Saham yang dikeluarkan oleh sebuah PT bisa mempunyai nilai nominal ataupun tidak.
Besarnya nilai nominal telah ditentukan dalam akte pendirian PT tersebut. Harga jual saham
sering kali berbeda dengan nilai nominalnya. Hal ini dapat dimaklumi karena kondisi
perekonomian serta perusahaan penerbit sangat mempengaruhi tinggi rendahnya harga
jual saham. Standar Akuntansi Indonesia mengatur agar saham dicatat sebesar nilai
nominalnya. Apabila ternyata harga jual saham lebih tinggi dari nominalnya maka kelebihan
harga tersebut dicatat sebagai Agio Saham. Sedangkan apabila harga jual saham lebih
rendah dari nominalnya maka selisih kurangnya dicatat sebagai Disagio Saham. Dalam
neraca pos Agio dan Disagio Saham disajikan sebagai penambah dan pengurang pos modal
saham yang akan membentuk Modal Disetor. Agio atau Disagio Saham untuk masing-
masing jenis saham dicatat secara terpisah. Apabila penjualan saham menimbulkan disagio,
pada dasarnya perusahaan berhak melakukan pungutan tambahan kepada pemegang
saham. Agio atau Disagio yang timbul dari penjualan saham akan dihapuskan secara
proporsional pada sifat saham ditarik dari peredarannya.
Nilai nominal per lembar saham yang dikeluarkan perusahaan pada umumnya bernilai kecil,
misalnya Rp1.000,00 per lembar. Hal ini dimaksudkan agar bisa menghindari timbulnya
disagio dan juga untuk menghemat pajak penjualan saham yang biasanya dihitung atas
dasar nilai nominalnya. Tujuan lain adalah agar saham dapat dengan mudah terjual karena
apabila saham per lembar bemominal tinggi otomatis harga jualnya tinggi sehingga jarang
orang yang mau membeli saham tersebut.
Ada 2 cara pencatatan terhadap pengeluaran dan penjualan saham bernilai nominal ini,
yakni berikut ini.
1. Otorisasi penerbitan saham dicatat hanya dalam bentuk memorialnya saja.
2. Otorisasi penerbitan saham dicatat dalam rekening pembukuan yang formal.
Penerapan kedua cara tersebut di atas bisa Anda pelajari dari contoh berikut:
Contoh 6.2.
Dalam pendirian PT Radian dilakukan otorisasi pengeluaran saham sebanyak 10.000 lembar
saham biasa dengan nominal Rp1.000,00 per lembar. Terhadap otorisasi pengeluaran
saham biasa tersebut. PT Radian mempunyai dua pilihan untuk mencatatnya, yaitu berikut
ini.
1. Otorisasi tersebut dieatat sebagai memorandum saja.
2. Otorisasi dieatat dalam rekening pembukuan formal.
Apabila alternatif kedua yang dipilih oleh PT Radian maka jurnal yang harus dibuat adalah
berikut ini:
Rekening Modal Saham Biasa Belum Beredar disajikan dalam neraca sebagai pengurang dari
rekening Modal Saham Biasa sehingga menghasilkan Modal Saham Ditempatkan.
Contoh 6.3.
Saham PT Radian pada Contoh 6.2. terjual sebanyak 5.000 lembar dengan harga jual
Rp10.000,00 per lembar.
Kas Rp50.000.000,00
Agio Saham Biasa Rp45.000.000.00
Modal Saham Biasa Rp 5.000.000.00
(meneatat penjualan 5.000 lembar saham biasa nominal @ Rp1.000,00 dengan
harga jual Rp10.000.00 per lembar).
Perhitungan:
- Kas yang diterima = Rp10.000.00 x 5.000 lembar = Rp50.000.000,00
- Nilai nominal saham = 5.000 kmbar x Rp1.000.00 = Rp 5.000.000,00
- Agio saham = RP45.000.000,00
Kas Rp50.000.000.00
(mencatat penjualan 5.000 lembar saham biasa nominal @ Rp1.000,00 dengan harga
jual Rp10.000.00 per lembar)
2. Perusahaan mungkin juga menjual saham secara gabungan (kombinasi saham biasa dan saham
preferen). PT Andalusia menerbitkan 300 lembar saham biasa dengan nilai nominal $10 dan 100
lembar saham preferen dengan nilai nominal $50 dengan harga lump sum sebesar $13.500.
Saham biasa memiliki nilai pasar $20 per saham, dan saham preferen memiliki nilai pasar $90 per
saham. Tentukan nilai jual masing-masing saham dengan menggunakan metode proporsial dan
ayat jurnal yang diperlukan pada saat penjualan saham tersebut
Dari data tersebut di atas. dengan menggunakan metode proporsional. harga jual tiap jenis
saham hasil alokasi adalah sebagai berikut:
Sehingga jurnal yang harus dibuat untuk mencatat penjualan saham secara lumpsum di atas
adalah berikut ini:
Kas $13.500,00
3. Pemecahan Saham
Pemecahan saham yang biasa disebut dengan istilah Stock Split Up adalah upaya perusahaan
untuk mengubah nominal saham tanpa mempengaruhi struktur modal. Pemecahan saham
diIakukan perusahaan dengan cara menukar seluruh lembar saham yang beredar dengan lembar
saham yang total nominalnya telap, tetapi nilai nominal per lembarnya menjadi lebih keeil. Oleh
karena itu, perusahaan perlu menerbitkan lembar-lembar saham yang bernominal lebih keeil
dari nominal per lembar saham yang tengah beredar, namun secara keseluruhan total
nominalnya tetap.
Sebagai contoh, PT Janaka atas persetujuan pemegang saham memutuskan untuk melakukan
Pemecahan saham. Saham Biasa yang semula bernominal Rp5.000.00 per lembar dan telah
beredar sebanyak 10.000 lembar dijadikan bernominal Rp1.000.00 per lembar. Dengan
demikian. perusahaan harus menerbitkan saham baru sebanyak 50.000 lembar dengan nilai
nominal Rp1.000.00 per lembar. Saham yang lama ditarik kembali untuk ditukar dengan saham
yang baru yang mempunyai total nominal sama sehingga 1 lembar saham lama akan ditukar
dengan 5 lembar saham baru.
Pemecahan saham biasanya dilakukan dengan tujuan utama untuk dapat mencapai distribusi
saham ke pasaran yang lebih luas. Keadaan sebaliknya dari Pemecahan saham adalah
peningkatan nilai nominal per Iembar saham. yang biasa diberi istilah Stock Split Down. Stock
Split Down dilakukan dengan menerbitkan saham baru dengan nominal per lembar yang lebih
besar dari saham yang sedang beredar. Kemudian, perusahaan menukar saham baru tadi
dengan seluruh saham yang beredar dengan total numinal yang tetap.
Baik Stock Split Up maupun Stock Split Down tidak mempengaruhi struktur modal perusahaan.
Oleh karena itu kedua tindakan tersebut tidak akan mempengaruhi pembukuan formal.
Pencatatan terhadap tindakan tersebut hanya dilakukan dengan menggunakan memo di luar
pembukuan formal perusahaan.