Anda di halaman 1dari 22

library.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Teori Pembangunan

Todaro & Smith (2015) dalam bukunya “Economic Development 12th

Edition” menerangkan pendekatan pembangunan dengan beberapa kriteria

pengukuran ketercapaian pembangunan yang disepakati. Berikut merupakan

pendekatan yang dijelaskan:

a. Pendekatan Tradisional

Pendekatan ini melihat pembangunan secara tradisional, di mana

pendekatan ini melihat sebuah pembangunan melalui tercapainya tingkat

pertumbuhan pendapatan per kapita yang berkelanjutan guna

memungkinkan sebuah Negara memperluas outputnya pada tingkat yang

lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan populasinya. Pendekatan ini

menggunakan tingkat maupun laju pendapatan nasional per kapita riil

untuk mengukur sebuah kesejahteraan ekonomi dari keseluruhan populasi.

Pembangunan ekonomi pada masa lalu terfokus dalam peningkatan

sektor manufaktur dan jasa. Hal ini berkaitan dengan perubahan pada

struktur produksi serta lapangan kerja. Tak ayal dalam pembangunan

ekonomi ini sektor pertanian akan mengalami penurunan. Pendekatan ini

commit to user
library.uns.ac.id 19
digilib.uns.ac.id

menitik berat kan industrialisasi yang pesat, sehingga seringkali

mengorbankan pertanian dan pembangunan pedesaan.

Pada akhir pendekatan ini memandang pembangunan ekonomi sebagai

fenomena di mana terjadinya peningkatan pesat keseluruhan sektor

ekonomi dan meningkatnya pendapatan nasional bruto. Peningkatan dari

keseluruhan sektor ekonomi dan pendapatan nasional bruto tersebut

harapannya mampu menciptakan lapangan kerja dan peluang ekonomi

lainnya maupun menciptakan kondisi yang diperlukan untuk penyebaran

yang lebih luas dari manfaat ekonomi dan sosial dari pertumbuhan yang

terjadi. Lebih jauh lagi masalah kemiskinan, pengangguran, maupun

ketimpangan akan menjadi masalah penting yang akan terselesaikan

setelah pembangunan ini terlaksana. Memang pembangunan ekonomi pada

pendekatan tradisional seringkali menitik berat kan pada peningkatan

output yang diukur dengan produk domestik bruto (PDB).

b. The New Economic View of Development

Para ekonom menemukan sebuah fakta pada bahwa pertumbuhan

ekonomi tidak lantas menjamin meningkatnya keseluruhan hidup

masyarakat pada umumnya. Sehingga ada sebuah kesalahan dengan

definisi sempit pembangunan sebelumnya (pendekatan tradisional). Hal ini

memicu pendefinisian ulang dalam mengartikan sebuah pembangunan di

mana pembangunan di artikan pengurangan maupun penghapusan

commit to user
library.uns.ac.id 20
digilib.uns.ac.id

kemiskinan, ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks ekonomi

yang sedang tumbuh.

Pada pandangan ekonomi baru terhadap pembangunan, Pembangunan

ekonomi harus dipandang sebagai sebuah proses multidimensi yang

melibatkan perubahan besar pada struktur sosial, kelembagaan nasional,

percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketimpangan, serta

pemberantasan kemiskinan. Inti pandangan pembangunan pada ekonomi

baru ini yakni pembangunan harus mewakili keseluruhan perubahan yang

dengannya seluruh sistem sosial, yang disesuaikan dengan kebutuhan

dasar yang beragam dan aspirasi individu maupun kelompok sosial yang

berkembang di dalam sistem tersebut, bergerak menjauh dari kondisi

kehidupan yang secara luas dianggap tidak memuaskan menuju situasi

atau kondisi kehidupan yang dianggap lebih baik secara material dan

spiritual.

c. Pendekatan “Kapabilitas” Amartya Sen

Amartya sen berpendapat bahwa pendapatan dan kekayaan bukanlah

tujuan pembangunan itu sendiri namun merupakan instrumen untuk tujuan

lain, terlebih “kemampuan manusia untuk berfungsi” merupakan hal yang

lebih penting. Lebih jauh Amartya Sen berpendapat kemiskinan tidak

dapat diukur dengan benar oleh pendapatan maupun oleh utilitas seperti

yang dipahami secara konvensional di mana pada dasarnya bukan menjadi

commit to user
library.uns.ac.id 21
digilib.uns.ac.id

sesuatu yang penting hal-hal yang dimiliki seseorang namun apa yang

mampu orang tersebut lakukan.

Amartya Sen dalam Todaro & Smith (2015) mendefinisikan

“kapabiltas” sebagai “the freedom that a person has in terms of the choice

of functionings, given his personal features (conversion of characteristics

into functionings) and his command over commodities.” Hal ini membantu

menjelaskan mengapa para ekonom pembangunan menitik berat kan pada

aspek kesehatan dan pendidikan yang ditujukan kepada Negara-negara

dengan pendapatan tinggi namun standar kesehatan dan pendidikan yang

buruk.

Pendapatan riil tentunya penting namun untuk mengubah karakteristik

komoditas menjadi fungsi yang dapat digunakan dalam ekonomi dalam

banyak kasus penting tentunya membutuhkan kesehatan dan pendidikan

serta pendapatan. Bagi Amartya Sen, kesejahteraan manusia mengartikan

sejahtera dalam hal arti dasar sehat, bergizi baik, terpelajar, berumur

panjang, dan lebih luas lagi , mampu mengambil bagian dalam kehidupan

bermasyarakat, dan mampu memiliki kebebasan memilih dalam apa yang

ia dapat lakukan dan dapat dilakukan oleh seseorang.

2. Teori Pembangunan Manusia Amartya Sen

Amartya Sen dalam memandang persoalan pembangunan berpendapat

bahwa pembangunan merupakan kebebasan. Hal ini di dasarkan atas argumen

bahwa walau sebagian besarcommit


Negarato telah
user mencapai peningkatan ekonomi
library.uns.ac.id 22
digilib.uns.ac.id

dan kemakmuran, namun nyatanya masih banyak masyarakat pada Negara

tersebut yang tidak memiliki kualitas hidup yang baik dan terpaksa hidup

dalam jurang kemiskinan tanpa ada pilihan guna memperbaiki kualitas

hidupnya.

Berawal dari konsep pembangunan “kapabilitas”, Amartya Sen

mendefinisikan hal itu sebagai (Todaro & Smith, 2015) “kebebasan yang

dimiliki seseorang dalam arti pilihan functioning, dengan fitur-fitur personal

yang dimilikinya (perubahan karakteristik menjadi functioning), dan kontrol

yang dimilikinya terhadap komoditi…”.

Teori pembangunan Amartya Sen lebih jauh menekan aspek kesehatan dan

pendidikan di dalamnya. Lebih jauh Sen menyebut negara-negara yang

memiliki pendapatan yang tinggi namun memiliki standar kesehatan dan

pendidikan yang rendah sebagai kasus “pertumbuhan tanpa pembangunan”.

Sen lebih lanjut berpendapat bahwa konsep “kapabilitas” berfungsi

mencangkup tiga aspek kunci yakni: pertama adalah kecukupan, kecukupan

pada hal ini meliputi kecukupan atas kebutuhan-kebutuhan dasar. Kedua

adalah harga diri, yang mencangkup dorongan dari diri sendiri untuk maju,

menghargai diri sendiri, jati diri sebagai Negara dan masyarakat timur dan

lain sebagainya. Ketiga adalah kebebasan dari sikap menghamba. Komponen

kebebasan manusia pada hal ini meliputi komponen kebebasan politik dan

pemerataan kesempatan. Sehingga pembangunan yang tidak diiringi serta

mempertimbangkan komponen kebebasan hanyalah akan mengakibatkan


commit to user
library.uns.ac.id 23
digilib.uns.ac.id

suatu bencana, karena hal tersebut akan menciptakan perubahan sosial yang

tidak diharapkan bahkan menghambat proses pembangunan itu sendiri.

3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Menurut BPS, PDRB diartikan sebagai jumlah keseluruhan barang dan

jasa yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha pada sebuah wilayah. PDRB

dilakukan untuk melihat hasil dari pembangunan ekonomi yang dilakukan.

Menurut Mankiw (2010) “Gross domestik product (GDP) is the market value of

all final goods and servis produced within an economy in a given period of time”

hal ini diartikan bahwa PDRB/GDP merupakan nilai pasar dari seluruh barang dan

jasa yang diproduksi pada suatu ekonomi di Negara/wilayah dalam periode

tertentu. Umumnya PDRB digunakan untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah.

PDRB atas harga berlaku menampilkan gambaran penambahan nilai

barang dan jasa yang perhitungannya menggunakan harga setiap tahun nya. PDRB

atas harga konstan menampilkan gambaran penambahan nilai barang dan jasa

yang perhitungannya menggunakan harga pada tahun tertentu yang dijadikan

sebagai tahun dasar. Hal ini membuat kedua metode ini memiliki kegunaan

masing-masing, PDRB atas harga berlaku digunakan untuk menggambarkan

seberapa besar struktur perekonomian dan peranan sektor ekonomi. Sedangkan

PDRB atas harga konstan digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan

ekonomi dari tahun ke tahun.

commit to user
library.uns.ac.id 24
digilib.uns.ac.id

Kuncoro (2001) dalam Ariyati (2018) menyatakan pendekatan

pembangunan tradisoinal lebih diartikan sebagai pembangunan yang lebih

dipusatkan pada peningkatan PDRB suatu provinsi, kabupaten, dan kota.

Pertumbuhan ekonomi sendiri dewasa ini diukur dari perkembangan PDRB pada

masing-masing daerah. PDRB dewasa ini dihitung berdasarkan dua pendekatan,

yakni dihitung dari sisi sektoral/ lapangan dan dari sisi penggunaannya.

Perhitungan PDRB bisa diukur pula dengan pendekatan harga konstan dan

pendekatan harga berlaku.

Menurut BPS, setidaknya ada tiga pendekatan yang bisa digunakan untuk

menghitung angka-angka PDRB, di antaranya:

a. Pendekatan Produksi

PDRB sendiri merupakan jumlah nilai tambah dari barang dan jasa yang

dihasilkan dari berbagai macam unit produksi di wilayah suatu Negara

dalam kurun waktu tertentu yang biasanya dalam tahunan. Unit-unit

produksi ini dalam penyajiannya diklasifikasikan menjadi 9 macam

lapangan usaha atau sektor yang di antaranya:

1) Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

2) Sektor Pertambangan dan Penggalian

3) Industri Pengolahan

4) Listrik, Gas dan Air Bersih

5) Konstruksi

6) Perdagangan,commit to user
Hotel dan Restoran
library.uns.ac.id 25
digilib.uns.ac.id

7) Pengangkutan dan Komunikasi

8) Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan

9) Jasa-jasa.

b. Pendekatan Pendapatan

PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diperoleh faktor-faktor produksi

yang ikut andil dalam proses produksi dalam kurun waktu tertentu yang

umumnya satu tahun. Balas jasa yang dimaksud merupakan upah dan gaji,

sewa tanah, bunga modal, dan laba.

c. Pendekatan Pengeluaran

PDRB merupakan keseluruhan unsur permintaan akhir yang tersusun dari:

1) Pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta

nirlaba

2) Pengeluaran konsumsi pemerintahan

3) Pembentuk modal tetap domestik bruto

4) Perubahan investor, dan

5) Ekspor neto.

Pendekatan pengeluaran merupakan suatu pendapatan nasional yang

didapatkan dengan menjumlahkan nilai pasar dari seluruh permintaan

akhir dari keluaran yang dihasilkan perekonomian serta diukur pada harga

pasar yang berlaku.

commit to user
library.uns.ac.id 26
digilib.uns.ac.id

PDRB dalam hal ini menjadi salah satu dari variabel-variabel penjelas

indeks pembangunan manusia di Jawa Tengah karena PDRB sendiri memiliki

peranan penting dalam meningkatkan angka kemampuan masyarakat dalam

memenuhi kebutuhannya terkhusus masyarakat provinsi Jawa Tengah.

Masyarakat tentunya akan selalu berusaha memenuhi kebutuhannya dengan

sebaik mungkin. Peran PDRB disini merupakan gambaran tinggi nya

pertumbuhan output sebuah ekonomi. Apabila pertumbuhan output ini tinggi

maka masyarakat akan mengalami perubahan pada pola konsumsi dan daya beli

sebuah masyarakat. Tinggi nya daya beli pada masyarakat ini lah yang

menjadiukuran kualitas hidup layak dalam pembangunan manusia yang diukur

pada indeks pembangunan manusia.

Mirza (2012) dalam karangan nya “pengaruh kemiskinan, pertumbuhan

ekonomi, dan belanja modal terhadap indeks pembangunan manusia di Jawa

Tengah tahun 2006-2009” berpendapat bahwa tingginya pertumbuhan output

yakni di sini dimaknai dengan peningkatan PDRB per kapita memiliki dampak

atas berubahnya pola konsumsi masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya.

Meningkatnya daya beli masyarakat lebih jauh lagi akan menambah angka indeks

pembangunan masyarakat di mana angka ini menjadi salah satu indikator

komposit dalam indeks pembangunan manusia ini sendiri yakni indikator

pendapatan. Sehingga dapat disimpulkan semakin tinggi pertumbuhan ekonomi

maka akan meningkatkan indeks pembangunan manusia.

commit to user
library.uns.ac.id 27
digilib.uns.ac.id

4. Belanja Modal

Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) merupakan sebuah alat

dan sarana dalam menjalankan otonomi suatu daerah, disatu sisi APBD

merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah daerah karena APBD merupakan

gambaran seluruh kebijakan pemerintah daerah. APBD setiap daerah

menghimpun perencanaan belanja daerah pada periode tahunan yang

bersangkutan di mana belanja daerah yang meliputi belanja rutin (operasional)

dan belanja pembangunan (belanja modal) serta pengeluaran daerah yang tidak

tersangka.

Menurut Badrudin (2017) belanja modal merupakan sebuah investasi yang

direalisasi dalam bentuk pembelian maupun pengadaan asset tetap di mana asset

ini memiliki nilai manfaatnya lebih dari satu tahun serta asset tersebut

dimanfaatkan dalam kegiatan pemerintah yang nantinya diharapkan kemampuan

pemerintah untuk melayani masyarakat secara ekonomi, sosial, dan lainnya

semakin mengalami sebuah peningkatan. Pendapat tersebut dikuatkan oleh Mirza

(2012) di mana Mirza berpendapat bahwa pemerintah melakukan belanja

pembangunan dalam hal ini yakni belanja modal dalam rangka untuk

mendapatkan asset tetap pemerintah daerah yang di antaranya dalam bentuk

bangunan, peralatan, infrastruktur, maupun asset tetap lainnya.

Belanja modal merupakan satu di antara bagian belanja daerah yang dapat

memberikan kontribusi pada kesejahteraan dan peningkatan kualitas masyarakat

karena anggaran yang dialokasikan dipergunakan untuk meningkatkan kualitas


commit to user
library.uns.ac.id 28
digilib.uns.ac.id

pelayanan publik yang ke depannya akan dinikmati oleh masyarakat itu sendiri.

Pemerintah dalam mengalokasikan anggaran belanja modal dapat melakukan

beberapa cara, di mana menurut Mirza (2012) untuk mendapatkan asset tetap

secara teori dapat dilakukan dengan tiga cara, yakni membangun sendiri, menukar

dengan asset tetap yang lainnya, dan membeli asset tetap. Cara yang biasanya

dilakukan oleh pemerintah daerah sendiri adalah dengan membeli asset tertentu.

Proses pembelian asset ini umumnya dilakukan dengan sebuah proses lelang

maupun tender yang cukup rumit.

Peranan belanja modal cukup berpengaruh terhadap indeks pembangunan

manusia. Sehingga belanja modal merupakan salah satu variabel penjelas yang

dapat menggambarkan keadaan indeks pembangunan manusia terkhusus pada

provinsi Jawa Tengah itu sendiri. Hal ini disebabkan belanja modal merupakan

anggaran yang di alokasikan oleh pemerintah dalam rangka membangun asset

tetap dalam bentuk infrastruktur di daerahnya. Infrastruktur maupun asset tetap

yang dibangun oleh pemerintah ini lah yang akan mempermudah masyarakat

dalam mengakses kebutuhan dasar dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

Kemudahan akses infrstruktur atas aspek kesehatan, pendidikan, serta ekonomi ini

yang nantinya dapat membuat masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan, pendidikan, serta mempermudah ekonomi masyarakat.

Lebih jauh lagi hal ini akan meningkatkan angka indikator-indikator dasar

pembangunan manusia.

Sari & Supadmi (2016) berpendapat belanja modal yang dilakukan oleh
commit to user
pemerintah daerah dalam pengadaan asset daerah sebagai bentuk investasi, pada
library.uns.ac.id 29
digilib.uns.ac.id

akhirnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini di

sebabkan adanya peningkatan sarana dan prasarana publik sehingga menunjang

peningkatan pelayanan pada sektor publik. Sehingga belanja modal memiliki

peranan yang penting terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia.

5. Upah Minimum

Menurut Herman (2018) upah minimum adalah upah terendah yang akan

dijadikan sebuah tolak ukur bagi pengusaha dalam menentukan upah atau gaji

pekerja maupun karyawan yang bekerja pada perusahaannya. Penentuan upah

minimum setiap wilayah umumnya ditentukan oleh pemerintah daerah. Gubernur

menentukan upah minimum regional (UMR) dan bupati/walikota menentukan

upah minimum kabupaten/kota, dengan mempertimbangkan rekomendasi dewan

pengupahan provinsi/kabupaten/kota.

Kebijakan upah minimum diatur dalam peraturan menteri tenaga kerja dan

transmigrasi nomor 7 tahun 2013 tentang upah minimum. Pasal 3 peraturan

menteri tenaga kerja dan transmigrasi di mana penetapan upah minimum harus

didasarkan kepada kebutuhan hidup layak (KHL) yang memperhatikan aspek

produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Setiap tahunnya upah minimum akan

mengalami peningkatan seiring meningkatnya upah riil pekerja.

Penetapan upah minimum sebagaimana tercantum dalam peraturan

menteri tenaga kerja dan transmigrasi nomor 7 tahun 2013 mempertimbangkan

beberapa faktor, di antaranya:


commit to user
library.uns.ac.id 30
digilib.uns.ac.id

a. Kebutuhan hidup layak (KHL)

Kualitas hidup layak (KHL) menjadi salah satu faktor yang mendasari

penentuan upah minimum setelah ditetapkan nya UU No. 13 tahun 2016

tentang ketenagakerjaan. Maksud KHL disini yakni standar kebutuhan

yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk mencapai

kehidupan yang layak baik secara fisik, non fisik, dan sosial dalam

kebutuhan perbulan nya.

b. Indeks Hidup Layak (IHK)

Penetapan upah minimum harus mempertimbangkan harga kebutuhan

pokok yang dapat dilihat dengan IHK. Menurut BPS, IHK merupakan

indeks yang digunakan untuk menghitung rerata perubahan harga dari

suatu barang maupun jasa yang dikonsumsi masyarakat dalam jangka

waktu tertentu.

c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB menjadi salah satu dari indikator untuk mengetahui kondisi

ekonomi terkini. PDRB atas harga konstan menggambarkan pertumbuhan

riil dari tahun ke tahun yang tidak dipengaruhi oleh faktor harga.

Penetapan gaji maupun upah setiap tahunnya dilakukan dalam rangka

untuk penyesuaian dengan kondisi perekonomian. Sehingga PDRB

menjadi faktor yang menentukan penetapan upah minimum pada suatu

daerah.
commit to user
library.uns.ac.id 31
digilib.uns.ac.id

Upah minimum menjadi satu di antara variabel yang menjelaskan indeks

pembangunan manusia disebabkan peranannya dalam peningkatan kualitas hidup

masyarakat terkhusus masyarakat provinsi Jawa Tengah. Hal ini tidak lepas dari

peranan upah minimum yang menjadi pelindung bagi buruh maupun pekerja guna

mempertahankan agar nilai upah minimum yang diperoleh mereka tidak menurun

dalam memenuhi kebutuhan harian mereka. Di sisi lain upah minimum berperan

dalam pemenuhan kualitas hidup layak yang menjadi salah satu indikator

perhitungan indeks pembangunan manusia.

Herman (2018) berpendapat bahwa upah minimum kota menjadi salah satu

komponen dari pendapatan seseorang yang bermukim di suatu wilayah sehingga

peningkatan upah minimum merupakan salah satu penentu maupun indikator yang

dapat mencerminkan kesejahteraan masyarakat dari sebuah Negara. Lebih lanjut

Herman menulis peningkatan upah minimum kota nantinya akan memicu

meningkatkan kebutuhan hidup layak dan secara langsung mempengaruhi

peningkatan standar hidup layak pada masyarakat. Meningkatnya upah minimum

yang diperoleh masyarakat nantinya akan berdampak pada tinggi nya daya beli

masyarakat sehingga angka indeks pembangunan manusia akan meningkat.

6. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Menurut Todaro & Smith (2015) indeks pembangunan manusia (IPM)

baru, layaknya seperti sebelumnya bahwa IPM menempatkan setiap Negara pada

skala 0 (Pembangunan manusia terendah) menuju skala 1 (Pembangunan manusia

tertinggi) berdasarkan dengan tiga tujuan pembangunan manusia atau produk


commit to user
library.uns.ac.id 32
digilib.uns.ac.id

akhir pembangunan yang di antaranya yakni umur yang panjang serta kesehatan

yang diukur dengan harapan hidup sejak lahir, pengetahuan yang diukur

menggunakan kombinasi rata-rata sekolah yang telah dicapai oleh orang dewasa

dan lama sekolah untuk usia sekolah anak-anak, serta standar hidup layak yang

diukur dengan produk domestik regional bruto (PDRB) untuk mencerminkan

biaya hidup dan dengan asumsi bahwa akan mengurangi utilitas pendapatan

marginal.

Indeks pembangunan manusia (IPM) umumnya merupakan indikator yang

sering digunakan untuk menggambarkan upaya dan kinerja program

pembangunan secara menyeluruh pada sebuah wilayah. IPM dalam pelaksanaan

nya juga memiliki fungsi untuk memberikan pedoman dan pengarahan dalam

menentukan prioritas perumusan kebijakan pemerintah dan penentuan program

pembangunan. Semakin meningkatnya indeks pembangunan manusia maka akan

berdampak bagi meningkatnya IPM pada wilayah tersebut.

Adapun indeks pembangunan manusia (IPM) didasarkan atas komponen-

komponen yang dipilih untuk mengukur tingkat IPM tersebut. UNDP dalam

publikasinya menjelaskan dimensi-dimensi yang digunakan untuk mengukur IPM,

di antaranya (UNDP, 1993):

a. Longevity, di mana dimensi ini diukur menggunakan angka harapan

hidup saat lahir (life expectancy of birth) dan menggunakan angka

kematian bayi per seribu penduduk (infant mortalityrate).

commit to user
library.uns.ac.id 33
digilib.uns.ac.id

b. Educational Achievement, di mana pada indikator ini diukur dengan

dua indikator, yakni menggunakan angka melek huruf penduduk usia

15 tahun ke atas (adult literacy rate) dan rata-rata lama sekolah bagi

penduduk 25 tahun ke atas (the mean years of schooling).

c. Access of resource, di mana indikator ini diukur secara makro

menggunakan PDRB riil per kapita dengan purchasing power parity

(paritas daya beli) dalam dolar AS dan dapat pula dilengkapi dengan

tingkatan angkatan kerja.

Indonesia dalam mengukur indeks pembangunan manusia menggunakan

tiga komponen dasar di antaranya umur panjang dan hidup sehat, pengetahuan,

serta standar hidup layak. Namun semakin berkembangnya zaman menuntut

adanya perbaruan metodologi IPM. Beberapa hal yang mendasari perubahan

metodologi IPM disebabkan sebagian indikator yang ada sudah dirasa tidak

relevan untuk digunakan dalam perhitungan IPM, angka melek huruf yang awal

mula nya menjadi indikator untuk mengukur tingkat pendidikan masyarakat

dirubah menjadi angka harapan lama sekolah. Begitu pula dengan indikator

produk domestik bruto per kapita diganti dengan produk nasional bruto (PNB) per

kapita.

Berkembangnya zaman berdampak pula dengan perubahan metode

perhitungan IPM, berikut rumus umum yang digunakan dalam perhitungan IPM

metode baru:

√ commit to user
........................................................... (2.1)
library.uns.ac.id 34
digilib.uns.ac.id

Keterangan:

Indeks Kesehatan

Indeks Pendidikan

Indeks Pengeluaran

Tabel 2.1. Klasifikasi Tingkat IPM

Apabila Kategori
IPM < 60% IPM Rendah
60% ≤ IPM < 70% IPM Sedang
70% ≤ IPM < 80% IPM Tinggi
IPM ≥ 80% IPM Sangat Tinggi
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, 2015

B. Kajian Empiris

Penelitian mengenai indeks pembangunan manusia telah dilakukan oleh

beberapa ahli, pakar, maupun akademisi. Penelitian ini setidaknya mengambil

lima jurnal penelitian sebelumnya. Setiap penelitian yang telah dilakukan

memiliki perbedaan hasil serta dari penelitian-penelitian tersebut diambil research

gap yang melandasi penelitian ini dilakukan. Berikut beberapa penelitian yang

menjadi acuan penulis dalam menyusun penelitian ini, di antaranya:

1. Jurnal Denni Sulistio Mirza (2012) yang berjudul “Pengaruh Kemiskinan,

Pertumbuhan Ekonomi, dan Belanja Modal Terhadap Indeks

Pembangunan Manusia Di Jawa Tengah Tahun 2006-2009”. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini ialah metode panel data di mana

pendekatan yang digunakan dalam panel data ini menggunakan uji fixed

commitini
effect. Hasil dari penelitian to user
yakni penelitian tersebut variabel
library.uns.ac.id 35
digilib.uns.ac.id

kemiskinan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IPM. Variabel

pertumbuhan ekonomi dan belanja modal sama-sama memiliki pengaruh

positif dan signifikan terhadap IPM. Penelitian ini meneliti IPM pada

kurun waktu 2006 hingga 2009, dengan kisaran waktu kurang lebih selama

empat tahun itu perlu adanya pembaharuan dan penelitian dengan jangka

waktu yang lebih panjang sehingga dapat melihat kondisi IPM yang lebih

luas dan jelas. Terlebih saat ini perhitungan IPM mengalami perubahan

indikator-indikator penyusun IPM sehingga perlu adanya pembaharuan

penelitian terkait faktor-faktor yang mempengaruhi IPM.

2. Jurnal Herman (2018) yang berjudul “Pengaruh Upah Minimum Kota

(UMK) Terhadap Indeks Pembangunan Manusia Kota Pekanbaru (2009-

2016)”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah telaah pustaka

yang disokong dengan analisis deskriptif kuantitatif data-data sekunder.

Pengolahan data dan analisis pengaruh upah minimum kabupaten/kota

(UMK) terhadap indeks pembangunan manusia (IPM) menggunakan

analisis regresi linear sederhana. Hasil dari penelitian ini yakni upah

minimum memiliki pengaruh terhadap IPM sebesar 79,6% dan

berpengaruh signifikan. Gap penelitian antara penelitian yang telah

dilakukan herman ini terdapat pada objek penelitian, jangka waktu tahun

penelitian, metode analisis, serta variabel yang lebih beragam. Di mana

penelitian ini terfokus terhadap IPM di Jawa Tengah pada tahun 2011-

2018 serta ditambahkannya variabel PDRB dan belanja modal. Dengan

menambahkan variabel-variabel yang lain penelitian yang dilakukan dapat


commit to user
library.uns.ac.id 36
digilib.uns.ac.id

lebih menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi IPM pada sebuah

daerah. mengalanisis sebuah faktor yang berkontribusi terhadap IPM

membutuhkan sebuah alat analisis yang lebih efisien, memiliki variabilitas

yang tinggi, serta dapat memberikan informasi yang lebih lengkap

sehingga data panel merupakan alat analisis yang lebih digunakan pada

analisis pengaruh IPM.

3. Jurnal Ida Ayu Candra Yunita Sari dan Ni Luh Supadmi (2016) yang

berjudul “Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal Pada

Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia”. Metode yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi berganda. Hasil

penelitian ini yakni pendapatan asli daerah berpengaruh positif dan

signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. belanja modal memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan manusia.

Gap analisis antara penelitian Ida dengan penelitian yang akan dilakukan

terdapat pada alat analisis, serta rentan waktu data. Menganalisis fenomena

pembangunan manusia membutuhkan sebuah alat analysis yang dapat

memberikan informasi lengkap, keefektifan yang tinggi serta derajat bebas

yang tinggi sehingga pemilihan alat analisis sebaiknya menggunakan

pendekatan panel data. Pada satu sisi dalam menganalisis pembangunan

manusia perlu lebih banyak menghimpun data tahunan serta populasi yang

cukup banyak sehingga analisis dapat menggambarkan keadaan yang

terjadi pada objek penelitian.

commit to user
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

4. Jurnal Nadlia Ariyati dkk (2018) yang berjudul “Pertumbuhan Ekonomi,

Belanja Modal, dan Indeks Pembangunan Manusia: Panel Data Evidence

Empat Kabupaten Di Aceh”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini

yakni metode regresi panel, panel vector autorgression (PVAR), dan

granger causality test. Hasil dari penelitian ini yakni pertumbuhan

ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap indeks pembangunan

manusia, belanja modal berpengaruh positif namun tidak signifikan. Hasil

granger causality test menemukan terdapatnya unidirectional causality

dari IPM ke pertumbuhan ekonomi. Gap analisis penelitian Nadlia dengan

penelitian yang akan dilakukan berada pada objek penelitian serta rentang

tahun yang diteliti. Rentan waktu yang lebih panjang lebih dapat

menggambarkan kondisi objek penelitian lebih baik. Pada sisi lain objek

yang diteliti penelitian ini merupakan wilayah yang lebih besar dengan 35

kabupaten/kota.

5. Jurnal Zainuddin (2015) yang berjudul “Analisis Dampak Inflasi, PDRB,

Dan Perkembangan Upah Minimum Regional Terhadap Indeks

Pembangunan Manusia Masyarakat Di Provinsi Aceh”. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini yakni model regresi linier berganda dengan

metode ordinary least square (OLS). Hasil dari penelitian ini yakni secara

bersama-sama variabel independen memiliki pengaruh terhadap IPM.

Secara individu inflasi memiliki pengaruh negatif terhadap IPM dan

variabel UMR memiliki pengaruh positif terhadap IPM. Gap analisis di

antara penelitian Zainuddin ialah metode analisis data, objek penelitian,


commit to user
library.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

serta rentang waktu tahun yang diteliti. Analisis panel data memiliki

kelebihan dari metode yang lain di mana analisis panel data lebih dapat

memberikan banyak informasi, tingkat variabilitas yang lebih tinggi, serta

kolinieritas antar variabel berkurang. Objek penelitian Zainuddin terfokus

pada provinsi Aceh sedangkan penelitian ini terfokus pada provinsi Jawa

Tengah. Rentan waktu yang lebih banyak lebih dapat menggambarkan

keadaan objek penelitian di mana penelitian Zainuddin mengambil data

tahun 2008 hingga 2013. Penelitian ini mengambil data PDRB, belanja

modal, dan upah minimum pada kurun waktu 2011 hingga 2018.

Ditinjau dari beberapa jurnal yang ada masih terdapat perbedaan hasil dari

jurnal-jurnal yang tersebut dalam menggambarkan fenomena pembangunan

manusia. penelitian Mirza (2012) menghasilkan temuan bahwa variabel

belanja modal berpengaruh positif dan signifikan sedangkan pada penelitian

Ariyati dkk (2018) variabel belanja modal berpengaruh positif namun tidak

signifikan terhadap indeks pembangunan manusia. perbedaan hasil penelitian

ini mendorong untuk dilakukannya penelitian kembali dengan memadukan

variabel lain untuk melihat bagaimana variabel-variabel bebas dalam

mempengaruhi IPM di Jawa Tengah. Di sisi lain dengan menambahkan runtut

waktu yang lebih panjang akan dapat memperjelas kondisi IPM pada objek

yang di teliti.

commit to user
library.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

C. Kerangka Pemikiran

Produk Domestik
Regional Bruto
(PDRB)

Indeks
Belanja Modal Pembangunan
Manusia (IPM)

Upah Minimum

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

D. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian serta landasan teori yang telah dipaparkan

dimuka maka hipotesis dari penelitian ini yakni sebagai berikut:

1. PDRB diduga memiliki pengaruh positif terhadap indeks

pembangunan manusia (IPM) di Jawa Tengah.

2. Belanja Modal diduga memiliki pengaruh positif terhadap indeks

pembangunan manusia (IPM) di Jawa Tengah.

3. Upah Minimum diduga memiliki pengaruh positif terhadap indeks

pembangunan manusia (IPM) di Jawa Tengah.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai