Anda di halaman 1dari 2

A.

ORIENTASI (GAMBARAN UMUM)

Peradilan agama sebenarnya sudah ada sejak agama Islam dikenal dan diterima di
wilayah Nusantara, satu contoh di Kerajaan Mataram kurang lebih tahun 1610-1645 dikenal
peradilan serambi, karena tempat mengadili diadakan di serambi masjid, dan hakim-
hakimnya diangkat Oleh sultan. Pengakuan berlakunya hukum Islam yang telah ada sejak
lama di wilayah Nusantara ini pada masa yang lalu tecermin dalam kegiatan peradilan di
beberapa kerajaan/kesultanan. Ketika pemerintah Belanda menjajah Kepulauan Nusantara
(Indonesia), pengaturan dan pengakuan mengenai kedudukan dan kewehangan peradilan
agama terdapat dalam berbagai peraturan. Sehingga terdapat keragaman nama dan peraturan
perundang-undangan mengenai badan peradilan agama di Indonesia.

Setelah Indonesia merdeka dalam UUD 1945 keberadaan Peradilan Agama diakui dan
termasuk dalam lingkungan badan kehakiman sebagaimana diatur dalam Pasal 24, namun
belum ada undang-undang yang mengatur secara khusus susunan, kekuasaan, dan hukum
acara dalam lingkungan peradilan agama. Adapun mengenai hukumnya, hukum materiel
Islam diakui atas dasar Pasal 29.

Dengan adanya Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan


Kehakiman, secara formal, maka keberadaan peradilan agama diakui, namun mengenai
susunan dan kekuasaan (wewenang) nya masih beragam dan hukum acara yang digunakan
adalah HIR, serta peraturan-peraturan yang diambil dari hukum acara peradilan Islam.

B. KONSEP-KONSEP DASAR

Dalam kajian hukum acara perdata peradilan agama ada beberapaistilah yang perlu
dipahami, yaitu:

1. Peradilan, berasal dari bahasa Arab 'adil yang sudah diserap menjadi bahasa Indonesia
yang artinya proses mengadili atau suatu upaya untuk mencari keadilan atau
penyelesaian sengketa hukum di hadapan badan peradilan menurut peraturan yang
berlaku.
2. Pengadilan, merupakan pengertian yang khusus adalah suatu lembaga (instansi) tempt
mengadili atau menyelesaikan sengketa hukum di dalam rangka kekuasaan
kehakiman, yang mempunyai kewenangan absolut dan relatif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang menentukannya/ membentuknya.
3. Pengadilan agama, adalah suatu badan peradilan agama pada tingkat pertama.
Pengadilan tinggi agama (PTA) adalah badan peradilan agama tingkat banding.
Pengadilan agama berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dan daerah hukumnya
meliputi wilayah kabupaten/kota, namun tidak menutup kemungkinan adanya
pengecualian. Adapun pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibukota provinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah provinsi (Pasal I angka 3 Undang-Undang No. 3
Tahun 2006).
4. Hakim, adalah orang yang diangkat oleh penguasa untuk menyelesaikan dakwaan-
dakwaan dan persengketaan, karena penguasa tidak mampu melaksanakan sendiri
semua tugas, sebagaimana Rasul SAW pada masanya telah mengangkat qadi-qadi
untuk menyelesaikan sengketa di antara manusia di tempat-tempat yang jauh
mengenai pengertian hakim ini, kini datur dalam Pasal 1 butir 3 dan Pasal 11 Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 jo. Pasal I angka 5 Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.
Dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 dinyatakan bahwa, hakim
adalah pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman.
5. Yang dimaksud dengan hukum acara perdata di sini adalah hukum acara perdata yang
berlaku di lingkungan peradilan agama. Pada Pasal 54 Undang-Undang No. 7 Tahun
1989 diterangkan bahwa hukum acara yang berlaku di pengadilan dalam lingkungan
peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam undang-
undang.
6. Sebelum berlakunya Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 keadaan hukum acara
(formal) yang berlaku di lingkungan peradilan agama, terdapat dalam bermacam-
macam peraturan dan belum terhimpun dalam suatu kitab undang-undang, antara lain
terdapat dalam Stb]. 1882 N0 152, Stbl. 1937 No. 116, Stbl. 610, 638, 639. Peraturan
Pemerintah No.45 Tahun 1957, Surat Edaran Kepala Biro Peradilan Agama No.
B/1/737 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957, beberapa
keputusan menteri agama/direktur jenderal. Setelah berlaku Undang-Undang No. 7
Tahun 1989 disebutkan dalam Bab IV Pasal 54 bahwa hukum acara yang berlaku
pada pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang
berlaku pada pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, kecuali yang telah diatur
secara khusus dalam Undang-Undang Peradilan Agama.

Anda mungkin juga menyukai