Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PERUBAHAN VAGINA DAN DASAR PANGGUL


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah asuhan kebidanan ll
Dosen :

Disusun Oleh :

1. Vina dwi (10621030)


2. Sarah nerisa (10621031)
3. Intan sari.p (10621032)
4. Nabila sukma (10621033)
5. Annisa putri (10621034)
6. Anisa mukrimah (10621035)
7. Maya nanda (10621036)
8. Noviyanti (10621037)

POLITEKNIK KESEHATAN TNI AU


CIUMBULEUIT BANDUNG
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya kita
dapat menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen yang kemudian dilanjutkan
dengan penyusunan makalah dengan judul “ Perubahan vagina dan dasar
panggul“.
Seperti kata pepatah tak ada gading yang tak retak karenanya kami sebagai
tim penulis menyadarai bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna,baik dari sisi materi maupun penulisannya. Kami dengan rendah hati
dan dengan tangan terbuka menerima berbagai masukan maupun saran yang
bersifat membangun yang diharapkan berguna bagi seluruh pembaca.

Bandung, 02 Oktober 2022

penulis
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL......................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN

A. Lata Belakang ...........................................................................................

B. Rumusa Masalah.........................................................................................

C.Tujuan...........................................................................................................
D. Manfaat.......................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Perubahan vagina......................................................................................
B. Perubahan dasar panggul………………………………………………..
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan...................................................................................................
B.Saran..............................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dasar panggul adalah diafragma muskular yang memisahkan
cavum pelvis di sebelah atas dengan ruang perineum di sebelah bawah.
Sekat ini dibentuk oleh m. Levator ani, serat m. Coccigeus dan seluruhnya
ditutupi oleh fascia parietalis (Gosling, 1999; Patric, 2002; Callahan, 2004;
Loetan, 2006). Proses kehamilan dan persalinan terlibat dalam terjadinya
disfungsi dasar panggul. Kekendoran otot – otot yang melingkari vagina
sering disebabkan oleh kelahiran anak melalui vagina (Patric, 2002).
Hampir 50% wanita yang pernah melahirkan akan menderita prolaps organ
genitourinaria dan 40% disertai inkontinensia urin (Sarwono, 2004). Satu
dari tiga wanita akan mengalami inkontinensia selama hidupnya dan lebih
dari 65% wanita ini menyatakan bahwa hal tersebut dimulai saat kehamilan
maupun sesudah melahirkan (Loetan, 2006). Berbagai penelitian
epidemiologis menunjukkan bahwa disfungsi dasar panggul tersebut
melibatkan kerusakan jaringan otot, jaringan syaraf, jaringan ikat, termasuk
jaringan penyokong, pada daerah dasar panggul. Disfungsi dasar panggul
yang dapat terjadi setelah persalinan antara lain inkontinesia urin, prolaps
organ panggul, inkontinensia alvi dan disfungsi seksual(Genadry, 2006).
Selama dekade terakhir diyakini bahwa kehamilan dan persalinan
merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya inkontinnensia urin dan
prolaps genitalia pada wanita muda (Fonti, 2013). Dikatakan juga defek
pada dasar panggul berhubungan erat dengan trauma yang terjadi di dasar
panggul pada suatu persalinan pervaginam, namun sampai saat ini penelitian
mengenai hal tersebut masih terus dilakukan. Genadry R mengatakan faktor
yang terlibat dalam terjadinya disfungsi dasar panggul bersifat
multifaktorial dan bergantung pula pada genetik, kondisi fisik dan kondisi
lingkungan, karena pada kenyataannya defek pada otot dasar panggul juga
ditemukan pada perempuan yang tidak mengalami kehamilan dan persalinan
(Genadry, 2006). Trauma terhadap daerah dasar panggul akibat penurunan
kepala janin melalui jalan lahir pada persalinan pervaginam tidak terjadi
pada persalinan dengan seksio sesarea, sehingga berkembang suatu persepsi
di masyarakat bahwa persalinan dengan seksio sesarea akan melindungi
seorang perempuan dari trauma dasar panggul sehingga terjadi peningkatan
permintaan dari masyarakat untuk dilakukan persalinan dengan seksio
sesarea. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh
Bettes dkk bahwa di Amerika Serikat pada tahun 2004 pernah terjadi
peningkatan insidensi seksio sesarea paling tinggi yaitu 29,1% dari 1,2 juta
persalinan (Nygaard, 2005).
Perdebatan tentang persalinan seksio sesarea merupakan persalinan
yang paling baik untuk seorang perempuan agar terhindar dari disfungsi
dasar panggul, sampai saat ini masih terus diteliti (Lal, 2003). Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk menilai kekuatan otot dasar panggul dan
hubungannya dengan persalinan pervaginam dibandingkan dengan
persalinan perabdominam. Carmelia dkk.(2009) melakukan penelitian
terhadap 60 orang pasien yang melahirkan di RS Hasan Sadikin Bandung
selama Bulan Oktober – November 2009 dengan menggunakan alat
perineometer biofeedback Myomed 932, memperlihatkan tidak terdapat
perbedaan bermakna dari nilai kontraksi maksimal, nilai kontraksi minimal
dan ketahanan otot levator ani antara primipara pasca persalinan pervaginam
dengan pasca salin seksio sesarea.(Carmellia, 2009) David LL dkk.(2009)
melakukan pengukuran kekuatan otot dasar panggul dengan menggunakan
alat perineometer terhadap 30 pasien pasca salin normal dan 30 ibu pasca
salin seksio sesarea di RSUP. H. Adam Malik, RSU Pringadi Medan dan
RSU Sundari periode 1 Januari 2007 – 31 Januari 2009, memperlihatkan
adanya perbedaan bermakna antara kedua kelompok sampel dimana
kekuatan otot dasar panggul pascasalin pervaginam lebih rendah
dibandingkan dengan pascasalin seksio sesarea (David, 2009). Mascarenhas
T dkk.(2001)mengukur kekuatan dasar otot panggul dengan EMG
perineometry dan palpasi digital pada 66 wanita primipara 6 minggu dan 6
bulan postpartum (dari 66 wanita tersebut 42,4% melahirkan spontan,
25,8% dengan vakum ekstraksi, dan 31,8% dengan seksio sesarea). Terdapat
penurunan kekuatan dasar panggul yang bermakna pada wanita yang
melahirkan pervaginam dibandingkan dengan yang melahirkan dengan
seksio sesarea (p=0,049)(Mascarenhas, 200) . Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan hasil yang didapatkan peschers UM (1997) yang
mendapatkan kekuatan otot dasar panggul menurun secara bermakna 3
sampai 8 hari post partum pada wanita yang melahirkan pervaginam tapi
tidak pada wanita dengan seksio sesarea (Peschers,1997). Meskipun
dibeberapa penelitian menemukan adanya perbedaan bermakna antara
pengaruh persalinan pervaginam dan seksio sesarea terhadap kekuatan otot
dasar panggul, Beberapa penelitian lain tidak menemukan adanya perbedaan
antara pengaruh persalinan pervaginam dan seksio sesarea terhadap
kekuatan otot dasar panggul. Namun belum ada data mengenai kekuatan
otot dasar panggul perempuan paska seksio sesarea atas indikasi distosia
kala II . Hal tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
ini.
Proses kehamilan akan menimbulkan berbagai perubahan pada
seluruh sistem tubuh, perubahan ini berdampak pada sistem kardiovaskuler,
sistem pernafasan, sistem hormonal, sistem gastrointestinal, maupun sistem
muskuloskeletal.Perubahan pada sistem muskuloskeletal seiring selama
kehamilandengan membesarnya uterus, maka pusat gravitasi akan berpindah
kearah depan sehingga ibu hamil harus menyesuaikan posisi
berdirinya(Brayshawet al., 2008). Jika pusat gravitasi tubuh bergeser
kedepan dan peregangan otot abdomen yang melemah, hal ini dapat
mengakibatkan lekukan pada tulang lumbal. Ada kecenderungan bagi otot
punggung untuk memendek jika otot abdomen meregang sehingga dapat
menyebabkan ketidakseimbangan otot disekitar pelvic dan ligamen disekitar
pelvic. Dimana ibu hamil harus bergantung dengan kekuatan otot,
penambahan berat badan, sifat relaksasi sendi, kelelahan serta perubahan
postur sebelum hamil. Postur tubuh yang tidak tepat akan memaksa
peregangan otot tambahan dan kelelahan pada tubuh. Terutama pada bagian
tulang belakang sehingga akan menyebabkan terjadinya sakit atau nyeri
pada bagian belakang ibu hamil (Siswosudarmo et al., 2008).
Nyeri punggung bawah pada ibu hamil adalah ketidaknyamanan
yang terjadi dibawah costa dan di atas bagian inferior gluteal(Anas,
2006).Nyeri pada bagian punggung juga bisa disebabkan karena perubahan
hormonal yang menimbulkan perubahan pada jaringan lunak penyangga dan
penghubung sehingga menurunnya elastisitas dan fleksibilitasotot
(Wahyuniet al., 2012). Nyeri punggung dapat menimbulkan dampak negatif
pada kualitas hidup ibu 3 hamil karena adanya gangguan aktivitas fisik
dalam kehidupan sehari-hari (Katonis et al., 2011). Terdapat dua pilihan
yang di gunakan dalam proses persalinan yaitu persalinan spontan dan
operasi sesar. Operasi sesar adalah operasi yang dilakukan apabila proses
persalinan terpaksa dilakukan karena ada masalah pada ibu maupun
janin.Adanya komplikasikehamilan sebagai faktor risiko ibu melahirkan
operasi sesaradalah pendarahan4,40%, ketubanpecah dini 5,49%,kelainan
letak janin 4,25%, dan panggul sempit 4,0%.Sedangkan persalinan spontan
adalah proses pengeluaran janin melalui alat kelamin yang terjadi pada
kehamilan 37-42 minggutanpa komplikasi pada ibu dan janin
(Prawirohardjo, 2011). Terganggunya kualitas hidup dan berbagai masalah
fungsi reproduksi umum pada wanitasebagai salah satu gejala penyebab
melemahnya kekuatan otot dasar panggul. Kekuatan otot dasar panggul
terpengaruhsetelah persalinan spontan dan akan kembali normal dalam
waktu 2 bulan.Pada persalinan spontan ditemukan adanya penurunan
kekuatan otot dasar panggul sebanyak 22% selama persalinan dan 35%
selama post partum.
Persalinan spontan merupakan faktor utama kejadian inkontinensia
urine karena terjadi regangan otot yang kuat pada saat persalinan
menyebabkan kelemahan dan kerusakan dari otot dasar panggul. Beberapa
studi dan epidemiologi mengindikasikan wanita yang mengalami persalinan
spontan mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya inkontinensia urine
dibandingkan wanita dengan persalinan operasi sesar (Utamaet al.,
2016).Kekuatan otot dasar 4 panggul sebelum persalinan pada kelompok
spontan 9,152±0,8149 cm H2O dan kelompok operasi sesar 9,768±0,7355
cm H2O. Sedangkan kekuatan otot dasar panggul setelahpersalinanspontan
adalah 8,130±0,9301 cm H2O dan pada setelah operasi sesar 9,775±0,7150
cm H2O(Dewiet al., 2016). Berdasarkan latar belakang di atas peneliti
memilih RS PKU Karanganyar sebagai tempat penelitian, karena RS PKU
Karanganyar merupakan rumah sakit swasta yang mempunyai layanan
unggulan salah satunya spesialis obsgyn.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan vagina wanita setelah hamil?
2. Bagaimana perubahan dasar panggul wanita hamil?
3. Apakah ada perbedaan kekuatan otot pinggang antara ibu melahirkan spontan
dan operasi sesar?

C.Tujuan
1. untuk mengetahui hubungan kebiasaan perawatan organ genital dengan
keasaman mukosa vagina ibu hamil
2. Untuk mengetahui perbedaankekuatan otot pinggang antara ibu melahirkan
spontandan operasi sesar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Gambaran Fisiologis Vagina Ibu Hamil Kehamilan


merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai hormon di
dalam tubuh. Ketika terjadi kehamilan maka akan terjadi perubahan
fisiologis pada sistem reproduksi, sebagai upaya penyesuaian diperlukan
adanya adaptasi fisiologi. Adaptasi fisiologi adalah cara makhluk hidup
menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui fungsi kerja pada organ-
organ tubuhnya, dengan tujuan agar dapat bertahan hidup (Cunningham,
2013). Gambaran fisologis vagina pada ibu hamil diantarnya adalah terjadi
perubahan hormon estrogen yang menyebabkan peningkatan air dalam
mukus serviks, sehingga sekret vagina bertambah banyak. Hormon estrogen
juga mempengaruhi peningkatan vaskularisasi dan hiperemia pada vagina
dan vulva. Peningkatan vaskularisasi menyebabkan warna kebiruan pada
vagina yang disebut dengan tanda chadwick. Perubahan pada dinding
vagina meliputi peningkatan ketebalan mukosa, pelunakan jaringan
penyambung, dan hipertrofi otot polos. Akibat peregangan otot polos
menyebabkan vagina menjadi lebih lunak (Jenni, 2016). Selama kehamilan
pH vagina mengalami perubahan dari 3-4 menjadi 5-6,5, akibatnya vagina
mudah terkena infeksi jamur candida albicans, kondisi ini menjadi daerah
yang disukai candida albicans untuk berkembang biak (Erlina, 2015).
Menurut Ocviyanti Majelis Obstetri dan Ginekologi (2009) pH vagina
normal ibu hamil yaitu 4,4-4,8 dengan nilai median 5. Candida albicans
dapat tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih
baik pada pH antara 4,5-6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada
suhu 280C – 370C. Candida albicans membutuhkan senyawa organik
sebagai sumber karbon dan sumber energi untuk pertumbuhan dan proses
metabolisme. Unsur karbon ini dapat diperoleh dari karbohidrat yaitu
glikogen (Tauryska, 2011).
Glikogen merupakan sumber makanan mikroorganisme di dalam
vagina, sehingga mempermudah bakteri untuk berproliferasi dan
meningkatkan infeksi. Hasil metabolisme glikogen meyebabkan pH menjadi
(5-6,5). Metabolisme ini terjadi akibat pengaruh hormon estrogen.
Peningkatan lactobacilus menyebabkan metabolisme meningkat.
Lactobacillus merupakan flora normal yang paling dominan (>95%) hidup
dan berkembang biak dalam vagina, dan selebihnya adalah bakteri patogen.
Dalam kondisi seimbang bakteri patogen ini tidak mengganggu (Gupte et al,
2010). Pada kondisi normal pH vagina keasamannya dipertahankan oleh
adanya lactobacillus yaitu bacillus doederlin. Bakteri ini mengubah glikogen
menjadi asam laktat yang berfungsi mempertahankan pH vagina agar tetap
dalam kondisi asam (3,5-4,5). Keasaman vagina merupakan salah satu
mekanisme proteksi terhadap infeksi yang berguna untuk mengontrol
pertumbuhan bakteri patogen (Leslie, 2010). Hal ini bertujuan untuk
mencegah berkembangnya bakteri patogen dalam vagina. Dengan tingkat
keasaman tersebut, lactobacillus akan subur dan bakteri patogen tidak bisa
hidup. Beberapa spesies bakteri yang terdapat pada vagina menghasilkan
hidrogen peroksida dan bakteriosin yang berfungsi menghambat proliferasi
mikroorganisme lainnya (Moreno, 2010).

B. Faktor Yang Memperngaruhi Perubahan pH Vagina Pada Ibu Hamil


1. Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal terdiri atas derivat estrogen dan atau progesteron.
Estrogen dan progestin dapat mempengaruhi metabolisme karbohidrat, akan
tetapi progestin yang mempunyai efek lebih besar. Hal ini menyebabkan
kadar glikogen meningkat di permukaan epitel vagina dan mengakibatkan
pH vagina berubah. Kadar glikogen yang meningkat menjadi nutrisi candida
untuk tumbuh subur dan berkembang menjadi jamur yang dapat
mengakibatkan infeksi bakteri pada vulva. Candida albicans merupakan
jamur yang dapat tumbuh dalam 2 bentuk yaitu sebagai sel tunas yang akan
berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan
menghasilkan hifa semu yang diakibatkan oleh perubahan suhu atau
keasaman (Tauryska, 2011).
2. Diabetes Melitus
Gula yang dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan bakteri lactobacillus
tidak mampu untuk melakukan metabolisme glikogen menjadi asam laktat
dan tidak mampu menahan pertumbuhan penyakit, maka menyebabkan
bakteri berkembang biak yang memicu berbagai masalah pada vagina
(Ichwan, 2009). Glikogen merupakan sumber makanan mikroorganisme di
dalam vagina, sehingga mempermudah bakteri untuk berproliferasi dan
meningkatkan infeksi. Hasil metabolisme glikogen meyebabkan pH menjadi
(5-6,5). Kadar glukosa yang meningkat dalam darah, jaringan, dan air
kencing menyebabkan vulvovaginitis. Timbulnya vulvovaginitis ini
disebabkan vulva tersiram oleh air kencing yang mengandung kadar gula
tinggi. Hal ini menyebabkan vulva menjadi tempat yang baik untuk
pertumbuhan jamur candida albicans, sehingga frekuensi kolonisasi menjadi
lebih tinggi (Gupte et al, 2010).
3. Pemakaian Antibiotik
Timbulnya kandidiasis vulvovaginalis terjadi selama pemakaian antibiotika
oral sistemik, khususnya dengan spektrum lebar, seperti: tetrasiklin,
ampisilin, dan sefalosporin. Antibiotika tersebut dapat mengeliminasi flora
vagina yang bersifat protektif seperti bakteri lactobacillus. Berkurangnya
bakteri dalam vagina menyebabkan candida tumbuh dengan subur karena
tidak ada lagi persaingan dalam memperoleh makanan yang menunjang
pertumbuhan jamur tersebut. Obat kortikosteroid dan sitostatik
memudahkan invasi jamur karena obat-obat tersebut dapat menurunkan
daya tahan tubuh. Pada dasarnya jamur candida sebagai flora normal yang
berfungsi sebagai pertahanan atau perlindungan tubuh. Namun sebaliknya
pada pemakaian kortikosteroid jangka panjang akan mengakibatkan
pertumbuhan candida yang tidak terkendali (Nurhayati, 2013).
4. Nutrisi
Diet yang tidak seimbang dapat menyebabkan perubahan keasaman vagina,
terutama diet dengan jumlah gula yang berlebihan seperti tepung, sereal,
roti. Makanan dengan jumlah gula yang berlebihan dapat memicu
pertumbuhan bakteri dan bermanfaat sebagai tinggal di dalam vagina.
Selaput lendir dinding vagina mengeluarkan glikogen, suatu senyawa gula.
Bakteri yang hidup di vagina disebut lactobacillus (bakteri baik) yang
memetabolisme glikogen menjadi asam laktat. Proses ini menghambat
pertumbuhan jamur dan menahan perkembangan infeksi vagina. Gula yang
dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan bakteri lactobacillus tidak
mampu untuk melakukan metabolisme glikogen menjadi asam laktat dan
tidak mampu menahan pertumbuhan penyakit, maka menyebabkan bakteri
berkembang biak yang memicu berbagai masalah pada vagina (Ichwan,
2009).
5. Kehamilan
Kehamilan merupakan suatu proses yang melibatkan berbagai perubahan
hormonal di dalam tubuh yaitu estrogen dan progesteron. Peningkatan
hormon estrogen menyebabkan peubahan pH akibat peningkatan kadar air
mukus serviks dan meningkatkan produksi glikogen oleh sel-sel epitel
mukosa superfisial pada dinding vagina. Selama kehamilan pH vagina
mengalami perubahan dari 3-4 menjadi 5-6,5, akibatnya vagina mudah
terkena infeksi jamur candida albicans, kondisi ini menjadi daerah yang
disukai candida albicans untuk berkembang biak. Candida albicans dapat
tumbuh pada variasi pH yang luas, tetapi pertumbuhannya akan lebih baik
pada pH antara 4,5- 6,5. Jamur ini dapat tumbuh dalam perbenihan pada
suhu 280C – 370C (Erlina, 2015).
6. Douching Vagina
Berdasarkan hasil penelitian Alfin (2013), penggunaan cairan antiseptik
pada vagina yang dilakukan secara berlebihan, terutama yang tidak memiliki
pH balanced, dapat menyebabkan mengubah http://repository.unimus.ac.id
lingkungan vagina yang dapat rentan terjadinya infeksi. Pada penggunaan
antiseptik secara berlebihan dapat menyebabkan bakteri yang normal
tumbuh di vagina mati, yang pada akhirnya timbul keluhan-keluhan seperti
keputihan dan dapat menimbulkan terjadinya kanker serviks. Pada
penelitian ini didapatkan bahwa ibu sebanyak 45 orang yang menggunakan
bilas vagina pH >7 dari beberapa jenis produk antiseptic.
7. Waktu
Melakukan hubungan intim dalam kurun waktu 24 jam akan mempengaruhi
perubahan pH vagina. Cairan mani yang dikeluarkan saat berhubungan
seksual akan menyebabkan ketidakseimbangan pH (Nurhayati, 2013).
Waktu disekitar menarche karena pengaruh esterogen; wanita dewasa yang
dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh pengeluaran
transudat dari dinding vagina; waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari
kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi lebih encer (Wiknjosastro, 2008).
Beberapa waktu tersebut menyebabkan perubahan pH vagina dan memicu
terjadinya keputihan.

Anda mungkin juga menyukai