Anda di halaman 1dari 28

A.

1
A. Kepatuhan Antenatal Care (ANC)
1. Definisi
Kepatuhan kunjungan Antenatal Care dapat diartikan sebagai ketaatan
dalam berkunjung ke tempat pelayanan kesehatan oleh ibu hamil sesuai dengan
trimester kehamilan dan sesuai dengan standar Antenatal Care (ANC) yang
ditetapkan . Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan
termasuk pelayanan kesehatan ibu hamil yaitu pelayanan antenatal sesuai
standar adalah pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali
selama kehamilan. Minimal 1 kali pada trimester I (pada usia kehamilan 0
sampai 12 minggu), minimal 1 kali pada trimester II (usia kehamilan 13
minggu sampai 27 minggu) dan minimal 2 kali pada trimester III (usia
kehamilan 28 minggu sampai 40 minggu)
Antenatal Care (ANC) sering disebut dengan perawatan kehamilan.
Kehamilan adalah proses pemeliharaan janin dalam kandungan yang
disebabkan pembuahan sel telur oleh sel sperma. Dalam proses kehamilan
terdapat mata rantai yang saling berkesinambungan, terdiri dari mulai ovulasi
pelepasan ovum, terjadi migrasi spermatozoa dan ovum, terjadi konsepsi dan
pertumbuhan zigot, terjadi nidasi (implantasi) pada rahim, pembentukan
plasenta, tumbuh kembang hasil konsepsi sampai kehamilan matur atau aterm
(Susilowati dan Kuspriyanto, 2016)
Masa kehamilan dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin. Lamanya
hamil normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari
pertama haid terakhir (Saifuddin, 2009). Trimester Kehamilan dibagi menjadi
3 yaitu (Prawirohardjo . S, 2009)
a Trimester I adalah usia kehamilan 0 sampai 12 minggu
b TrimesterII adalah usia kehamilan 13 sampai 27 minggu
c Trimester III adalah usia kehamilan diatas 28 sampai 40 minggu
Antenatal Care adalah perawatan kesehatan yang diajukan kepada ibu
hamil sebelum dan selama hamil dengan tujuan mendeteksi secara dini masalah
kesehatan ibu dan janin, memberikan penyuluhan atau pendidikan kesehatan dan
perencanaan persalinan (Mandriwarti, 2012). Antenatal care adalah pelayanan

1
kesehatan oleh tenaga profesional untuk ibu hamil selama masa kehamilan yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan
(Kemenkes RI, 2016). Antenatal care merupakan pelayanan yang diberikan pada
ibu hamil untuk memonitor, mendukung kesehatan ibu dan mendeteksi ibu
apakah ibu hamil normal atau bermasalah (Ai Yeyeh, 2009)
2. Tujuan Antenatal Care
Tujuan Asuhan kehamilan pada kunjungan awal yaitu mengumpulkan
informasi mengenai ibu hamil yang dapat membantu bidan dalam membangun
membina hubungan yang baik saling percaya antara ibu dan bidan, mendeteksi
komplikasi yang mungkin terjadi, menggunakan data untuk menghitung usia
kehamilan dan tafsiran tanggal persalinan, merencanakan asuhan khusus yang
dibutuhkan (Istri, 2012)
Menurut (Rukiyah, 2013)tujuan dilakukannya pemeriksaan antenatal yaitu:
a Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan
tumbuh kembang bayi.
b Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik,maternal dan sosial ibu
dan bayi
c Mengenali secara dini ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin
terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan
dan pembedahan.
d Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat ibu
dan bayinya dengan trauma seminimal mungkin.
e MempersiapkanibuagarnifasberjalannormaldanpemberianASI eksklusif.
f Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dapat menerima kelahiran bayi agar
dapat tumbuh kembang secara normal.
3. Standar Pelayanan Minimal Antenatal
Pelayanan antenatal sesuai standar adalah pelayanan yang diberikan ibu
hamil minimal 4 kali selama kehamilan dengan jadwal satu kali pada trimester
pertama, satu kali pada trimester kedua dan dua kali pada trimester ketiga yang
dilakukan oleh bidan atau dokter spesialis kebidanan baik yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah maupun swasta yang memiliki Surat
Tanda Registrasi ( STR ).

2
Pemeriksaan Antenatal Care terbaru sesuai dengan standar pelayanan yaitu
minimal 6 kali pemeriksaan selama kehamilan,dan minimal 2 kali pemeriksaan
oleh dokter pada trimester I dan III. 2 kali pada trimester pertama (kehamilan
hingga 12 minggu), 1 kali pada trimester kedua (kehamilan diatas 12 minggu
sampai 26 minggu), 3 kali pada trimester ketiga (kehamilan diatas 24 minggu
sampai 40 minggu)
Standar pelayanan antenatal adalah pelayanan yang dilakukan kepada ibu
hamil dengan memenuhi kriteria 10T yaitu :
a Timbang berat badan dan ukur tinggi badan
b Ukur tekanan darah
c Nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas / LILA)
d Pemeriksaan puncak rahim (tinggi fundus uteri)
e Tentukan presentasi janin dan denyut janin(DJJ)
f Skrining status imunisasi tetanus dan beikan imunisasi tetanus toksoid (TT)
bila diperlukan.
g Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
h Tes laboratorium, tes kehamilan, pemeriksaan hemoglobin darah (Hb),
pemeriksaan golongan darah (bila belum pernah dilakukan sebelumnya),
pemriksaan protein urin (bila ada indikasi) yang pemberian pelayanan
disesuaikn dengan trimester kehamilan.
i Tatalaksana/penanganan kasus sesuia kewenangan.
j Temu wicara ( konseling )
4. Kunjungan Antenatal
Kunjungan antenatal adalah kontak antara Ibu hamil dan petugas kesehatan
yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan
(Kemenkes RI, 2015)
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan termasuk
pelayanan kesehatan ibu hamil yaitu pelayanan antenatal sesuai standar adalah
pelayanan yang diberikan kepada ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan.
Minimal 1 kali pada trimester I, minimal 1 kali pada trimester II dan minimal 2
kali pada trimester III (Kemenkes RI, 2011)

3
Untuk lebih rincinya kunjungan antenatal terbagi menjadi 2 yaitu kunjungan
awal (K1) dan kunjungan ulang (K4).
a Kunjungan Awal (K1)
Kunjungan baru ibu hamil (K1) adalah kontak ibu hamil yang pertama kali
dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan
(Saifuddin, 2012) Tujuan dari kunjungan awal yaitu:
1) Membina hubungan saling percaya antara bidan dan ibu.
2) Mendeteksimasalahyangdapatdiobati.
3) Mencegah masalah dari praktek tradisional yang merugikan.
4) Memulai persiapan persalinan dan kesiapan untuk menghadapi komplikasi.
5) Mendorong perilaku sehat.(Pantikawati, 2010)
b Kunjungan Ulang (K4)
Kunjungan ibu hamil yang keempat (K4) adalah kontak ibu yang keempat
atau lebih dengan petugas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal
care (ANC) sesuai standar yang ditetapkan dengan syarat :
1) Minimal 1 kali dalam trimester pertama ( usia kehamilan 0 – 12 minggu)
2) Minimal 1 kali dalam trimester kedua ( usia kehamilan 13 minggu -27
minggu)
3) Minimal 2 Kali dalam trimester ketiga ( usia kehamilan 28 minggu – 40
minggu )
Pemeriksaan khusus bila terdapat keluhan-keluhan tertentu. (Saifuddin AB,
2012).
Tujuan dari kunjungan ulang ini yaitu:
a) Pendeteksian komplikasi-komplikasi.
b) Mempersiapkankelahirandankegawatdaruratan.
c) Pemeriksaan fisik terfokus (Pantikawati, 2010)
5. Manfaat Antenatal
Asuhan antenatal memberikan manfaat yaitu dengan menemukan berbagai
kelainan yang menyertai ibu hamil secara dini, sehingga dapat diperhitungkan
dan dipersiapkan langkah –langkah dalam penolong persalinannya. Diketahui
bahwa janin dalam rahim dan ibunya merupakan satu kesatuan yang saling

4
mempengaruhi, sehingga kesehatan ibu dan perkembangan janin berkaitan
(Manuba, Ayu Ida C.H Bagus, 2008)
6. Faktor faktor yang Mempengaruhi Kunjungan Antenatal Care
Faktor – Faktor yang mempengaruhi Kunjungan Antenatal Care Menurut
Kunjungan ANC oleh ibu hamil dipengaruhi oleh beberapa faktor.Pembagian
faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan berdasarkan teori yaitu berasal dari faktor perilaku (behavior cause)
dan faktor di luar perilaku (non- behavior causes). Sedangkan dalam
pembagian menurut konsep dan perilaku sesorang seperti yang dikemukakan
oleh Green meliputi faktor predisposisi (predisposing factor), faktor
pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat atau (reinforcing factor).
Faktor predisposisi (predisposing factor) adalah faktor yang mempermudah
terjadinya perubahan perilaku seseorang. Faktor ini mencakup 3 kelompok
karakteristik predisposisi yaitu:
1. Ciri-ciri demografi meliputi: umur, jenis kelamin, status perkawinan, paritas
dan jumlah anggota keluarga .
2. Struktur sosial meliputi jenis, pekerjaan, pendidikan, ras, agama, dan
kesukuan.
3. Kepercayaan kesehatan meliputi keyakinan, pengetahuan dan sikap
masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, dokter dan penyakitnya.
Faktor pemungkin (enabling factor) adalah faktor yang memfasilitasi
perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana berupa
kelengkapan alat-alat kesehatan dan prasarana berupa penghasilan keluarga,
jarak tempat tinggal, media informasi, kebijakan pemerintah atau fasilitas
kesehatan bagi masyarakat seperti,rumah sakit, poliklinik, posyandu, dokter
atau bidan praktik swasta.
Sedangkan, faktor penguat (reinforcing factor) adalah faktor yang
mendorong atau memperkuat terwujudnya dalam sikap dan perilaku petugas
kesehatan atau petugas lainnya, yang merupakan kelompok referensi dari
perilaku masyarakat. Faktor ini mencakup faktor sikap dan perilaku petugas
kesehatan, tokoh agama took masyarakat dan para petugas kesehatan,dukungan
suami dan dukungan keluarga.

5
Menurut Lawrence Green dalam Notoadmojo ( 2016 ) Kunjungan ANC oleh
ibu hamil dipengaruhi oleh faktor :
a. Umur
Umur adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan.Umur sangat
menentukan sesuatu kesehatan ibu, ibu dikatakan beresiko tinggi apabila ibu
hamil berusia dibawah 20 tahun dan diatas 35 tahun.Umur berguna untuk
mengantisipasi diagnosa masalah kesehatan dan tindakan yang
dilakukan.(walyani, 2017)
Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang akan lebih dipercaya
dari pada orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya, jika kematangan usia
seseorang cukup tinggi maka pola berpikir akan lebih dewasa, dan lebih di
jelaskan bahwa Ibu yang mempunyai usia produktif atau tidak beresiko akan
lebih berpikir secara rasional dan matang tentang pentingnya melakukan
pemeriksaan kehamilan dan memiliki tingkat motivasi yang lebih tinggi dalam
memeriksakan kehamilannya (walyani, 2017)
Menurut (Prawirohardjo, 2014) bahwa kematian maternal yang terjadi pada
wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih
tinggi dari pada kematian maternal yang terjadi pada usia 21-35 tahun.
Kematian maternal meningkat kembali setelah usia diatas 35 tahun. Kehamilan
diusia muda atau remaja (dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa
takut terhadap kehamilan dan persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut
ibu mungkin belum siap untuk mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu
belum siap untuk hamil sedangkan usia tua (diatas 35 tahun) akan
menimbulkan kecemasan terhadap kehamilan dan persalinan serta alat-alat
reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ruslinawati, 2016) cakupan
yang memiliki umur 20-35 tahun sebagian besar melakukan pemeriksaan
kehamilan sesuai dengan standar (>4 kali), dibandingkan dengan yang berumur
<20 atau >35 tahun (resti) (walyani, 2017).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dwi Mawanti (2012) bahwa
kepatuhan ibu hamil dipengaruhi usia tidak beresiko (20-35 tahun) sebanyak
90%, dimana pada usia 20-35 tahun merupakan usia resproduksi sehat sehingga

6
wanita pada usia ini menyadari akan kebutuhan kesehatan terutama pada saat
hamil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan.
b. Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat
diperlukan untuk mengembangkan diri, semakin tinggi tingkat pendidikan
semakin mudah menerima dan mengembangkan pengetahuan dan teknologi.
Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi bagaimana seseorang untuk
bertindak dan mencari penyebab serta solusi dalam hidupnya. Orang yang
berpendidikan tinggi biasanya akan bertindak lebih rasional. Oleh karena itu
orang yang berpendidikan akan lebih mudah menerima gagasan baru.
Demikian hal nya dengan ibu yang berpendidikan tinggi akan memeriksakan
kehamilannya secara teratur demi menjaga keadaan kesehatan dirinya dan anak
dalam kandungannya (walyani, 2017)
c. Paritas
Paritas adalah jumlah atau banyaknya persalinan yang pernah dialami ibu
baik lahir hidup maupun mati. Menurut paritas(Prawirohardjo, 2014) dapat
dibedakan menjadi :
1) Nulipara ( belum pernah melahirkan )
2) Primipara (satu kali melahirkan)
3) Multipara ( 2-4 kali melahirkan)
4) Grandemultipara (melahirkan > 5 orang anak).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fatkhiyah (2020) menunjukkan
bahwa ibu hamil yang teratur dalam melakukan ANC adalah ibu hamil
multipara sebanyak 85%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rauf (2013)
yang menyatakan ibu hamil dengan paritas lebih dari satu yang memanfaatkan
pelayanan mengatakan bahwa terdapat risiko pada kehamilan sebelumnya
sehingga merasa perlu untuk memeriksakan kehamilan secara teratur
sedangkan ibu dengan kehamilan yang pertama akan termotivasi melakukan
pemeriksaan ANC karena merupakan hal yang baru.
Menurut (Wiknjosastro, 2005) ibu dengan kehamilan pertama kali akan
termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan karena
baginya kehamilan merupakan hal yang baru. Sebaliknya ibu yang pernah

7
melahirkan lebih dari satu anak mempunyai anggapan bahwa ia sudah
mempunyai pengalaman dari kehamilan sebelumnya sehingga tidak
termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya ke petugas kesehatan.
d. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakini indera pengelihatan, pendengaran,
penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telinga. (Wawan, dkk, 2017). Pengetahuan itu sendiri
dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal. Pengetahuan sangat erat
hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan
pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi perlu ditekankan, bukan berarti seorang yang
berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Hal ini mengingat
bahwa peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh dari pendidikan formal
saja, akan tetapi dapat diperoleh melalui pendidikan non formal. Pengetahuan
seseorang tentang suatu objek mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan
aspek negative (Wawan dkk, 2017).
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk seseorang
melakukan sesuatu. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan tentu akan lebih
baik daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2014)
Berdasarkan penelitan Lesmana (2017) ibu hamil yang melakukan
kunjungan ANC memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 59 ( 87% ) dari 68
responden dan 12% responden memiliki pengetahuan yang cukup.
Berdasarkan penelitian Gusputraya (2016) ibu hamil yang melakukan
kunjungan ANC memiliki tingkat pengetahuan baik yaitu 12,1%.
Menurut L.Green (2016) Pengetahuan salah satu indikator seseorang dalam
melakukan tindakan. Jika seseorang didasari dengan pengetahuan yang baik
terhadap kesehatan maka orang tersebut akan memahami pentingnya menjaga
kesehatan dan motivasi untuk diaplikasikan dalam kehidupannya. Pengetahuan
merupakan factor penting yang mempengaruhi motivasi ibu hamil untuk
melakukan kunjungan ANC. Bagi ibu dengan pengetahuan yang tinggi

8
mengenai kesehatan kehamilan menganggap kunjungan ANC bukan sekedar
untuk memenuhi kewajiban, melainkan menjadi sebuah kebutuhan untuk
kehamilannya.

B. Latihan Jalan Kaki


1. Definisi
Jalan kaki adalah olahraga yang murah, aman dan sangat menyenangkan
bila dilakukan bersama-sama teman, pasangan atau keluarga. Pada dasarnya,
aktivitas fisik yang dilakukan secara kontinyu dan dalam waktu yang panjang
dapat melatih kesegaran jasmani seseorang, termasuk berjalan kaki. Selain
melatih kesegaran jasmani, oksigen yang dihirup dan diedarkan akan
melancarkan sirkulasi darah. Efeknya, kondisi tubuh tak cepat lelah dan lebih
cepat mengembalikan tubuh pada kondisi normal, serta mengurangi stress atau
depresi (Nurhidayati, 2013)
Jalan (dalam KBBI) adalah melangkahkan kaki. Jalan merupakan olahraga
yang sangat sederhana dan biaya murah. Perlu modal semangat diri untuk
bergerak sebagai bahan bakar aktivitas ini. Jalan merupakan aktivitas bergerak
dari satu titik ke titik lain atau gerak pindah menggunakan kaki sebagai alat
untuk bergerak, jalan kaki adalah olahraga yang murah, aman dan sangat
menyenangkan bila dilakukan bersama teman, pasangan atau keluarga. Dan
jangan menganggap remeh jalan kaki, karena tidak sedikit manfaat yang bisa
kita dapatkan dari sekedar berjalan-jalan (wiyono, 2012)
Aktivitas fisik yang dilakukan secara kontinu dalam waktu yang panjang
dapat melatih kesegaran jasmani, termasuk berjalan kaki. Selain melatih
kesegaran jasmani, oksigen yang dihirup dan diedarkan akan melancarkan
sirkulasi darah. Efeknya pada kondisi tubuh tak cepat lelah dan lebih cepat
mengembalikan tubuh pada kondisi normal, serta mengurangi stres atau
depresi(Derio, 2011).
Jalan kaki di pagi hari adalah cara sederhana untuk membuat tubuh tetap
bugar. Kesegaran yang didapatkan di pagihari mulai dari udara dan
lingkunganakan berdampak terhadap tubuh. Kondisi ini membuat tubuh
siapmelakukan berbagai aktivitas selamaseharian. Banyak orang memilih jalan

9
kaki daripada lari santai, 48% dari mereka yang lari santai atau lari biasa
sampai 30 km per minggu merasakan kesakitan pada sendi-sendi dan otot
mereka. Dengan jalan cepat rasa nyeri paling sedikit dirasakan karena membuat
semua otot dan sistem tubuh bekerja dan sangat melegakan, penelitian
menunjukkan bahwa manusia dirancang untuk berjalan. Karena itu jalan cepat
adalah gerak badan yang paling aman dan terbaik yang bisa anda lakukan. Itu
bisa dilakukan setiap saat dan dimanapun, tidak mahal, dan tidak
membutuhkan peralatan (Djoko Pramono, 2009)
Kegiatan fisik seperti jalan pagi penting untuk mengendalikan tekanan
darah tinggi sebab membuat jantung lebih kuat, jantung mampu memompa
lebih banyak darah dengan lebih sedikit usaha, makin ringan kerja jantung
untuk memompa darah makin sedikit tekanan terhadap pembuluh darah.
Latihan olahraga seperti jalan kaki bisa menurunkan tekanan darah karena
latihan itu dapat merilekskan pembuluh-pembuluh darah. Lama kelamaan,
latihan olahraga dapat melemaskan pembuluh- pembuluh darah sehingga
tekanan darah menurun, sama halnya dengan melebarnya pipa air akan
menurunkan tekanan air. Latihanolahraga juga dapat menyebabkan aktifitas
saraf, reseptor hormon dan produksi hormon- hormon tertentu menurun,
sehingga mencegah terjadinya hipertensi yang bisa berakibat terjadinya pre-
eklampsia pada kehamilan (Susilo Yekti, 2011)
Berjalan merupakan gerakan kaki dengan menggunakan tumit sebagai
tumpuan menyentuh tanah atau lantai, dan jempol kaki sebagai pendorongnya.
Salah satu kaki mulai maju sebelum kaki sebelah belakang meninggalkan tanah
Olahraga. berjalan kaki ini sangat mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan
tehnik yang rumit, bisa dilakukan dimana saja, kapan saja dan mempunyai
risiko cidera yang minimal (Ipteks, 2014)
2. Adapun teknik dalam melakukan jalan kaki adalah sebagai berikut:
a. Tumit dan jari kaki
Pejalan kaki harus menjejakkan kaki pada tumitnya dengan jari kaki yang
terangkat tinggi.
b. Langkah

10
Pejalan kaki harus menggerakkann kaki lebih cepat dengan melangkahkan
kaki sbanyak mungkin dalam satu menit yang disebut. dengan turn over
sambil memperhatikann jarak langkah yang sebenarnya.
c. Fleksibilitas
Dengan melakukan peregangan sebelum dan sesudah makanakan terhindar
dari kejang otot, kram dan nyeri.
d. Ketahanan otot.
Dengan berlatih dalam waktu yang lama sebelum merasa lelah akan
membentuk ketahanan otot yang tinggi.
e. Kekuatan otot
Latihan Dengan berjalan kaki otot akan menjadi kuat, tetapi ini bukann
berarti mencukupi kebugaran secara keseluruhan.
3. Menurut Hawkins dan Hawkins (2011) tipe tipe berjalan dibagi menjadi
empat berdasarkan tingkat kecepatannya yaitu :
a. Strolling
Strolling disebut juga dengan berjalan biasa, dengan kecepatan berjalan
kurang dari 3 mil/ jam (20 menit per mil). Strolling akan lebih efektif
apabila dilakukan selama 30 menit atau lebih.
b. Fitness walking
Karakteristik dari fitness walking adalah lebih lama, lebih cepat, langkah
dan ayunan tangan terarah bila dibandingkan dengan strolling. Dengan
kecepatan 3 sampai 6 mill per jam (10-20 menit per mil).
c. Power walking Karakteristik dari power walking ini hampir sama dengan
fitness walking, kecepatannya 3-6 mil per jam, namun dengan
menggunakan ayunan lengan yang berlebihan atau denga menambahkan
beban di tangan.
d. Race walking
Karakteristik dari race walking ini adalah berjalan normal namun agak
dipercepat. Kecepatannya adalah 7,5 mph ( 8 menit/mil) atau lebih cepat.
Dari beberapa penelitian disebutkan bahwa berjalan kaki mempunyai manfaat:
1) Menurunkan berat badan
2) Mengendalikan diabetes mellitus type 2

11
3) Meningkatkan kesehatan kardiovaskuler
4) Meningkatkan memori
5) Meningkatkann kekebalan tubuH
6) Manfaat lain, meningkatkan ADL, mengurangi resiko kanker payudara.
Olahraga berjalan kaki sangat dianjurkan, karena dengan berjalan kaki dapat
meningkatkan elastisitas arteri dan menurunkan respon simpatis sehingga
menghasilkan penurunan tekanan darah (Makhfudli, 2009). Durasi awal
berjalan kaki sebaiknya dilakukan mulai 15 menit Sedangkan menurut (ASCM,
2004) dan (AHA, 2009) pedoman untuk berjalan kaki bagi penderita
preeklamsia yang ditandai dengan hipertensi adalah sebagai berikut
1) Dilakukan 3-5 kali seminggu
2) Intensitas rendah ( skala 0-4) sampai intensitas sedang (5 6)
3) Durasi 30 menit atau lebih per hari (30 menit per mil).
4) Tipe: berjalan khusus untuk lansia, jogging atau bersepeda.
Menurut ACSM pengaruh berjalan kaki terhadap tekanan darah adalah bisa
menurunkan tekanan darah 57 mmHg dan dapat berlangsung sampai 22 jam
setelah berolahraga, dan dalam jangka panjang (4-6bulan) menurunkan tekanan
darah 7,5/5,8 mmHg
C. Edukasi Preeklamsia
1. Definisi
kesehatan merupakan usaha/kegiatan untuk membantu individu, kelompok,
dan masyarakat dalam meningkatkan kemampuan baik pengetahuan, sikap
maupun ketrampilan untuk mencapai hidup sehat secara optimal. Pendidikan
kesehatan dalam keperawatan merupakan bentuk intervensi keperawatan yang
mandiri dalam membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang
didalamnya perawat sebagai perawat pendidik (Suliha, 2001)
Pendidikan kesehatan dalam keperawatan sangat penting dilakukan agar
klien status kesehatannnya meningkat, mencegah timbulnya penyakit,
mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi dan peran klien
selama sakit, serta membantu klien dan keluarga unuk mengatasi masalah
kesehatan (Suliha, 2001) Hasil pendidikan kesehatan dapat merubah

12
pengetahuan, pemahaman tentang kesehatan, yang akhirnya akan menerpakan
tindakan-tindakan positif yang menguntungkan kesehatan. Hal tersebut sesuai
dengan Gayatri et al. (2010), yang menyatakan bahwa program pengajaran
yang direncanakan menunjukkan bahwa ada korelasi yang positif antara
pengetahuan, penurunan kecemasan menghadapi persalinan pada ibu
primigravida.
Materi pendidikan kesehatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh
terhadap tercapainya tujuan pendidikan kesehatan (Notoatmodjo, 2007) Cara
ilmiah atau cara modern yang digunakan untuk menolong individu atau
kelompok masyarakat dalam meningkatkan kemampuan perilaku untuk
mencapai kesehatan secara optimal. Melalui pendidikan kesehatan pemberian
atau peningkatkan pengetahuan dan sikap individu atau kelompok dalam upaya
memelihara dan meningkatkan kesehatan dapat terpenuhi. Pada pendidikan
kesehatan terjadi penggabungan cara pemikiran yang deduktif (rasional) dan
induktif (empiris) yang didukung oleh fakta dan teori keilmuan sehingga
informasi yang didapatkan dapat dinyatakan benar. Informasi yang diperoleh
juga akan lebih sistematis, logis, serta valid berdasarkan fakta dan fenomena
yang telah diamati. Adapun materi yang bisa diberikan dalam pendidikan
kesehatan terkait preekalmsia diantaranya definisi, klasifikasi, faktor risiko,
komplikasi, pencegahan,
a. Definisi Preeklampsia
Preeklampsia merupakan gangguan pada paruh kedua selama kehamilan
dan mengalami regrasi setelah kehamilan yang ditandai dengan adanya
hipertensi, edema dan proteinuria. Proteinuria merupakan diagnostik
objektif dari preeklamsia, proteinuria merupakan eksresi protein dalam urin
melebihi 300 mg dalam 24 jam (Billington, 2010)
b. Klasifikasi Preeklamsia
1) Preeklampsia ringan
Hipertensi yang terjadi pada kehamilan di usia 20 minggu dengan gejala
preeklampsia ringan meliputi tekanan sistolik 140-160 mmHg dan
tekanan diastolic 90-110 mmHg disertai proteinuria dan edema serta
tidak adanya gangguan fungsi organ. Preeklampsi ringan disebut sebagai

13
maladaptation syndrome akibat vasospasme general dengan segala
akibatnya
2) Preeklampsia Berat
Preeklamsi Ringan merupakan gangguan pada paruh kedua selama
kehamilan dan mengalami regrasi setelah kehamilan yang ditandai
dengan Adanya hipertensi, edema dan proteinuria. Suatu komplikasi
kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160-110 mmHg
atau lebih disertai dengan proteinuria dan atau edema pada usia
kehamilan 20 minggu atau lebih dengan gejala preeklampsi berat
meliputi tekanan darah sistolik < 160 mmHg dan tekanan darah diastolic
> 110 mmHg serta adanya gangguan fungsi organ
c. Faktor resiko preeklampsia
Terdapat beberapa factor resiko yang menjadi penyebab terjadinya
preeklampsia diantaranya sebagai berikut (Hermawati, 2020)
1) Paritas
Paritas adalah jumlah janin dengan berat lebih dari 500 gr atau berat
badan tidak diketahui baik dalam kondisi hidup atau mati pada kehamilan
24 minggu. Dengan klasifikasi paritas sebagai berikut:
a) Primipara
yaitu wanita yang telah melahirkan janin yang usia getasinya lebih dari
28 minggu , baik lahir ataupun meninggal
b) Multipara
Yaitu ibu yang telah melahirkan lebih dari 1 bayi atau kurang dari 5
c) Grandmultipara
yaitu ibu yang memiliki paritas tinggi, telah melahirkan lebih dari 4 anak.
2) Usia Ibu
Pada umur 20-30 tahun merupakan usia reproduksi yang sehat. Akan
tetapi berbeda jika pada usia kurang dari 20 tahun dimana keadaan
reproduksinya belum siap menerima kehamilan, yang akan meningkatkan
terjadinya keracunan kehamilan dalam bentuk preeklampsia. Sedangkan
pada usia lebih dari 35 cenderung akan didapatkan penyakit lain dalam
tubuh ibu salah satunya hipertensi dan preekalmpsia, dikarenakan terjadi

14
perubahan pada jaringan dan alat kandungan serta jalan lahir tidak lentur
lagi (Hinelo, 2020)
3) Kehamilan Kembar
Resiko komplikasi dalam kehamilan kembar dapat meningkatkan
terjadinya preekalmpsia. Oleh karena itu perlu dilakukan skring
preeklampsia, observasi tekanan darah, edema, proteinuria, pengakjian sakit
kepala dan perubahan pengelihaan sebagai tambahan asuhan prenatal rutin
(Carolyn, 2010)
4) Hipertensi
Beberapa penyakit sistemik yang diderita ibu sebelum ataupun setelah
kehamilan dapat menjadi pemicu Preeklampsia atau eklamsia. Pada wanita
dengan riwayat hipertensi kronik dapat memperburuk kehamilan
berikutnya. Hipertensi yang diperberat oleh kehamilan dapat disertai dengan
proteinuria atau edema. patologis ini disebut superimposed preeklampsia
berat atau eklamsia yang timbul pada awal kehamilan dibandingkan dengan
preeklampsia berat murni dan cenderung menjadi berat pada kebanyakan
kasus (Cunningham, 2014)
5) Pekerjaan
Aktifitas pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi kerja otot dan
perdaran darah. Begitu juga yang terjadi pada ibu hamil, diamana peredaran
darah dalam tubuh dapat terjadi perubahan seiring bertambahnya dengan
usia kehamilan akibat adanya tekanan dari pembesaran rahim. Seiring
bertambahnya usia kehamilan akan berdampak pada konsekuensi kerja
jantung yang semakin bertambah dalam rangka memenuhi kebutuhan
selama proses kehamilan.(Andriyani, 2012)
6) Asfiksia Neonatorum
Afiksia neonatorum bisa juga disebabkan oleh ibu yang melahirkan dengan
resiko pada usia <20 tahun dan >35 tahun. Kehamilan antara 28 samapai
dengan 36 minggu disebut dengan kehamilan prematur. Kehamilan yang
terakhir dapat mempengaruhi viabilitas (kelangsungan hidup) bayi yang
dilahirkan.(Batubara & Fauziah, 2020)

15
7) Pemeriksaan Antenatal Care (ANC)
Preeklampsia atau eklamsia merupakan komplikasi berkelanjutan, oleh
karena itu dengan pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk mencegah
perkembangan preeklampsia setidaknya dapat memprediksi secara dini
preeklampsia. Masih rendahnya kesadaran ibu hamil untuk memeriksa
kandungannya pada sarana kesehatan, sehingga faktor-faktor yang dapat
dicegah atau komplikasi kehamilan dapat diperbaiki serta tidak segera
diangani. Seringkali mereka datang setelah preeklampsia dan eklamsia yang
merupakan komplikasi kehamilan bekelanjutan. Setiap ibu hamil harus
mendapatkan paling sedikit 4 kali kunjungan selama periode antenatal
(Napitupulu, 2017)
8) Pendidikan
Ibu yang berpendidikan SLTP kebawah lebih beresiko 2 kali mengalami
preeklampsia dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan SLTP keatas.
Semakin tingi pendidikan seseorang, maka kedewasaanya semakin matang,
mereka dengan mudah untuk menerima dan memahami suatu informasi
yang positif.(Andriyani, 2012)
9) Obesitas
Obesitas merupakan salah satu factor resiko terjadinya preekalmpsia. ahli
juga mengemukakan jika BMI <20 resiko preeklampsia dapat berkurang.
Resiko terjadinya preeklampsia karena tingginya BMI kemungkinan
disebabkan karena hipertensi.(Wafiyatunisa, 2016)
c. Komplikasi Preekalmpsia
1) Komplikasi Maternal (Cunningham, 2014)
a) Sindrom HELLP
Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme,Low platelets)
adalah komplikasi yang terjadi hingga 20% pasien dengan
preeklampsia berat pada postpartum sekitar 30% dari kasus. Kasus
kematian ibu berhubungan dengan preeklampsia berat yang signifikan
meningkat yang berkaitan dengan sindrom HELLP.
b) Eklamsia

16
Eklamsia didefinisikan kejang yang bersifat grand mal pada wanita
dengan preeklampsia. Pada preeklampsia, sel endotel yang melapisi
pembuluh darah otak tidak dapat berfungsi sehingga memungkinkan
cairan bocor ke jaringan otak, yang menyebabkan edema serebal.
Kemudian pembuluh darah bereaksi secara berlebihan dan akibatnya
terjadilah vasospasme yang dapat menghasilkan area iskemia.
Autoregulasi serebal merupakan proses pertahan aliran darah serebal.
Wanita dengan preeklampsia yang memiliki tekanan darah yang
sedikit meningkat kemungkinan mengalami kerusakan autoregulasi
yang mengarah ke eklamsia.
c) Edema paru
Edema paru merupakan salah satu komplikasi dari preeklampsia berat.
Disfungsi sel endotel pada preeklampsia dapat menyebabkan
kebocoran cairan dari pembuluh darah ke alveoli, mengakibatkan
edema paru, yang paling sering terjadi pada saat postpartum. Gejala
utama yaitu sesak nafas, terutama ketika berbaring rata. Oksimetri
nadi akan menunjukkan penurunan saturasi osksigen.
d) Gagal ginjal akut
Gagal ginjal akut merupakan salah satu komplikasi dari preklampsia
yang terjadi pada kehamilan, dengan mordibitas dan mortalitas yang
signifikan. Pada wanita dengan preeklampsia mengalami
vasokontraksi, hemokontraksi, dan penurunan volume intravascular.
Oleh karena itu pasien dnegan preeklamsia sangat rentan kehingan
darah.
e) Kerusakan Hati
Vasokontriksi menyebabkan hipoksia sel hati. Sel hati mengalami
nekrosis yang diindikasikan oleh adanya enzim hati seperti
transaminase aspartat dalam darah. Kerusakan sel endothelial
pembuluh darah dalam hati menyebabkan nyeri karena hati membesar
dalam kapsul hati

17
2) Komplikasi pada Janin (Saifuddin, 2009)
a) Pertumbuhan janin terhambat Ibu hamil dengan preeklampsia dapat
menyebabkan pertumbuhan janin terhambat karena perubahan
patologis pada plasenta, sehingga janin berisiko terhadap keterbatasan
pertumbuhan.
b) Prematuritas Preeklampsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan
janin yang disebabkan oleh menurunnya perfusi uteroplasenta, pada
waktu lahir plasenta terlihat lebih kecil daripada plasenta yang normal
untuk usia kehamilan, premature aging terlihat jelas dengan berbagai
daerah yang sinsitianya pecah, banyak terdapat nekrosis iskemik dan
posisi fibrin intervilosa.
c) Fetal Distress Preeklampsia dapat menyebabkan kegawatan janin
seperti sindroma distress napas. Hal ini dapat terjadi karena
vasospasme yang merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas
kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah
mengalami kerusakan dan menyebabkan aliran darah dalam plasenta
menjadi terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan
menjadikan gawat janin.
d. Pencegahan Preeklampsia
Pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya preeklampsia pada
perempuan hamil yang mempunyai risiko terjadinya preeklampsia
Menurut (Wiknjosastro, 2005) kepatuhan ibu hamil dalam pencegahan
preeklamsia meliputi:
1) Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial yaitu upaya pencegahan munculnya faktor
predisposisi pada ibu dan wanita usia produktif terhadap faktor risiko
terjadinya keracunan kehamilan. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan
menjaga berat badan ibu hamil agar tetap ideal, mengatur pola makan sehat
dan menghindari stress serta istirahat yang cukup.

2) Pencegahan Primer

18
Pencegahan primer merupakan upaya awal sebelum seseorang menderita
penyakit atau upaya untuk mempertahankan orang sehat agar tetap sehat .
pencegahan primer meliputi :
a) Istirahat, diet rendah garam, lemak serta karbohidrat dan tinggi protein
(pengaturan pola makan) dan menjaga kenaikan berat badan
b) Pemeriksaan Kepatuhan antenatal care secara teratur yaitu minimal 4 kali
c) kunjungan yaitu masing-masing 1 kali pada trimester I dan II , serta 2
kali pada trimester III.
d) Menyaring dan memberikan edukasi terutama ibu hamil dengan
primigravida pada usia ≤ 20 tahun, ibu kawin langsung hamil dan semua
ibu hamil dengan resiko tinggi terhadap preeklamsia dan eklamsia
e) Melakukan Self Mangement terhadap penyakit yang diderita
3) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya mencegah orang yang telah sakit
agar tidak menjadi parah, dengan menghambat progresifitas penyakit dan
menghindarkan komplikasi. Dilakukan dengan cara mendeteksi penyakit
secara dini serta mengadakan pengobatan yang cepat dan tepat. Upaya
pencegahan ini dilakukan dengan :
a) Pemeriksaan antenatal yang teratur, bermutu dan teliti mangenali tanda-
tanda sedini mungkin, lalu diberikan pengobatan yang sesuai agar
penyakit tidak menjadi berat.
b) Terapi preeklampsia ringan di rumah yaitu istirahat ditempat tidur,
berbaring pada sisi kiri dan bergantian ke sisi kanan bila perlu, dengan
istirahat biasanya edema dan hipertensi bisa berkurang.
c) Memberikan suntikan sulfamagnesium 8 gr intramuskuler untuk
mencegah kejang.
d) Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya 37 minggu ke atas, apabila
setelah dirawat inap tanda-tanda preeklampsia berat tidak berkurang.
4) Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier merupakan upaya mencegah terjadinya komplikasi
yang lebih berat atau membatasi kecacatan yang terjadi serta melakukan
tindakan rehabilitasi. Pencegahan dapat dilakukan dengan :

19
a) Pemeriksaan tekanan darah setelah melahirkan setiap 4 jam selama 48
jam.
b) Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum.
c) Melakukan pemantauan jumlah urin
D. Pola Makan
1. Definisi
Pola konsumsi nutrisi harian yang salah menjadi penyebab utama
timbulnya penyakit preeklampsia bagi ibu hamil. Peningkatan kadar garam
dan kadar lemak dalam makanan dapat memicu naiknya tekanan darah.
Porsi konsumsi yang kurang tepat dapat memicu risiko naiknya tekanan
darah. Apabila dibiarkan bagi ibu hamil hal ini akan membahayakan dirinya
dan janin dalam kandungannya. Tujuan pemenuhan gizi pada wanita hamil
untuk mencapai status gizi ibu agar optimal sehingga ibu pada saat
menjalani kehamilan aman, melahirkan bayi dengan potensi fisik dan
mental yang baik. Bayi yang nantinya akan dilahirkan dan perjalanan
penyakit pada ibu hamil perlu mendapatkan perhatian lebih dan khusus
Sehingga mengantisipasi terjadinya hal yang tidak diinginkan maka perlu
adanya diit dan nutrisi harian khusus pada ibu yang sedang hamil (Tonasih
& Kumalasary, 2020)
Pengaturan Diet pada Preeklamsi Ciri khas diet preeklamsi adalah
memperhatikan asupan garam dan protein.
a. Tujuan dari pengaturan diet pada preeklamsi adalah :
1) Mencapai dan mempertahankan status gizi normal.
2) Mencapai dan mempertahankan tekanan darah normal.
3) Mencegah dan mengurangi retensi garam dan air.
4) Menjaga keseimbangan nitrogen
5) Menjaga agar pertambahan berat badan tidak melebihi normal.
6) Mengurangi atau mencegah timbulnya resiko lain atau penyulit baru
pada saat kehamilan atau persalinan.
b. Syarat dari pemberian diet preeklamsi adalah :
1) Energi dan semua zat gizi cukup, dalam keadaan berat makanan
diberikan secara berangsur sesuai dengan kemampuan pasien
menerima makanan . Penambahan energi tidak melebihi 300 kkal dari
makanan atau diet sebelum hamil.
2) Garam diberikan rendah sesuai dengan berat/ringannya retensi garam
atau air.

20
3) Penambahan berat badan diusahakan dibawah 3 kg / bulan atau
dibawah 1 kg / minggu.
4) Protein tinggi (1 1⁄2 - 2 Kg BB)
5) Lemak sedang berupa lemak tidak jenuh tunggal dan lemak tidak
jenuh ganda.
6) Vitamin cukup, Vit C dan B6 diberikan sedikit lebih banyak.
7) Mineral cukup terutama kalsium dan kalium.
8) Bentuk makanan disesuaikan dengan kemampuan makan pasien.
9) Cairan diberikan 2500 ml sehari pada saat ologuria, cairan dibatasi
dan disesuaikan dengan cairan yang dibutuhkan tubuh.
c. Jenis diet Preeklamsi:
1) Diet Preeklamsi I.
a) Diet preeklamsi diberikan kepada pasien dengan preeklamsi berat
Makanan ini diberikan dalam bentuk cair yang terdiri dari susu
dan sari buah.
b) Jumlah cairan diberikan paling sedikit 1500 ml sehari peroral dan
kekurangannya diberikan parenteral.
c) Makanan kurang energi dan zat gizi karenanya hanya diberikan
selama 1-2 hari.
2) Diet Preeklamsi II.
a) Diet preeklamsi II diberikan sebagai makanan perpindahan dari
diet preeklamsi I atau kepada pasien preeklamsi yang keadaan
penyakitnya tidak begitu berat.
b) Makanan berbentuk saring atau lemak diberikan sebagai diet
rendah garam I.
c) Makanan ini cukup energi dan zat gizi lain.
3) Diet Preeklamsi III.
a) Diet preeklamsi III diberikan sebagai perpindahan dari diet
preeklamsi II dan I kepada pasien dengan preeklamsi ringan.
b) Makanan ini mengandung protein tinggi dan garam rendah.
Diberikan dalam bentuk lunak atau biasa.Makanan ini cukup
semua zat gizi, jumlah energi harus disesuaikan dengan kenaikan
BB yang boleh lebih dari 1 Kg/ BB.
d. Makanan yang dianjurkan & tidak dianjurkan Makanan yang dianjurkan
dan yang tidak dianjurkan bagi ibu hamil dapat dilihat pada berikut :

Makanan yang Dianjurkan Makanan yang Tidak


Dianjurkan
Makanan pokok sumber Makanan yang diawetkan
karbohidrat seperti: padi-padian (karena mengandung bahan
atau serealia (beras, jagung, tambahan makanan yang kurang
gandum), sagu, umbi-umbian aman), dan sumber protein
(ubi, singkong, talas), serta hasil hewani (daging, telur, ikan) yang

21
olahannya seperti: havermout, dimasak kurang matang karena
bihun, makaroni, mie, roti, dan mengandung kuman yang
tepungtepungan. berbahaya bagi janin.
Makanan sumber protein yang Membatasi kopi dan coklat
terdiri dari protein hewani (ikan, (karena terdapat kafein yang
telur, ayam, daging, susu dan dapat meningkatkan tekanan
keju), dan protein nabati darah), serta membatasi makanan
(kacangkacangan berupa kacang yang mengandung energi tinggi
kedelai, kacang hijau, kacang yaitu makanan yang mengandung
tanah, kacang merah, dan kacang gula dan lemak tinggi seperti
tolo), beserta semua hasil keripik dan cake (mencegah bayi
olahannya seperti tahu, tempe, dan lahir gemuk sehingga
susu kedelai menyulitkan saat persalinan
normal).
Makanan sumber zat pengatur Membatasi konsumsi minuman
berupa sayuran dan buah. Sayuran ringan yang mengandung soda
diutamakan yang berwarna hijau (soft drink) karena bisa memicu
(daun singkong, bayam, daun terjadinya keram pada otot.
katuk, kangkung) dan kuning
jingga (tomat dan wortel), sayuran
kacangkacangan (buncis, kecipir,
kacang panjang). Buahbuahan
diutamakan yang berwarna
kuning jingga dan kaya serat
seperti mangga, nanas, nangka
masak, pepaya, jeruk, sirsak, dan
apel.

Table Bahan Makanan Sehari

Nilai Gizi

22
Pembagian Bahan Makanan sehari

Diet Preeklampsia I

Jam atau Waktu Jenis Jumlah


06.00 Teh 1 gelas
08.00 Sari tomat 1 gelas
Susu 1 gelas
10.00 Sari jeruk 1 gelas
Susu 1 gelas
13.00 Sari avokad 1 gelas
16.00 Sari tomat 1 gelas
Susu 1 gelas
18.00 Sari papaya
Jus jeruk
20.00 Teh
Susu

23
Table Diet preklmpsia II dan III

Table menu sehari preeklmpsia

24
DAFTAR PUSTAKA

AHA. (2009). Heart Disease and Stroke Statistic.

Ai Yeyeh, R. dkk. (2009). Asuhan Kebidanan 1 (kehamilan). Trans info media.

Andriyani, R. (2012). Faktor Risiko Kejadian Pre-Eklampsia di RSUD Arifin

Achmad. Jurnal Kesehatan Komunitas, 2(1), 26–30.

https://doi.org/10.25311/keskom.vol2.iss1.38

ASCM. (2004). Fitness And Antropometric. College of Sports Medicine.

Batubara, A. iany R., & Fauziah, N. (2020). Faktor Yang Memengaruhi Kejadian

Asfiksia Neonatorum Di Rsu Sakinah Lhokseumawe Factors Influencing

The Incidence Of Asphyxia Neonatorum At Sakinah Hospital In

Lhokseumawe. Journal of Healthcare Technology and Medicine, 6(1),

411–423.

Billington, M. (2010). Kegawatan dalam Kehamilan Persalinan. EGC.

Carolyn, L. (2010). Buku Saku Asuhan Kebidanan Vol 1 Edisi 4 (4th ed.). EGC.

Cunningham, F. G. (2014). Obstetri Williams Edisi 23 Volume 2 (23rd ed.). EGC.

Djoko Pramono. (2009). Olahraga Pada Kehamilan. CV Sportisi Indonesia.

Hermawati, D. (2020). Hubungan Paritas dan Usia Ibu Hamil dengan

Preeklampsia di Rumah Sakit Kota Banda Aceh. Idea Nursing Journal,

XI(3), 62–69. http://202.4.186.66/INJ/article/view/20812/13839

Hinelo, K. (2020). faktor Resiko Kejadian Preeklamsia Di Rumah Sakit Umum

Daerah Kabupaten Baggai Tahun 2020. Paper Knowledge . Toward a

Media History of Documents, 8, 448–456.

Istri, bartini. (2012). Asuhan kebidanan Ibu hami Normal. Nuha Medika.

Kemenkes RI. (2011). Buletin jendela Data dan Informasi Kesehatan. Kemenkes

25
RI.

Kemenkes RI. (2015). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Kemenkes RI.

Mandriwarti. (2012). suhan Kebidanan Antenatal Edisi 2. EGC.

Manuba, Ayu Ida C.H Bagus, I. G. . M. (2008). Ilmu Kebidanan, penyakit

kandungan dan KB. EGC.

Napitupulu. (2017). faktor resiko yang mempengarui kejadian preeklamsia pada

ibu hamail di rumah sakit umum daerah Dr. prigadi kota medan. In Jurnal

Pembangunan Wilayah & Kota (Vol. 1, Issue 3).

Notoatmodjo. (2014). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta.

Nurhidayati, E. (2013). Hubungan jalan pagi dengan preeklamsia di Wilayah

Puskesmas Moncek Tengah Kecamatan Lenteng Kabupaten Sumenep

Tahun 2013. Wiraraja Medika, 9–21.

Pantikawati, ika & S. (2010). Asuhan Kebidanan 1. Nuha Medika.

Prawirohardjo . S. (2009). ilmu kebidanan (YBPSP (ed.); 5th ed.).

Prawirohardjo, sarwono. (2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohadjo. PT

Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo.

Rukiyah, yulianti &Lia Y. (2013). Asuhan Neonatus bayi dan Anak Balita. Trans

info medika.

Ruslinawati. (2016). Perbedaan status pekerjaan ibu hamil dengan frekuensi

kunjungan antenatal care (ANC) di wilayah kerja Puskesmas Pekauman

Kota Banjarmasin tahun 2016. Keperawatan Suaka Insan (JKSI, 1(2), 1–

11.

Saifuddin. (2009). Panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan Neonatal.

26
PT Bina Pustaka.

Saifuddin, A. (2012). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. PT Bina

Pustaka Sarwono Prawihardjo.

Suliha, U. (2001). Pendidikan kesehatan dalam keperawatan. EGC.

Susilo Yekti. (2011). Cara Jitu menghadapi Hipertensi. CV andi offset.

Susilowati dan Kuspriyanto. (2016). Gizi Dalam Daur Kehidupan. PT.Adika

Refika Aditama.

Tonasih, T., & Kumalasary, D. (2020). Analisa Determinan yang Berhubungan

dengan Preeklampsia Berat pada Ibu Hamil. Jurnal SMART Kebidanan,

7(1), 41. https://doi.org/10.34310/sjkb.v7i1.298

Wafiyatunisa, Z. R. (2016). Hubungan Obesitas dengan Terjadinya Preeklampsia.

Majority, 5(5), 184–190.

http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/907/815

walyani, elisabeh siwi. (2017). Asuhan Kebidanan Pada kehamilan (2nd ed.). PT

Pustaka Baru.

Wiknjosastro. (2005). Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono.

wiyono. (2012). Jurnal ilmu Kesehatan. Jurnal Bidang Ilmu Kesehatan, no 2.

27

Anda mungkin juga menyukai