Anda di halaman 1dari 2

1.

Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dihindari dan
tidak pernah berhenti. Konflik hanya ada, jika dirasakan oleh pihak-pihak yang saling
berhubungan. Jika tidak ada yang merasakan adanya konflik maka konflik dianggap
tidak ada. Konflik merujuk pada konsep oposisi, kelangkaan, halangan, interaksi yang
bertentangan, benturan antara macam-macam paham, perselisihan, kompetisi kurang
mufakat, pergesekan, dan perlawanan dengan senjata dan perang.
Istilah konflik bagi kebanyakan orang dinilai sebagai sesuatu yang negative, namun
konflik juga memiliki konotasi neutral dan positif.

Konflik yang tidak selalu bersifat negative dijelaskan dalam pandangan Interaksionis.
Pandangan ini menganggap bahwa suatu organisasi yang bebas sama sekali dari
konflik merupakan organisasi yang statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap
kebutuhan akan perubahan. Pendekatan ini pun memandang konflik itu konsturktif,
mengandung pengerian positif dan fungsional (jika dapat memprakarsai pencarian
cara-cara baru dan lebih baik dalam melakukan sesuatu dan mengurangi rasa puas diri
dalam organisasi).
Contohnya: Konflik sosial yang terjadi di Papua. Konflik yang terjadi di Papua
yang mana adanya gerakan papua merdeka atau orang sering mengenal nya dengan
organisasi papua merdeka (OPM). Gerakan yang memicu konflik sosial, dimana
gerakan ini ingin memisahkan diri dari Indonesia. Dengan adanya konflik ini,
langkah-langkah pendekatan dan perhatian serius pemerintah untuk kemajuan Papua
terus dilakukan, pembagian pendapatan dan program-program pembangunan sudah
mulai dilakukan untuk masyarakat Papua. Tujuannya agar ketimpangan yang selama
ini mencuat, dapat diredam sehingga Papua tidak memisahkan diri dari Indonesia.
Konflik sosial ini pun memberikan dampak positif bagi keberlangsungan tatanan
sosial kemasyarakatan. 

2. Kepemimpinan adalah gejala universal dalam setiap kelompok makhluk hidup,


termasuk manusia. Dalam konteks organisasi, kepemimpinan merupakan inti dari
suatu organisasi. Kepemimpinan pemerintahan berkaitan dengan bagaimana
seharusnya kekuasaan dikelola. Bagaimana kehadnalan pemimpin dalam melayani
masyarakat demi tegaknya keadilan, memberdayakan masyarakat agar
kemandiriannya terus menguat di dalam mengejar kemajuan bersama serta
membangun untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari waktu ke waktu.
Ryas Rasyid (2002: 112-127) mengemukakan bahwa pemimpin pemerintah
seyogyanya memiliki perilaku kepemimpinan yang tertuju pada peningkatan empat
kapasitas:
a. Kepekaan terhadap situasi lingkungan, yaitu kemampuan untuk membaca
perkembangan yang terjadi di sekitarnya sehingga bisa secara tepat
mengantisipasi kecenderungan perubahan yang akan dihadapi. Kepekaan akan
memberi isyarat tentang bahaya yang harus dihindari, peluang yang harus diraih,
dan kompetisi yang harus dimenangkan.
b. Penjagaan atas Moral Masyarakat, yaitu kemampuan untuk menahan diri agar
tidak terjebak melakukan sesuatu yabng dapat menciptakan atau meningkatkan
keresahan dalam asyarakat.
c. Keterbukaan Pikiran, yaitu kemampuan untuk memahami nahwa dalam interaksi
politik, khususnya dalam pertarugngan kepentingan, tidak ada kebenaran yang
bersifat tunggal, dan tidak ada sesuatu kelompok yang memiliki hak monopoli
atas kebenaran.
d. Mendengar, mempelajari, dan menerjemahkan suara orang banyak, yaitu
kemampuan untuk dekat dan mau repot mengurus kepentingan orang banyak.

Ryas Rasyid (2002: 128-137) juga mengungkapkan, setidaknya ada empat karakter
kepemimpinan pemerintahan, yaitu:

a. kepemimpinan

Anda mungkin juga menyukai