PENGANTAR AGRIBISNIS
KEMITRAAN AGRIBISNIS
Dosen Pengampu:
Ir Jamaluddin, M.Si
Disusun Oleh:
Kelompok 5
1. Yose Gautama Tanjung (D1A018076)
2. Meliana Damayanti (D1A018077)
3. Ahmad Sofiy Aryanto (D1A018078)
4. Indah Pratiwi (D1A018081)
5. Adiputra Pasaribu (D1A018084)
6. Agus Tri Anggoro (D1A018085)
7. Chyndana Haury (D1A018099)
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Subhanahu wataala karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami masih diberi kesempatan untuk bekerja
bersama untuk menyelesaikan makalah ini dimana makalah ini merupakan salah
satu dari tugas mata kuliah Pengantar Agribisnis yaitu tentang Kemitraan
Agribisnis, tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ir. Jamaluddin, M.Si
selaku dosen pengampu dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan oleh sebab itu kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Aamiin
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian kemitraan agribisnis
b. Untuk mengetahui tujuan kemitraan agribisnis
c. Untk menegetahui pelaku kemitraan agribisis
d. Untuk mengetahui syarat dan jenis kemitraan agribisnis
e. Untuk mengetahui tahap-tahap kemitraan agribisnis
f. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan kemitraan agribisnis
1.4 Kegunaan
1. Untuk menambah wawasan bagi penulis
2. Sebagai acuan bahan perkuliahan bagi teman-teman mahasiswa
3. Untuk menambah pengetahuan bagi pembaca
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
a. Pola kemitraan tradisional, polakemitraan ini terjadi antara pemilik
modal atau peralatan produksi dengan petani penggarap, peternak atau
nelayan.
b. Pola kemitraan pemerintah, pola kemitraan ini cenderung pada
pengembangan kemitraan secara vertikal, model umumnya adalah
hubungan bapak-anak angkat yang pada agribisnisnya perkembangan
dikenal sebagai perkebunan inti rakyat.
c. Pola kemitraan pasar, pola ini berkembang dengan melibatkan petanse
bagai pemilik aset tenaga kerja dan peralatan produksi dengan pemilik
modal besar yang bergerak dibidang industri pengolah dan pemasar hasil.
4
b. Tujuan dari aspek sosial dan budaya
Sebagai wujud tanggung jawab sosial dari pengusaha besar dapat
diwujudkan melalui pemberian pembinaan dan pembimbingan kepada
pengusaha kecil dapat tumbuh dan berkembang sebagai komponen
ekonomi yang tangguh dan mandiri. Selain itu berkembangnya kemitraan
diharapkan dapat menciptakan pemerataan pendapatan dan mencegah
kesenjangan sosial. Dari segi pendekatan kultural, tujuan kemitraan
adalah agar mitra usaha dapat menerima dan mengadaptasikan nilai-nilai
baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa dan kreativitas,
berani mengambil resiko, etoskerja, kemampuan aspek-aspek manajerial,
bekerja atas dasar perencanaan dan berwawasan kedepan.
5
primer, kelompok tani dan kelompok usaha penjamin pasar (Martodireso dan
Widada, 2001:20-23). Untuk mencapai model kemitraan yang menguntungakan,
yang perlu diperhatikan adalah pihak-pihak yang terlibat dengan peran masing-
masing sebagai berikut:
1. Perusahaan penjamin pasar dan penyedia saprodi (benih, pupuk, organik,
dan pestisida)
2. Investor alsintan seperti traktor, pompa air, drayer, dan pemipil.
3. Koperasi atau kelompok tani merupakan penyedia lahan pertanian dan
tenaga kerja
4. Petani sebagai pemilik lahan sekaligus tenaga kerja
6
e. Kelompok mitra dapat memanfaatkan fasilitas kredit program dari
pemerintah, sedangkan perusahaan mitra bertindak sebagai penjamin
kredit bagi kelompok mitra
f. Perusahaan mitra dapat memanfaatkan kredit perbankan sesuai
perundangundangan yang berlaku.
g. Pembinaan oleh instansi Pembina teknis baik di pusat maupun daerah
bersama perusahaan mitra untuk menyiapkan kelompok mitra agar siap
dan mampu melakukan kemitraan. Pembinaan dilakukan dalam bentuk
penelitian, pemecahan masalah sesuai dengan kebutuhan para pihak,
pemberi konsultasi bisnis dan temu usaha.
Berdasarkan peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
1997, pola kemitraan dibagi kedalam lima jenis kelompok yaitu, inti plasma,
subkontrak, dagang umum, keagenan, dan waralaba (Hafsah, 2000).
1. Kemitraan inti-plasma, merupakan pola hubungan kemitraan antara
petani/kelompok tani atau kelompok mitra sebagai plasma dengan
perusahaan inti yang bermitra usaha. Pola inti plasma adalah hubungan
kemitraan antara usaha kecil dengan menengah atau besar sebagai inti
membina dan mengembangkan usaha kecil yang menjadi plasmanya
dalam :
1) Memberi bimbingan teknis manajemen usaha dan produksi.
2) Perolehan, penguasaan dan peningkatan teknologi yang
diperlukan.
3) Menyediakan sarana produksi.
4) Pemberian bantuan lainnya yang dperlukan bagi peningkatan
efisiensi dan Produktivitas usaha.
2. Kemitraan sub-kontrak, merupakan hubungan kemitraan dimana
kelompok mitra memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan
mitra sebagai bagian dari produksinya.
3. Kemitraan dagang umum, merupakan hubungan kemitraan dimana
kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra
dan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra.
7
4. Kemitraan keagenan, merupakan hubungan kemitraan dimana kelompok
mitra diberi hak khusus untuk memasarkan produk usaha perusahaan
mitra.
5. Kemitraan waralaba, merupakan pola hubungan kemitraan antara
kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan
lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada
kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai dengan
bantuan bimbingan manajemen.
8
6) memperluas jangkauan pasar dengan saluran distribusi yang baru, dan
7) memudahkan penyesuaian terhadap perubahan teknologi baru karena adanya
akses pasar yang semakin luas.
Kelemahan dalam strategi kemitraan pada umumnya terjadi karena
kesalahan manajemen. Adapun kelemahan dan kesulitan dalam kemitraan sering
terjadi apabila perusahaan yang bersangkutan tidak memiliki perjanjian yang tegas
dalam kerjasama ini, maka plasma akan mempergunakan apa yang akan dimiliki
oleh perusahaan initi dengan seenaknya ( Baga, dalam Gutama, 2000:9).
9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemitraan merupakan salah satu instrumen yang strategis bagi
pengembangan usaha kecil, tetapi ini tidak berarti bahwa semua usaha kecil bisa
segera secara efektif dikembangkan melalui kemitraan. Bagi pengusaha informal
atau yang sangat kecil skala usahanya dan belum memiliki dasar kewirausahaan
yang memadai, kemitraan dengan usaha besar belum tentu efektif karena belum
tercipta kondisi saling membutuhkan. Yang terjadi adalah usaha kecil
membutuhkan usaha besar sedangkan usaha besar tidak merasa membutuhkan
usaha kecil. Usaha kecil yang demikian barangkali perlu dipersiapkan terlebih
dahulu, misalnya dengan memperkuat posisi transaksi melalui wadah koperasi
atau kelompok usaha bersama (prakoperasi) dan pembinaan kewirausahaan.
Dengan memahami berbagai aspek kewirausahaan dan bergabung dalam
wadah koperasi, usaha-usaha yang sangat kecil atau informal tersebut secara
bersama-sama akan memiliki kedudukan dan posisi transaksi yang cukup kuat
untuk menjalin kemitraan yang sejajar, saling membutuhkan, saling memperkuat,
dan saling menguntungkan dengan usaha besar mitra usahanya.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://adamjulian.web.unej.ac.id/wpcontent/uploads/sites/5797/2016/01/Kemitraa
n-Agribisnis.pdf diakses pada 04 April 2019
11