Anda di halaman 1dari 28

Masa Demokrasi Parlementer

(1950-1959)

Disusun Oleh :

Nadyn Atsilah

Guru Pembimbing :
EMMY YULIANA, S Pd.

SMP NEGERI 7 PALEMBANG


Tahun Ajaran 2023
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara
sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk
dijalankan oleh pemerintah negara tersebut. Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno
yang diutarakan di Athena kuno pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap
sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi
modern. Namun, arti dari istilah ini telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern
telah berevolusi sejak abad ke-18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di
banyak negara. Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat,
dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiri dalam
bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut-sebut sebagai
indikator perkembangan politik suatu negara.
Berbicara mengenai demokrasi, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki banyak pengalaman tentang demokrasi. Sudah ada tiga jenis demokrasi yang
pernah diterapkan di Indonesia, yaitu presidensial, terpimpin, dan parlementer. Dari ketiga
jenis demokrasi itu, yang menjadi pembuka lembaran sejarah Indonesia adalah demokrasi
parlemeter yang dimulai sejak tanggal 14 November 1945 sampai dengan 5 Juli 1959.
Melihat demokrasi parlementer yang menjadi tonggak awal pelaksanaan demokrasi di
Indonesia, maka sudah selayaknya kita sebagai generasi penerus Indonesia mengenal
bagaimana proses permulaan dan lika-liku yang mewarnai perjalanan demokrasi kita.
Dalam paper ini terutama akan dijabarkan pelaksanaan pasa masa pasca revolusi
kemerdekaan (1945-1959) atau demokrasi parlementer.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi Parlementer?
2. Bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer?
4. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di Indonesia?
5. Bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di Indonesia?
6. Bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Demokrasi dan Demokrasi Parlementer
2. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer
3. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Demokrasi Parlementer
4. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang
politik di Indonesia
5. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang
ekonomi di Indonesia
6. Untuk mengetahui bagaimana akhir dari Demokrasi Parlementer di Indonesia
BAB II

PEMBAHASAN DAN ISI


A. Pengertian
1. Demokrasi
Isitilah “demokrasi” berasal dari Yunani Kuno yang diutarakan di Athena kuno
pada abad ke-5 SM. Negara tersebut biasanya dianggap sebagai contoh awal dari sebuah
sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Namun, arti dari istilah ini
telah berubah sejalan dengan waktu, dan definisi modern telah berevolusi sejak abad ke-
18, bersamaan dengan perkembangan sistem “demokrasi” di banyak negara.
Kata “demokrasi” berasal dari dua kata, yaitu demos yang berarti rakyat, dan
kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat diartikan sebagai
pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat. Konsep demokrasi menjadi sebuah kata kunci tersendiridalam
bidang ilmu politik. Hal ini menjadi wajar, sebab demokrasi saat ini disebut- sebut
sebagai indikator perkembangan politik suatu negara. Jadi Demokrasi adalah bentuk
atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan
kedaulatan rakyat (kekuasaan warga negara) atas negara untuk dijalankan oleh
pemerintah negara tersebut.
a. Ciri-ciri pokok pemerintahan demokratis
a) Pemerintahan berdasarkan kehendak dan kepentingan rakyat banyak, dengan ciri-
ciri tambahan:
1) Konstitusional, yaitu bahwa prinsip-prinsip kekuasaan, kehendak dan
kepentingan rakyat diatur dan ditetapkan dalam konstitusi
2) Perwakilan, yaitu bahwa pelaksanaan kedaulatan rakyat diwakilkan kepada
beberapa orang
3) Pemilihan umum, yaitu kegiatan politik untuk memilih anggota-anggota
parlemen
4) Kepartaian, yaitu bahwa partai politik adalah media atau sarana antara dalam
praktik pelaksanaan demokrasi
b) Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan, misalnya pembagian/ pemisahan
kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Adanya tanggung jawab dari
pelaksana kegiatan pemerintahan.

b. Macam-macam demokrasi
Demokrasi ditinjau dari cara penyaluran kehendak rakyat:
a) Demokrasi langsung
Dipraktikkan di negara-negara kota (polis, city state) pada zaman Yunani Kuno.
Pada masa itu, seluruh rakyat dapat menyampaikan aspirasi dan pandangannya
secara langsung. Dengan demikian, pemerintah dapat mengetahui – secara
langsung pula – aspirasi dan persoalan-persoalan yang sebenarnya dihadapi
masyarakat. Tetapi dalam zaman modern, demokrasi langsung sulit dilaksanakan
karena:
1) Sulitnya mencari tempat yang dapat menampung seluruh rakyat sekaligus
dalam membicarakan suatu urusan
2) Tidak setiap orang memahami persoalan-persoalan negara yang semakin
rumit dan kompleks
3) Musyawarah tidak akan efektif, sehingga sulit menghasilkan keputusan
yang baik
b) Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan
Sistem demokrasi (menggantikan demokrasi langsung) yang dalam menyalurkan
kehendaknya, rakyat memilih wakil-wakil mereka untuk duduk dalam parlemen.
Aspirasi rakyat disampaikan melalui wakil-wakil mereka dalam parlemen. Tipe
demokrasi perwakilan berlainan menurut konstitusi negara masing-masing.

2. Demokrasi Parlementer
Demokrasi parlementer (liberal) adalah suatu demokrasi yang menempatkan
kedudukan badan legislatif lebih tinggi daripada badan eksekutif. Kepala pemerintahan
dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri- menteri dalam
kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam demokrasi parlementer
Presiden menjabat sebagai kepala negara. Demokrasi liberal dikenal pula sebagai
demokrasi parlementer karena pada saat itu berlangsung sistem pemerintahan
parlementer
B. Pelaksanaan dari Demokrasi Parlementer
Demokrasi sistem parlementer semula lahir di Inggris pada abad XVIII dan
dipergunakan pula di negara-negara Belanda, Belgia, Prancis, dan Indonesia (pada masa
UUDS 1950) dengan pelaksanaan yang bervariasi, sesuai dengan konstitusi negara masing-
masing. Negara-negara Barat banyak menggunakan demokrasi parlementer sesuai dengan
masyarakatnya yang cenderung liberal. Ciri khas demokrasi ini adalah adanya hubungan
yang erat antara badan eksekutif dengan badan perwakilan rakyat atau legislatif. Para
menteri yang menjalankan kekuasaan eksekutif diangkat atas usul suara terbanyak dalam
sidang parlemen.
Mereka wajib menjalankan tugas penyelenggaraan negara sesuai dengan pedoman
atau program kerja yang telah disetujui oleh parlemen. Selama penyelenggaraan negara oleh
eksekutif disetujui dan didukung oleh parlemen, maka kedudukan eksekutif akan stabil.
Penyimpangan oleh seorang menteri pun dapat menyebabkan parlemen mengajukan mosi
tidak percaya yang menggoyahkan kedudukan eksekutif. Demokrasi parlementer lebih
cocok diterapkan di negara-negara yang menganut sistem dwipartai partai mayoritas akan
menjadi partai pendukung pemerintah dan partai minoritas menjadi oposisi.
Dalam demokrasi parlementer, terdapat pembagian kekuasaan (distribution of
powers) antara badan eksekutif dengan badan legislatif dan kerja sama di antara keduanya.
Sedangkan badan yudikatif menjalankan kekuasaan peradilan secara bebas, tanpa campur
tangan dari badan eksekutif maupun legislatif. Demokrasi formal menjunjung tinggi
persamaan dalam bidang politik tanpa disertai upaya untuk mengurangi atau menghilangkan
kesenjangan rakyat dalam bidang ekonomi.
Dalam sistem demokrasi yang demikian, semua orang dianggap memiliki derajat dan
hak yang sama. Namun karena kesamaan itu, penerapan azas free fight competition
(persaingan bebas) dalam bidang ekonomi menyebabkan kesenjangan antara golongan kaya
dan golongan miskin kian lebar. Kepentingan umum pun diabaikan. Demokrasi formal/
liberal sering pula disebut demokrasi Barat karena pada umumnya dipraktikkan oleh negara-
negara Barat. Kaum komunis bahkan menyebutnya demokrasi kapitalis karena dalam
pelaksanaannya kaum kapitalis selalu dimenangkan oleh pengaruh uang (money politics)
yang menguasai opini masyarakat (public opinion).
a) Berikut adalah beberapa ciri dari demokrasi parlementer :
1. Kedudukan DPR lebih kuat atau lebih tinggi daripada pemerintah
2. Kekuasaan eksekutif dijalankan oleh kabinet/Dewan menteri dibawah pimpinan
Perdana menteri dan bertanggung jawab pada parlemen.
3. Presiden hanya sebagai kepala negara, kepala pemerintahan dipegang Perdana
Menteri.
4. Program kebijakan kabinet disesuaikan dengan tujuan politik anggota parlemen
5. Kedudukan kepala negara terpisah dari kepala pemerintahan, biasanya hanya
berfungsi sebagai simbol negara
6. Jika pemerintah dianggap tidak mampu, maka anggota DPR dapat meminta mosi
tidak percaya kepada parlemen untuk membubarkan pemerintah
7. Kekuasaan yudikatif dijalankan oleh badan pengadilan yang bebas

C. Kelebihan dan Kekurangan dari Demokrasi Parlementer


a. Kelebihan
1. Pengaruh rakyat terhadap politik yang dijalankan pemerintah sangat besar
2. Pengawasan rakyat terhadap kebijakan pemerintah dapat berjalan dengan baik
3. Kebijakan politik pemerintah yang dianggap salah oleh rakyat dapat sekaligus
dimintakan pertanggungjawabannya oleh parlemen kepada kabinet
4. Mudah mencapai kesesuaian pendapat antara badan eksekutif dan badan legislatif
5. Menteri-menteri yang diangkat merupakan kehendak dari suara terbanyak di
parlemen sehingga secara tidak langsung merupakan kehendak rakyat pula
6. Menteri-menteri akan lebih berhati-hati dalam menjalankan tugas karena setiap saat
dapat dijatuhkan oleh parlemen
7. Pemerintah yang dianggap tidak mampu mudah dijatuhkan dan diganti dengan
Pemerintah baru yang dianggap sanggup menjalankan pemerintahan yang sesuai
dengan keinginan rakyat

b. Kekurangan
1. Kedudukan badan eksekutif tidak stabil, karena dapat diberhentikan setiap saat
oleh parlemen melalui mosi tidak percaya
2. Sering terjadi pergantian kabinet, sehingga kebijakan politik negara pun labil
3. Karena pergantian eksekutif yang mendadak, eksekutif tidak dapat menyelesaikan
program kerja yang telah disusunnya
D. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang politik di Indonesia
Setelah bangsa Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya pada
tanggal 17 agustus 1945 dan dengan disahkannya UUD 1945 sebagai konstitusi negara,
pancasila sebagai dasar negara, perjuangan pada masa pasca proklamasi adalah
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan bangsa.
Salah satu cara untuk mengisi kemerdekaan adalah dengan mempertahankan
kemerdekaan bangsa yang telah lama diraih oleh pejuang-pejuang bangsa. Cara
mempertahankannya sendiri adalah diantaranya dengan mempelajari sejarah pelaksanaan
demokrasi di Indonesia sehingga dapat dijadikan tolak ukur dalam penentuan sistem
pemerintahan yang baik, yang sesuai dengan jiwa dan kepribadian bangsa. Dengan belajar
dari sejarah, kita dapat memetik ilmu serta dapat menganalisis baik buruknya dampak
yang ditimbulkan dari berbagai pelaksanaan demokrasi yang berbeda-beda di Indonesia.
Menurut sejarahnya, bangsa indonesia pernah menerapkan tiga model demokrasi,
yaitu demokrasi parlementer, demokrasi terpimpin, dan demokrasi pancasila. Setiap fase
tentunya memiliki karakteristik yang merupakan ciri khas dari pelaksanaan tiap-tiap tiap
fase demokrasi. Namun, untuk pembahasan kali ini penulis akan mengkhususkan
pembahasan mengenai pelaksanaan demokrasi di Indonesia pada masa Demokrasi
Parlementer 1945 – 1959. Sebelum menginjak ke pembahasan selanjutnya, terlebih dulu
penulis akan memaparkan mengenai pengertian dan ciri-ciri dari demokrasi parlementer itu
sendiri. Demokrasi liberal dikenal pula sebagai demokrasi parlementer karena padasaat
itu berlangsung sistem pemerintahan parlementer dan berlaku UUD 1945 periode pertama,
konstitusi RIS, dan UUDS 1950.
a. Pada masa pasca revolusi kemerdekaan (18 Agustus 1945-27 Desember 1949)
Pada masa ini ternyata masih terbagi lagi ke dalam dua periode, yakni:
1. 18 Agustus 1945-14 November 1945 dimana berlaku sistem pemerintahan
presidensiil, dan
2. 14 November 1945 - 27 Desember 1949 dimana berlaku sistem pemerintahan
parlementer.

Tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya pada awal-awal deklarasi kemerdekaan


Indonesia, Indonesia menjalankan sistem presidensial dengan bentuk negara kesatuan
yang berbentuk republik (sesuai dengan pasal 1 ayat 1 UUD 1945) yang menyatakan
bahwa Presiden memiliki kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan.
Pada tanggal 23 Agustus 1945, Belanda dan negara sekutu mendarat di
Indonesia. Negara lain bermaksud untuk mengamankan Indonesia pasca revolusi
kemerdekaan. Sementara lain halnya dengan Belanda yang bermaksud untuk kembali
menguasai Indonesia. Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia menghadapi
berbagai rongrongan untuk mempertahankan kemerdekaannya. Padahal pada masa ini
terdapat indikasi dan keinginan kuat dari para pemimpin negara untuk membentuk
pemerintahan demokratis. Namun karena Indonesia harus berjuang untuk
mempertahankan kemerdekaan maka belum bisa sepenuhnya mewujudkan pemerintahan
demokratis sesuai dengan UUD 1945. Akhirnya dalam perjalanannya terjadilah berbagai
penyimpangan-penyimpangan. Contohnya saja beberapa bulan setelah Proklamasi
kemerdekaanadanya kesempatan besar untuk mendirikan partai politik, sehingga
bermunculanlah partai-partai politik Indonesia. Dengan demikian kita kembali kepada
pola sistem politik multipartai.
Pada zaman awal kemerdekaan ini, partai politik tumbuh menjamur dengan
berbagai haluan ideologi politik yang berbeda satu sama lain. Hal ini dikarenakan adanya
Maklumat Pemerintah Republik Indonesia 3 November 1945 yang berisi anjuran
mendirikan partai politik dalam rangka memperkuat perjuangan kemerdekaan. Akhirnya
secara resmi muncul 10 partai politik. Bukan hanya itu, tetapi penyimpangan
konstitusional juga sempat terjadi dengan berubahnya sistem kabinet presidensiil
menjadi sistem kabinet parlementer atas usul badan pekerja KNIP yakni pada tanggal 11
November 1945.
Hal ini diperkuat dengan dikeluarkannya Maklumat pemerintah tanggal 14
November 1945 yang mengubah sistem pemerintahan presidensiil menjadi parlementer
berdasarkan asas-asas demokrasi liberal yang di pimpin oleh perdana mentri Syahrir.
Dalam kabinet ini mentri-mentri tidak lagi menjadi pembantu dan bertanggung jawab
kepada Presiden, tetapi bertanggung jawab kepada KNIP.Disamping itu, KNIP menjadi
lembaga yang menjadi cikal bakal DPR yang berfungsi sebagai badan legislatif. Hal ini
sesuai dengan Pasal 4 Aturan Peralihan dalam UUD 1945 dan maklumat Wakil Presiden
Nomor X pada tanggal 16 Oktober 1945 yang memutuskan bahwa KNIP diserahi
kekuasaan legislatif dan bersama-sama dengan Presiden berfungsi menetapkan Garis-
garis Besar Haluan Negara. Hal ini dilakukan karena MPR dan DPR belum terbentuk.
Bagi bangsa Indonesia, hak untuk menentukan nasib sendiri merupakan hak
yang harus dipertahankan dan diperjuangkan. Sebagai konsekuensinya, banyak
perlawanan-perlawanan dari rakyat kepada tentara sekutu dan NICA dimana-mana.
Terbukti dengan adanya pertempuran di Bandung, Surabaya, dan tempat-tempat lain
yang mereka datangi.
Munculnya perlawanan-perlawanan sengit tersebut memaksa Belanda
melakukan perundingan dan perjanjian dengan Indonesia. Akhirnya setelah melalui
perjuangan panjang, Belanda mau mengakui kedaulatan Indonesia dengan disetujuinya
perjanjian Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27 Desember 1949 di Istana
Dam, Amsterdam. Namun, bangsa Indonesia harus menerima berdirinya negara yang
tidak sesuai dengan cita-cita proklamasidan kehendak UUD 1945, sehingga Negara
Kesatuan Republik Indonesia berubah menjadi Negara Republik Indonesia Serikat
berdasarkan konstitusi RIS.

b. Kurun waktu kedua (27 Desember 1949-17 Agustus 1950)


Pada periode ini sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem
pemerintahan parlementer yang merupakan lanjutan dari periode sebelumnya (1945-
1949). Dalam sistem parlementer, artinya kabinet bertanggung jawab kepada parlemen
(DPR).
RIS intinya terdiri dari negara-negara bagian dan kesatuan kenegaraan.
Berubahnya NKRI menjadi negara RIS merupakan konsekuensi diterimanya hasil
Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dituangkan dalam Konstitusi Republik Indonesia
Serikat (RIS). Hal ini karena adanya campur tangan dari PBB yang
memfasilitasinya.Wujud dari campur tangan PBB tersebut adanya konfrensi KMB yaitu:
a) Indonesia merupakan Negara bagian RIS
b) Indonesia RIS yang di maksud Sumatera dan Jawa
c) Wilayah diperkecil dan Indonesia di dalamnya
d) RIS mempunyai kedudukan yang sama dengan Belanda
e) Indonesia adalah bagian dari RIS yang meliputi Jawa, Sumatera dan Indonesia
Timur.
Berdasarkan Konstitusi RIS yang menganut sistem pemerintahan parlementer
ini, Kekuasaan negara terbagi dalam 6 lembaga negara (alat-alat kelengkapan federal
RIS) yakni sebagai berikut:
a) Badan Eksekutif yakni Presiden dan Menteri-menteri
b) Badan Legislatif yangdibagi menjadi dua bagian yakni Senat dan Dewan Perwakilan
Rakyat, dan
c) Badan Yudikatif terdiri dari Dewan Pengawas Keuangan dan MA.
Rancangan konstitusi RIS pada saat itu berada di bawah pengawasan PBB,
dengan menetapkan :
a) Menentukan negara yang berbentuk serikat (federalistis) yang dibagi dalam 16 derah
bagian, yakni :
1. Negara Republik Indonesia
2. Negara Indonesia Timur
3. Negara Pasundan, termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatera Timur
7. Negara Sumatera Selatan

b) Wilayah yang berdiri sendiri (otonom) dan tak tergabung dalam federasi, yaitu:
1. Jawa Tengah
2. Kalimantan Barat (Daerah Istimewa)
3. Dayak Besar
4. Daerah Banjar
5. Kalimantan Tenggara
6. Kalimantan Timur (tidak temasuk bekas wilayah Kesultanan Pasir)
7. Bangka
8. Belitung
9. Riau
Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintahan yang liberalistis atau
pemerintahan yang berdasarkan demokrasi parlementer. Mukaddimah konstitusi RIS
telah menghapuskan semangat jiwa, maupun isi pembukaan UUD proklamasi.
Sebenarnya dari awal tidak seluruh rakyat setuju terhadap pemberlakuan sistem
pemerintahan parlementer yang menggunakan konstitusi RIS, namun keadaanlah yang
memaksa demikian. Banyak aturan di dalam konstitusi tersebut yang menyimpang dari
isi jiwa dan cita-cita bangsa Indonesia. Selain itu, dasarpembentukannya juga sangat
lemah dan tidak didukung oleh suatu ideologi yang kuat
dan satu tujuan kenegaraan yang jelas Olehkarenatidak mendapatkan dukungan rakyat
terhadap sistem pemerintahan ini, akhirnya dalam waktu singkat RIS mulai goyah.
Sistem federal seperti apapun juga telah dianggap rakyat sebagai alat Belanda untuk
memecah belah bangsa Indonesia agar Belanda dapat berkuasa di Indonesia, sehingga
tanggal 17 Agustus 1950 Presiden Soekarno menyatakan kembali ke Negara Kesatuan
dengan UUDS 1950.

c. Kurun waktu ketiga (17 Agustus 1950-5 Juli 1959)


Pada tanggal 17 Agustus 1950 negara RIS secara resmi dibubarkan. Sebelum
Republik Indonesia Serikat dinyatakan bubar, terjadi demo besar-besaran menuntut
pembuatan suatu Negara Kesatuan. Maka melalui perjanjian antara tiga negara bagian,
Negara Republik Indonesia, Negara Indonesia Timur, dan Negara Sumatera Timur
dihasilkan perjanjian pembentukan Negara Kesatuan berdasarkan UUD Sementara 1950.
Menurut UUD ini, sistem pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan
parlementer. Dalam kabinet parlementar, para menteri bertanggung jawab kepada
parlemen. Oleh karena itu, jatuh bangunyakabinet sangat tergantung padaparlemen.. Hal
ini menyebabkan ketidakstabilan politik, terbukti dengan adanya perpecahan daerah,
pertentangan antar partai, bahkan pemberontakan di daerah-daerah seperti
pemberontakan DI/TII di berbagai kota, pemberontakan APRA, pemberontakan RMS,
pemberontakan PPRI dan Permesta yang tidak dapat dielakkan lagi. Masalah sering
terjadinya pergantian kabinet pun tak urung menjadi salah satu penyebab kekacauan yang
ada. Dalam sejarahnya saja sudah tercatat dalam kurun waktu sekitar 9 tahun Indonesia
telah berganti kabinet sebanyak 7 kali. Kabinet-kabinet tersebut diantaranya :
1. Kabinet Natsir (7 September 1950-21 Maret 1951)
Kabinet ini dilantik pada tanggal 7 September 1950 dengan Mohammad Natsir
(Masyumi) sebagai perdana menteri. Kabinet ini merupakan kabinet koalisi yang
dipimpin Masyumi.
a) Program kerja :
1) Menggaitkan usaha mencapai keamanan dan ketentraman
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
3) Mempersiapkan dan menyelenggarakan pemilihan umum untuk Konstituante
4) Mencapai konsolidasi dan penyempurnaan susunan pemerintahan serta
membentuk peralatan negara yang kuat dan daulat
5) Menyempurnakan organisasi Angkatan perang dan pemulihan bekas – bekas
anggota tentara dan gerilya dalam masyarakat
6) Memperjuangkan penyelesaian soal Irian Barat secepatnya
7) Mengembangkan dan memperkokoh kesatuan ekonomi rakyat sebagai dasar
bagi pelaksanaan ekonomi nasional yang sehat
8) Membantu pembangunan perumahan rakyat serta memperluas usaha – usaha
meninggikan derajat kesehatan dan kecerdasan rakyat

b) Hasil
Berlangsung perundingan antara Indonesia-Belanda untuk pertama kalinya
mengenai masalah Irian Barat.

c) Kendala yang dihadapi


1) Upaya memperjuangkan masalah Irian Barat dengan Belanda mengalami jalan
buntu (kegagalan).
2) Timbul masalah keamanan dalam negeri, yaitu terjadi pemberontakan hampir di
seluruh wilayah Indonesia, seperti Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan
APRA, dan Gerakan RMS.

d) Berakhirnya kabinet
Adanya mosi tidak percaya dari PNI menyangkut pencabutan Peraturan
Pemerintah mengenai DPRD dan DPRDS. PNI menganggap peraturan pemerintah
No. 39 tahun 1950 mengenai DPRD yang terlalu menguntungkan Masyumi. Mosi
tersebut disetujui parlemen sehingga Natsir harus mengembalikan mandatnya
kepada presiden.

2. Kabinet Soekiman (27 April 1951-23 Februari 1952)


Setelah Natsir mengembalikan mandatnya kepada presiden, Presiden Soekarno
menunjuk Sartono, ketua PNI, untuk menjadi formatur. Hampir selama satu bulan
Sartono membuat kabinet koalisi antara PNI dan Masyumi, tetapi gagal. Akhirnya
Sartono mengembalikan mandatnya kepada presiden setelah bertugas selama 23 hari
(28 Maret 1951 – 18 April 1951). Kemudian presiden menunjuk Sukiman
Wirosandjojo dari Masyumi dan menunjuk Djojosukarto sebagai formatur, mereka
berhasil membentuk kabinet koalisi antara Masyumi, PNI, dan sejumlah partai kecil.
a) Program kerja :
1) Menjalankan berbagai tindakan tegas sebagai negara hukum untuk menjamin
keamanan dan ketentraman serta menyempurnakan organisasi alat-alat
kekuasaan negara
2) Membuat dan melaksanakan rencana kemakmuran nasional dalam jangka
pendek untuk mempertinggi kehidupan sosial ekonomi rakyat danmempercepat
usaha penempatan bekas pejuang dalam pembangunan
3) Menyelesaikan persiapan pemilu untuk membentuk Dewan Konstituante dan
menyelenggarakan pemilu itu dalam waktu singkat serta mempercepat
terlaksananya otonomi daerah
4) Menyampaikan Undang-Undang pengakuan serikat buruh, perjanjian kerja
sama, penetapan upah minimum,dan penyelesaian pertikaian buruh
5) Menyelenggarakan politik luar negeri bebas aktif
6) Memasukkan Irian Barat ke wilayah RI secepatnya

b) Hasil
Tidak terlalu berarti sebab programnya melanjutkan program Natsir, hanya saja
terjadi perubahan skala prioritas dalam pelaksanaan programnya, seperti awalnya
program menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman selanjutnya diprioritaskan
untuk menjamin keamanan dan ketentraman.

c) Kendala yang dihadapi


1) Adanya pertukaran Nota Keuangan antara Menteri Luar Negeri Indonesia
Soebardjo dengan Duta Besar Amerika Serikat Merle Cochran, mengenai
pemberian bantuan ekonomi dan militer dari pemerintah Amerika Serikat
kepada Indonesia berdasarkan ikatan Mutual Security Act (MSA). Dalam MSA
ini terdapat pembatasan kebebasan politik luar negeri RI. Hal ini dikarenakan
RI menjadi diwajibkan memperhatiakan kepentingan Amerika. Tindakan
Sukiman tersebut dipandang telah melanggar politik luar negara Indonesia yang
bebas aktif karena lebih condong ke blok barat, bahkan dinilai telah
memasukkan Indonesia ke dalam blok barat.
2) Adanya krisis moral yang ditandai dengan munculnya korupsi yang terjadi pada
setiap lembaga pemerintahan dan kegemaran terhadap barang-barangmewah.
3) Masalah Irian barat belum juga teratasi.
4) Hubungan Sukiman dengan militer kurang baik tampak dengan kurang tegasnya
tindakan pemerintah menghadapi pemberontakan di Jawa Barat, Jawa Tengah,
dan Sulawesi Selatan.

d) Berakhirnya kabinet
Muncul pertentangan dari Masyumi dan PNI atas tindakan Sukiman sehingga
mereka menarik dukungannya pada kabinet tersebut. DPR akhirnya menggugat
Sukiman dan terpaksa Sukiman harus mengembalikan mandatnya kepadapresiden.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952-3 Juni 1953)


Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam bidangnya.Dipimpin oleh Mr. Wilopo.
a) Program kerja :
1) Mempersiapkan pemilu
2) Berusaha mengembalikan Irian Barat ke dalam pangkuan RI
3) Meningkatkan keamanan dan kesejahteraan
4) Perbaharui bidang pendidikan dan pengajaran
5) Melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif

b) Kendala yang dihadapi


1) Masalah Angkatan Darat yang dikenal dengan Peristiwa 17 Oktober 1952.
masalah ini dilatarbelakangi oleh: (1) masalah ekonomi (perkembangan
ekonomi dunia kurang menguntungkan hasil ekspor Indonesia), dan (2)
reorganisasi (profesionalisasi tentara) yang menimbulkan kericuhan di kalangan
militer yang akhirnya menjurus ke arah perpecahan. Peristiwa 17 Oktober 1952
merupakan upaya pemerintah untuk menempatkan TNI sebagai alat sipil
sehingga muncul sikap tidak senang dikalangan partai politik sebab dipandang
akan membahayakan kedudukannya. Peristiwa ini diperkuat denganmunculnya
masalah intern dalam TNI sendiri yang berhubungan dengan
kebijakan KSAD A.H. Nasution yang ditentang oleh Kolonel Bambang Supeno
sehingga ia mengirim petisi mengenai penggantian KSAD kepada menteri
pertahanan yang dikirim ke seksi pertahanan parlemen sehingga menimbulkan
perdebatan dalam parlemen. Konflik semakin diperparah dengan adanya surat
yang menjelekkan kebijakan Kolonel Gatot Subroto dalam memulihkan
keamanana di Sulawesi Selatan. Keadaan ini menyebabkan muncul demonstrasi
di berbagai daerah menuntut dibubarkannya parlemen. Sementara itu, TNI-AD
yang dipimpin Nasution menghadap presiden danmenyarankan agar parlemen
dibubarkan, tetapi saran tersebut ditolak. Akhirnya muncullah mosi tidak
percaya dan menuntut diadakan reformasi dan reorganisasi angkatan perang dan
mengecam kebijakan KSAD. Inti peristiwa ini adalah gerakan sejumlah perwira
angkatan darat guna menekan Soekarno agar membubarkan kabinet.
2) Munculnya peristiwa Tanjung Morawa mengenai persoalan tanah perkebunan
di Sumatera Timur (Deli). Sesuai dengan perjanjian KMB, pemerintah
mengizinkan pengusaha asing untuk kembali ke Indonesia dan memiliki tanah-
tanah perkebunan. Tanah perkebunan di Deli yang telah ditinggalkanpemiliknya
selama masa penjajahan Jepang telah digarap oleh para petani di Sumatera Utara
dan dianggap sebagai miliknya. Sehingga pada tanggal 16 Maret 1953
muncullah aksi kekerasan untuk mengusir para petani liar Indonesia yang
dianggap telah mengerjakan tanah tanpa izin tersebut. Para petani tidak mau
pergi sebab telah dihasut oleh PKI. Akibatnya terjadi bentrokan senjata dan
beberapa petani terbunuh. Intinya dari peristiwa Tanjung Morawa merupakan
peristiwa bentrokan antara aparat kepolisian dengan para petani liar mengenai
persoalan tanah perkebunan di Sumatera Timur (Deli).
3) Terjadi defisit kas negara karena penerimaan negara yang berkurang banyak
terlebih setelah terjadi penurunana hasil panen sehingga membutuhkan biaya
besar untuk mengimport beras.
4) Munculnya gerakan sparatisme dan sikap provinsialisme yang mengancam
keutuhan bangsa. Semua itu disebabkan karena rasa ketidakpuasan akibat
alokasi dana dari pusat ke daerah yang tidak seimbang.
5) Adanya kondisi krisis ekonomi yang disebabkan karena jatuhnya harga barang-
barang eksport Indonesia sementara kebutuhan impor terus meningkat.
c) Berakhirnya kabinet
Akibat peristiwa Tanjung Morawa muncullah mosi tidak percaya dari Serikat Tani
Indonesia terhadap kabinet Wilopo. Selain itu, peristiwa tersebut dijadikan sarana
oleh kelompok yang antikabinet dan pihak oposisi lainnya untuk mencela
pemerintah sehingga Wilopo harus mengembalikan mandatnya pada presiden.

4. Kabinet Ali Sastroamijoyo ( 1 Agustus 1953-24 Juli 1955 )


Kabinet ini merupakan koalisi antara PNI dan NU. Dipimpin oleh Mr. Ali
Sastroamijoyo.
a) Program kerja :
1) Menumpas pemberontakan DI/TII di berbagai daerah
2) Memperjuangkan kembalinya Irian Barat kepada RI
3) Menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika
4) Meningkatkan keamanan dan kemakmuran serta segera menyelenggarakan
Pemilu.
5) Pembebasan Irian Barat secepatnya.
6) Pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali persetujuan KMB.
7) Penyelesaian Pertikaian politik

b) Hasil
1) Persiapan Pemilihan Umum untuk memilih anggota parlemen yang akan
diselenggarakan pada 29 September 1955.
2) Menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika pada tahun 1955.

c) Kendala yang dihadapi


1) Menghadapi masalah keamanan di daerah yang belum juga dapat terselesaikan,
seperti DI/TII di Jawa Barat, Sulawesi Selatan, dan Aceh.
2) Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) menuntut Aceh sebagai Propinsi. Daud
Beurueh (pimpinan PUSA) menilai bahwa tuntutan itu diabaikan dan
menyatakan Aceh sebagian dari NII.
3) Terjadi peristiwa 27 Juni 1955, suatu peristiwa yang menunjukkan adanya
kemelut dalam tubuh TNI-AD. Peristiwa ini adalah masalah TNI-AD yang
merupakan kelanjutan dari Peristiwa 17 Oktober 1952. Setelah peristiwa 17
Oktober, Nasution mengundurkan diri sebagai KSAD dan digantikan oleh
Bambang Sugeng. Bambang Sugeng sebagai Kepala Staf AD mengajukan
permohonan berhenti karena tugasnya dirasakan sangat berat dan permohonan
tersebut disetujui oleh kabinet. Sebagai gantinya menteri pertahanan menunjuk
Kolonel Bambang Utoyo, tetapi Angkatan Darat di bawah KSAD Zulkifli Lubis
menolak menolak pemimpin baru tersebut karena proses pengangkatannya
dianggap tidak menghiraukan norma-norma yang berlaku di lingkungan TNI-
AD. Ketika Bambang Utoyo dilantik pada tanggal 27 Juni 1955, TNI AD
memboikot pengangkatan itu karena Bambang Utoyo adalah KSAD yang tidak
pernah berkantor di Markas Besar Angkatan Darat (MBAD). Tidak ada
seorangpun panglima tinggi yang hadir dalam upacara tersebut meskipun
mereka berada di Jakarta. Wakil KSAD pun menolak melakukan serah terima
dengan KSAD baru.
4) Keadaan ekonomi yang semakin memburuk, maraknya korupsi, dan inflasi yang
menunjukkan gejala membahayakan.
5) Memudarnya kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
6) Munculnya konflik antara PNI dan NU. Hal ini menyebabkkan NU memutuskan
untuk menarik kembali menteri-menterinya pada tanggal 20 Juli 1955 yang
diikuti oleh partai lainnya.

d) Berakhirnya Kabinet
NU menarik dukungan dan menterinya dari kabinet sehingga keretakan dalam
kabinet inilah yang memaksa Ali harus mengembalikan mandatnya kepada
presiden.

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955 – 3 Maret 1956)


Dalam kabinet ini Burhanudin Harahap berasal dari Masyumi, sedangkan PNI
membentuk partai oposisi.
a) Program kerja :
1) Mengembalikan kewibawaan pemerintah, yaitu mengembalikan kepercayaan
Angkatan Darat dan masyarakat kepada pemerintah
2) Melaksanakan pemilihan umum menurut rencana yang sudah ditetapkan dan
mempercepat terbentuknya parlemen baru
3) Masalah desentralisasi, inflasi, pemberantasan korupsi
4) Perjuangan pengembalian Irian Barat
5) Politik Kerjasama Asia-Afrika berdasarkan politik luar negeri bebas aktif

b) Hasil
1) Penyelenggaraan pemilu pertama yang demokratis pada 29 September 1955
(memilih anggota DPR) dan 15 Desember 1955 (memilih Konstituante).
Terdapat 70 partai politik yang mendaftar tetapi hanya 27 partai yang lolos
seleksi. Hasil seleksi ini menghasilkan empat partai politik besar yang
memperoleh suara terbanyak, yaitu PNI, NU, Masyumi, dan PKI.
2) Perjuangan diplomasi Menyelesaikan masalah Irian Barat dengan pembubaran
Uni Indonesia-Belanda.
3) Pemberantasan korupsi dengan menangkap para pejabat tinggi yang dilakukan
oleh polisi militer.
4) Terbinanya hubungan antara Angkatan Darat dengan Kabinet Burhanuddin.
5) Menyelesaikan masalah peristiwa 27 Juni 1955 dengan mengangkat Kolonel
A.H. Nasution sebagai Kepala Staf Angkatan Darat pada tanggal 28 Oktober
1955

c) Kendala yang dihadapi


Banyaknya mutasi dalam lingkungan pemerintahan dianggap menimbulkan
ketidaktenangan.

d) Berakhirnya kabinet
Dengan berakhirnya pemilu maka tugas kabinet Burhanuddin pun dianggap
selesai. Pemilu tidak menghasilkan dukungan yang cukup terhadap kabinet
sehingga kabinet pun jatuh. Sehingga dibentuk kabinet baru yang harus
bertanggungjawab pada parlemen yang baru pula. Tanggal 3 Maret 1956, Kabinet
Burhanudin mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet ini merupakan
kabinet peralihan dari DPR. Sementara ke DPR hasil Pemilu.

6. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (20 Maret 1956 – 4 Maret 1957)


Kabinet ini merupakan koalisi antara tiga partai yaitu PNI, Masyumi, dan NU.
Dipimpin oleh Ali Sastroamijoyo.
a) Program kerjanya disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun, yaitu :
1) Menyelesaikan pembatalan KMB
2) Pembentukan provinsi Irian Barat
3) Menjalankan politik luar negeri bebas aktif
4) Perjuangan pengembalian Irian Barat
5) Pembentukan daerah-daerah otonomi dan mempercepat terbentuknya anggota
anggota DPRD.
6) Mengusahakan perbaikan nasib kaum buruh dan pegawai.
7) Menyehatkan perimbangan keuangan negara.
8) Mewujudkan perubahan ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional
berdasarkan kepentingan rakyat.
9) Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan lima tahun, menjalankan
politik luar negeri bebas aktif
10) Melaksanakan keputusan KAA.

b) Hasil
Mendapat dukungan penuh dari presiden dan dianggap sebagai titik tolak dari
periode planning and investment, hasilnya adalah pembatalan seluruh perjanjian
KMB.

c) Kendala yang dihadapi


1) Berkobarnya semangat anti-Cina di masyarakat.
2) Muncul pergolakan/kekacauan di daerah yang semakin menguat dan mengarah
pada gerakan sparatisme dengan pembentukan dewan militer, seperti Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan Garuda
di Sumatra Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan, dan
Dewan Manguni di Sulawesi Utara.
3) Memuncaknya krisis di berbagai daerah karena pemerintah pusat dianggap
mengabaikan pembangunan di daerahnya.
4) Pembatalan KMB oleh presiden menimbulkan masalah baru khususnya
mengenai nasib modal pengusaha Belanda di Indonesia. Banyak pengusaha
Belanda yang menjual perusahaannya pada orang Cina karena memang
merekalah yang kuat ekonominya. Muncullah peraturan yang dapat melindungi
pengusaha nasional.
5) Timbulnya perpecahan antara Masyumi dan PNI. Masyumi menghendaki agar
Ali Sastroamidjojo menyerahkan mandatnya sesuai tuntutan daerah,
sedangkan PNI berpendapat bahwa mengembalikan mandat berarti
meninggalkan asas demokrasi dan parlementer.

d) Berakhirnya kabinet
Mundurnya sejumlah menteri dari Masyumi membuat kabinet hasil Pemilu I ini
jatuh dan menyerahkan mandatnya pada presiden.

7. Kabinet Djuanda ( 9 April 1957-10 Juli 1959 )


Kabinet ini merupakan zaken kabinet yatu kabinet yang terdiri dari para pakar yang
ahli dalam bidangnya. Dibentuk karena kegagalan konstituante dalam menyusun
Undang-Undang Dasar pengganti UUDS 1950 serta terjadinya perebutan kekuasaan
politik.Dipimpin oleh Ir. Juanda.
a) Program kerjanya disebut Panca Karya (Kabinet Karya ), yaitu :
1) Membentuk dewan nasional
2) Normalisasi keadaan RI
3) Melanjutkan pembatalan KMB
4) Memperjuangkan Irian Barat kembali ke RI
5) Mempercepat pembangunan

b) Hasil
1) Mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui Deklarasi
Djuanda, yang mengatur mengenai laut pedalaman dan laut teritorial. Melalui
deklarasi ini menunjukkan telah terciptanya Kesatuan Wilayah Indonesia karena
lautan dan daratan merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat.
2) Terbentuknya Dewan Nasional sebagai badan yang bertujuan menampung dan
menyalurkan pertumbuhan kekuatan yang ada dalam masyarakat dengan
presiden sebagai ketuanya. Dengan dibentulnya Dewan Nasional merupakan
titik tolak untuk menegakkan sistem demokrasi terpimpin.
3) Mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) untuk meredakan pergolakan di
berbagai daerah. Musyawarah ini membahas masalah pembangunan nasional
dan daerah, pembangunan angkatan perang, dan pembagian wilayah RI.
4) Diadakan Musyawarah Nasional Pembangunan untuk mengatasi masalah krisis
dalam negeri tetapi tidak berhasil dengan baik.
c) Kendala yang dihadapi
1) Kegagalan Menghadapi pergolakan di daerah sebab pergolakan di daerah
semakin meningkat. Hal ini menyebabkan hubungan pusat dan daerah menjadi
terhambat. Munculnya pemberontakan seperti PRRI/Permesta.
2) Keadaan ekonomi dan keuangan yang semakin buruk sehingga program
pemerintah sulit dilaksanakan. Krisis demokrasi liberal mencapai puncaknya.
3) Terjadi peristiwa Cikini, yaitu peristiwa percobaan pembunuhan terhadap
Presiden Soekarno di depan Perguruan Cikini saat sedang menghadir pesta
sekolah tempat putra-putrinya bersekolah pada tanggal 30 November 1957.
Peristiwa ini menyebabkan keadaan negara semakin memburuk karena
mengancam kesatuan negara.

Ternyata dengan adanya kinerja kabinet yang berbeda-beda ini telah


memunculkan pertentangan dari perlemen karena konstituante nya gagal membentuk
undang-undang. Konsekuensi dari kejadian kabinet yang berulang-ulang tersebut
adalah munculnya tuntutan rakyat untuk segera dilakukan pemilihan umum, tujuannya
adalah untuk menjembatani aspirasi rakyat yang belum tersalurkan oleh wakil dari
partai-partai yang ada, serta diharapkan dapat mengakhiri ketidakstabilan politik.
Akhirnya pada masa kabinet Ali Sastroamijoyo I diselenggarakan pemilihan umum.
1. Pemilu I, tanggal 29 Desember 1955 untuk memilih anggota parlemen (DPR).
2. Pemilu II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota Badan Konstituante.
Pada saat Indonesia menganut Demokrasi Parlementer dengan sistem multi
partai, banyak sekali bermunculan partai politik. Buktinya pemilu pertama dalam
sejarah Republik Indonesia pada tahun 1955 berdasarkan UU No. 7 tahun 1953 diikuti
oleh 28 parpol yaitu : diantaranya Perti, Parkindo, Partai Katolik, PSI, PSII, Murba,
dan IPKI dan yang lain partai gurem (partai kecil) dan beberapa partai dominan
lainnya yakni: Masyumi, PNI, NU dan PKI. Alasan mengapa empat partai tersebut
menjadi partai dominan adalah karena :
a) PNI merupakan partai politik tertua yang terbentuk sebelum Indonesia merdeka,
dan ikut berperan dalam upaya memperjuangkan kemerdekaan dari penjajah.Oleh
karena itu partai ini telah mempunyai basis masa yang kuat.
b) Masyumi dan Nahdatul ulama adalah partai politik yang berlandaskan agama
islam. Karena Indonesia mempunyai jumlah penduduk muslim yang besar maka
basis masa dari kedua partai politik ini juga kuat.
c) PKI dekat dengan orang-orang pemerintahan diantaranya Ir. Soekarno. Dan PKI
juga membentuk beberapa perkumpulan dibawah naungannya diantaranya serikat
buruh, Gerakan Wanita Indonesia
Tanpa kita sadari, ternyata masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut
sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang
sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer yang berujung
pada sistem partai politik yang multipartai. Berikut dampak positif dannegatif adanya
multipartai.
b) Dampak Positif :
1) Menghidupkan suasana demokratis di Indonesia.
2) Mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar, karena wewenang pemerintah
di pegang oleh partai yang berkuasa
3) Menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan rakyat dan
pemerintahan
c) Dampak Negatif :
1) Sejumlah partai cenderung menyuarakan kepentingan kelompok sendiri, bukan
banyak rakyat.
2) Ada kecenderungsn persaingan tidak sehat, baik dalam parlemen maupun
kabinet yang berupa saling menjatuhkan.
Walaupun pemilu dapat berlangsung dengan aman, lancar dan tertib, tetapi keadaan
politik dan keamanaan belum stabil,hal ini di sebabkan oleh :
1) Badan kontituante gagal menyusun UUD
Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet
jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya
pembangunan tidak dapat berjaan dengan baik.
2) Sering terjadi pertentangan antar politik
Rapuhnya Koalisi antar partai sehingga sering terjadi pergolakan politik di
parlemen.
3) Anggota DPR hasil pemilu belum dapat memenuhi harapan rakyat
Peranan partai politik pada masa tersebut sudah menjadi sarana penyalur aspirasi
rakyat, namun kurang maksimal karena situasi politik yang panas dan tidak
kondusif. Dimana setiap partai hanya mementingkan kepentingan partai sendiri
tanpa memikirkan kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan bangsa
4) Partai politik hanya mempertahankan keyakinan partainya
Partai politik pada zaman liberal diwarnai suasana penuh ketegangan politik, saling
curiga mencurigai antara partai politik yang satu dengan partai politik lainnya. Hal
ini mengakibatkan hubungan antar politisi tidak harmonis karena hanya
mementingkan kepentingan (Parpol) sendiri
5) Kebijakan-kebijakan yang dalam pandangan parlemen tidak menguntungkan
Indonesia ataupun dianggap tidak mampu meredam pemberontakan-
pemberontakan di daerah

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal yang
dialamirakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa
UUDS1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak cocok, karena tidak sesuai
denganjiwa Pancasila dan UUD 1945. Akhirnya Presiden menganggap bahwa
keadaan ini membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara sehingga pada
tanggal 5 Juli 1959 mengumumkan dekrit mengenai pembubaran Konstituante dan
berlakunya kembali UUD 1945 serta tidak berlakunya UUDS 1950, serta
pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat. Dekrit presiden 5 Juli 1959 ini
menjadi akhir dari sistem demokrasi parlementer.

E. Pelaksanaan Demokrasi Parlementer dalam bidang ekonomi di Indonesia


Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya
menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-
teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha
pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama
pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian
Indonesia yang baru merdeka. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah
ekonomi, antara lain :
1. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk
mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
2. Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi
dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing
dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada
importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar
nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini
gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing
dengan pengusaha non-pribumi.
3. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat
UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
4. Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak
Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha
pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada
pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha
swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi
kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuankredit
dari pemerintah.
5. Pembatalan sepihak atas hasil-hasil Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni
Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya
sedangkan pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-
perusahaan tersebut.

F. Akhir dan Demokrasi Parlementer di Indonesia


Berakhirnya demokrasi Liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5
Juli 1959. Kegagalan Kontituante menetapkan UUD membawa Indonesia ketepi jurang
kehancuran. Keadaan Negara yang telah merongrong sejumlah pemberontakan menjadi
bertambah gawat. Atas dasar pertimbangan menyelamatkan Negara dari bahaya, Presiden
Soekarno terpaksa melakukan tindakan inkontitusional. Tindakan presiden tersebut berupa
pengeluaran dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tindakan itu didukung
oleh militer karena mereka sudah direpotkan oleh sejumlah pemberontakan akibat krisis
politik. Lebih lanjut dekrit presiden 5 Juli dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan
diantaranya:
1. Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari
Kontituante
2. Kontituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar
anggotanya telah menolak menghadiri sidang.
3. Kemelut dalam Kontituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan
negera, dan merinangi pembangunan nasional
Sedangkan yang menjadi keputusan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:
a. Konstituante dibubarkan
b. UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia
c. Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Demokrasi awal yang diberlakukan di Indonesia adalah demokrasi parlementer


dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan parlemen. Demokrasi ini berlaku sejak kurun
waktu 1945-1959 (yakni bermula dari pasca kemerdekaan Indonesia sampai dengan
munculnya dekrit presiden 5 Juli 1959).
Dalam sejarahnya, Indonesia pernah mengalami pergantian kabinet selama 7 kali.
Hal itu disebabkan karena ketidakmampuan konstituante untuk membentuk undang- undang
serta adanya konflik antar parpol. Selain itu, pada masa demokrasi ini pernah menerapkan
UUD 1945, UU RIS, dan juga UUDS 1950. Mulanya demokrasi ini disetujui oleh bangsa
Indonesia karena merujuk ke demokrasi liberal dimana kebebasan rakyat lebih diakui,
terbukti dengan sistem multipartai dan menjamurnya parpol yang ikut andil dalam kursi
pemilu tahun 1955. Namun, ternyata dalam perjalanannya demokrasi ini tidak cocok
diterapkan di Indonesia karena menimbulkan banyak penyimpangan, pergolakan,
perpecahan, bahkan pemberontakan yang terjadi dimana-mana. Akhirnya muncullah dekrit
presiden dari Soekarno yang menyatakan bahwa Indonesia kembali ke konstitusi UUD 1945
dan kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan sistem pemerintahan
presidensiil.

B. Saran
Sejarah merupakan acuan yang menjadi pijakan untuk menuju ke masa depan yang lebih
gemilang. Sebagai generasi penerus bangsa, sudah selayaknya kita harus berupaya untuk
mengisi kemerdekaan bangsa dengan cara mempertahankannya. Salah satu caranya adalah
dengan mempelajari sejarah pelaksanaan demokrasi Indonesia. Hal ini menjadi penting
manakala dijadikan referensi untuk membentuk sistem pemerintahan yang lebih baik
melalui hikmah dan pelajaran yang didapatkan dari sejarah itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
https://onespiritz.wordpress.com/2010/12/11/masa-demokrasi-parlementer-1950-1959/

http://brantar.blogspot.co.id/2014/05/ppt-indonesia-pada-masa-demokrasi.html

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+Parlementer+ppt&ie=utf-8&oe=utf-

8#q=Demokrasi+Parlementer++pada+masa+di+indonesia+ppt

https://www.academia.edu/People/Demokrasi_Parlementer

https://www.academia.edu/Documents/in/Sejarah_Pelaksanaan_Demokrasi_Parlementer

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia&ie=utf-

8&oe=utf-8#q=Demokrasi+parlementer+academia

https://www.academia.edu/8638920/PEMAHAMAN_DAN_PENERAPAN_DEMOKRASI_

DI_INDONESIA

https://www.google.com/search?q=Demokrasi+parlementer+masa+di+indonesia&ie=utf-

8&oe=utf-8

http://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/penyebab-jatuhnya-7-kabinet-di-

indonesia/

http://amru-milicevic.blogspot.com/2011/10/kabinet-kabinet-yang-memerintah-selama.html

http://www.scribd.com/doc/99701659/Kabinet-Indonesia-Masa-Demokrasi-Liberal

Anda mungkin juga menyukai