Anda di halaman 1dari 2

Sebagai bentuk konsistensi Bank Indonesia untuk mengembangkan ekonomi dan

keuangan syariah di Indonesia, akan berdampak positif bagi penguatan stabilitas


moneter, sistem keuangan, dan kesejahteraan masyarakat secara umum. Pada tanggal
6 Juni 2017, Bank Indonesia telah mengeluarkan Cetak Biru (Blueprint) Ekonomi dan
Keuangan Syariah sebagai panduan internal Bank Indonesia maupun dengan pihak
eksternal yang berhubungan dengan aktivitas dan pelaksanaan cetak biru tersebut.
Dengan cetak biru ekonomi dan keuangan syariah ini, Bank Indonesia sebagai otoritas
moneter dan stabilitas sistem keuangan, tetap berperan serta dalam pengembangan
ekonomi dan keuangan syariah bersama stakeholder terkait dengan mengacu kepada
prinsip dan nilai-nilai ekonomi, keuangan syariah yang berdimensi keadilan,
transparansi, produktivitas, dan tata kelola yang baik (governance).

Cetak biru ekonomi dan keuangan syariah ini secara garis besar memuat 4 hal utama
yaitu:

1. Nilai-nilai dasar dan prinsip dasar pengembangan ekonomi dan keuangan


syariah. 
2. Kerangka dasar kebijakan pengembangan. 
3. Strategi dan rencana aksi. 
4. Kerjasama dan koordinasi, baik dengan pihak internal maupun pihak eksternal
dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah.  

Fungsi Bank Indonesia adalah sebagai regulator pasar uang syariah. Di samping itu,
dibutuhkan fungsi baru seperti fungsi akselerasi dan inisiasi, terutama saat
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah menerapkan pendekatan ekosistem.
Ekosistem ekonomi dan keuangan syariah saat ini sudah ada, namun belum terbangun
secara sistematis. Untuk itu, dalam konsep cetak biru ini, peran Bank Indonesia dalam
pengembangan ekonomi dan keuangan syariah meliputi fungsi sebagai Akselerator,
Inisiator dan Regulator (AIR).

Upaya pengembangan ekonomi dan keuangan syariah tidak dapat dijalankan secara
parsial. Sektor keuangan tidak dapat berkembang optimal tanpa pertumbuhan yang
baik di sektor ekonomi. Peran riset, asesmen, dan edukasi menjadi bagian integral
yang tidak dapat dipisahkan. Demikian juga, kerjasama yang erat antar institusi
semakin dibutuhkan dalam menjalankan strategi dan program sehingga lebih efektif.
Karena itu, cetak biru pengembangan ekonomi dan keuangan syariah dibangun dalam
3 (tiga) pilar yang meliputi:

1. Pilar 1 – Pemberdayaan Ekonomi Syariah


2. Pilar 2 – Pendalaman Pasar Keuangan Syariah
3. Pilar 3 – Penguatan Riset, Asesmen, dan Edukasi
Saat ini, proses penyerapan kerangka dasar pengembangan ekonomi dan keuangan
syariah ke dalam platform kebijakan ekonomi nasional telah berjalan. Salah satunya
melalui forum Komite Nasional Keuangan Syariah. Komite yang telah terbentuk pada
tanggal 3 November 2016 berdasarkan Peraturan Presiden No.91 tahun 2016 tentang
Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).

Pada tahap selanjutnya, KNKS diubah menjadi KNEKS pada tanggal 10 Februari
2020 berdasarkan PP 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan
Keuangan Syariah. Berdasarkan Pasal 7 PP KNEKS, KNEKS diketuai oleh Presiden
Republik Indonesia dan berdasarkan Pasal 9 KNEKS beranggotakan 15 (lima belas)
kementerian dan instansi terkait yaitu: (i) Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
(ii) Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan; (iii)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi; (iv) Menteri Agama, Menteri
Perindustrian; (v) Menteri Perdagangan; (vi) Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; (vii) Menteri Badan
Usaha Milik Negara; (viii) Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; (ix)
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif; (x) Kepala Badan Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif; (xi) Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan; (xii) Gubernur Bank
Indonesia; (xiii) Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan; (xiv) Ketua
Umum Majelis Ulama Indonesia; dan (xv) Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri.

Anda mungkin juga menyukai