biji, lebar biji, berat 100 biji dalam gram,
warna biji dan bentuk biji. Data yang digunakan pada tabel hasil 3.1 hingga 3.3 adalah nilai
rata-rata dari 5 perlakuan dari setiap pengamatan.
Hasil pengamatan analisis morfologi tanaman kangkung (Ipomea aquatica L.)
dengan enam varietas berbeda menunjukkan adanya perbedaan pada karakter yang
diamati. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa enam varietas yang diuji memiliki
keragaman pada karakter kuantitatif dan kualitatifnya. Karakter kuantitatif merupakan
karakter yang memiliki satuan dan dapat terukur oleh alat (Ezward, 2020). Karakter
kuantitatif yang diamati pada praktikum ini berupa panjang, lebar, dan berat biji kangkung
(Ipomea aquatica L.), tinggi dan diameter batang kangkung (Ipomea aquatica L.) serta
panjang, lebar dan jumlah daun kangkung (Ipomea aquatica L.). Varietas Pratiwi memiliki
rata-rata tinggi tanaman tertinggi yaitu 6,18 cm, sedangkan tanaman dari varietas lain
memiliki kesamaan rata-rata tinggi diangka 2 cm hingga 3 cm. Untuk diameter batang,
varietas seragam menunjukkan nilai rata -rata terkecil yaitu 0.38 cm. Sedangkan untuk rata-
rata panjang dan lebar daun dari keenam varietas menunjukkan perbedaan yang tidak
signifikan. Jumlah rata-rata daun pada varietas Bisi paling banyak banyak diantara varietas
lain. Karakter kuantitaf dikendalikan oleh banyak gen dan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan (Pratama et al., 2015). Keenam varietas kangkung ditanam pada kondisi
lingkungan yang sama, hal ini menyebabkan perbedaan karakter kuantitatif tidak signifikan
terhadap keenamnya.
Selain itu dilakukan juga pengamatan terhadap karakter kualitatif tanaman kangkung
(Ipomea aquatica L.), karakter kualitatif merupakan karakter yang hanya bisa di konfersi
melalui data namun tidak dapat diukur dengan satuan (Ezward, 2020). Karakter kualitatif
yang diaamati pada praktikum ini meliputi warna dan bentuk biji, bentuk daun, helaian,
ujung , pangkal dan tepian daun serta warna batang. Pada karakter kualitatif keenam
varietas kangkung ini didapatkan hasil rata-rata yang relatif seragam. Hal ini diduga karena
karakter kualitatif dikendalikan oleh gen mayor yang sulit dipengaruhi oleh lingkungan
(Pratama et al., 2015). Selain itu umur keenam varietas kangkung juga masih cukup muda,
sehingga belum cukup banyak ditemukan perbedaan.
Pencandraan morfologi tanaman dapat membantu dalam pengembangan varietas
baru atau galur-galur yang lebih bermanfaat baik secara kuantitas maupun kualitas. Hal
tersebut merupakan salah satu upaya perbaikan sifat yang termasuk bagian dari kegiatan
pemuliaan tanaman (Ezward, 2020). Produktivitas dan kualitas tanaman yang masih rendah
mendorong pemulia tanaman untuk melakukan perbaikan karakter tanaman. Upaya
peningkatan produktivitas dan kualitas sangat dipengaruhi oleh keberhasilan dalam
memperbaiki potensi genetik tanaman. pencandraan atau karakterisasi dan identifikasi sifat
kualitatif juga merupakan tahap awal untuk melakukan pelestarian dan pengembangan
plasma nutfah lokal agar tidak terjadi kepunahan. Pencandraan bertujuan untuk mengetahui
keragaman dan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat kuantitatif dan kualitatif penting
tanaman yang merupakan bagian dari program pemuliaan (Djufry et al, 2016 cit Sari &
Kuswanto, 2019) . Keragaman suatu genetik tanaman dapat diketahui melalui pencandraan
dan evaluasi, oleh karena itu pencandraan morfologi tanaman sangat diperlukan sebagai
pendukung untuk perakitan varietas unggul (Suryani dan owbel, 2019).

KESIMPULAN
Kesimpulan ditulis dengan spasi 1,5, Arial 11pt, menggambarkan jawaban dari
hipotesis dan atau tujuan praktikum atau temuan ilmiah yang diperoleh yang di tulis secara
singkat, jelas dan padat. Kesimpulan bukan berisi perulangan dari hasil dan pembahasan,
tetapi lebih kepada ringkasan hasil temuan seperti yang diharapkan di tujuan atau hipotesis.
Bila perlu, di bagian akhir kesimpulan dapat juga dituliskan hal-hal yang akan dilakukan
terkait dengan rekomendasi untuk praktikum selanjutnya dari praktikum tersebut.
Kesimpulan ditulis dalam paragraf utuh atau poin per poin.

DAFTAR PUSTAKA
Ezward, Chairil., I. Suliansyah., N. Rozen., dan I. Dwipa. 2020. Identifikasi karakter
vegetative beberapa genotipe padi lokal Kabupaten Kuantan Singingi. Menara Ilmu.
14(2) : 12-22.
Dotulang, F. 2011. The variety of quantitative and qualitative character of five varieties of
mung bean (Vigna radiata). Jurnal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan
Universitas Sam Ratulangi. 1-11.
Herlinda, G., Soenarsih. S. D. A. S., dan S. Syafi. 2018. Keragaman dan heritabilitas genotip
jagung merah (zea Mays L.) local. Techno: Junal Penelitian. 7(2) : 191-199.
Mustafa, M., M. Syukur., S. H. Sutjahjo., dan Sobir. 2016. Pewarisan karakter kualitatif dan
kuantitatif pada hipokotil dan kotiledon tomat (Solanum lycopersicum L.) silangan IPB
T64 x IPB T3. Jurnal Hortikultura Indonesia. 7(3) : 155-164.
Nurhuda, A., Yusnita., dan D. Hapsoro. 2017. Identifikasi karakter kuantitatif dan kualitatif
beberapa varietas tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Jurnal Agrotek Tropika.
5(2) : 68-74.
Ruchjaniningsih. 2006. Efek mulsa terhadap penampilan fenotipik dan parameter genetik
pada 13 genotip kentang di lahan sawah dataran medium Jatinangor. Jurnal
Hortikultura. 16(4) : 290-298.
Suryani, R., dan Owbel. 2019. Pentingnya eksplorasi dan karakterisasi tanaman pisang
sehingga sumber daya genetik tetap terjaga. Agricultural Journal. 2(2) : 64-76.
Pratama, A. R., T. A. Nurmala dan W. A. A. Qosim. 2015. Penampilan fenotipik dan
keragaman karakter kualitatif dan kuantitatif tiga populasi generasi F2 hasil
persilangan tanaman hanjeli (Coix lacryma-Jobi).
Wicaksono, I. N. A., dan B. Martono. 2020. Penampilan fenotipik, keragaman, dan
heritabilitas Sembilan genotip teh (Camellia sinensis (L.) O. Kuntze). Jurnal Tanaman
Industri dan Penyegar. 7(2) : 53-60.
Zulfikri., E. Hayati., dan M. Nasir. 2015. Penampilan fenotipik. parameter, genetik karakter
hasil dan komponen hasil tanaman melon (Cucumis melo). Jurnal Floratek. 10(2) : 1-
11.

Contoh:
Barnito, N., 2009. Budidaya tanaman jagung. Suka Abadi. Yogyakata.
Fiantis, D., 2006. Laju Pelapukan Kimia Debu Vulkanis G. Talang dan Pengaruhnya
Terhadap Proses Pembentukan Mineral Liat Non-Kristalin. Universitas Andalas, Padang.
Harniati, U. 2002. Keunggulan dan kelemahan sistem alley cropping serta peluang dan
kendala adopsinya di lahan kering das bagian hulu. <http://216.239.33.100/search?
q:rudyct.tripod.com/sem1_023/umi_haryti.htm +lahan+kering&hl>. Diakses pada 18
Agustus 2016.
Ma, Jian Feng and Naoki Yamaji. 2006. Silicon uptake and accumulation in higher plants.
TRENDS in Plant Science Vol 11.
Makarim, A.K. E. Suhartatik dan A. Kartohardjono. 2007. Silikon: hara penting pada sistem
produksi padi. Iptek Tanaman Pangan. Vol 2:195-204.
Munir, M., 1996. Tanah – tanah utama Indonesia. Pustaka Jaya, Jakarta.
Ningsih, Sri. 2012. Kajian laju infiltrasi tanah dan imbuhan air tanah lokal sub das gendol
pasca erupsi merapi 2010. Jurnal Bumi Indonesia. 1:218-226.
Shoji, S. & Takahashi, T., 2002. Environmental and Agricultural Significance of Volcanic Ash
Soils. Jpn. J. Soil Sci. Plant Nutr. 73: 113-135.
Suriadikarta, D.A., Abbas, A., Sutono, Erfandi, D., Santoso, E., Kasno, A., 2010. Identifikasi
Sifat Kimia Abu Volkan, Tanah dan Air di Lokasi Dampak Letusan Gunung Merapi.
Bogor : Balai Praktikum Tanah.
Takahashi, E. 1995. Uptake model and physiological functions of silica. In: T. Matsuo, K.
Kumazawa, R. Ishii, K. Ishihara, and H. Hirata (Eds.). Science of Rice Plant,
Physiology. Food and Agriculture Research Center, Tokyo. 2:420-433.

Anda mungkin juga menyukai