tengah gemerlapnya permainan modern saat ini. Padahal di masanya gasing pernah menjadi
idola, sebuah permainan yang sangat populer dan banyak digemari. Dimana permainan ini
untuk para kaum laki-laki yang pada perkembangannya diyakini berasal dari tanah Melayu,
Riau lalu kemudian menyebar ke seluruh Indonesia.
Gasing sendiri berasal dari dua suku kata, yaitu Gang dan Sing. Dimana Gang memiliki arti
lorong atau lokasi lahan dan Sing memiliki arti Suara. Dalam arti sederhananya, Gasing ini
memiliki arti sebuah permainan yang dimainkan di sebuah lokasi atau tempat yang kosong
dan mengeluarkan bunyi.
Permainan ini dapat dilakukan satu lawan satu atau berkelompok. Dalam permainan satu
lawan satu, pemain yang gasingnya paling lama berputar adalah pemenangnya.
Pertama, banyak orang meyakini kalau Gasing ini berasal dari para penduduk di pesisir pantai
Melayu dimana permainan ini pertama kali menggunakan buah Berembang yang banyak
tumbuh di pesisir pantai, bentuknya bulat dan ada bagian lancip di bagian tengahnya. Buah
ini bisa diputar dengan menggunakan tangan.
Kedua, sebagian lagi menyakini kalau permainan Gasing ini berawal dari anak-anak yang
menggunakan telur untuk permainan mereka. Dimana telur ini diputar dan yang bertahan
paling lama maka dialah pemenangnya. Kemudian pada perkembangannya telur ini diganti
dengan kayu berbentuk bulat dan diberi tali supaya bisa berputar lebih kencang.
Terlepas dari beberapa pendapat mengenai cikal bakal munculnya permainan ini, Gasing
adalah sebuah permainan tradisional yang sangat asik dan sudah ada jauh di Pulau Tujuh
(Natuna), Riau jauh sebelum penjajahan Belanda yang kemudian menyebar ke seluruh
nusantara.
Gasing tradisional pada umumnya terbuat dari kayu dan permainannya dengan menggunakan
tali yang terbuat dari kulit pohon. Jenis kayu yang biasanya digunakan untuk membuat
Gasing antara lain Menggeris, Pelawan, Kayu Besi, Leban, Mentigi, dan sejenisnya.
Sedangkan di beberapa daerah lainnya Gasing terbuat dari bambu.
Gasing juga memiliki nama dan bentuk yang berbeda-beda di masing tiap daerah. Jawa Barat
dan Jakarta menyebutnya dengan Gangsing atau Panggal, Lampung dengan Pukang,
Kalimantan Timur dengan Begasing, Maluku dengan Apiong, Sulawesi Selatan dan Nusa
Tenggara Barat dengan Maggasing, Lombok menyebutnya Gansing, Bolaang Mongondow
Sulawesi Selatan menyebutnya Paki, Jawa Timur dengan Kekehan. Sementara di Yogyakarta
menyebutnya dengan Pathon jika terbuat dari kayu dan Gangsingan jika terbuat dari bambu.
Gasing banyak digunakan oleh mereka yang tinggal di Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat,
Tanjung Pinang dan Kepulauan Riau.
Gasing Kayu
Pada umumnya gasing ini terbuat dari kayu petai cina, rukam, kemining, jeruk dan lainnya.
Memiliki bentuk yang kecil seperti buah bengkuang yang bagian atasnya diberi kepala untuk
melilitkan tali pemutar dan bawahnya diberi paku atau besi berbentuk runcing. Gasing ini
diputarkan pada permukaan tanah yang keras untuk jenis permainan gasing adu dan
permukaan lantai yang licin untuk permainan tahan lama berputar.
Gasing Bambu
Sesuai dengan namanya, gasing ini menggunakan bambu dan tali. Bambu dipotong sesuai
dengan ukuran gasing yang diinginkan lalu melubangi bilah bambu dengan menggunakan
pisau atau besi panas. Gasing jenis ini pada umumnya dimainkan oleh anak-anak dengan cara
diputar dengan menggunakan tali. Lubang pada bilah bambu akan mengeluarkan suara yang
menambah seru permainan.
Gasing Pinang
Sesuai namanya gasing ini terbuat dari buah pinang dan lidi bambu. Buah pinang dikupas
dengan menggunakan pisau dan ditancapkan lidi bambu yang sudah diruncingkan terlebih
dahulu. Permainan ini banyak digunakan saat bersantai dengan cara memutarkan di lantai
menggunakan tangan.
Gasing Alumunium
Gasing jenis ini sudah sedikit lebih modern dari kelima jenis gasing lainnya. Terbuat dari
logam alumunium dan benang, dimana lempengan alumunium dilubangi dengan
menggunakan paku dan batu asah untuk menajamkan mata gasing. Permainan tradisional
Gasing yang diyakini berasal dari tanah Melayu ini sudah mendunia dengan beragam jenis
dan bentuknya. Namun nilai yang terkandung di dalamnya tetaplah sama, mengedepankan
rasa saling menghormati dan rasa kebersamaan yang cukup kuat.