MALEIC
ANHYDRIDE
DARI OKSIDASI
n-BUTANA
TK5213 Analisa Proses Teknik
Kimia Lanjut
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perancangan
Indonesia memiliki kekayaan alam melimpah yang sangat
berpotensi dalam pengembangan berbagai industri. Industri yang
mengelola bahan mentah menjadi produk tertentu diharapkan dapat
meningkatkan perekonomian negara dan dapat menciptakan lapangan
pekerjaan sehingga mengurangi pengangguran. Salah satu kekayaan
yang dimiliki Indonesia adalah gas alam. Sangat disayangkan bahwa
banyak industri gas alam yang diolah kemudian diekspor ke luar
negeri. Maka dari itu perlu ditingkatkan kegunaan gas alam untuk
kepentingan di dalam negeri. Maleic anhydride (MAN) merupakan
salah satu produk di industri kimia yang diolah dari bahan baku gas
alam yaitu n-butana.
MAN memiliki rumus molekul C6H4O3 atau disebut juga 2,5-
furandione atau cis-butene-dioic anhydride, toxilic anhydride, maleic
acid anhydride yang merupakan salah satu senyawa organik. Senyawa
ini dapat disintesis dengan mengoksidasi butana (C4H10) atau benzena
(C6H6). Produk MAN merupakan intermediate product yang artinya
bahan kimia ini adalah produk yang memiliki fungsi sebagai bahan
baku untuk produk lainnya. Kegunaan maleic anhydride yang beragam
disebabkan oleh stuktur grup dicarboxylic acid serta reaktivitas ikatan
rangkap pada posisi alfa dan beta. Struktur kimia dan reaktivitas yang
tinggi dari turunan MAN berpotensi menjadi beberapa jenis resin dan
berbagai transformasi kimia pereaksi organik. Penggunaan MAN
antara lain (Kirk Othmer, 1978):
1. Sebagai bahan baku agricultural chemical
2. Sebagai bahan baku surface coatings
3. Sebagai bahan baku fumaric acid
4. Sebagai bahan baku tartaric acid
5. Sebagai bahan baku unsaturated polyester resin
6. Sebagai bahan pembuatan aditif minyak pelumas
1
7. Sebagai bahan pengawet pada lemak
8. Sebagai bahan phthalic-type alkyd
Produksi MAN di Indonesia akan membawa dampak positif
karena banyak industri yang menggunakannya sebagai bahan baku.
Bahan baku pembuatan MAN yaitu n-butana tersedia cukup
melimpah di dalam negeri dan kebutuhan dunia tiap tahunnya
meningkat. Pada perancangan produksi MAN ini, bahan baku yang
digunakan adalah butana dengan katalis vanadium-phosphorus-
oxide (VPO). Berdasarkan stoikiometri reaksi, penggunaan butana
sebagai bahan baku akan menghasilkan yield MAN yang lebih besar
dibanding benzena. Sejumlah 100 lb benzena akan menghasilkan
125,6 lb MAN sedangkan 100 lb butana akan menghasilkan 168,9 lb
MAN (Trivedi dan Culbertson, 1982). Selain itu butana lebih aman
dan ramah lingkungan dalam pengunaannya dibandingkan benzena.
Saat ini, produksi MAN dari butana merupakan rute yang komersil
dan dominan karena lebih ekonomis dibanding benzena. Penghasil
MAN di Amerika Serikat yang awalnya menggunakan benzena
sebagai bahan baku, seiring berjalannya waktu mengganti benzena
menjadi butana karena alasan keamanan bahan terhadap lingkungan
dan harga.
1.2. Tujuan
1. Memenuhi permintaan bagi industri dalam negeri atas
kebutuhan MAN sebagai bahan baku untuk menghasilkan
produk akhir.
2. Mengurangi jumlah impor terhadap MAN di Indonesia.
3. Meningkatkan produksi dalam negeri sehingga dapat
meningkatkan perekonomian nasional dan bersaing di pasar
global.
2
1.3. Analisis Pasar
Analisa pasar merupakan langkah awal untuk dapat
mengetahui besar peluang suatu produk dapat diminati dalam pasar.
Ketajaman melihat peluang merupakan kemampuan untuk dapat
melihat seberapa besar peluang yang dapat dicapai suatu industri
dalam memproduksi suatu barang/produk. Analisa pasar dapat
ditinjau dari berbagai aspek, seperti data impor-ekspor dan data
maleic anhydride (MAN).
Bahan baku utama untuk memproduksi MAN adalah benzena
atau butana. Penggunaan benzena sebagai bahan baku dimulai pada
tahun 1930 namun menghasilkan pencemaran terhadap lingkungan
sehingga ditemukan bahan baku lain pada tahun 1974, yaitu butana.
Butana merupakan bahan baku terbaru untuk menghasilkan MAN yang
lebih ramah terhadap lingkungan dan menggunakan konsumsi energi
lebih rendah sehingga mayoritas perusahaan saat ini menggunakan
butana sebagai bahan baku.
MAN merupakan asam anhidrat terbesar setelah phtalic
anhydride dan acetic anhydride dengan penggunaannya yang semakin
tinggi. Permintaan MAN secara global digunakan sebagai bahan baku
untuk memproduksi unsaturated polyester resins (UPR), fumaric dan
maleic acid, dan bahan aditif pada minyak pelumas. Permintaan MAN
di dunia tidak diimbangi dengan kapasitas produksi MAN secara global
seperti data pada Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Permintaan dan Kapasitas Produksi MAN (Abbas, 2015)
Kapasitas Produk Permintaan
Tahun (kiloton/tahun) (kiloton/tahun)
2004 1.063 1295
2006 1.142 1440
2008 1.359 1700
2009 1.435 1749
2010 1.511 1.796,9
3
2012 1.587 1.893,8
2014 1.663 2.040
2016 1.740 2.140
4
Tabel 1.4 Pabrik Produsen MAN Terbesar di Dunia (Zhao, 2015)
Kapasitas
Perusahaan Lokasi Produksi
(kiloton/tahun)
Hunstman Coporation Amerika Serikat 154
Jiangsu Yabang Group Cina 150
Bohai Chemicals Cina 140
Huntsman Products Gmbh
& Co. KG Jerman 105
5
PA sebesar 70.000 ton/tahun sebagai produk utama dan MAN sebagai
produk samping. Kebutuhan MAN di Indonesia masih belum terpenuhi
oleh kedua perusahaan tersebut sehingga Indonesia masih melakukan
impor terhadap MAN dari negara lain dan terus bertambah setiap
tahun, sehingga dapat diperkirakan permintaan MAN akan meningkat
di Indonesia karena perkembangan MAN sebagai bahan baku dalam
industri yang cukup pesat.
Oleh karena itu, produksi MAN dengan bahan baku butana ini
dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri untuk
produksi dalam industri dan menurunkan jumlah impor dari negara
lain sehingga dapat meningkatkan ekonomi nasional sehingga dapat
bersaing dalam pasar global.
6
BAB II TINJAUAN PROSES
2.1 Butana
Butana (C4H10) adalah gas tidak berwarna dan tidak berbau
yang biasanya dikirim dalam fasa gas cair bertekanan (liquefied gas).
Sinonim yang umum untuk butana adalah nbutana, butyl hydride,
diethyl, liquefied petroleum gas, dan methylethylmethane. Butana
diproduksi dari bahan penyulingan yang berasal dari minyak mentah
atau gas alam (Musa, 2016). Butana memiliki struktur molekul pada
Gambar 2.1 dan sifat fisik pada Tabel 2.1 di bawah ini:
7
Butana mudah dinyalakan dan uap dari butana lebih berat
dibanding udara. Butana sangat larut pada etanol, etil eter dan
kloroform. Biasanya butana digunakan sebagai bahan bakar, aerosol
propellant, pemantik api dan sebagai bahan baku pembuatan bahan
kimia lainnya.
2.2 Udara
Udara merupakan gas tidak berwarna yang terdiri dari 79%
N2 dan 21% O2. Sifat fisik dari udara terdapat pada Tabel 2.2.
8
Tabel 2.3 Sifat Fisik Maleic Anhydride (Musa, 2016)
Karakteristik Keterangan
Rumus Molekul C4H2O3
Densitas 1,48
Tekanan Uap (kPa) 0,033
Berat Molekul (gram/mol) 98,06
Titik Leleh (°C) 53,58
Titik Didih (°C) 200,1
Entalpi Pembentukan (kJ/kmol) -470,41
Entalpi Sublimasi (kJ/kmol) 71,5 ± 5,0
Entalpi Pembakaran (kJ/kmol) -1389,5
Entalpi Evaporasi (kJ/kmol) 54,8
Cpliquid (kJ/mol.K) 0,164
Cpsolid (kJ/mol.K) 0,1199
Kelarutan dalam air ~400 g/L pada 20
°C
9
Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Katalis VPO (Kirk-Othmer, 2001)
10
kombinasi nitrogen, udara dan steam. Cara kedua disebut juga dengan
in situ process menempatkan VOHPO4.0,5H2O reaktor MAN. Pada cara
kedua, katalis dipanaskan secara lambat dan secara bersamaan butana
dan oksigen dimasukan secara bertahap ke dalam reaktor. Kelemahan
dari cara kedua adalah membutuhkan biaya modal yang lebih tinggi dan
tetap ada kemungkinan ketidakhomogenan aktivasi katalis akibat aliran
masukan reaktor yang tidak seragam distribusinya. Sehingga harus
dilakukan prosedur kontrol untuk meningkatkan homogenitas aktivasi
katalis di dalam reaktor.
Pada katalis VPO biasanya ditambahkan promotor untuk
meningkatkan overall activity dan/atau meningkatkan selektivitas.
Promotor bisa ditambahkan pada saat pembentukan VOHPO4.0,5H2O
atau ditambahkan ke permukaan katalis saat proses aktivasi, sehinga
meresap ke dalam. Promotor memegang dua peran penting dalam katalis
yaitu memfasilitasi transformasi katalis menjadi fasa aktif dan disisi lain
mengurangi permukaan katalis VPO yang mempunyai selektivitas rendah.
Peran kedua adalah berpatisipasi dalam mengatur aktivitas katalis.
Kelemahan katalis VPO adalah memungkinkan terjadinya
kehilangan ion phosphorus selama waktu reaksi. Hot spot yang
dihasilakan reaktor fixed-bed dapat mempercepat kehilangan phosphorus
sehingga menyebabkan penurunan selektivitas. Tetapi masalah ini dapat
ditangani dengan cara mengumpakan senyawa volatile
organophosphorus untuk mengurangi kehilangan phosphorus dari katalis.
Selain itu juga dilakukan juga stratifikasi katalis dengan senyawa inert
sehingga mengurangi hot spot pada katalis (Musa, 2016).
11
perbedaan proses reaksi oksidasi benzena dengan butana dijelaskan
lebih lanjut pada subab di bawah ini.
Reaksi utama:
C6H6 + 4,5O2 →
𝑘1
C4H2O3 + 2CO2 + 2H2O
Benzena MAN
Reaksi samping
C6H5 + 7,5O2 →
𝑘2
C4H2O3 + 6CO2 + 3H2O
Benzena MAN
C4H2O3 + 3O2 𝑘3
→ 4CO2 + 3H2O
MAN
C6H6 + 1,5O2 →
𝑘4
C4H2O2 + 3H2O
Benzene Quinon
12
2.5.2 Reaksi Oksidasi dengan Butana
Butana merupakan bahan baku untuk dapat menghasilkan MAN
dengan proses oksidasi sebagai pengganti benzena pada tahun 1974
oleh Monsanto.Proses oksidasi butana menggunakan katalis
heterogen vanadium phosphorus oxide (VPO) dengan reaksi sangat
eksotermis menggunakan reaktor pada temperatur 390-430 °C (Kirk-
Othmer, 2001).
Produksi MAN dari butana dapat mencapai konversi butana
sebesar ~85% dan perolehan molar antara 50-60%. Reaksi oksidasi
menghasilkan CO dan CO2 dengan stoikiometri dan entalpi sebagai
berikut:
𝐶4𝐻10 + 3,5 𝑂2 → 𝐶4𝐻2𝑂3 + 4 𝐻2𝑂 ∆𝐻1 = −1236 𝑘𝐽/𝑘𝑚𝑜𝑙
𝐶4𝐻10 + 6,5 𝑂2 → 4 𝐶𝑂2 + 5 𝐻2𝑂 ∆𝐻2 = −2656 𝑘𝐽/𝑘𝑚𝑜𝑙
𝐶4𝐻10 + 4,5 𝑂2 → 4 𝐶𝑂 + 5 𝐻2𝑂 ∆𝐻3 = −1521 𝑘𝐽/𝑘𝑚𝑜𝑙
(KdissPO2)0,5
𝑟1 = 𝑘1 𝑃𝐵𝑢𝑡𝑎𝑛𝑎
1+(KdissPO2)0,5
Ksorp PO2
𝑟2 = 𝑘2 1+Ksorp PO2 𝑃𝐵𝑢𝑡𝑎𝑛𝑎
Ksorp PO2
𝑟3 = 𝑘3 1+Ksorp PO2 𝑃𝐵𝑢𝑡𝑎𝑛𝑎
𝑘𝑚𝑜𝑙
𝑘1 = 9,66 × 10-5 𝑘𝑔 𝑐𝑎𝑡 𝑥 𝑠 𝑥 𝑃𝑎
𝑘𝑚𝑜𝑙
𝑘2 = 1,72 × 10-5 𝑘𝑔 𝑐𝑎𝑡 𝑥 𝑠 𝑥 𝑃𝑎
𝑘𝑚𝑜𝑙
𝑘3 = 2,21 × 10-5 𝑘𝑔 𝑐𝑎𝑡 𝑥 𝑠 𝑥 𝑃𝑎
13
2.5.3 Pemilihan Bahan Baku
Bahan baku menggunakan benzena dan butana telah terjamin
untuk dapat menghasilkan MAN. Tetapi berdasarkan pertimbangan
harga bahan baku yang beredar di pasar, harga bahan baku butana
lebih murah dibandingkan bahan baku benzena. Pertimbangan lain
yang mendasari pemilihan butana sebagai bahan baku ketimbang
benzena adalah kondisi operasi yang diperlukan pada reaksi
menggunakan bahan baku butana lebih rendah baik temperatur
serta tekanannya sehingga membutuhkan energy yang lebih kecil
dibandingkan menggunakan bahan baku benzene. Dengan
pertimbangan – pertimbangan tersebut maka butana dipilih sebagai
bahan baku utama dalam proses pembuatan MAN.
14
Gambar 2.4 Produksi MAN Dengan Fluidized-Bed Process (Kirk-Othmer,
2001)
15
Untuk proses yang terjadi pada teknologi menggunakan fixed-
bed reactor adalah sama dengan fluidized-bed tetapi katalis yang
digunakan tidak ikut mengalir bersama produk sehingga tidak
diperlukan adanya filtrasi katalis. Untuk produk yang dihasilkan akan
dipisahkan juga dari pengotornya hingga menghasilkan refined MAN
dengan menggunakan absorber dan stripper secara berturut – turut.
16
Gambar 2.6 Transport Bed Reactor (Stadig, 1992)
17
Gambar 2.7 Produksi MAN Dengan Transport-Bed Process (Kirk-Othmer,
2001)
18
2.7.1 n-Butana
n-Butana yang akan digunakan sebagai bahan baku
didapatkan dari PT. Pertamina (Persero) RU IV Cilacap dengan
spesifikasi sebagai berikut:
C4 97,5 -
C5 - 2,5
2.7.2 Udara
Komposisi : 79 % N2 dan 21 % O2
Bentuk : Gas tidak berwarna
Specific Gravity : 1,14
Berat Molekul : 32 kg / kmol
Titik Beku : -218,8 oC
Titik Didih : -183 oC
2.7.3 Katalis V2O5
Energi Pembentukan : -2.3034 sampai -2.1696 eV/ atom
Lattice : orthorhombic/monoclinic/triclinic
Bentuk Fisik : kuning kemerahan, crystalline powder
19
Kemurnian : 99.95% (sigmaladrich)
Boiling Point : 3812 °F (760 mmHg)
Melting Point : 1274 °F
Kelarutan (dalam air) : 0.07 g /100 g
Densitas : 3,357 (64,4 °F) pH pH : 2.7
20
sulfur. Tekanan operasi dijaga pada 3 atm untuk menurunkan titik
embun n-butana sehingga penyimpanan dilakukan dalam fasa cair
agar lebih stabil selama masa penyimpanan. Storage tank juga
akan dilengkapi insulator karena n-butana bersifat mudah terbakar
sehingga harus dijauhkan dari temperatur tinggi atau sumber api
(BOC, 2016)
2. Penanganan Produk Utama
Maleic Anhydride yang telah diproduksi akan disimpan
dalam storage tank dalam kondisi ruang tanpa ada perlakuan
khusus karena produk akhir berupa kristal anhidrat dan berbentuk
padatan. Produk utama ini terbilang cukup stabil dan tidak reaktif
sehingga pada penyimpanan yang dilakukan tidak memerlukan
kondisi khusus, hanya cukup dijauhkan dari sumber api dan untuk
material storage tank dapat menggunakan carbon steel yang
dilapisi dengan perlindungan katodik karena produk utama yang
sedikit bersifat korosif (Sigma Aldrich, 2012).
21
Bahan baku dan udara dalam wujud gas memasuki reaktor
(R-01) pada temperatur 420 °C dan 275 kPa untuk proses oksidasi
n-butana hingga menghasilkan maleic anhydride atau maleat
anhidrat pada fasa gas. Gas hasil reaktor selanjutnya didinginkan
secara bertahap dalam alat penukar panas (E-03 dan E-04). Gas
yang telah didinginkan akan diekspansi dengan pressure reduce
valve (PRV-01) untuk mengubah wujud gas menjadi cair sehingga
cairan asam maleat dan air yang terbentuk dapat dipisahkan dengan
gas lain dalam sebuah kolom separator (FG-01). Campuran asam
maleat dan air memasuki evaporator (FE-01) untuk menguapkan air
dalam campuran sehingga didapatkan asam maleat pekat dengan
konsentrasi 98% pada produk evaporator. Cairan hasil evaporator
dialirkan menuju crystallizer (K-01) untuk menghasilkan padatan
maleat anhidrat. Padatan tersebut ditransportasikan dengan belt
conveyor dan elevator bucket conveyor untuk dibentuk menjadi
pellet dalam screw conveyor and pelletizer (SCP-01). Pellet maleic
anhydride selanjutnya ditransportasikan menuju silo penyimpanan
produk (TT-03) untuk penyimpanan produk sebelum dikemas dan
didistribusikan untuk pemasaran.
22
2.10 Diagram Alir Proses
C4H10(g)
C5H12(g)
N2(g)
CO (g)
CO 2(g) H 2 O (g )
O 2 (g )
N 2 (g )
Reaktor Kolom Separator Evaporator Crystallizer
C 4 H 2 O 3 ( s)
(R-01) C 4H 2O 3( g ) (FG -01) C 4 H 2O 3( l) (FE -01) C 4 H 2 O 3 (l ) (K-01 )
C4H10 (g)
C4H10 (g) H2 O( l) H 2 O (l )
C5H12 (g)
C5H12 (g)
H 2 O (g )
N 2( g )
CO(g)
CO2(g)