Anda di halaman 1dari 22

MODEL KEMITRAAN DALAM EKONOMI PERKEBUNAN: KEUNTUNGAN,

KENDALA DAN SOLUSI IMPLEMENTASI DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Dr. Duwi Yunitasari, SE. ME.

Oleh Kelompok 2:

Candra Wahyu Prasetya (200810101050)

Muhammad Abdul Rouf (200810101059)

Berlian Adi Pratama (200810101065)

Gilang Ramadhan (200810101067)

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JEMBER

2023
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah Ekonomi Perkebunan dengan judul: "Model Kemitraan
Dalam Ekonomi Perkebunan: Keuntungan, Kendala dan Solusi Implementasi di Indonesia".

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak. Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan dunia pendidikan.

Jember, 02 Mei 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................. 2

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................................................ 4

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................................... 5

C. Tujuan Penulisan ......................................................................................................................... 5

D. Manfaat Penulisan ....................................................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................. 7

A. Definisi Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan ............................................................ 7

B. Prinsip Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan .............................................................. 8

C. Jenis-Jenis Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan ........................................................ 9

BAB III PEMBAHASAN ..................................................................................................................... 12

A. Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan ................................................. 12

B. Kendala dalam Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan ........................ 14

C. Solusi untuk Mengatasi Kendala dalam Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi
Perkebunan............................................................................................................................................ 16

D. Studi Kasus: Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan di Indonesia ..................................... 18

BAB IV PENUTUP .............................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................ 21

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkebunan di Indonesia merupakan salah satu subsektor dari sektor Pertanian yang
mana perkebunan ini per 2021 berhasil menyumbang 3,94 persen terhadap total PDB dan
29,67 persen terhadap sektor Pertanian. Sektor pertanian ini sendiri mempunyai peranan
yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia ini dapat dilihat dari
kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sekitar
13,28 persen pada tahun 2021 atau merupakan urutan kedua setelah sektor Industri
Pengolahan sebesar 19,25 persen (Badan Pusat Statistik).
Indonesia memiliki beberapa komoditas perkebunan unggulan seperti kelapa sawit,
karet, teh, kopi, dan cokelat. Kelapa sawit menjadi komoditas unggulan terbesar di
Indonesia dengan produksi sekitar 43,74 juta ton pada tahun 2022 (databoks). Namun,
sektor kelapa sawit juga sering mendapat kritik terkait dampak lingkungan dan sosial
yang ditimbulkan dari pembukaan lahan hutan besar-besaran. Karet juga menjadi
komoditas penting di Indonesia dengan produksi sekitar 3,135 juta ton pada tahun 2020.
Indonesia juga merupakan produsen kelapa yang cukup besar dengan produksi sekitar
2,8 juta ton pada tahun yang sama. Produksi kopi Indonesia juga terkenal dengan
kualitasnya yang tinggi dengan produksi sekitar 794 Ribu ton pada tahun 2022
(Syaharani Mela, 2020).
Meskipun sektor perkebunan Indonesia memiliki potensi besar, namun masih terdapat
berbagai tantangan dan permasalahan yang perlu diatasi seperti tingginya ketimpangan
antara petani perkebunan dengan pemilik modal perkebunan, kurangnya akses untuk
menjangkau kemitraan, dan masih tingginya tingkat kemiskinan di daerah-daerah
perkebunan. Oleh karena itu, pemerintah perlu terus berupaya untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas produksi perkebunan dengan memperkuat pengawasan dan
regulasi, memberikan pelatihan dan bantuan teknis kepada petani, serta meningkatkan
akses dalam kemitraannya kepada perusahaan perkebunan. (Nurhayati et al., 2016).
Adanya peranan Produki yang tinggi dari subsektor perkebunan di indonesia sendiri
tidak lepas dari keberadaan perusahaan perkebunan swasta maupun nasional dan petani.
Namun, upaya pengembangan dan peningkatan perkebunan langsung secara mandiri oleh
petani rakyat masih dirasa sangat sulit. Terjadinya ketimpangan antara hasil perkebunan
yang dimiliki oleh perusahaan besar dengan perkebunan yang digarap langsung oleh

4
rakyat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kekuatan modal yang belum
memadai, sempitnya jangkauan pemasaran, dan kurangnya akses inovasi tekhnologi
perkebunan yang dimiliki oleh masyarakat, sehingga menyebabkan hasil produksi
perkebunan yang tidak maksimal.mengatasi kendala-kendala tersebut, untuk dapat
menularkan pengelolaan yang baik dalam meningkatkan hasil perkebunan, pemerintah
kemudian bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan perkebunan besar, baik swasta
maupun nasional untuk membantu dan membimbing perkebunan rakyat di sekitarnya
dalam suatu sistem kerjasama, yang saling menguntungkan, utuh dan berkesinambungan
melalui hubungan kemitraan Hubungan kemitraan di bidang perkebunan yang dimaksud
adalah hubungan kerjasama dengan menganut suatu pola kemitraan dibidang
pengembangan usaha perkebunan (Direktorat Jenderal Perkebunan).
Suatu model kemitraan diharapkan juga dapat mendorong percepatan pertumbuhan
perekonomian suatu daerah dengan meningkatkan pendapatan petani serta dapat
menguntungkan kedua belah pihak, perusahaan dan masyarakat sekitar (Nurhayati et al.,
2016). Hal tersebut menjustifikasi pentingnya aspek keuntungan dalam suatu kemitraan.
Selain itu, strategi kemitraan bisnis yang sukses sangat ditentukan oleh kepatuhan antara
mitra dalam menjalankan etika bisnisnya (Hamid et al., 2018). Oleh karena itu,
penyusunan model kemitraan yang mempertimbangkan daya tawar petani sebagai mitra
penting dilakukan untuk menciptakan hubungan kemitraan yang adil dan mematuhi
aturan perjanjian yang ada serta mencapai. (Hamid et al., 2018)

B. Rumusan Masalah
Untuk Membatasi fokus masalah yang dijelaskan maka terdapat beberapa Rumusan
Masalah yang dibuat dalam makalah ini
1. Bagaimana Implementasi Pola Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan?
2. Apa Kendala dalam Implementasi Pola Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan?
3. Bagaimana Solusi untuk Mengatasi Kendala dalam Implementasi Pola Kemitraan
dalam Ekonomi Perkebunan?
4. Contoh Studi Kasus: Pola Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat Mengetahui Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan
2. Dapat mengetahui Kendala dalam Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi
Perkebunan

5
3. Dapat mengetahui Solusi untuk Mengatasi Kendala dalam Implementasi Model
Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan
4. Dapat mengetahui Contoh Studi Kasus: Model Kemitraan dalam Ekonomi
Perkebunan di Indonesia

D. Manfaat Penulisan
Manfaat Penelitian Berdasarkan uraian tujuan penelitian tersebut, manfaat yang
diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat bagi Penulis dapat Meningkatkan pemahaman: Penulisan makalah ini dapat
membantu penulis untuk memahami topik yang diteliti secara lebih mendalam,
sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang kemitraan dalam
perkebunan.
2. Manfaat bagi pembaca dapat Meningkatkan kesadaran pembaca tentang pentingnya
kemitraan dalam perkebunan dan manfaatnya bagi berbagai pihak, seperti petani,
pabrik pengolahan hasil perkebunan, dan masyarakat sekitar yang terkait dengan
perkebunan.
3. Manfat bagi Pemerintah dan regulator: Makalah ini dapat memberikan informasi dan
pandangan yang berguna bagi pihak pemerintah dan regulator dalam
mengembangkan kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan kemitraan dalam
perkebunan.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Pola Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan
Manusia sebagai makhluk sosial dalam menjalankan kehidupannya memiliki
keterkaitan dan kerjasama antara satu dengan yang lain. Kerjasama tersebut, dapat terjadi
pada sebuah usaha baik kecil atau besar akan memerlukan manusia lain dalam
mengembangkan usahanya. Dalam menjalankan usaha, kebutuhan modal sosial dapat
dikatakan sangatlah tinggi, karena hal tersebut akan menunjang keberhasilan perusahaan.
Modal sosial adalah suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh
jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan
efektifnya koordinasi 6 Universitas Kristen Petra dan kerjasama untuk keuntungan dan
kebajikan bersama (dalam Hasbullah, 2006).
Kemitraan merupakan suatu bentuk dari kerjasama antara usaha kecil (termasuk
petani perkebunan) dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan
dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Kemitraan
yang diharapkan adalah kemitraan yang menguntungkan petani secara pribadi maupun
kelompok tani. Menurut (Tugimin 2004) Menyakatakan bahwa bentuk kerjasama itu
adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh beberapa pihak secara bersama-sama
dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai hasil yang lebih baik dari pada dikerjakan
secara individu. (Menurut Louis E. boone dan david L. Kurtz 2002) kemitraan juga
termasuk partnership merupakan afiliasi dari dua atau lebih perusahaan dengan tujuan
bersama, yaitu saling membantu dalam mencapai tujuan bersama.
Tujuan kemitraan perkebunan adalah untuk meningkatkan pemberdayaan usaha
perkebunan kecil dibidang manajemen, produk, pemasaran, dan teknis, disamping agar
bisa mandiri demi kelangsungan usahanya sehingga bisa melepaskan diri dari sifat
ketergantungan. Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kemitraan sebagai
berikut:
1. Meningkatkan pendapatan usaha kecil dan masyarakat
2. Meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku kemitraan
3. Meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan usaha kecil
4. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan nasional
5. Memperluas kesempatan kerja

7
6. Meningkatkan ketahanan ekonomi nasional.

B. Prinsip Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan


Model kemitraan dalam ekonomi perkebunan telah terbukti efektif dalam
meningkatkan efisiensi produksi, kualitas hasil produksi, serta kesejahteraan petani.
Model kemitraan ini berbasis pada kerja sama antara pemilik kebun dengan pengusaha
atau pihak lain yang memiliki kapasitas untuk memproses produk kebun tersebut.
Beberapa prinsip model kemitraan dalam ekonomi perkebunan antara lain:
1. Kesepakatan Bersama: Kesepakatan bersama antara pemilik kebun dan pengusaha
harus dilakukan secara tertulis dan memuat rincian mengenai hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
2. Keterlibatan Aktif: Pemilik kebun dan pengusaha harus saling terlibat aktif dalam
seluruh proses produksi mulai dari pengadaan bibit hingga pemasaran produk.
3. Pemenuhan Standar Kualitas: Produk yang dihasilkan harus memenuhi standar
kualitas yang telah ditetapkan oleh pengusaha atau pasar.
4. Penggunaan Teknologi dan Praktik Pertanian yang Baik: Petani harus menggunakan
teknologi dan praktik pertanian yang baik dan benar dalam produksi sehingga
menghasilkan produk yang berkualitas.
5. Penentuan Harga yang Adil: Harga yang ditetapkan harus adil dan menguntungkan
bagi kedua belah pihak, yaitu pemilik kebun dan pengusaha.
6. Pelatihan dan Pendidikan: Pemilik kebun dan pengusaha harus memberikan pelatihan
dan pendidikan kepada petani mengenai teknik pertanian dan pengolahan hasil
pertanian yang baik dan benar.
Dalam kemitraan perkebunan, pemilik kebun dan pengusaha harus saling terlibat aktif
dalam seluruh proses produksi mulai dari pengadaan bibit hingga pemasaran produk.
Pabrik pengolahan atau pengusaha menyediakan bibit unggul, pupuk, dan pestisida
secara gratis kepada petani, serta menyediakan fasilitas pengolahan dan pengangkutan
produk kebun dengan harga yang wajar. Di sisi lain, petani juga diwajibkan untuk
memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pengusaha atau pasar. Petani juga
mendapatkan pelatihan mengenai teknik bercocok tanam dan pengolahan produk kebun
yang baik dan benar (Sari, D. M., Siswanti, N., & Rohman, A. (2021).
Implementasi kemitraan dalam ekonomi perkebunan telah dilakukan di berbagai
negara, seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Contoh implementasi kemitraan

8
dalam ekonomi perkebunan yang sukses adalah program kemitraan kelapa sawit di
Indonesia. Program ini diinisiasi oleh pemerintah Indonesia dengan tujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit melalui peningkatan produktivitas dan
kualitas kelapa sawit yang dihasilkan.
Dalam program kemitraan kelapa sawit, pemilik kebun bekerja sama dengan
pengusaha atau pabrik pengolahan kelapa sawit dalam memproduksi kelapa sawit. Pabrik
pengolahan kelapa sawit menyediakan bibit unggul, pupuk, dan pestisida secara gratis
kepada petani. Selain itu, pabrik juga menyediakan fasilitas pengolahan dan
pengangkutan kelapa sawit ke pabrik dengan harga yang wajar. Petani juga diwajibkan
untuk memenuhi standar kualitas yang ditetapkan oleh pabrik pengolahan kelapa sawit
dan mendapatkan pelatihan mengenai teknik bercocok tanam dan pengolahan kelapa
sawit yang baik dan benar.
Implementasi program kemitraan kelapa sawit di Indonesia memberikan dampak
positif terhadap kesejahteraan petani. Studi yang dilakukan oleh Prasetyo dan Nurfalah
(2020) menyebutkan bahwa program kemitraan kelapa sawit mampu meningkatkan
pendapatan petani hingga 1,4 kali lipat dari pendapatan sebelumnya. Selain itu, program
ini juga meningkatkan kualitas hasil produksi dan memberikan akses ke pasar yang lebih
baik.
Secara keseluruhan, model kemitraan dalam ekonomi perkebunan dapat menjadi
solusi untuk meningkatkan efisiensi produksi dan kesejahteraan petani. Dengan adanya
kerja sama antara pemilik kebun dan pengusaha, produk kebun dapat dihasilkan dengan
kualitas yang lebih baik dan memiliki akses ke pasar yang lebih luas. Namun,
implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan juga memiliki tantangan
tersendiri, seperti masalah kepemilikan lahan, distribusi keuntungan yang adil, serta
kurangnya akses informasi dan pelatihan bagi petani. Oleh karena itu, diperlukan
dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya dalam implementasi
model kemitraan ini (Prasetyo, A. E., & Nurfalah, F. (2020).
C. Jenis-Jenis Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan
Dari hubungan kemitraan tersebut dilakukan dengan melakukan melalui pola-pola
kemitraan yang sesuai sifat atau kondisi dan tujuan usaha yang dimitrakan. Menurut
Hubeis, A. Z., & Aziz, A. (2018) beberapa jenis pola kemitraan yang telah banyak
dilaksanakan, dapat dijelaskan sebagai berikut:

9
1. Pola inti Plasma
Pola anti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antra kelompok mitra
usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu bentuk
kemitraan ini adalah pola perusahaan inti rakyat (PIR), dimana perusahaan inti
menyediakan seperti Lahan, Sarana produksi, Bimbingan teknis, Manajemen,
Penampung, Pengelola dan Memasarkan hasil produksi, disamping itu inti tetap
memperoduksi kebutuhan perusahaan. Sedangkan mitra usaha sebagai plasma
memenuhi kebutughan perusahaan sesuai dengan peryaratan yang telah disepakati.
2. Pola Subkontrak
Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahan mitra
usaha dengan kelompok mitra usaha yang memperoduksi kebutuhan yang diperlukan
oleh perusahan sebagai bagian dari komponen produksinya. Bentuk kemitraan ini
telah banyak diterapkan dalam kemitraan yang dilaksanakan antara pengusaha kecil
dengan pengusaha menengah dan besar. Kemitraan pola subkontrak ini mempunyai
keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan
keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. Kelemahan
dari pola subkontrak seringkali memberikan kecendrungan mengisolasi grosen kecil
sebagai subkontak pada satu bentuk hubungan monopoli dan monopsoni, terutama
dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran yaitu terjadinya penekanan terhadap
harga input yang tinggi dan harga produk yang rendah, kontrak kualitas produk yang
ketat, dan sistem pembayaran yang sering terlambat serta sering juga timbul adanya
gejala eksploitasi tenaga untuk mengejar target produksi.
3. Pola dagang umum
Pola dagang umum merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang
memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang
diperlukan oleh perusahaan.Untuk memenuhi atau mensuplai kebutuhannya sesuai
dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan mitra usaha. Keuntungan
dari pola ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas
sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati.Namun demikian kelemahan dari
pola ini adalah memerlukan permodalan yang kuat sebagai modal kerja dalam
menjalankan usahanya baik oleh kelompok mitra usaha maupun perusahaan mitra
usaha.

10
4. Pola Keagenan
Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana
usaha kecil diberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha
menengah atas usaha besar sebagai mitranya. Keuntungan yang diperoleh dari
hubungan kemitraan pola keagenan dapat berbentuk komisi yang diusahakan oleh
usaha besar atau menengah. Kelebihan dari pola keagenan ini anatara lain bahwa agen
dapat merupakan tulang punggung dari ujung tombak pemasaran usaha besar atau
menengah. Memberikan manfaat saling menguntungkan dan saling memperkuat,
maka agen harus lebih professional, handal dan ulet dalam pemasaran.
5. Waralaba
Warlaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha
dengan perusahaan mitra usaha yang memeberikan hak lisensi, merek dagang seluran
distribusi perusahaannnya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima warlaba
yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Kelabihan dari warlaba ini
adalah bahwa perusahaan pewarlaba dan perusahaan terwaralaba sama-sama
mendapatkan keunggulan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut
dapat berupa adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, efisiensi.
Sedangkan kelemahannya adalah bila salah satu pihak ingkar dalam menempati
kesepakatan yang telah ditetapkan sehingga terjadi perselisihan. Hal lain adalah
ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan
pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat.

11
BAB III

PEMBAHASAN
A. Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan
1. Tahapan Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan
Kemitraan pada ekonomi perkebunan di Indonesia umumnya diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan.
Berikut adalah tahapan-tahapan implementasi model kemitraan pada ekonomi
perkebunan:
a) Identifikasi peluang kemitraan
Tahapan pertama dalam implementasi model kemitraan pada ekonomi
perkebunan adalah mengidentifikasi peluang kemitraan yang ada. Peluang
kemitraan dapat ditemukan melalui survei lapangan atau melalui forum-forum
kemitraan yang diadakan oleh pemerintah atau lembaga terkait.
b) Seleksi mitra usaha
Setelah peluang kemitraan teridentifikasi, langkah selanjutnya adalah
melakukan seleksi mitra usaha yang tepat. Mitra usaha yang dipilih harus
memiliki kemampuan dalam hal modal, teknologi, manajemen, dan pemasaran.
c) Penyusunan perjanjian kemitraan
Setelah mitra usaha terpilih, perlu disusun perjanjian kemitraan yang mengatur
hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk pembagian hasil usaha.
d) Implementasi kemitraan
Setelah perjanjian kemitraan disepakati, tahap berikutnya adalah implementasi
kemitraan. Dalam tahap ini, pemilik lahan dan mitra usaha harus bekerja sama
dalam mengelola usaha perkebunan, termasuk dalam hal pengadaan benih,
pemeliharaan tanaman, pemanenan, dan pengolahan hasil.
e) Evaluasi kemitraan
Tahapan terakhir dalam implementasi model kemitraan pada ekonomi
perkebunan adalah evaluasi kemitraan. Evaluasi dilakukan untuk mengevaluasi
keberhasilan kemitraan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi
juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelemahan dalam kemitraan dan
membuat perbaikan untuk meningkatkan kinerja kemitraan di masa depan.

12
2. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Model Kemitraan
Implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan dipengaruhi oleh
beberapa faktor, di antaranya:
a) Kepemilikan lahan: Kepemilikan lahan merupakan faktor kunci dalam
implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan. Jika pemilik lahan
adalah petani, maka perlu adanya kesepakatan bersama antara petani dan
pengusaha terkait pembagian modal, risiko, dan keuntungan. Namun, jika lahan
dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan, maka diperlukan peran aktif dari
pemerintah dalam menjalin kemitraan dengan pengusaha.
b) Distribusi keuntungan yang adil: Adanya kesepakatan yang jelas terkait
pembagian keuntungan antara petani dan pengusaha juga merupakan faktor
penting dalam implementasi model kemitraan. Distribusi keuntungan yang adil
akan memotivasi petani untuk meningkatkan produksi dan kualitas produk.
c) Akses informasi dan pelatihan: Petani seringkali kurang memiliki akses informasi
terkait teknologi, pasar, dan peluang bisnis. Oleh karena itu, diperlukan dukungan
dari pihak terkait, seperti pemerintah, lembaga riset, dan pengusaha dalam
memberikan informasi dan pelatihan bagi petani.
d) Peraturan dan regulasi yang jelas: Peraturan dan regulasi yang jelas dari
pemerintah juga sangat dibutuhkan dalam implementasi model kemitraan.
Regulasi yang baik akan memberikan kepastian hukum dan mendorong
terciptanya lingkungan bisnis yang sehat.
e) Modal dan teknologi: Implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan
juga memerlukan modal dan teknologi yang memadai. Pengusaha perlu
menyediakan modal dan teknologi yang diperlukan untuk meningkatkan
produktivitas dan kualitas produk.
Dalam mengatasi faktor-faktor tersebut, pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait
lainnya perlu bekerja sama untuk menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif dan
mendukung implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan (Sari, D. M.,
Siswanti, N., & Rohman, A. (2021).

13
B. Kendala dalam Implementasi Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan
1. Perbedaan pandangan antara pemilik kebun atau pengusaha dengan mitra
usaha
Implementasi model kemitraan ekonomi perkebunan memang kerap
menimbulkan perbedaan pandangan antara pemilik kebun atau pengusaha dengan
mitra usaha. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan tujuan, prioritas, dan
kepentingan dari masing-masing pihak dalam menjalankan bisnis perkebunan.
Pemilik kebun atau pengusaha cenderung memiliki tujuan untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis perkebunan yang mereka kelola. Untuk
mencapai tujuan tersebut, mereka menerapkan strategi bisnis yang terfokus pada
efisiensi dan produktivitas. Sebagai contoh, mereka dapat menggunakan teknologi
modern dan pestisida yang efektif untuk meningkatkan produksi, atau mempekerjakan
tenaga kerja yang murah untuk mengurangi biaya produksi. Pemilik kebun atau
pengusaha juga cenderung memiliki prioritas untuk mempertahankan kendali atas
keputusan bisnis dan mengurangi risiko kerugian yang ditanggung oleh mereka
sendiri.
Sementara itu, mitra usaha dalam model kemitraan ekonomi perkebunan
cenderung memiliki tujuan yang lebih luas, termasuk mendapatkan penghasilan yang
stabil, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan komunitas, serta memperoleh akses
yang lebih baik terhadap sumber daya dan pasar. Dalam konteks ini, mitra usaha
cenderung menerapkan strategi bisnis yang lebih berorientasi pada keberlanjutan dan
pemerataan. Mereka dapat mengadopsi praktik pertanian yang lebih ramah
lingkungan, memperkuat jaringan mitra dan membuka peluang pasar baru, serta
meningkatkan keterlibatan dan partisipasi dari anggota komunitas dalam pengambilan
keputusan.
Perbedaan pandangan ini dapat mengakibatkan adanya konflik dan ketegangan
antara pemilik kebun atau pengusaha dan mitra usaha dalam implementasi model
kemitraan ekonomi perkebunan. Namun, jika kedua pihak mampu berkomunikasi
dengan baik dan memahami perspektif dan kepentingan masing-masing, maka model
kemitraan ekonomi perkebunan dapat menjadi suatu cara yang efektif untuk mencapai
tujuan yang lebih luas dan saling menguntungkan (Sari, E., & Sugiyanto, S. (2020).
2. Kurangnya Transparansi dalam Pembagian Hasil
Salah satu kendala utama dalam implementasi model kemitraan ekonomi
perkebunan adalah kurangnya transparansi dalam pembagian hasil antara pemilik
14
kebun atau pengusaha dengan mitra usaha. Hal ini dapat terjadi karena adanya
ketidaksetaraan dalam kekuatan tawar antara kedua belah pihak, di mana pemilik
kebun atau pengusaha seringkali memiliki kendali penuh terhadap proses produksi
dan distribusi, sedangkan mitra usaha memiliki keterbatasan dalam akses terhadap
informasi dan keputusan bisnis.
Kurangnya transparansi dalam pembagian hasil juga dapat disebabkan oleh
ketidakjelasan dalam perjanjian kemitraan yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Hal ini dapat mengakibatkan interpretasi yang berbeda mengenai hak dan kewajiban
masing-masing pihak, sehingga sulit untuk mencapai kesepakatan dalam pembagian
hasil.
Kurangnya transparansi dalam pembagian hasil dalam model kemitraan
ekonomi perkebunan dapat mengakibatkan ketidakadilan bagi mitra usaha, di mana
mereka mungkin tidak menerima bagian yang adil dari keuntungan yang dihasilkan.
Hal ini dapat mengurangi motivasi dan partisipasi dari mitra usaha dalam
menjalankan bisnis perkebunan, serta mengurangi kemungkinan keberhasilan model
kemitraan secara keseluruhan.
Untuk mengatasi kendala ini, diperlukan upaya untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam pembagian hasil dalam model kemitraan
ekonomi perkebunan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan akses yang lebih
baik terhadap informasi mengenai proses produksi, distribusi, dan penjualan, serta
dengan memastikan bahwa perjanjian kemitraan yang disepakati oleh kedua belah
pihak jelas dan terperinci (Sari, E., & Sugiyanto, S. (2020).
3. Kurangnya Akses Mitra Usaha terhadap Modal dan Teknologi
Salah satu kendala utama dalam implementasi model kemitraan ekonomi
perkebunan adalah kurangnya akses mitra usaha terhadap modal dan teknologi yang
diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksi.
Hal ini dapat terjadi karena adanya ketidaksetaraan dalam kekuatan tawar antara
kedua belah pihak, di mana pemilik kebun atau pengusaha seringkali memiliki akses
yang lebih baik terhadap modal dan teknologi, sedangkan mitra usaha tidak memiliki
akses yang sama.
Kurangnya akses mitra usaha terhadap modal dan teknologi dapat
menghambat kemampuan mereka untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan
kualitas hasil produksi. Kurangnya modal dapat membatasi kemampuan mitra usaha
untuk membeli benih, pupuk, dan peralatan yang diperlukan untuk produksi,
15
sementara kurangnya akses terhadap teknologi dapat mengurangi efisiensi dan
produktivitas mereka dalam proses produksi.
Selain itu, kurangnya akses mitra usaha terhadap modal dan teknologi juga
dapat menghambat kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan pasar
dan persaingan yang semakin ketat. Tanpa modal yang cukup dan akses teknologi
yang memadai, mitra usaha mungkin sulit untuk memperluas pasar mereka atau
meningkatkan kualitas produk mereka, yang dapat membatasi potensi pertumbuhan
mereka dalam jangka panjang.
Untuk mengatasi kendala ini, diperlukan upaya untuk meningkatkan akses
mitra usaha terhadap modal dan teknologi dalam model kemitraan ekonomi
perkebunan. Hal ini dapat dilakukan dengan menyediakan dukungan keuangan dan
teknis kepada mitra usaha, serta dengan memastikan bahwa perjanjian kemitraan
mencakup ketentuan yang jelas mengenai akses mitra usaha terhadap modal dan
teknologi (Iqbal, M., Tashfeen, S., & Ahmad, S. (2020).

C. Solusi untuk Mengatasi Kendala dalam Implementasi Model Kemitraan dalam


Ekonomi Perkebunan
1. Peran Pemerintah sebagai Regulator dan Fasilitator
Implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan sering mengalami
berbagai kendala, seperti Perbedaan pandangan antara pemilik kebun atau pengusaha
dengan mitra usaha, Kurangnya transparansi dalam pembagian hasil, Kurangnya
akses mitra usaha terhadap modal dan teknologi serta kurangnya dukungan dari
pemerintah. Oleh karena itu, diperlukan solusi untuk mengatasi kendala tersebut agar
kemitraan dalam ekonomi perkebunan dapat berjalan dengan baik dan memberikan
manfaat yang maksimal bagi semua pihak yang terlibat. Salah satu solusi yang dapat
dilakukan adalah meningkatkan peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator.
Sebagai regulator, pemerintah dapat mengembangkan kebijakan dan regulasi yang
berkaitan dengan kemitraan dalam perkebunan, seperti pengaturan kontrak kemitraan
yang jelas dan adil, pengaturan harga yang menguntungkan bagi petani, serta
pengaturan perlindungan hak-hak petani dan mitra usaha. Dengan adanya kebijakan
dan regulasi yang jelas, petani dan mitra usaha dapat memiliki kepastian hukum
dalam menjalankan kemitraan perkebunan dan dapat meningkatkan kepercayaan
antara kedua belah pihak (Fadjar,2002).

16
Sebagai fasilitator, pemerintah dapat memberikan dukungan dan bantuan bagi
pengembangan kemitraan dalam perkebunan, seperti penyediaan infrastruktur,
pelatihan dan pengembangan keterampilan, pembiayaan, serta pengembangan
jaringan kemitraan dan kerjasama antara petani dan mitra usaha. Dukungan dan
bantuan ini dapat membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil produksi,
serta membantu meningkatkan kesejahteraan petani dan mitra usaha dalam kemitraan
perkebunan.Selain itu, pemerintah juga dapat memfasilitasi pengembangan kemitraan
dalam perkebunan melalui program-program yang mendukung pengembangan
kemitraan, seperti program pengembangan agribisnis dalam perkebunan dan program
penyediaan bibit unggul. Program-program ini dapat membantu meningkatkan
produktivitas dan kualitas hasil produksi, serta membantu meningkatkan
kesejahteraan petani dan mitra usaha dalam kemitraan perkebunan (Fadjar, 1994).
Dalam mengatasi kendala dalam implementasi model kemitraan dalam
ekonomi perkebunan, peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator sangat
penting untuk memastikan bahwa kemitraan dapat berjalan dengan baik dan
memberikan manfaat yang maksimal bagi semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu,
pemerintah harus memiliki komitmen yang kuat dalam pengembangan kemitraan
dalam perkebunan serta memastikan bahwa kebijakan dan program yang
dikembangkan dapat mendukung pengembangan kemitraan dalam perkebunan secara
berkelanjutan (Fadjar, 1994).
2. Komitmen dan Kesepakatan yang Jelas Antara Pemilik Kebun atau Pengusaha
dengan Mitra Usaha
Komitmen dan kesepakatan yang jelas antara pemilik kebun atau pengusaha
dengan mitra usaha juga merupakan faktor penting dalam implementasi model
kemitraan dalam ekonomi perkebunan. Komitmen ini meliputi kesediaan dari kedua
belah pihak untuk saling bekerja sama dan saling memenuhi kewajiban masing-
masing sesuai dengan kontrak kemitraan yang telah disepakati.Dalam kemitraan
perkebunan, pemilik kebun atau pengusaha dan mitra usaha harus memiliki
kesepakatan yang jelas mengenai berbagai aspek kemitraan, seperti pembagian
risiko, pembagian keuntungan, jangka waktu kontrak, standar kualitas yang harus
dipenuhi, dan lain sebagainya. Kesepakatan ini harus dirumuskan dalam kontrak
yang jelas dan mengikat, sehingga kedua belah pihak memiliki kepastian dalam
menjalankan kemitraan perkebunan (Freeman et al., 2004).

17
Komitmen dan kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak dapat
membantu mengurangi potensi konflik dan meningkatkan kepercayaan antara
pemilik kebun atau pengusaha dengan mitra usaha. Selain itu, komitmen dan
kesepakatan yang jelas juga dapat membantu memastikan bahwa kedua belah pihak
memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak yang telah
disepakati, sehingga kemitraan dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat
yang maksimal bagi kedua belah pihak. Namun, untuk dapat mencapai komitmen dan
kesepakatan yang jelas antara kedua belah pihak, dibutuhkan komunikasi yang baik
dan transparansi dari kedua belah pihak. Pemilik kebun atau pengusaha dan mitra
usaha harus terbuka mengenai kepentingan dan harapan masing-masing dalam
kemitraan perkebunan, sehingga dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan
kedua belah pihak (Freeman et al., 2004).
Dalam kesimpulannya, komitmen dan kesepakatan yang jelas antara pemilik
kebun atau pengusaha dengan mitra usaha merupakan faktor penting dalam
implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan. Kedua belah pihak harus
memiliki kesediaan untuk saling bekerja sama dan saling memenuhi kewajiban
masing-masing sesuai dengan kontrak kemitraan yang telah disepakati, serta harus
memiliki kesepakatan yang jelas mengenai berbagai aspek kemitraan. Komitmen dan
kesepakatan yang jelas dapat membantu meningkatkan kepercayaan antara kedua
belah pihak dan memastikan bahwa kemitraan perkebunan dapat berjalan dengan
baik dan memberikan manfaat yang maksimal bagi kedua belah pihak.

D. Studi Kasus: Model Kemitraan dalam Ekonomi Perkebunan di Indonesia


Penelitian yang dilakukan oleh (Sukidin, Pudjo Suharso, Waqiatul Aqidah. 2017)
Salah satu studi kasus tentang model kemitraan dalam ekonomi perkebunan di Indonesia
adalah program kemitraan antara perusahaan kelapa sawit dan petani di Sumatera Utara.
Dalam program ini, perusahaan kelapa sawit memberikan bantuan teknis, bibit kelapa
sawit yang berkualitas, serta pupuk dan pestisida kepada petani kelapa sawit. Perusahaan
juga menjamin pembelian hasil kelapa sawit dari petani dengan harga yang telah
disepakati sebelumnya. Petani kelapa sawit yang menjadi mitra bisnis perusahaan kelapa
sawit dalam program kemitraan ini mendapatkan manfaat berupa:
- Bantuan teknis dan dukungan teknologi dari perusahaan kelapa sawit sehingga
petani dapat meningkatkan hasil produksi dan kualitas kelapa sawit yang
dihasilkan.

18
- Bibit kelapa sawit yang berkualitas sehingga petani dapat menghasilkan kelapa
sawit dengan kualitas yang baik.
- Jaminan pasar untuk hasil produksinya karena perusahaan kelapa sawit telah
menjamin akan membeli hasil kelapa sawit dari petani dengan harga yang telah
disepakati sebelumnya.
Perusahaan kelapa sawit yang melakukan program kemitraan ini juga mendapatkan
manfaat, yaitu:
- Menambah jumlah petani kelapa sawit yang menjadi mitra bisnis perusahaan
sehingga dapat meningkatkan produksi kelapa sawit secara keseluruhan.
- Memperbaiki kualitas kelapa sawit yang dihasilkan dengan memberikan bantuan
teknis dan dukungan teknologi kepada petani kelapa sawit mitra bisnis
perusahaan.
- Meningkatkan daya saing perusahaan dengan memasarkan kelapa sawit yang
berkualitas tinggi.
Dalam hal ini, program kemitraan antara perusahaan kelapa sawit dan petani kelapa
sawit membutuhkan kerja sama yang baik antara kedua belah pihak untuk mencapai
keberhasilan yang diharapkan.

19
BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Kemitraan pada ekonomi perkebunan di Indonesia umumnya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Usaha Perkebunan.
2. Implementasi model kemitraan dalam ekonomi perkebunan dipengaruhi oleh
kepemilikan lahan, distribusi keuntungan yang adil, akses informasi dan pelatihan,
peraturan dan regulasi yang jelas, modal dan teknologi.
3. Pemilik kebun atau pengusaha cenderung memiliki tujuan untuk memperoleh
keuntungan sebesar-besarnya dari bisnis perkebunan yang mereka kelola.
4. Kendala utama dalam implementasi model kemitraan ekonomi perkebunan adalah
kurangnya transparansi dalam pembagian hasil antara pemilik kebun atau pengusaha
dengan mitra usaha.
5. Pemerintah dapat mengembangkan kebijakan dan regulasi yang berkaitan dengan
kemitraan dalam perkebunan, seperti pengaturan kontrak kemitraan yang jelas dan
adil, pengaturan harga yang menguntungkan bagi petani, serta pengaturan
perlindungan hak-hak petani dan mitra usaha.
6. Dalam kemitraan perkebunan, pemilik kebun atau pengusaha dan mitra usaha harus
memiliki kesepakatan yang jelas mengenai berbagai aspek kemitraan.
7. Komitmen dan kesepakatan yang jelas antara pemilik kebun atau pengusaha dengan
mitra usaha merupakan faktor penting dalam implementasi model kemitraan dalam
ekonomi perkebunan.
B. SARAN
1. Antara pengusaha dan pemilik kebun harus memiliki komitmen yang jelas dalam
mengelola usaha, supaya tidak menimbulkan masalah antara kedua belah pihak.
2. Diperlukan peran pemerintah melalui kebijakan sebagai pengatur kontrak kemitraan
yang adil dan jelas.

20
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2021. Statistik Karet Indonesia 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Direktorat Jenderal Perkebunan . 2019. PERKEBUNAN DALAM LINTASAN ZAMAN .


https://ditjenbun.pertanian.go.id/profil/sejarah/. Diakses pada 05 Mei 2023.

Freeman, R. E., Wicks, A. C., dan Parmar, B. (2004). Stakeholder Theory and The
Corporate Objective Revisited, Organization Science, 15(3): 364-369.
https://doi.org/10.1287/orsc.1040.0066.
Fadjar, Undang, B. Drajat, MTF. Sitourusdan Melani A.Sunito. 2002. Penduduk,Kebun Karet,
dan kemiskinan. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. Bogor.

Fadjar, Undang. 1994. Gejala Modern dan Gejala Tradisional dalam pemilihan teknologi,
organisasi sosial, dan arti subjektif oleh petani kecil yang sedang mengalami
Modernisasi : Studi Kasus pada petani peserta PIR-BUN Tanaman Karet. Tesis
Pascasarjana. IPB. Bogor.

Hamid E, Fathoni Z, dan Yanita M. 2018. Palm oil sustainability partnership: implementation
and connection with farmers income. E3S Web of Conferences 52 published by EDP
Sciences.

Hasbullah, Jousairi. 2006. Social Capital (Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia).
Jakarta: MR-United Press.
Hubeis, A. Z., & Aziz, A. (2018). Model Kemitraan Usaha Agribisnis dalam Perspektif
Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Syariah Teori dan Terapan, 5(2), 126-141.
Iqbal, M., Tashfeen, S., & Ahmad, S. (2020). Analysis of the Role of Smallholder Farmers in
Sustainable Palm Oil Production: A Case Study of Indonesia. International Journal of
Agriculture and Biology, 25(4), 782-790.

Louis E. boone, David L. kurta;ahli bahasa, fadrinsyah anwar, harjono honggomiseno,


pengantar bisnis, (Jakarta: elrlangga, 2002),hal.2
Mela, Syaharani. 2020. Jumlah Produksi Tanaman Perkebunan di Indonesia Tahun 2022 -
GoodStats Data. https://data.goodstats.id/statistic/melasyhrn/jumlah-produksi-
tanaman-perkebunan-di-indonesia-tahun-2022-erpBb. Diakses pada 05 Mei 2023.

Mohammad Jafar Hafsah, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, (Jakarta: PT. Pustaka
Sinar Harapan, 2000) , 43.

21
Nurhayati A, Bair M, Hadayani, Wahyuningsih. 2016. Partnership pattern, strategy and
income of oil farming of PT Lestari Tani Teladan in Donggala, Central Sulawesi
International Journal Business and Management Invention, 5(8):94-101.

Prasetyo, A. E., & Nurfalah, F. (2020). Economic analysis of oil palm plantation partnership
program in Indonesia: A case study in South Sumatera Province. AGRARIS: Journal
of Agribusiness and Rural Development Research, 6(2), 113-125.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 98/Permentan/Ot.140/9/2013.

Sari, D. M., Siswanti, N., & Rohman, A. (2021). Analysis of Partnership Model in Oil Palm
Farming at Muaro Jambi Regency, Indonesia. Jurnal Pertanian Tropik, 6(1), 16-25.
Sari, E., & Sugiyanto, S. (2020). Empowerment strategy of smallholder farmers in palm oil
supply chains in Indonesia. Journal of Asian Business Strategy, 10(4), 39-52.

Sumardjo, Jaka Sulaksana, dan Wahyu Aris, Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis, (Jakarta:
Penebar Swadaya, 2004), 16-17.

Sukidin, Pudjo Suharso, Waqiatul Aqidah. 2017. Community Development Model: The Case
Study of Corporate Social Responsibility (Csr) Implementation at Pt Perkebunan
Nusantara X Jember. Jurnal Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jember. 4(8).
3708 – 3713.
Tugimin, kewarga negaraan, (Surakarta: cv. Grahadi, 2004) hal. 7
.

22

Anda mungkin juga menyukai