Disusun oleh :
Muhammad .Aswar
21.30.004
Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Atas segala
rahmat dan karunia-Nya , akhirnya saya dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul: Sistem Ekonomi Islam Dalam Transaksi dan
Kerjasama Ekonomi.
Makalah ini ditulis dalam rangka untuk melengkapi tugas mata kuliah
agama islam di program studi manajemen informatika semester satu
KATA PENGANTAR.........................................................................2
DAFTAR ISI3
BAB I PEMBAHASAN
A. Pengertian Ekonomi Islam4
B. Perbedaan Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional4
C. Transaksi Ekonomi Dalam Islam5
1. Jual Beli5
2. Utang Piutang8
3. Ijarah9
D. Kerjasama Ekonomi Dalam Islam11
1. Syirkah11
2. Mudharabah12
3. Perbankan Syariah13
4. Asuransi Syariah14
5 . Pegadaian Syariah........................................................15
BAB 2 KESIMPULAN DAN SARAN.
A. KESIMPULAN.........................................................17
B. SARAN.....................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...................................................................18
E
konomi Islam dalam beberapa aspek dikatakan mirip dengan sistem pengaturan
ekonomi campuran. Tapi aspek tambahannya adalah pada mekanisme sistemnya yang
melibatkan peran pelaku ekonomi termasuk negara. Di lain pihak, secara filosofis pada
tataran para pelaku ekonomi secara individual dilandasi oleh pertanggungjawabannya kepada
Allah secara vertikal selain secara sosial dan horizontal.
Muhammad Abdul Manan mendefinisikan bahwa: “Islamic economic is a social science which
studies the economics problems of a people imbued with the value of Islam”. Islam adalah ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh
nilai-nilai Islam.
Ekonomi Islam adalah sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia
melalui alokasi dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang
mengacu pada pengajaranIslam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro
ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa keseimbangan lingkungan.
Berdasarkan definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat disimpulkan bahwa
ekonomi islam adalah suatu ilmu pengetahuan yang berorientasi pada keadilan dalam
memperoleh sumber daya dan rizki yang disediakan oleh Allah di muka bumi ini dengan
pengaturan sesuai dengan nilai dan ajaran Islam bagi semua pihak yang terlibat baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Ekonomi islam berazaskan pada Al-quran dan Sunah serta ijtihad. Perkara asas muamalah
dijelaskan dalam bentuk suruhan dan larangan yang bertujuan untuk membangun keseimbangan
rohani dan jasmani manusia berdasarkan tauhid. Ekonomi konvensional lahir berdasarkan
Dalam masalah ekonomi konvensional masalah muncul karena kelangkaan sumber daya yang
tidak sebanding dengan keinginan manusia yang tidak terbatas. Sementara dalam islam
kelangkaan sifatnya relatif dan hanya terjadi pada satu dimensi ruang dan waktu tertentu saja,
kelangkaan terjadi karena manusia tidak memiliki kemampuan untuk mengelola sumber daya
yang telah diciptakan allah
Dalam islam kepemilikan pribadi, baik barang konsumsi maupun modal sangat dihormati
walaupun hakikatnya tidak mutlak dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan orang lain. Sementara dalam ekonomi kapitalis kepemilikan bersifat mutlak dan
pemanfaatannya bebas, dalam ekonomi konvensional lainnya(sosialis) justru sebaliknya
kepemilikan pribadi tidak diakui yang ada kepemilikan Negara. Salah satu karakteristik ekonomi
islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain adalah zakat
4. Konsep bunga
Dalam islam sistem yang diterima adalah sistem bagi hasil (profit sharing) yang berorientasi
pada pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia. Sedangkan dalam ekonomi konvensional
sistem yang digunakan adalah bunga (riba). Pada sistem riba yang selalu diuntungkan adalah
yang memiliki modal hingga cenderung menimbulkan kesenjangan sosial karena perbedaan
kaya dan miskin sangat ketara sekali.
1. Jual Beli
Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual yakni pihak yang menyerahkan atau
menjual barang dengan pembeli sebagai pihak yang membayar atau membeli barang yang
dijual.. Jual beli sebagai sarana tolong-menolong sesama manusia, di dalam Islam mempunyai
dasar hukum dari Al-Qur’an dan Hadist.
Dalam Islam terdapat rukun syarat-syarat yang harus terpenuhi agar jual belinya sah menurut
syara’ (hukum Islam). Adapun rukun jual beli dan syarat-syaratnya yaitu:
a) Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
b) Balig, jual belinya anak kecil yang belum balig tidak sah, akan tetapi jika anak itu sudah
mamayyiz (mampu membedakan baik buruk), dibolehkan melakukan jual beli terhadap barang-
barang yang harganya murah, seperti permen, kue, dan kerupuk.
Ulama fikih sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual dan
pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui ucapan ijab
(dari pihak penjual) dan Kabul (dari pihak pembeli).
Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, yaitu antara lain:
b) Barang itu ada manfaatnya. Tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
c) Barang itu benar-benar ada di tempat atau tidak ada tetapi sudah tersedia di tempat lain,
misalnya di gudang dan penjual bersedia mengambilnya bila transaksi jual beli berlangsung.
d) Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaannya. Rasulullah SAW
bersabda: Tidak sah jual beli, kecuali pada suatu yang dimiliki (H.R Abu Daud dan At-Tirmidzi).
1) Harga jual yang disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
2) Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara
hukum, misalnya pembayaran dengan menggunakan cek atau kartu kredit. Jika harga barang
dibayar dengan cara utang atau kredit, waktu pembayarannya harus jelas.
3) Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-Muqayadah, maka nilai tukarnya tidak
boleh dengan barang haram misalnya dengan babi dan khamar.
Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain tinjau dari segi sah atau tidak sah
dan terlarang atau tidak terlarang.
1) Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun dan
syarat-syaratnya.
2) Jual beli yang terlarang dan tidak sah (batil) yaitu jual beli yang salah satu atau seluruh
rukunnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak disyariatkan
(disesuaikan dengan ajaran Islam). Contoh jual beli jenis ini seperti:
a) Jual beli sesuatu yang termasuk najis, seperti bangkai dan daging babi.
b) Jual beli air mani hewan ternak, seperti kambing. Kalau menjual air mani hewan jantan
milik penjual kepada pemilik hewan betina dilarang, tetapi meminjamkan hewan jantannya untuk
dikawinkan dengan hewan betina milik orang lain dibolehkan bahkan dianjurkan. Rasulullah
SAW bersabda yang artinya, “Barangsiapa mengawinkan hewan jantan dengan betina, lalu
mendapatkan anak, baginya ganjaran sebanyak tujuh puluh hewan.” (H.R Ibnu Hibban)
d) Jual beli yang mengandung unsur kecurangan dan penipuan, misalnya mengurangi
timbangan dan memalsukan kualitas barang yang dijual.
3) Jual beli yang sah tetapi terlarang (fasid). Ada beberapa contoh jual beli yang hukumnya
sah, tidak membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain
misalnya:
4) Najsyi yaitu menawar sesuatu barang dengan maksud hanya untuk mempengaruhi orang
lain agar mau membeli barang yang ditawarnya, sedangkan orang yang menawar barang tersebut
adalah teman si penjual.
5) Monopoli, yaitu menimbun barang agar orang lain tidak membeli, walaupun dengan
melampaui harga pasaran. Rasulullah SAW melarang jual beli seperti ini,karena akan merugikan
kepentingan umum.
2. Utang Piutang
Dalam Islam urusan utang piutang atau pinjam meminjam juga diatur, dan urusan ini memiliki
ketentuan-ketentuan (rukun) supaya menjadi transaksi yang sah. Adapun Rukun dalam simpan
pinjam yaitu:
Uang yang diutang atau dipinjam adalah milik sah dari yang meminjamkan. Pengembalian utang
atau pinjaman tidak boleh kurang nilainya, bahkan sunah bagi yang berutang (peminjam)
mengembalikan lebih dari pokok utangnya. Rasulullah SAW bersabda: “orang yang paling baik
diantara kamu ialah orang yang membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad dan
Tirmidzi) .
3. Ijarah
Menurut pengertian kebahasaan kata ijarah berasal dari bahasa Arab yang artinya upah, sewa,
jasa, atau imbalan. Jumhur ulama berpendapat bahwa akad/transaksi ijarah bersifat mengikat,
kecuali ada cacat atau barang tersebut tidak bisa dimanfaatkan. Karena bersifat mengikat,
kematian salah satu pihak yang menyewakan atau penyewa, tidak membatalkan ijarah.
a. Macam-macam ijarah
Dilihat dari segi subyeknya, ulama fikih membagi akad transaksi ijarah menjadi
dua macam, yaitu:
1) Ijarah yang bersifat manfaat, seperti sewa-menyewa rumah, toko, kendaraan, dan aneka
busana. Apabila manfaat itu termasuk manfaat yang dibolehkan syarat untuk dipergunakan maka
ulama fikih sepakat menyatakan boleh dijadikan obyek sewa-menyewa.
2) Ijarah yang bersifat pekerjaan, ialah dengan cara mempekerjakan seseorang untuk
melakukan suatu pekerjaan. Ulama fikih membolehkan ijarah yang berupa pekerjaan apabila
jenis pekerjaannya jelas. Misalnya, pembantu rumah tangga, buruh bangunan, tukang jahit, dan
tukang sepatu.
b. Rukun ijarah
Sebagai suatu transaksi ijarah dianggap sah apabila telah memenuhi rukun dan syarat-
syarat dalam melakukan ijarah. Menurut jumhur ulama rukun ijarah itu ada empat, yaitu:
b. Sewa/imbalan
c. Syarat-Syarat Ijarah
1) Kedua orang yang bertransaksi (akad) sudah balig dan berakal sehat. Transaksi anak
kecil dan orang gila tidak sah.
2) Kedua belah pihak tersebut bertransaksi dengan kerelaan, artinya tidak dipaksa atau
terpaksa,
3) Barang yang disewakan (objek ijarah) diketahui kondisi dan manfaatnya oleh penyewa.
Demikian juga jika objek ijarah itu pekerjaan. Pekerjaan itu harus jelas ketentuannya.
4) Objek ijarah itu bisa diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak tercacat.
5) Objek ijarah itu merupakan sesuatu yang dihalalkan. Sewa menyewa dalam masalah
maksiat hukumnya haram.
6) Hal yang disewakan bukan merupakan suatu kewajiban bagi penyewa. Misalnya
menggantikan mengerjakan soal ujian.
8) Upah atau sewa dalam transaksi ijarah harus jelas, tertentu, dan sesuatu yang bernilai
harta.
Ijarah yang berupa pekerjaan, apabila orang yang dipekerjakan itu bersifat
pribadi, maka seluruh pekerjaan yang ditentukan untuk dikerjakan menjadi tanggung jawabnya.
Hal ini sesuai dengan akad/transaksi antara yang mempekerjakan dengan yang dipekerjakan.
Orang yang dipekerjakan mengerjakan suatu pekerjaan sesuai dengan ketentuan dari yang
mempekerjakan, sedangkan yang mempekerjakan memberikan upah kerja kepada yang
dipekerjakan sesuai dengan perjanjian.
Penjual jasa untuk kepentingan orang banyak seperti tukang jahit dan tukang
sepatu, apabila melakukan suatu kesalahan sehingga sepatu orang yang sedang diperbaikinya
atau pakaian yang sedang dijahitnya mengalami kerusakan, maka menurut Imam Abu Hanifah,
Zufar bin Hudail bin Qais al-Kufi, ulama Madzhab Hambali dan Syafi’i, apabila kerusakan itu
bukan karena unsur kesengajaan dan kelalaian tukang sepatu atau tukang jahit, ia tidak dapat
dituntut untuk membayar ganti rugi.
Ulama fikih sepakat, akad ijarah akan berakhir apabila terjadi dua hal berikut:
1) Objek ijarah hilang atau musnah, seperti rumah terbakar, atau baju yang dijahitkan hilang
2) Habisnya tenggang waktu yang disepakati dalam akad/transaksi ijarah. Jika yang
disewakan itu sebuah rumah, maka setelah habis masa sewanya, rumah itu dikembalikan oleh
penyewa kepad pemiliknya, sedangkan apabila yang disewa berupa jasa seseorang, maka yang
berjasa/pekerja berhak menerima upah kerja.
1. Syirkah
Syirkah berarti perseroan atau persekutuan, yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang
bersepakat untuk bekerjasama dalam suatu usaha, yang keuntungan atau hasilnya untuk mereka
bersama . Syirkah yang sesuai dengan ketentuan syara dan bertujuan untuk kesejahteraan
bersama merupakan salah satu bentuk ta’awun (tolong-menolong) yang diperintahkan Allah
SWT.
Termasuk syirkah yang sesuai dengan ketentuan syara, apabila syirkah itu dilaksanakan dengan
niat ikhlas karena Allah, sabar, tawakal, saling percaya antara sesama anggota syarikat, dan
bersih dari unsur-unsur kecurangan atau penipuan.
Syarikat harta yaitu akad dari dua orang atau lebih untuk bersyarikat/berkongsi pada harta yang
ditentukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Dalam kehidupan modern, contoh
bentuk dari syarikat harta yaitu Firma, CV, dan PT.
Adapun ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi (rukun) dalam syarikat harta itu adalah:
Syarat dari lafal ini hendaknya mengandung pengertian izin untuk menjalankan harta syarikat.
Misalnya, jika syarikat harta terdiri dari dua orang, salah seorangnya berkata, “kita berserikat
pada barang inidan saya izinkan anda untuk menjalankannya melalui jual beli atau lainnya”
jawab yang seorang lagi, “saya menerima sebagaimana yang telah anda ucapkan itu.”
b. Anggota-anggota syarikat
a) Balig (dewasa)
b) Berakal sehat
c) Merdeka
Syarikat kerja adalah gabungan dua orang atau lebih untuk bekerjasama dalam suatu jenis
pekerjaan dengan ketentuan bahwa hasil dari pekerjaan dibagi kepada seluruh anggota syarikat
sesuai dengan perjanjian . Contoh dari syarikat kerja yaitu seluruh anggota syarikat bersepakat
2. Mudharabah
Menurut istilah dalam ilmu fikih, mudarabah atau qirad adalah pemberian modal dari pemilik
modal kepada seseorang yang akan memperdagangkan modal dengan ketentuan bahwa untung
rugi ditanggung bersama sesuai dengan perjanjian antara keduanya pada waktu akad. Modal
dalam qirad bisa berupa uang, pakaian, alat-alat transportasi, dan modal dalam bentuk yang lain.
1) Muqrid (pemilik modal) dan muqtarid (yang menjalankan modal), hendaknya sudah
balig, berakal sehat, dan jujur (amanah)
2) Uang atau barang yang dijadikan modal hendaknya diketahui jumlahnya atau nilainya
dan tunai.
3) Jenis usaha dan tempatnya sebaiknya disepakati bersama, tetapi jangan terlalu dibatasi
sehingga menyulitkan pihak yang menjalankan modal.
4) Besarnya keuntungan bagi muqrid dan muqtarid hendaknya sesuai dengan kesepakatan
mereka pada waktu akad.
5) Muqtarid hendaknya bersikap jujur (amanah) dan tidak boleh menggunakan modal untuk
kepentingan sendiri dan orang lain tanpa seizin muqrid.
3. Perbankan Syariah
Perbankan Syariah maksudnya adalah sistem perbankan berdasar dan sesuai ajaran Islam yang
dapat dirujuk kepada Al-Qur’an dan Hadist. Aktor utama pengelola sistem perbankan yang
Islami biasanya yakni bank Islam atau lebih dikenal dengan bank Syariah. Dalam kegiatan
usahanya, bank Syariah menghindari sistem bunga yang dianggap riba yang hukumnya haram.
Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa
lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan
prinsip-prinsip Islam. Bank Syariah mendasarkan dirinya kepada Islam dan mempraktekkan
Bank Syariah di Indonesia mulai beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1992 kemudian diikuti oleh
Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang prinsip bagi hasil, dimana perbankan dengan sistem
bagi hasil diakomodasi. Kemudian keluar Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang menjelaskan
bank umum dapat memilih untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan sistem konvensional
dan sistem syariah. Bank syariah memiliki fungsi dan peran sebagai berikut:
4. Asuransi Syariah
Menurut pengertian bahasa, kata asuransi (yang bahasa Arabnya At-Ta’min) berarti
pertanggungan. Menurut istilah asuransi adalah akad (perjanjian) antara penanggung (perusahaan
asuransi) dan yang mempertanggungkan sesuatu (peserta perusahaan asuransi). Peserta
perusahaan asuransi dalam periode tertentu (misal setiap bulannya) berkewajiban membayar
premi kepada perusahaan asuransi, yang besarnya sesuai dengan perjanjian antara keduanya.
Sedangkan kewajiban perusahaan asuransi ialah memberikan sejumlah uang kepada peserta
asuransi yang besarnya dan waktunya sesuai dengan perjanjian.
Asuransi termasuk bidang muamalah yang belum dikenal pada masa Rasulullah SAW, pada
masa Khulafa’ur Rasyidin, pada masa kebangkitan Islam, bahkan pada masa pembukuan fikih
Islam. Asuransi muncul pada kira-kira abad empat belas Masehi. Ulama fikih sepakat bahwa
asuransi dibolehkan dengan catatan cara kerjanya sesuai dengan ajaran Islam, yaitu
ditegakkannya prinsip keadialan, dihilangkannya unsur untung-untungan, perampasan hak dan
kedzaliman, serta bersih dari riba.
Bentuk asuransi yang cara kerjanya sesuai dengan ajaran Islam, misalnya asuransi tolong-
menolong (At-Ta’min At-Ta’awun). Para peserta asuransi bersepakat untuk menyerahkan
sejumlah uang kepada perusahaan asuransi. Sedangkan perusahaan asuransi berkewajiban
Perusahaan asuransi boleh memutar seluruh uang para peserta asuransi yang telah terkumpul asal
diketahui dan disetujui oleh seluruh peserta asuransi dan uang itu diputar dengan cara yang halal
sesuai dengan ajaran Islam. Pegawai-pegawai perusahaan asuransi juga berhak menperoleh upah
dari jerih payahnya mengelola perasuransian, yang besarnya sesuai dengan kesepakatan seluruh
peserta asuransi dan dananya diambil dari keuntungan memutar uang para peserta asuransi atau
dari para peserta asuransi sendiri.
Asuransi syariah tidak mengenal dana hangus, yakni ketika peserta tidak dapat melanjutkan
pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri sebelum masa tanggal jatuh tempo premi
asuransi yang sudah dibayarkan hangus atau menjadi keuntungan perusahaan asuransi. Peserta
yang baru masuk sekalipun karena suatu hal ingin mengundurkan diri, maka dana atau premi
yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali yang sudah diniatkan untuk
disisihkan dari awal. Begitu pula jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim maka pihak
perusahaan mengembalikan sebagian dari premi tersebut dengan sistem bagi hasil misalnya
70:30 atau 60:40 sesuai kesepakatan kontrak awal.
5. Pegadaian Syariah
Pegadaian syariah dalam hukum Islam dikenal dengan istilah rahn. Rahn secara bahasa berarti at-
tsubut (tetap), al-dawam (kekal), dan al-habas (jaminan). Secara istilah rahn berarti menjadikan
sesuatu barang yang berharga sebagai jaminan hutang dengan dasar bisa diambil kembali oleh
orang yang berhutang setelah dia mampu menebusnya.
1) Rhan dalam hokum islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa
mencari keuntungan.
3) Gadai menurut hukum perdata dilaksanakan melaui suatu lembaga yang disebut perum
pegadaian. Rahn dalam hukum islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.
A. Kesimpulan
Dalam karya ilmiah ini dapat disimpulkan bahwa kegiatan perekonomian diatur dalam islam
dengan prinsip illahiyah. Harta yang ada pada kita sesungguhnya bukan milik manusia,
melainkan hanya titipan Allah SWT, sehingga sebaiknya dimanfaatkan dengan tepat demi
kepentingan umat manusia yang pada akhirnya semua akan kembali kepada Allah SWT untuk
dipertanggung jawabkan.
Transaksi ekonomi yang biasa terjadi sehari-hari seperti jual beli maupun utang piutang jauh
lebih terarah bila menggunakan sistem ekonomi islam. Kerjasama ekonomi dalam islam
melahirkan kesejahteraan bagi pihak-pihak yang terlibat. Jaminan masyarakat terjaga dalam
sistem ekonomi islam maka akan cukup membantu mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur.
B. Saran
Chapra, Umar. (1995). Islam dan Pembangunan Ekonomi. Terjemahan Abidin Basri. Jakarta:
Gema Insani Press.
Djaelan Husnan et al. (2012). Islam Universal. Jakarta: Hartomo Media Pustaka.
Muhammad Abdul Manan. (1995). Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Terjemahan M.
Nastangin. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Muslich. (2007). Bisnis Syariah Perspektif Mu'amalah dan Manajemen. Yogyakarta: UPP STIM
YKPN.