Anda di halaman 1dari 12

Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No.

1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Pengaruh Penggunaan Bungkil Kedelai dan Bungkil Kelapa dalam Ransum Berbasis
Indeks Sinkronisasi Energi dan Protein terhadap Sintesis Protein Mikroba
Rumen Sapi Perah
1)*) 2) 2)
Lastriana Waldi , Wardhana Suryapratama dan Fransisca Maria Suhartati
1)
Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Tidar
2)
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan bungkil kedelai dan bungkil
kelapa dalam ransum berbasis indeks sinkronisasi energi dan protein (E-P) terhadap sintesis protein
mikroba (SPM) rumen sapi perah. Penelitian dilakukan dengan metode in vitro, menggunakan
rancangan anak lengkap (RAL) pola faktorial (2x3). Sebagai faktor A yaitu bungkil kedelai dan bungkil
kelapa, sedangkan faktor B yaitu indeks sinkronisasi E-P (0,5 ; 0,6 dan 0,7). Dengan demikian,
terdapat 6 macam perlakuan dan setiap perlakuan diulang 4 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat interaksi yang nyata (P<0,05) antara penggunaan bungkil kedelai dan bungkil kelapa dengan
indeks sinkronisasi E-P terhadap produksi ammonia (NH3). Kemudian, tidak terdapat interaksi antara
penggunaan bungkil kedelai dan bungkil kelapa dengan indeks sinkronisasi E-P terhadap SPM, akan
tetapi pengaturan indeks sinkronisasi E-P berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap SPM. Selain
itu, indeks sinkronisasi E-P yang terbaik yaitu pada level atau taraf 0,7. Berdasarkan hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa dalam penyusunan ransum sapi perah yang didasarkan pada peningkatan
SPM dapat digunakan bungkil kedelai atau bungkil kelapa (keduanya) dengan indeks sinkronisasi E-P
0,7.

Kata kunci : indeks sinkronisasi energi dan protein, ammonia, NH3, sintesis protein mikroba

Abstract

This research was aimed to assess the effect of soybean meal and coconut meal utilization on
diets based on energy and protein (E-P) synchronization index for microbial synthesis protein (MSP)
for dairy cow. In vitro techniques was done, used a completely randomized design (CRD), with
factorial pattern (2x3). The first (A) factor were soybean meal and coconut meal, and the second (B)
factor was the three level of E-P synchronization index (0,5 ; 0,6 and 0,7). There were 6 treatment
combinations and each was 4 replicates. Interaction between soybean meal and coconut meal with E-
P synchronization index significantly (P<0,05) affected ammonia (NH3). And then, no interaction
between soybean meal and coconut meal with E-P synchronization index, but E-P synchronization
index highly significantly (P<0,01) affected MSP. The best E-P synchronization index at level 0,7. The
research concluded that the preparation of dairy cow rations that are based on an increase in SPM,
can use soybean meal or coconut meal or with E-P synchronization index as high as 0.7.

Keywords : E-P synchronization index, ammonia, NH3 , microbial synthesis protein

Pendahuluan Kualitas dan kuantitas pakan yang sesuai


akan menentukan mampu atau tidaknya
Sapi perah merupakan salah satu ternak tersebut dalam mengekspresikan
komoditi ternak yang secara genetik potensi genetiknya. Pakan ternak sapi
memiliki kemampuan untuk memproduksi perah umumnya terdiri atas hijauan dan
air susu. Produksi air susu tersebut konsentrat, dengan persentase pemberian
tentunya akan dipengaruhi oleh kualitas hijauan lebih banyak dibandingkan
dan kuantitas pakan yang diberikan. konsentrat. Meskipun keduanya sangat
.
*)
Korespondensi 1
E-mail: lastrianawaldi@untidar.ac.id
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

penting untuk menunjang produksi dan rumen. Oleh karenanya, perlu dilakukan
pertumbuhan ternak perah, keseimbangan suatu upaya untuk meningkatkan kinerja
dalam pemberiannya harus teta tetap mikroba tersebut, yaitu dengan cara
diperhatikan, sehingga tidak terjadi hal memperhatikan kebutuhan mikroba
negatif yang dapat mempengaruhi kualitas meliputi ketersediaan mineral, vitamin atau
dan kuantitas produksi ternak perah. ko-faktor lainnya serta utamanya adalah
Pakan ternak sapi perah harus suplai energi dan N-protein dengan laju
mengandung sebagian besar sumber fermentabilitas dan degradabilitas yang
energi dan sumber protein, dimana inti dari simultan. Oleh karena itu, perlu
penyusunannya adalah untuk mencukupi memperhatikan indeks sinkronisasi antara
nutrien yang dibutuhkan tubuhnya. Bahan suplai energi dan protein di dalam ransum
pakan sumber energi dapat diperoleh dari ternak perah.
berbagai hasil samping pengolahan Pakan dengan indeks sinkronisasi
pangan seperti gaplek, onggok, dedak, energi dan protein yang baik (menunjukkan
pollard dan lain-lain. Sedangkan bahan angka 1) akan meningkatkan sintesis
pakan sumber protein dapat berasal dari protein mikroba (SPM), dan tingkat SPM
golongan biji-bijian (jagung, gandung, yang tinggi akan memaksimalkan
sorghum), hasil samping ekstraksi lemak pemanfaatan pakan dalam proses
(bungkil kelapa, bungkil kedelai, bungkil fermentasi (Widyobroto, 1992). Kinetika
kacang tanah, bungkil biji kapas), berbagai degradasi yang sesuai dari kedua nutrien
produk protein hewani (tepung ikan, tepung tersebut akan memberikan suplai energi
daging, tepung tulang), serta hijauan dan protein yang simultan (sinkron) bagi
sumber protein seperti golongan SPM. Berdasarkan hal tersebut, perlu
leguminosa. Penggunaan bahan pakan dilakukan suatu upaya penyusunan
sumber energi dan sumber protein dalam formulasi ransum dengan memperhatikan
ransum harus memperhatikan keselarasan keselarasan ketersediaan energi dan
dan ketersediaannya untuk mikroba rumen. protein dengan cara mengkombinasikan
Hal tersebut sangat penting dilakukan bahan pakan sumber energi dan sumber
karena dapat mempengaruhi dinamika protein secara tepat. Formula ransum yang
proses fermentasi mikroba di dalam rumen. tersusun atas campuran bahan pakan
Kinerja mikroba di dalam rumen penguat hasil samping pengolahan pangan
sangat penting untuk diperhatikan, karena sebagai sumber energi dan bebungkilan
pakan yang dikonsumsi hanya dapat sebagai sumber protein yang berbasis
dimanfaatkan oleh ternak setelah indeks sinkronisasi suplai energi dan
mengalami proses fermentasi yang protein dapat diuji pengaruhnya terhadap
dilakukan oleh bantuan mikroba di dalam SPM secara in vitro.

2
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Materi dan Metode semua data degradasi masing-masing


bahan pakan dimasukkan ke dalam
persamaan tersebut, dilanjutkan dengan
Langkah pertama yang dilakukan
penyusunan ransum yang berbasis indeks
pada penelitian ini yaitu mengukur
sinkronisasi energi dan protein (Hermon et
degradasi bahan organik (BO) dan protein al., 2008).
Penelitian eksperimental ini dilakukan
masing-masing bahan pakan penyusun
dengan tujuan untuk mengukur kadar
ransum penelitian yang terdiri dari rumput
ammonia (NH3) dan SPM cairan rumen
raja, ampas tahu, mineral, dedak, gaplek, sapi perah secara in vitro (Tilley dan Terry,
1963). Sumber inokulum yang digunakan
pollard, bungkil kedelai dan bungkil kelapa
adalah cairan rumen sapi perah Peranakan
secara in vitro menurut metode Tilley dan
Friesian Holstein (PFH) jantan yang
Terry (1963) yang dimodifikasi dengan mendapat pakan dengan imbangan hijauan
dan konsentrat (60%:40%) selama
metode Orskov dan Mcdonald (1979).
pemeliharaan dan diambil segera setelah
Pengukuran dilakukan untuk menetapkan
sapi dipotong di Rumah Potong Hewan
indeks sinkronisasi energi dan protein (E- (RPH), Mersi, Purwokerto.
Penelitian dilakukan di Laboratorium
P). Laju degradasi BO dan protein yang
Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas
didapat, digunakan untuk menghitung
Peternakan Universitas Jenderal
indeks sinkronisasi E-P menurut petunjuk Soedirman pada Mei-Juli 2015. Rancangan
percobaan yang digunakan yaitu
Hermon et al. (2008).
rancangan acak lengkap (RAL) dengan
pola faktorial (2x3). Sebagai faktor A yaitu
bungkil kedelai dan bungkil kelapa,
sedangkan faktor B yaitu indeks
sinkronisasi E-P (0,5 ; 0,6 dan 0,7).
Keterangan:
n = waktu pengamatan. Dengan demikian, terdapat 6 macam
N/OM hourly = laju degradasi protein
dibanding laju degradasi
perlakuan dan setiap perlakuan diulang 4
bahan organik (BO) setiap kali. Pengukuran kadar NH3 dilakukan
jam.
Angka 20 = 20 g N-protein/kg BO tercerna menggunakan teknik mikrodifusi conwey
dalam rumen.
(General Laboratory Procedures, 1966),
Angka tersebut di atas merupakan sedangkan pengukuran kadar SPM
asumsi nisbah optimal sinkronisasi untuk dilakukan menggunakan metode Zinn dan
efisiensi SPM dalam rumen. Setelah Owen (1986).

3
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Hasil dan Pembahasan Kandungan nutrien bahan pakan penyusun


ransum tertera pada Tabel 1. Hasil analisis
proksimat menunjukkan bahwa kadar
Bahan pakan penyusun ransum yang
protein tertinggi terdapat pada bahan
digunakan pada penelitian yaitu terdiri atas
pakan sumber protein yaitu bungkil kelapa
rumput raja, ampas tahu, mineral, dedak,
dan bungkil kedala.. Hal ini sesuai dengan
gaplek, pollard, bungkil kelapa dan bungkil
pernyataan Utomo (2012) yang
kedelai. Langkah pertama yang dilakukan
menyatakan bahwa bahan pakan sumber
yaitu uji proksimat untuk mengetahui kadar
protein memiliki kandungan protein tidak
protein dan bahan organik (BO) masing-
kurang dari 20%.
masing bahan pakan penyusun ransum.

Tabel 1. Kandungan Nutrien Bahan Pakan Penyusun Ransum

Hasil uji proksimat kadar protein dan sinkronisasi pada masing-masing bahan
bahan organik (BO) yang sudah didapat pakan penyusun ransum. Indeks
kemudian diuji kembali secara in vitro sinkronisasi energi dan protein yang sudah
untuk mengetahui degradasi dan ditentukan dan digunakan dalam penelitian
fermentabilitasnya pada kelompok waktu ini adalah terdiri dari 3 index , yaitu index
yang berbeda-beda yaitu 2, 4, 6, 8, 12, 24, 0,5 ; 0,6 dan 0,7. Index tersebut kemudian
48, 72 jam. Hasil pengujian pada setiap dijadikan sebagai basis untuk menentukan
kelompok waktu tertera pada Tabel 2 dan persentase penggunaan bahan pakan
Tabel 3. Berdasarkan data tersebut dalam setiap ransum perlakuan. Hasil
kemudian didapatkan degradasi gram formulasi ransum berbasis index
protein per jam dan kilogram BO per jam sinkronisasi energi dan protein tertera pada
pada masing-masing bahan (Tabel 4), Tabel 5.
sehingga didapatkan angka indeks

4
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Tabel 2. Degradasi Protein Bahan Pakan Penyusun Ransum dalam Setiap Kelompok Waktu

Tabel 3. Degradasi Bahan Organik (BO) Bahan Pakan Penyusun Ransum dalam Setiap
Kelompok Waktu

5
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Tabel 4. Degradasi Protein dan Bahan Organik (BO) Per Jam Serta Indeks Sinkronisasi
Energi dan Protein Masing-masing Bahan Pakan penyusun Ransum

Tabel 5. Susunan Ransum Perlakuan Berbasis Indeks Sinkronisasi


Energi dan Protein

6
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Berdasarkan Tabel 4 di atas terlihat untuk menyusun ransum berbasis indeks


bahwa terdapat perbedaan indeks sinkronisasi E-P. Indeks sinkronisasi E-P
sinkronisasi pada masing-masing bahan tersebut dijadikan basis untuk menentukan
pakan penyusun ransum. Perbedaan persen penggunaan masing-masing bahan
tersebut dikarenakan adanya perbedaan pakan dalam setiap ransum perlakuan.
tingkat degradasi dari masing-masing Hasil formulasi atau penyusunan ransum
bahan pakan (seperti tetera pada tabel 3). perlakuan berbasis indeks sinkronisasi
Indeks sinkronisasi E-P rendah yaitu dedak energi dan protein tertera pada Tabel 5.
(0,29) dan ampas tahu (0,37). Bahan
pakan dengan indeks sinkronisasi E-P Kadar Amonia (NH3) Cairan Rumen
medium yaitu pollard (0,42) dan rumput Amonia (NH3) merupakan hasil
raja (0,58), sedangkan bahan pakan biofermentasi di dalam rumen yang akan
dengan indeks sinkronisasi E-P tinggi yaitu digunakan untuk membentuk protein
gaplek (0,94), bungkil kedelai (0,77) dan mikroba. Menurut Hungate (1966),
bungkil kelapa (0,74). Diantara bahan konsentrasi NH3 dalam rumen dipengaruhi
pakan yang memiliki indeks sinkronisasi E- oleh kandungan protein dan asam amino.
P tinggi, gaplek merupakan bahan pakan NH3 terbentuk dari proses deaminasi asam
yang memiliki indeks tertinggi (hampir amino oleh aktifitas mikroba, sehingga
mendekati indeks 1), hal ini terjadi karena besarnya konsentrasi tersebut dipengaruhi
gaplek termasuk ke dalam golongan bahan oleh kandungan digestible protein dalam
pakan karbohidrat yang mudah pakan. Dalam penelitian ini, bahan pakan
terfermentasi (fermentable). Berdasarkan sumber protein yang digunakan adalah
hal tersebut, gaplek merupakan bahan bungkil kedelai dan bungkil kelapa yang
pakan terbaik dalam penyusunan ransum memiliki tingkat degradabilitas yang baik di
jika dilihat dari segi indeks sinkronisasi E- dalam rumen, sehingga memungkinkan
P, hal ini sesuai dengan pernyataan untuk menghasilkan produksi NH3 yang
Sinclair et al. (1993), bahwa indeks tinggi.
sinkronisasi E-P optimum menunjukkan Konsentrasi NH3 di dalam rumen
angka 1. Artinya bahwa degradasi gram berbeda-beda, hal ini dapat dipengaruhi
protein dan kilogram BO selaras atau oleh beberapa faktor, beberapa
sinkron pada tiap jamnya. Semakin diantaranya adalah dipengaruhi oleh
mendekati angka 1, maka semakin baik tingkat protein pakan yang dikonsumsi dan
suatu bahan pakan. derajat degradabilitasnya di dalam rumen.
Berdasarkan data indeks sinkronisasi Proses degradasi protein di dalam rumen
E-P masing-masing bahan pakan yang tidak terlepas dari aktivitas mikroba rumen,
telah didapatkan, selanjutnya digunakan oleh karena itu upaya peningkatan populasi

7
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

mikroba di dalam rumen sangat penting bungkil kelapa dengan pengaturan indeks
dan utama bagi ternak. Menurut Wahyuni sinkronisasi E-P ransum terhadap NH3 dan
et al (2014) konsentrasi NH3 dalam rumen sintesis protein mikroba tertera pada Tabel
merupakan indikator adanya perombakan 6.
protein yang masuk dalam rumen dan Kisaran konsentrasi NH3 yang didapat
proses sintesis protein oleh mikroba pada penelitian ini (tabel 6) berkisar antara
rumen. NH3 akan dimanfaatkan kembali 12,43 sampai dengan 14,42 mM, berada di
oleh mikroba rumen untuk atas kisaran kebutuhan minimum untuk
pertumbuhannya, sehingga pertumbuhan pertumbuhan mikroba yang dinyatakan
dan pertambahan mikroba rumen oleh Sutardi (1979) bahwa konsentrasi NH3
bergantung pada ketersediaan NH3 dalam yang mampu dan baik untuk pertumbuhan
rumen. mikroba rumen adalah berkisar antara 4
Jika berbicara mengenai sintesis sampai dengan 12 mM. tingginya
protein mikroba, tidak akan terlepas dari konsentrasi yang didapat pada penelitian
produksi NH3. Produksi NH3 yang tinggi di ini dikarenakan adanya penggunaan
dalam rumen, selama tidak berlebih bebungkilan yang memiliki kandungan
jumlahnya, tidak akan merugikan sintesis protein tinggi dan kecernaan protein yang
protein mikroba di dalam rumen. tinggi di dalam rumen, terutama bungkil
Sebaliknya, jika produksi NH3 di dalam kedelai.
rumen rendah, maka akan mempengaruhi
produksi sintesis protein mikroba rumen.
Pengaruh penggunaan bungkil kedelai dan

Tabel 6. Rataan Nilai Amonia (NH3) dan Sintesis Protein Mikroba (SPM

8
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Gambar 1. Pengaruh Interaksi antara Bungkil Kedelai dan Bungkil Kelapa dengan Indeks
Sinkronisasi E-P terhadap Produksi Amonia (NH3)

Hasil uji orthogonal polynomial positif yang terlihat menggambarkan


(Grafik 1) pada faktor B (indeks bahwa penggunaan NH3 tidak
sinkronisasi E-P) menunjukkan bahwa dimanfaatkan secara pembentukan sintesis
penggunaan bungkil kedelai dan bungkil protein mikroba. Hal ini diduga karena
kelapa berpengaruh secara linier terhadap kandungan protein bungkil yang terlalu
konsentrai NH3.. Persamaan garis NH3 tinggi, sehingga dalam pembentukan
pada indeks sinkronisasi dengan bungkil sintesis protein mikroba terlebih dahulu
kelapa adalah Y = 12,13 + 0,59 X, digunakan protein yang berasal dari
koefisien determinasi (r2) =0,01. bungkil terlebih dahulu, sehingga produksi
Kemudian, persamaan garis NH3 pada NH3 terus meningkat seiring peningkatan
indeks sinkronisasi dengan bungkil kedelai angka indeks sinkronisasi E-P.
adalah Y = 9,34 + 7,27 X, koefisien
determinasi (r2) = 0,74. Jika dilihat dari Sintesis Protein Mikroba (SPM)
grafik, walaupun keduanya terlihat memiliki Hasil aktivitas mikroba rumen
grafik peningkatan yang hampir sama, memberikan sumbangan protein yang
tetapi grafik peningkatan bungkil kedelai cukup besar terhadap kebutuhan ternak
lebih tinggi dibandingkan dengan bungkil ruminansia. Untuk mengoptimalkan
kelapa. Hal ini dikarenakan bungkil kedelai pertumbuhan mikroba rumen, maka
memiliki kandungan protein dan tingkat disamping menuntut ketersediaan N yang
degradabilitas yang lebih tinggi cukup, pasokan nutrien lainnya pun sangan
dibandingkan bungkil kelapa. Grafik linier dibutuhkan seperti energi, asam amino,

9
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

mineral dan vitamin. Menurut Campbell mikroba rumen dapat mensintesis asam
and Reece (2005), mikroba rumen amino penyusun sel tubuhnya dari
membutuhkan nutrien yang sangat karbohidrat, nitrogen buka protein, serta
kompleks, tetapi untuk aktivitas sintesis sulfur organik maupun inorganik. Proses
protein tubuhnya, mutlak harus tersedia sintesis dapat berjalan optimal, apabila
sumber energi maupun bahan dasar lain energi maupun bahan dasar tersebut
yang cukup. Protein disintesis dari lima tersedia dalam jumlah yang memadai dan
unsur utama (C, H, O, N dan S), sehingga seimbang.

Grafik 2. Pengaruh Indeks Sinkronisasi E-P terhadap Sintesis Protein Mikroba

Produk NH3 di dalam rumen terbentuk masuk ke dalam rumen melalui


merupakan sumber nitrogen untuk sintesis saliva dan dinding rumen atau dikeluarkan
protein mikroba, tetapi menurut Satter and melalui urine. Berdasarkan hasil penelitian
Slyter (1974), tidak seluruh NH3 yang dapat diketahui bahwa rataan sintesis
dihasilkan tersebut digunakan oleh protein mikroba yang diperoleh adalah
mikroba. MCDDONALD et al., (1995) berkisar antara 123,79 ± 19,59 mg/20 ml
menyatakan bahwa NH3 yang tidak sampai dengan 227,56± 48,78mg/20 ml.
dimanfaatkan untuk sintesis protein Tidak terdapat interaksi antara
mikroba, dibawa ke hati melalui vena porta penggunaan bungkil kedelai dan bungkil
dan diubah menjadi urea. Urea yang kelapa dengan indeks sinkronisasi E-P

10
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

terhadap sintesis protein mikroba. Uji cukup banyak karena tidak seluruhnya
orthogonal polynomial menunjukkan bahwa digunakan untuk sintesis protein mikroba.
indeks sinkronisasi E-P berpengaruh Berdasarkan hal tersebut, maka hasil
secara kuadrater terhadap sintesis protein pengaturan angka indeks sinkronisasi E-P
mikroba dengan persamaan Y = 1948,49 – pada penelitian sudah cukup baik, karena
6198,24 X + 5323,94 X2, koefisien dengan pengaturan indeks sinkronisasi
determinasi (R2) = 0,4143 titik minimum tersebut dapat berpengaruh nyata terhadap
pada P (0,58 ; 144,46). sintesis protein mikroba di dalam rumen.

Berdasarkan Grafik 2 terlihat bahwa


Kesimpulan
sintesis protein mikroba yang dihasilkan
cukup tinggi, mencapai angka indeks 0,7
Kesimpulan penelitian yaitu dalam
(mendekati 1), akan tetapi grafik
penyusunan ransum sapi perah yang
konsentrasi NH3 pun memiliki grafik yang
didasarkan pada peningkatan sintesis
tinggi pula atau meningkat (Grafik 1). Hal
protein mikroba dapat digunakan bungkil
ini menunjukan bahwa sintesis protein
kedelai atau bungkil kelapa (keduanya).
mikroba tidak sepenuhnya bergantung
Indeks sinkronisasi E-P yang terbaik dalam
pada produksi NH3 , sesuai pernyataan
menghasilkan sintesis protein mikroba
Satter and Slyter (1974). Sehingga,
yaitu pada level 0,7.
walaupun produksi NH3 di dalam rumen
masih tinggi, bukan berarti sintesis protein
Daftar Pustaka
mikroba di dalam rumen rendah.
Susunan ransum pada penelitian
Campbell, N. and Reece, J., 2005. Animal
menggunakan bungkil kedelai dan bungkil
Nutrition 7th. Ed. Pearson Educ. Inc.
kelapa sebagai bahan pakan sumber Publish.
protein. Golongan bungkil memiliki General Laboratory Procedures. 1966.
General Laboratory Procedures
kelarutan protein yang tinggi di dalam
Department of Diary Science.
rumen, sehingga mampu menyediakan University of Wisconsin. Madison.
peptida dan asam amino yang cukup tinggi Hermon, M., Suryahadi, K. G. Wiryawan
dan S. Hardjosoewignjo. 2008.
pula. Oleh karena itu, selain menggunakan
Nisbah Sinkronisasi Suplai NProtein
produk NH3 yang telah tersedia untuk dan Energi dalam Rumen Sebagai
Basis Formulasi Ransum Ternak
sintesis protein mikroba, mikroba rumen
Ruminansia. Media Peternakan. 31
yang memiliki sistem transport asam amino (3) : 186-194.
dan peptide dalam tubuhnya dapat Hungate, R. E. 1966. The Rumen and Its
Microbes. Academic Press. New
memanfaatkan peptida dan asam amino York.
yang dihasilkan dari bungkil. Sehingga, Mc. Donald, P., R. A. Edward and J. F .D.
NH3 masih tersisa dalam jumlah yang Grenhals. 1995. Animal Nutrition.

11
Journal of Livestock Science and Production Volume 1 No. 1
p-ISSN 2598-2915 Edisi September 2017
e-ISSN 2598-2907

Huntsman Offset Print Ltd. Its Use for Estimating Net Ruminant
Singapore. pp. 42 – 153. Protein Synthesis. Can. J. Anim. Scie.
66 : 157-166.
Orskov E.R., I and Mc. Donald. 1979. The
Estimating of Protein Degradability in
The Rumen From Incubation
Measurement Weighted Activating to
Rate of Passage. Journal of
Agrculture Science. Camb. 92 : 499-
503.
Satter, R. D. and L. L. Slyter. 1974. Effect
of Ammonia Concentration on Rumen
Microbial Production In Vitro. British
Journal of Nutrition. 32 : 199.
Sinclair, L.A., P.C. Garnsworthy, J.R.
Newbold and P.J. Buttery. 1993.
“Effects of Synchronizing The Rate of
Dietary Energy and N Release In
Diets on Rumen Fermentation and
Microbial Rumen Protein Synthesis In
Sheep”. Journal of Agriculture
Science. (Camb.) 120: 251263.
Sutardi, T. 1979. Ketahanan Protein Bahan
Makanan Terhadap Degradasi oleh
Mikroba Rumen dan Manfaatnya Bagi
Peningkatan Produktifitas Ternak. Di
dalam : Prosiding Seminar Penelitian
dan Penunjang Peternakan. LPP IPB.
Bogor.
Tilley, J.M. A. and R.A. Terry, 1963. The
Relationship Between the Soluble
Constitutent Herbage and Their Dry
Matter Digestibility. Journal British
Feed Science. 18: 104-111.
Utomo, R. 2012. Evaluasi Pakan dengan
Metode Noninvansif. Citra Ajiprama.
Yogyakarta.
Wahyuni, I.M.D., A. Muktiani dan
M.Christianto. 2014. Penentuan Dosis
Tanin dan Saponin untuk Defaunasi
dan Peningkatan Fermentabilitas
Pakan. JITP. 3(3). Fakultas
Peternakan dan Pertanian Universitas
Diponegoro. Semarang.
Widyobroto, B.P. 1992. Pengaruh Aras
Konsentrat dalam Ransum Terhadap
Kecernaan dan Sintesis N Mikroba
dalam Rumen pada Sapi Perah.
Buletin Peternakan. 19 :45-55.
Zinn, R.A. and F.V.Owens. 1995. A Rapid
Prosedure Purine Measurement and
12

Anda mungkin juga menyukai