Anda di halaman 1dari 67

Pedoman emitraan

Usaha Agribisnis
Pedoman Kemitraan
Usaha Agribisnis
i

Kata Pengantar

Dalam rangka pengembangan usaha agribisnis mulai dari hulu


(budidaya) sampai hilir (pengolahan dan pemasaran), Pemerintah
mendorong untuk terjadinya kemitraan usaha yang efektif, adil dan
berkelanjutan antara para petani yang tergabung dalam Kelompok Tani
(Poktan) atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dengan Perusahaan
Mitra ataupun antara Poktan/Gapoktan itu sendiri. Pedoman Kemitraan
ini merupakan salah satu referensi yang dapat digunakan dalam rangka
pengembangan kemitraan usaha tersebut. Pedoman ini juga diharapkan
dapat bermanfaat bagi para Petugas Pertanian ataupun dari instansi
terkait dalam rangka pembinaan pengembangan usaha agribisnis di
lapangan khususnya dalam rangka pengembangan kemitraan usaha.
Saya menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan Pedoman Kemitraan
ini, semoga menjadi kontribusi yang besar dalam pengembangan agribisnis
di Indonesia untuk kesejahteraan masyarakat khususnya petani.

Jakarta, Maret 2011


Direktur Jenderal Pengolahan dan
Pem aran Hasil Per:tanian,

.Sc ~
ii

Tim Penyusun

PENGARAH:

lr. Chairul Rachman, MM


(Direktur Pengembangan Usaha dan lnvest asi)

PENYUSUN:

Jamil Musanif
Siti Bibah lndrajati
Madah Putera
Sri Wahyuni
Alfiansyah
Harumi Mungilia Abidin
Dwi Eka Waty
Erniwati Saragih
Robinson Sinambela
Felix Marcelinus
Joko Mariyanto
iii

Daftar lsi

Halaman
Kata Pengantar
Tim Penyusun ii
Daftar lsi iii
Daftar Gambar v

BABI. PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan dan Sasaran 5

BAB II. KERAGAAN DAN KONSEPSI KEMITRAAN


USAHA AGRIBISNIS 7
A. Keragaan Kemitraan Usaha Agribisnis 7
B. Filosofi Kemitraan Usaha Agribisnis 9

BAB Ill. KEBIJAKAN DAN STRATEGI DAN LANGKAH-LANGKAH


OPERASIONAL PENGEMBANGAN KEMITRAAN USAHA
AGRIBISNIS 17
iv

A. Kebijakan Pengembangan Kemitraan


Usaha Agribisnis 17
B. Strategi 20
C. Langkah-langkah Operasional Pengembangan
Kemitraan Usaha Agribisnis 24

BAB IV. PELAKSANAAN KEMITRAAN USAHA AGRIBI SNIS 29


A. Jenis Kemitraan 29
B. Pola -pola Kemitraan 30
c. Persyaratan Melakukan Kemitraan 44
D. Proses Membangun Kemitraan 47
E. Permasalahan yang Dihadapi dalam Kem itraan 52
F. Pemecahan Masalah dalam Kemitraan 54

BAB V. PENUTUP 57
v

Daftar Gambar
Gam bar
Halaman
1. Contoh (Salah Satu) lnteraksi Positif Antara
Kelompok Mitra dan Perusahaan Mitra
dalam Kemitraan 14
2. Empat Pilar Penunjang Agribisnis 21
3. Contoh Pola Kemitraan Unit Usaha Bersama 31
4. Contoh Pola Kemitraan Product Branding 32
5. Contoh Pola Kemitraan Inti - Plasma 34
6. Contoh Pola Kemitraan Competency Based
Value Chain 35
7. Contoh Pola Kemitraan
Participatory Guarantee System (PGS) 37
8. Pola Kemitraan Corporate Farming 38

9. Pola Kemitraan Produksi Komponen Pendukung 39


10. Pola Kemitraan Kontrak Pemasaran 40

11 . Pemberdayaan Kelompok/Koperasi Pedagang


Berkemitraan , dengan lnsentif Two in One 42

12. Pola Kemitraan Unit Pemasaran Bersama (UPB) 43

13. Pola Kemitraan Resi Gudang 44


1

Bab 1
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Usaha kecil termasuk koperasi merupakan bagian terbesar
sekaligus pilar penopang utama dari perekonomian nasional.
Kehadiran usaha kecil memberikan kontribusi yang signifikan
terhadap pembangunan nasional, terutama mampu menyerap
tenaga kerja yang cukup besar. Permasalahan mendasar adalah
kurangnya kemampuan manajemen dan profesionalisme serta
terbatasnya akses terhadap permodalan, teknologi dan jaringan
pemasaran. Faktor ini merupakan penghambat berkembangnya
usaha kecil dan sering menjadi alasan bagi pengusaha besar
untuk tidak melakukan kerjasama dengan pengusaha kecil.
Salah satu upaya yang dianggap tepat dalam memecahkan
kesenjangan antara usaha kecil dan besar adalah melalui
kemitraan. Melalui kemitraan diharapkan dapat secara cepat
terjadi simbiose mutualistik antara kedua pelaku usaha tersebut,
2

sehingga kekurangan dan keterbatasan usaha kecil dapat teratasi ,


sekaligus meningkatkan keunggulan kompetitif yang dimiliki.
Kemitraan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan
peranan usaha kecil sebagai usaha yang tangguh , mandiri dan
memperkokoh perekonomian nasional. Kemitraan usaha dalam
bidang pertanian merupakan salah satu bentuk jalinan kerjasama
an tar berbagai pihak dalam pengembangan usaha agri bisnis untuk
mewujudkan pertanian modern yang berorientasi agribisnis,
mampu meningkatkan pendapatan melalui peningkatan nilai
tambah dan daya saing serta mampu meningkat kan kualitas
sumberdaya pengelolanya seperti petani/Kelompok Tani /
Gapoktan dan Koperasi.
Pada dasarnya kemitraan usaha agribisnis merupakan
salah satu instrumen perekat untuk menstimulir keselarasan
dan keserasian kerjasama yang adil dan berkelanj utan , saling
membutuhkan , saling menguntungkan dan saling memperkuat
antara para pelaku usaha agribisnis terutama antara pengusaha
kecil yaitu pelaku agribisnis di perdesaan seperti petani /Kelompok
Tani/Gapoktan dan Koperasi Tani yang disebut Kelompok Mitra
dengan pengusaha/perusahaan swasta menengah dan besar,
BUMN/BUMD dan koperasi besar yang disebut Perusahaan Mitra.
Untuk keberhasilan kemitraan usaha agri bisni s dalam
perekonomian dewasa ini membutuhkan adanya suatu rekayasa
kelembagaan yang berorientasi pada efisiensi pengelolaan
sumberdaya dan peningkatan posisi tawar petani. Bentuk institusi
yang relevan untuk maksud tersebut adalah Kelompok Tani I
Gapoktan dan Koperasi Tani. Di samping itu , peran pemerintah
penting dalam menciptakan kondisi yang kondusif guna
berkembangnya kemitraan yang harmonis melalui penyusunan
regulasi dan deregulasi , menyediakan fasilitas prasarana dan
sarana, permodalan , manajemen , teknologi , dan rekayasa
rancang bangun kemitraan.
Kerjasama kemitraan usaha agribisnis yang dilakukan selama
ini belum optimal , dalam arti kemitraan yang terjadi belum
memberikan manfaat seperti yang diharapkan khususnya bagi
pihak pelaku usaha kecil {petani). Di samping itu , sering terjadi
pihak-pihak yang bermitra kurang memenuhi kesepakatan . Maka,
perlu upaya perbaikan dan pengembangan yang lebih mendorong
dan atau menerapkan sistem kemitraan yang lebih efektif,
adil dan berkelanjutan . Untuk itu perlu adanya pedoman ,
pengawalan dan pendampingan yang lebih intensif dalam rangka
pengembangan kemitraan agribisnis.
Dasar hukum yang dapat dijadikan acuan dalam melakukan
hubungan kemitraan bagi Kelompok Mitra dan Perusahaan Mitra
antara lain :
4

1. UU No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil; yang menerangkan


bahwa kemitraan adalah kerjasama usaha kecil dengan
usaha menengah atau dengan usaha besar disertai
pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh
usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan
prinsip saling memerlukan , saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
2. PP Republik Indonesia No. 44 tahun 1997 tentang Kemitraan ;
yang menjelaskan bahwa kemitraan dituj ukan untuk
meningkatkan kemampuan dan meningkatkan peranan usaha
kecil sebagai usaha yang tangguh dan mandiri , yang mampu
menjadi tulang punggung dan mampu memperkokoh struktur
perekonomian nasional.
3. Keputusan Menteri Pertanian No. 940/Kpts / OT.210/9/97
tentang Pedoman Kemitraan Usaha Pertanian; yang
menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah sal ing
memperkuat, saling menguntungkan dan saling menghidupi ,
yang bertujuan meningkatkan pendapatan , kesinambungan
usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya Kelompok
Mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri.
4. Keput usan Menteri Pertanian No. 944/Kpts / OT.210/9/97
tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan
Usaha Pertanian ; merupakan petunjuk untuk melakukan
5

hubungan kemitraan bagi petani dan pengusaha akan semakin


jelas, serta kedudukan dan posisi masing-masing pihak pada
tingkat-tingkat hubungan kemitraan lebih dapat dipahami.

B. Tujuan dan Sasaran


Tujuan penyusunan Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis ini
ialah:
1. Memberikan Pedoman/acuan kepada para aparat pembina/
petugas dalam mengembangkan kemitraan agribisnis yang
efektif, adil dan berkelanjutan.
2. Membantu para pelaku agribisnis yaitu Kelompok Mitra dan
Perusahaan Mitra dalam melakukan kerjasama kemitraan.
3. Memperbaiki sistem dan pengembangan kemitraan yang
sudah terbentuk, sehingga lebih adil dan bertanggung jawab
serta menguntungkan berbagai pihak yang bermitra.
4. Mengoptimalkan implementasi kerjasama kemitraan yang
sating menguntungkan dan berkelanjutan antara Kelompok
Tani/Gapoktan/Koperasi Tani dan Perusahaan Mitra.

Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui Pedoman


Kemitraan Usaha Agribisnis ini ialah :
6

1. Terlaksananya kemitraan usaha agribisnis yang adil,


bertanggung jawab dan berkelanjutan sesuai dengan prinsip
kemitraan serta peratu ran perundang-undangan yang
berlaku.
2. Meningkatnya kemampuan dan peranan Kelompok Tani/
Gapoktan/Koperasi Tani sehingga mempunyai nilai tambah
dan daya saing .
7

Bab 2
Keragaan dan Konsepsi
Kemitraan Usaha Agribisnis

A. Keragaan Kemitraan Usaha Agribisnis


Dalam era globalisasi , pengembangan kemitraan usaha
agribisnis dihadapkan pada beberapa peluang antara lain
peningkatan volume pemasaran, harga jual produk yang lebih
kompetitif, harga sarana produksi yang lebih terjangkau , IPTEK
yang lebih maju dan efisien , dan akses terhadap permodalan
yang semakin terbuka. Peluang-peluang tersebut menuntut para
pelaku kemitraan usaha agribisnis mampu menghasilkan produk
yang memiliki keunggulan kompetitif secara sinergis. Dengan
demikian , maka kemitraan usaha agribisnis harus dikembangkan
secara efektif dan adil melalui integrasi dan sinkronisasi kegiatan
usaha antara Kelompok Tani/Gapoktan/Koperasi Tani dan pelaku
usaha agribisnis lainnya, dimulai dari penyediaan sarana produksi ,
pelaksanaan usaha budidaya, penanganan pasca panen , pengolahan
dan pemasaran baik domestik maupun internasional.
8

Beberapa kemitraan usaha agribisnis yang berkembang saat


1m dilakukan berdasarkan pola hubungan antar pelaku usaha
yang satu sama lain tidak memiliki ikatan formal (kontrak/
perjanjian) yang kuat. Hal ini mengakibatkan kurangnya
komitmen dari masing-masing pihak yang bermitra. Hubungan
kemitraan yang terjadi hanya mengikuti mekanisme pasar secara
umum, sehingga setiap pelaku usaha yang bersan gkutan hanya
memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Dalam kondisi tersebut,
pelaku kemitraan seolah tidak menyadari bahwa sebenarnya
mereka saling membutuhkan.
Sebagai ilustrasi dari pola hubungan di atas, misalnya
model kemitraan pada agribisnis sayuran antara petani dengan
pasar swalayan. Manfaat dari program kemitraan tersebut
belum mampu meningkatkan secara mendasar ketidakberdayaan
petani/Kelompok Tani/Gapoktan sebagai produ sen sayuran .
Perlakuan yang diterima sebagian produsen sayuran tersebut
terkadang hanya bersifat produsen semata, belum sebagai
produsen sekaligus pemasok. Dalam pada itu , pi hak petani/
Kelompok Tani/Gapoktan juga sering tidak menepat i komitmen .
Pada saat harga di luar lebih tinggi , kadang -kadang pihak
petani secara diam-diam menjual kepada pihak lain di luar
sistem kemitraan yang dibangun. Namun demikian , banyak juga
kemitraan usaha agribisnis yang telah berhasil. Kemitraan usaha
agribisnis ini dikembangkan berdasarkan sinergi dan kesadaran
9

saling membutuhkan dan saling memperkuat pada masing-masing


pihak yang bermitra, sehingga menjadi kerjasama bisnis yang
berkesinambungan. Sebagai contoh adalah kemitraan petani
sayuran dan atau buah -buahan dengan pengusaha eksportir.
Sinergi yang dibangun dalam bentuk; petani menyediakan
lahan , sarana dan tenaga kerja, sedangkan pengusaha eksportir
menyediakan modal , bimbingan teknis dan jaminan pemasaran .
Gambaran tersebut menunjukkan sebenarnya sistem
kemitraan usaha agribisnis dapat menjadi salah satu pili han yang
prospektif bagi pengembangan usaha yang sehat. Hal ini dapat
terwujud apabila sistem kemitraan dilaksanakan dengan benar
dan konsisten.

B. Filosofi Kemitraan Usaha Agribisnis


Konsep dasar kemitraan sebenarnya telah tercantum
dalam Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 yang menyebutkan ,
"Kerjasama antara usaha kecil dengan usaha besar disertai
pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha
menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling
memerlukan , sating memperkuat dan sating menguntungkan" .
Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor
44 tahun 1997 yang menjelaskan bahwa bentuk kemitraan
yang ideal adalah sating memperkuat, sating menguntungkan ,
dan sating menghidupi. Tujuan kemitraan ialah meningkatkan
10

kualitas sumberdaya dan usaha kelompok mitra, meningkatkan


pendapatan / keuntungan masing-masing pihak yang bermitra .

1. Azas Kemitraan Usaha Agribisnis


Kemitraan seperti yang tercantum dalam UU No. 9 Tahun
1995 mengandung makna sebagai tanggung j awab moral.
Pengusaha menengah/besar melakukan bimbingan dan
pembinaan kepada pengusaha kecil mitranya, dalam hal
ini adalah Kelompok Tani/Gapoktan dan Koperasi Tani
agar mampu mengembangkan usahanya , sehingga mampu
menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan dan
kesejahteraan bersama. Hal ini berarti , masing-masing pihak
yang bermitra harus menyadari bahwa memili ki perbedaan
dan keterbatasan , baik di bidang manajemen , penguasaan
IPTEK maupun sumberdaya, sehingga harus mampu sating
mengisi dan melengkapi kekurangan masing-masing.

Azas kemitraan yang dikembangkan harus menjamin


terciptanya suasana adil, keseimbangan , keselarasan , dan
keterpaduan dengan penjabaran sebagai berikut :
a. Kedudukan antara Kelompok Tani / Gapoktan dan Koperasi
Tani sebagai Kelompok Mitra dengan Perusahaan Mitra
haruslah setara dan menghindari adanya hubungan seperti
atasan dan bawahan .
11

b. Saling percaya dengan cara memegang teguh komitmen


kesepakatan dalam kontrak atau perjanjian kerjasama
antara para pihak.
c. Saling menguntungkan secara adil bagi Kelompok Mitra
dan Perusahaan Mitra.
d. Saling memegang dan mematuhi etika bisnis, antara lain
dengan mematuhi dan melaksanakan secara konsisten
kesepakatan yang telah ditetapkan bersama .
e. Saling memberikan masukan yang konstruktif, dengan
cara melakukan koordinasi , komunikasi, evaluasi dan
monitoring, serta keterbukaan dari masing-masing pihak.
f. Saling memerlukan , dalam arti Perusahaan Mitra
memerlukan produk/jasa dari Kelompok Mitra, sedangkan
Kelompok Mitra memerlukan modal , jaminan pemasaran ,
dan bimbingan/pembinaan.

2. Konsep Kemitraan Usaha Agribisnis


Kemitraan usaha agribisnis merupakan strategi bisnis
yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip sating membutuhkan dan sating membesarkan.
Karena merupakan suatu strategi bisnis , maka keberhasilan
kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan antara
yang bermitra dalam menjalankan perannya masing-masing
dengan berpegang kepada etika bisnis. Hal ini berarti, pelaku
usaha agribisnis yang terlibat langsung dalam kemitraan harus
memiliki dasar-dasar etika bisnis yang dipahami bersama
dan dianut bersama sebagai titik tolak dalam menjalankan
kemitraan . Pemahaman etika bisnis sebagai landasan moral
dalam melaksanakan kemitraan usaha agribisnis merupakan
suatu solusi dalam mengatasi kurang berhasilnya kemitraan
yang ada selama ini.

Terdapat 6 dasar etika bisnis yang dapat menj adi penopang


dalam membangun suatu kemitraan. Keenam dasar etika
bisnis tersebut ialah : (1) Karakter, integritas dan kejujuran ;
(2) Kepercayaan; (3) Komunikasi yang terbuka; (4) Adil; (5)
Semangat kebersamaan antara pihak yang bermitra, dan (6)
Keseimbangan antara insentif dan resiko.

Apabila pemahaman etika bisnis telah diterapkan sebagai


landasan awal dalam pelaksanaan kemitraan , selanjutnya
kemitraan usaha agribisnis dapat dilaksanakan sebagai suatu
proses. Proses yang dimulai dengan perencanaan, kemudian
rencana tersebut diimplementasikan dan selanjutnya
dimonitor serta dievalusi secara terus menerus oleh pihak-
pihak yang bermitra . Dengan demikian , terjadi alur tahapan
pekerjaan yang jelas dan teratur sesuai dengan sasaran
13

yang ingin dicapai. Oleh karena kemitraan merupakan suatu


proses, maka keberhasilannya secara optimal tentu tidak
selalu dapat dicapai dalam waktu yang singkat. Keberhasilan
suatu kemitraan diukur dengan pencapaian nilai tambah
yang diperoleh oleh pihak yang bermitra dari berbagai aspek
seperti manajemen , teknologi, permodalan , pemasaran
dan pendapatan. Besarnya nilai tambah yang diperoleh
akan tergantung pada sejauh mana kemampuan untuk
mengembangkan strategi yang disusun secara bersama dan
dilaksanakan secara konsisten sesuai peran masing-masing
pihak.

Hubungan kemitraan akan berkesinambungan apabila


hasil kerjasama terjadi secara berulang-ulang dan sating
menguntungkan secara adil. Proses tersebut terus dilakukan
sampai melahirkan suatu aturan atau norma hubungan bisnis
dalam pola perilaku pelaku kemitraan , sehingga tercipta
hubungan kemitraan yang melembaga dan berkelanjutan.

Salah satu bentuk interaksi yang positif antara Kelompok


Mitra dengan Perusahaan Mitra dapat dilihat pada Gambar 1,
dimana terjadi proses perkembangan kemitraan dari Tipe A
yaitu Perusahaan Mitra yang bekerjasama dengan beberapa
Kelompok Tani. Kemudian , berubah menjadi Tipe B yaitu
14

terjadi hubungan yang lebih erat antara Kelompok-kelompok


Tani tersebut menjadi Gapoktan yang merupakan Kelompok
Mitra yang mengadakan kemitraan dengan Perusahaan
Mitra.

Gombar 1.
Con toh (Salah Satu) lnteraksi Positif Antara Kelompok Mi tra dan
Perusahaan Mitra dalam Kemitraan
15

Pelaksanaan hubungan kemitraan melibatkan Kelompok Mitra


dan Perusahaan Mitra yang berlangsung dalam suatu sistem
kerjasama usaha yang harus memiliki unsur-unsur sebagai
berikut :
a. Input , yaitu sumberdaya alam yang digerakkan oleh
sumberdaya manusia.
b. Output berupa produk dan pelayanan/jasa .
c. Teknologi meliputi metode dan proses yang dapat
mengubah input menjadi output .
d. Lingkungan , yaitu keadaan di sekitar Kelompok Mitra dan
Perusahaan Mitra.
e. Keinginan , yaitu strategi , tujuan , rencana dari pihak yang
bermitra .
f. Perilaku , yaitu hubungan antar kelompok atau organisasi.
g. Budaya , berupa norma , kepercayaan dan nilai-nilai yang
berlaku dalam Kelompok Mitra dan Perusahaan Mitra.
h. Struktur, yaitu hubungan antar individu, kelompok dan
unit yang lebih besar.
16
17

Bab 3
Kebijakan dan Strategi dan
Langkah-langkah Operasional
Pengembangan Kemitraan Usaha
Agribisnis
A. Kebijakan Pengembangan
Kemitraan Usaha Agribisnis
Untuk mengembangkan kemitraan usaha agribisnis di era
globalisasi diperlukan iklim yang kondusif, dimana terdapat
suatu kondisi yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya
kemitraan usaha. Oleh karena itu, diperlukan seperangkat
kebijakan , baik menyangkut usaha kecil , usaha menengah/besar
maupun kebijakan yang mendukung terjadinya kemitraan usaha
agribisnis.
Secara umum terdapat tujuh kebijakan pokok dalam
mengembangkan kemitraan usaha agribisnis , yaitu :

1. Kebijakan Ekonomi Makro yang Memberi Ruang Gerak kepada


Usaha Besar untuk Mengoptimalkan Usahanya
Kebijakan yang dimaksud ialah menciptakan iklim kondusif
18

yang memudahkan pengusaha dapat mengembangkan


usahanya sebesar-besarnya, seluas-luasnya melalui kebijakan
di bidang fiskal, moneter dan riil yang mendukung, memangkas
biaya ekonomi tinggi , memberikan berbagai insentif sebagai
perangsang dan imbalan yang setimpal bagi yan g berprestasi ,
disertai dengan pengawasan yang efektif dan memberi
penalti bagi usaha yang menyimpang . Kebijakan ekonomi
makro ditujukan kepada usaha besar agar menjadi efisien ,
produktif, berdaya saing tinggi , mandiri dan kuat, akan
tetapi tidak mengembangkan usahanya tanpa batas sehingga
melaksanakan praktek monopoli , monopsoni , oligopoli atau
oligopsoni maupun kolusi dan korupsi baik langsung maupun
tidak langsung.

2. Kebijakan Ekonomi Makro yang Berpihak pada Usaha Kecil


dan Koperasi di Sektor Pertanian
Kebijakan yang dimaksud ialah bagaimana usaha kecil dan
koperasi di sektor pertanian dapat tumbuh dan berkembang
dengan pesat menjadi usaha kecil dan koperasi yang tangguh
dan kuat serta menjadi unit usaha yang formal, sehingga
dapat menjadi kesatuan kekuatan ekonomi yang handal.
Kebijakan ini diharapkan akan memperlihatkan keberpihakan
pemerintah kepada usaha kecil dan Koperasi Tani. Kebijakan
yang diberikan kepada usaha kecil dan Koperasi Tani berbeda
dengan usaha besar terutama dalam pemberian insentif
teknologi , permodalan dan investasi. Seluruh kebijakan
tersebut mengarah agar usaha kecil dan koperasi yang
bergerak di sektor pertanian dapat berkembang menjadi
kuat.

3. Kebijakan Agribisnis dan Agroindustri di Perdesaan


Kebijakan ini menjadi penting, mengingat agribisnis dan
agroindustri mudah dikembangkan dalam skala usaha kecil
dan koperasi sebagai basis perekonomian nasional, karena
dapat menyerap tenaga kerja yang besar dan hampir seluruh
komponennya berasal dari potensi sumberdaya alam dalam
negeri. Kebijakan permodalan , investasi , ekspor - impor,
moneter, fiskal dan riil harus dapat menunjang agribisnis.

4. Kebijakan Permodalan dan lnvestasi


Kebijakan permodalan untuk usaha kecil dan koperasi yang
bergerak di bidang pertanian harus berlaku khusus, sesuai
dengan karakteristik usaha kecil dan Koperasi Tani. Dengan
demikian , diperlukan adanya lembaga pembiayaan baik bank
maupun non bank yang dapat memfasilitasi permodalan bagi
kemitraan usaha agribisnis .
Demikian pula kebijakan i nvestasi, baik penanaman modal
dalam negeri maupun penanaman modal asing, diberikan
kemudahan bagi usaha kecil dan Koperasi Tani. Usaha
besar didorong untuk bermitra dengan usaha kecil, dengan
demikian usaha kecil dan Koperasi Tani dapat berkembang
pesat melalui fasilitas investasi dan perbankan atau melalui
kebijakan investasi usaha besar yang bermitra dengan usaha
kecil dan Koperasi Tani. Dalam jumlah terbatas, pemerintah
memberikan bantu an investasi bagi Kelompok Tani/ Gapoktan/
Koperasi Tani berupa insentif teknologi/sarana dan prasarana
produksi dan pemasaran yang bersifat bantuan sosial.

B. Strategi
Disadari bahwa keberhasilan usaha di bidang agribisnis
ditentukan oleh 4 (empat) faktor utama yaitu : (1 ) Sumberdaya
(sumberdaya alam dan sumberdaya manusia); (2) Teknologi
(prasarana, sarana dan met ode) ; (3) Modal, dan (4) Pasar
(konsumen). Faktor-faktor tersebut dapat dikatakan sebagai pilar
utama penunjang/pendukung agribisnis, disamping faktor lainnya
yang juga sangat menentukan yaitu faktor politi k, keamanan ,
dan kebijakan Pemerintah.
21

Gambar 2.
Empat Pilar Penunjang Agribisnis

Kelemahan pada salah satu faktor tersebut di atas akan


menyebabkan kurang berhasilnya usaha agribisnis yang dilakukan
oleh pelaku usaha yang bersangkutan . Empat pilar penunjang
agribisnis tersebut merupakan aspek yang lebih memungkinkan
untuk mendapat penguatan/pembinaan/fasilitasi dari jajaran
institusi pertanian mulai dari tingkat tertinggi hingga petugas
di lapangan. Oleh karena itu, maka strategi pengembangan
kemitraan usaha agribisnis difokuskan pada upaya-upaya
memperkuat setiap pilar tersebut baik dalam wadah kelembagaan
usaha kelompok mitra maupun kelembagaan kemi traan secara
utuh. Dalam hubungan tersebut beberapa strategi pengembangan
yang dilakukan ialah :

1. Pengembangan Kelembagaan Usaha Kecil Sek t or Pertanian


dan Koperasi Tani
Pemerintah melalui Kementerian Pertanian melaksanakan
upaya-upaya dalam rangka pengembangan usaha kecil sektor
pertanian dan Koperasi Tani , antara lain melalui kegiatan -
kegiatan pembinaan teknis, pelatihan , dan pendampingan
serta pengawalan kepada Kelompok Tani/Gapokt an sehingga
menjadi suatu kelembagaan usaha yang lebih formal dan
bankable.

2. Pengembangan Kelembagaan Kemitraan Usaha


Upaya ini mengarah kepada pengembangan lembaga kemitraan
usaha agribisnis dengan memadukan dan mempertemukan
dua atau lebih lembaga usaha yang berbeda kemampuan atau
kapasitasnya tetapi mempunyai output dan tujuan yang sama
yaitu memperoleh keuntungan secara adil dan berkelanjutan.
Untuk itu , di samping menciptakan iklim yang kondusif,
23

dikembangkan model-model/pola kemitraan yang dapat


dipilih oleh para pelaku usaha yang akan bermitra. Selain itu ,
juga dilakukan berbagai upaya fasilitasi kemitraan seperti :
temu usaha, advokasi , konsultasi , dan pendampingan dalam
rangka kemitraan .

3. lnsentif Kemitraan
Dalam rangka mendorong pengembangan usaha dan
kemitraan di bidang agribisnis dikembangkan sistem insentif
kemitraan antara lain berupa pemberian insentif teknologi
dan permodalan melalui Pola Two in One, yaitu dengan
memberikan insentif teknologi (bantuan sarana/ prasarana
dan bimbingan teknis/pendampingan) , khususnya untuk
pengolahan dan pemasaran , kepada Kelompok Tani / Gapoktan
yang bermitra dengan Perusahaan Mitra. Di samping insentif
teknologi , Kelompok Tani/Gapoktan yang bersangkutan
difasilitasi untuk dapat mengakses sumber permodalan yang
diperlukan , baik melalui lembaga perbankan maupun non
bank.

4. Pengembangan lnstitusi Pemerintahan


Dalam rangka lebih meningkatkan upaya-upaya pengembangan
kemitraan dan kewirausahaan agribisnis, diperlukan institusi
yang dapat berperan sebagai pembina, pendamping /
24

pengawalan baik di tingkat pusat maupun daerah. Untuk itu ,


pada tingkat pusat telah dibentuk satu Direktorat khusus
yaitu Direktorat Pengembangan Usaha dan lnvestasi di
bawah Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian , Kementerian Pertanian . Salah satu tugas pokok
dan fungsi Direktorat tersebut ialah melakukan pembinaan
kemitraan dan kewirausahaan agribisnis. Diharapkan pada
tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota juga dapat membentuk
unit organisasi sejenis, sehingga dapat melakukan pembinaan
secara terpadu.

C. Langkah-langkah Operasional Pengembangan


Kemitraan Usaha Agribisnis
Beberapa langkah operasional yang perlu dilakukan dalam
rangka pengembangan kemitraan usaha agribisnis antara lain :
1. Promosi dan Advokasi
Pihak pemerintah atau pihak terkait melakukan promosi
dan advokasi guna mendorong terciptanya kemitraan
dari para pelaku agribisnis. Upaya tersebut perlu diikuti
langkah-langkah yang konkret sebagai pelayanan dari pihak
pemerintah atau pihak terkait terhadap pihak-pihak yang
akan melakukan kemitraan , seperti melakukan Temu Usaha,
promosi investasi dan produk dan lain-lain.
25

2. Bimbingan Teknis dan Pendampingan


Dalam upaya mempercepat proses kemitraan yang efektif,
adil dan berkelanjutan perlu dilakukan bimbingan teknis dan
pendampingan terhadap pihak-pihak yang akan bermitra.
Dalam bimbingan teknis dan pendampingan utamanya
ditekankan pada pemenuhan persyaratan dalam sistem
kerjasama yang sating memerlukan dan sating menguntungkan
secara adil dan bertanggung jawab serta pengembangan
kapasitas Kelompok Mitra, baik dalam aspek teknis, maupun
administrasi dan kelembagaan.

3. Koordinasi dan Sinkronisasi


Koordinasi dan sinkronisasi dilakukan antara unsur-unsur
lembaga penun j angyang berkepenti ngan dalam pengembangan
kemitraan , seperti lembaga keuangan , lembaga penyuluhan ,
lembaga pembinaan , pelayanan dan pengendalian (dalam
hal ini Dinas sektoral) , lembaga pengembangan IPTEK, serta
perencana pembangunan daerah . Melalui koordinasi yang
intensif dan sinkronisasi program kegiatan dari berbagai
pihak terkait dapat mengoptimalkan manfaat dari kemitraan
usaha agribisnis.
26

4. Pemantapan Kelembagaan Kemitraan


Dalam rangka pemantapan kelembagaan kemitraan perlu
dilakukan langkah -langkah sebagai berikut :
a. Pemilihan pola kemitraan usaha agribisni s yang tepat
sesuai tujuan kemitraan dan sifat/karakter dari masing-
masing pihak yang bermitra (Pilihan pola-pola kemitraan
dij elaskan dalam Bab IV).
b. Menyiapkan kriteria, persyaratan dan standar teknis yang
perlu diikuti oleh masi ng-masing pihak.
c. Menyiapkan dokumen kerjasama kemitraa n (MOU/Surat
Perjanjian Kerjasama/Kontrak) .
d. Melakukan komunikasi dan pengembangan sist em informasi
yang efektif antara masing-masing pihak ya ng bermitra.

5. Pemantauan, Evaluasi dan Penghargaan


Dalam rangka menjamin keberlangsungan kemitraan usaha
agribisnis yang efektif dan adil, maka perlu te rus dilakukan
pemantauan dan evaluasi oleh berbagai pihak te rkait. Sebagai
apresiasi kepada pelaku kemitraan yang berhasil dan untuk
memotivasi berkembangnya kemitraan lainnya, maka perlu
diberi kan penghargaan .
6. Pengembangan Pemasaran
Dalam rangka mendorong usaha-usaha kemitraan perlu
dilakukan upaya-upaya pengembangan pemasaran terhadap
produk-produk yang dihasilkan, antara lain melalui fasilitasi :
a. lnformasi pasar
b. Promosi produk
c. Pengembangan jaringan pemasaran dan sistem penjualan
(lelang, resi gudang , kontak bisnis dan lain-lain )
28
29

Bab 4
Pelaksanaan Kemitraan
Usaha Agribisnis

A. Jenis Kemitraan
Beberapa jenis kerjasama kemitraan usaha agribisnis yang
dapat dilakukan antara lain :
1. Kemitraan lnvestasi (Penanaman Modal)
2. Kemitraan Produksi
3. Kemitraan Jual Beli
4. Kemitraan Pemasaran
Dalam melakukan hubungan kemitraan usaha tersebut,
masing-masing pihak mempunyai kedudukan hukum yang setara.
Hubungan kemitraan usaha agribisnis harus mempertimbangkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Azas saling membutuhkan , saling memperkuat dan saling
menguntungkan.
2. Sasaran usaha diarahkan pada peningkatan nilai tambah dan
daya saing.
30

3. Adanya hubungan kemitraan antara Kelompok Mitra dan


Perusahaan Mitra serta hubungan yang harmonis antara
sesama anggota Kelompok Mitra serta lingkungannya.
4. Adanya saling keterbukaan dan komunikasi yang intensif
antara pihak-pihak yang bermitra.
5. Adanya pembagian peran dan keuntungan secara adil dan
bertanggung jawab.

B. Pola-pola Kemitraan
Beberapa pola kemitraan yang dapat dipilih oleh pihak-
pihak yang akan melakukan kemitraan disajikan di bawah ini.
Pemilihan pola kemitraan yang tepat disesuaikan dengan tujuan
dan kesiapan dari masing-masing pihak yang akan bermitra.

1. Pola Kemitraan Unit Usaha Bersama


Pola Kemitraan Unit Usaha Bersama merupakan suatu bentuk
kerjasama dari dua pihak yang bermitra membentuk suatu
unit usaha bersama . Dalam pola ini masing-masing pihak
memberikan kontribusinya sebagai pemegang " saham" pada
Unit Usaha Bersama. Secara skematis kemitraan Unit Usaha
Bersama dapat dilihat pada Gambar 3.
31

Contoh Kemitraan UNIT USAHA BERSAMA


Jamil M (2010)

• Sbg :S•h•m· ·
Potoo;(GI _j_L Sb~:Soh•m
sw,.O.ISI

J
( ~
-~---------- .-

Gambar 3.
Contoh Pola Kemitraan Unit Usaha Bersama

2. Polo Kemitraan Product Branding


Pola Kemitraan Product Branding merupakan suatu bentuk
kerjasama pemasaran dari produk yang dibuat secara "tailor
made" (spesifikasi sesuai pesanan Perusahaan Mitra) oleh
32

Kelompok Mitra. Dalam pemasaran produk, Perusahaan Mitra


melakukan pengemasan dengan merk (brand) sesuai dengan
keinginannya . Secara skematis kemitraan Product Branding
dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar4.
Contoh Pola Kemitraan Product Branding
33

3. Polo Kemitraan Inti - Plasma


Pola Kemitraan Inti - Plasma merupakan pola hubungan
kemitraan usaha antara petani/Kelompok Tani / Gapoktan
sebagai Kelompok Mitra (Plasma) dengan Perusahaan
Mitra (Inti). Perusahaan Mitra melakukan penelitian
dan pengembangan , bimbingan teknis dan manajemen ,
menyediakan sarana produksi , menampung, mengolah dan
memasarkan hasil produksi Kelompok Mitra. Sedangkan
Kelompok Mitra berkewajiban memenuhi kebutuhan
Perusahaan Mitra sesuai dengan persyaratan yang telah
disepakati. Secara skematis kemitraan Pola Kemitraan Inti -
Plasma dapat dilihat pada Gambar 5.
Dalam rangka memperlancar tugas-tugas pembinaan dan
pelayanan oleh Inti kepada Plasma dan sekaligus mewakili
kepentingan pihak Plasma dalam berhubungan bisnis
dengan pi hak Inti maka Kelompok Mitra (Plasma) dianjurkan
membentuk Koperasi.
34

Gombar 5.
Contoh Polo Kemitraan Inti - Plasma

4. Pola Kemitraan Competency Based Value Chain


Pola Kemitraan Competency Based Value Chain merupakan
suatu bentuk kerjasama dari beberapa pihak (misalnya
Kelompok Tani, Gapoktan, industri hilir dan eksportir) dalam
suatu cluster agroindustri dimana masing-masing pihak
35

menjalankan perannya sesuai dengan kompetensi masing-


masing. Secara skematis kemitraan Competency Based Value
Chain dapat dilihat pada Gambar 6.

Gombar 6.
Contoh Pola Kemitraan Competency Based Value Chain
36

5. Polo Kemitraan Participatory Guarantee System (PGS)


Pola Kemitraan Participatory Guarantee System (PGS)
merupakan suatu bentuk kerjasama dari Perusahaan Mitra dan
Kelompok Mitra dalam memproduksi suatu produk tertentu.
Dalam pola kemitraan ini Kelompok Mitra menerapkan sistem
Jaminan Mutu seperti yang dilakukan oleh Perusahaan Mitra.
Perusahaan Mitra berkewajiban melakukan pembinaan dan
pengawasan dalam penerapan sistem jaminan mutu yang
dilakukan oleh Kelompok Mitra. Selanjutnya Pihak Perusahaan
Mitra dapat memfasilitasi pemasaran produk Kelompok
Mitra dengan predikat/kualifikasi yang sama dengan produk
Perusahaan Mitra. Secara skematis kemitraan Participatory
Guarantee System (PGS) dapat dilihat pada Gambar 7.
37

Gombar 7.
Contoh Polo Kemitraan Participatory Guarantee System (PGS)

6. Pola Kemitraan Corporate Farming


Pola Kemitraan Corporate Farming merupakan suatu
bentuk kemitraan antara para pelaku usaha sejenis dalam
satu hamparan (cluster) dengan sistem pengelolaan yang
38

diserahkan kepada manajemen tertentu secara perusahaan


(corporate). Dalam rangka peningkatan nilai tambah suatu
usaha Corporate Farming biasanya mengembangkan
diversifikasi usaha secara vertikal. Secara skematis kemitraan
Corporate Farming dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8.
Pola Kemitraan Corporate Farming
39

7. Po/a Kemitraan Produksi Komponen Pendukung


Dalam kemitraan usaha dengan pola Kemitraan Produksi Komponen
Pendukung, Perusahaan Mitra memproduksi komponen utama,
sedangkan Kelompok Mitra memproduksi komponen pendukung
untuk menghasilkan produk akhir yang diproduksi oleh Perusahaan
Mitra. Secara skematis kemitraan Produksi Komponen Pendukung
dapat dilihat pada Gambar 9.

Gombar 9.
Polo Kemitraan Produksi Komponen Pendukung
40

8. Pola Kemitraan Kontrak Pemasaran


Dalam kemitraan usaha dengan pola Kemitraan Kontrak
Pemasaran , Kelompok Mitra memproduksi komoditi/
produk atas permintaan Perusahaan Mitra untuk memenuhi
kebutuhan industri yang dikelola oleh Perusahaan Mitra
atau dalam rangka ekspor. Dalam kemitraan ini Perusahaan
Mitra menyediakan sarana produksi dan pembinaan teknis
bagi Kelompok Mitra untuk mencapai standar produk yang
diinginkan. Secara skematis Kemitraan Kontrak Pemasaran
dapat dilihat pad a Gam bar 10.

Gombar 10. Pola Kemitraan Kontrak Pemasaran


41

9. Pemberdayaan Kelompo k/ Koperasi Pedagang Berkemi traan


dengan lnsentif Two in One
Dalam pola kemitraan ini, sebagai contoh para pedagang
bakso membentuk Kelompok atau Koperasi Pedagang Bakso.
Koperasi menyediakan produk dan sarana penjualan bakso
yang diberikan kepada anggota untuk melakukan penjualan
bakso. Untuk modal kerja koperasi dapat difasilitasi oleh
lembaga pembiayaan , sedangkan untuk sarana pembuatan
bakso dan bimbingan teknis dapat difasilitasi oleh dinas
terkait melalui insentif Two in One . Yang dimaksud dengan
lnsentif Two in One dalam hal ini ialah pemberian dua insentif
(Teknologi dan Modal) secara bersamaan kepada satu Poktan/
Gapoktan/Koperasi yang telah siap dari segi Sumber Daya
dan Pasar bagi produknya. Sehingga , empat pilar pendukung
agribisnis (Sumber Daya , Teknologi , Modal dan Pasar) semua
terpenuhi. lnsentif Teknologi berasal dari Pemerint.ah (APBN/
APDB), sedangkan insentif Modal dari Lembaga Pembiayaan
(Non-APBN/ APBD). Secara skematis Pola Kemitraan ini dapat
dilihat pada Gambar 11 .
42

Gambar 11 . Pemberdayaan Kelompok ! Koperasi Pedagang Berkemitraan,


dengan lnsentif Two in One

10. Unit Pemasaran Bersama (UPB)


Dalam kemitraan ini , Unit Pemasaran Bersama (UPB)
merupakan suatu lembaga yang dibentuk oleh dan untuk
keperluan anggota (Poktan) dalam melakukan kegiatan
pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh para petani
yang bersangkutan. Kegiatan pemasaran meliputi riset
pasar, promosi, penjualan dan distribusi (deli very). Selain
43

melakukan kegiatan pemasaran , UPB bertugas memberikan


informasi pasar kepada para anggotanya. Salah satu contoh
UPB adalah Sub Terminal Agribisnis (STA) . Secara skematis
Pola Kemitraan UPB dapat dilihat pada Gambar 12.

Gombar 12. Polo Kemitraan Un it Pemasaran Bersama (UPB)

11. Polo Kemitraan Resi Gudang


Dalam Kemitraan Resi Gudang, pengelola gudang menyediakan
jasa penyimpanan bagi para petani produsen yang merupakan
mitra dari pengelola gudang. Petani yang bersangkutan
memperoleh resi gudang sebagai bukti penyimpanan. Resi
44

gudang tersebut dapat digunakan petani yang bersangkutan


sebagai jaminan apabila memerlukan pinjaman modal. Seperti
pada UPB, selain menyediakan jasa penyimpanan pengelola
gudang juga melakukan kegiatan pemasaran terhadap
produk petani yang disimpan di gudang. Secara skematis Pola
Kemitraan Resi Gudang dapat dilihat pada Gam bar 13.

Gombar 13. Polo Kemitraan Resi Gudang

C. Persyaratan Melakukan Kemitraan


Hal ini berarti bahwa baik pihak pengusaha kecil seperti
Kelompok Tani/Gapoktan dan Koperasi Tani maupun pengusaha
menengah dan besar, masing-masing harus mempunyai
45

kemampuan daya saing yang kuat dalam bidang yang ditekuninya


meskipun pada skala usaha yang berbeda. Dengan menyadari
kelebihan dan kekurangan masing-masing pihak, maka selanjutnya
disepakati komitmen untuk saling mengisi kekurangan tersebut.
Dengan demikian diharapkan kemitraan yang terjalin dapat
berjalan secara adil, saling menguntungkan, bertanggung jawab
dan berkelanjutan.
Persyaratan yang harus dipenuhi baik oleh Kelompok Mitra
maupun Perusahaan Mitra sebagai berikut :
1. Kelompok Mitra yang akan menjadi mitra usaha diutamakan
yang telah siap melakukan kemitraan usaha, dengan indikator
antara lain mempunyai kelembagaan usaha dan sistem
manajemen yang memadai, cukup berpengalaman dalam
bidang usaha yang dijalani , telah mendapat pembinaan dari
Pemerintah dan atau lembaga yang kompoten.
2. Perusahaan Mitra harus memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Mempunyai itikad baik dalam membantu usaha petani dan
pengusaha kecil sektor pertanian seperti Kelompok Tani/
Gapoktan dan Koperasi Tani.
b. Memiliki teknologi dan manajemen yang baik.
c. Menyusun rencana kemitraan usaha.
d. Berbadan hukum dan memiliki kualifikasi usaha yang
baik.
46

3. Kemitraan usaha pertanian dilakukan dengan penandatanganan


perjanjian kerjasama.
4. lsi pokok perjanjian kerjasama mencakup: a) Kewaj iban dan hak
masing-masing pihak (termasuk hak dan tanggung jawab pihak
Fasilitator/Dinas); b) Persyaratan; c) Ketentuan mengenai
harga; d) Jangka waktu ; e) Pembagian resiko penyelesaian bila
terjadi perselisihan, dan f) Klausula lainnya yang memberikan
kepastian hukum bagi masing-masing pihak.

contoh ketentuan mengenai harga sebagai berikut :


a. Harga Dasar (HD) untuk komoditas Cabe adalah Rp 30.000,-
per kilogram .

b. Apabila terjadi kenaikan harga rata-rata di pasaran umum


(HU) maka Harga Transaksi (HT) yang disepakati adalah
HD + (HU - HD)/2 .

c. Apabila terjadi penurunan harga rata-rata di pasaran (HU)


maka harga Transaksi (HT) yang disepakati adalah
HD - (HD - HU)/2.
47

5. Dalam melaksanakan kemitraan , Kelompok Mitra dapat


memanfaatkan fasilitas kredit program dari pemerintah ,
sedangkan Perusahaan Mitra dapat bertindak sebagai avalis
(penjamin kredit) bagi Kelompok Mitra dengan ketentuan
yang disepakati bersama antara para pihak.
6. Dalam melaksanakan kemitraan , Perusahaan Mitra dapat
memanfaatkan kredit perbankan sesuai dengan peraturan
perundang -undangan yang berlaku.
7. Pembinaan oleh instansi pembina teknis baik di pusat maupun
di daerah antara lain bertujuan untuk menyiapkan Kelompok
Mitra agar siap dan mampu melakukan kemitraan dan
mengawal berlangsungnya kemitraan yang adil dan efektif
bagi para pihak yang bermitra.
8. Pembinaan dilakukan dalam bentuk advokasi dan pemberian
konsultasi, bimbingan teknis, temu usaha, promosi dan
pemberian penghargaan.

D. Proses Membangun Kemitraan


Membangun kemitraan yang dicita-citakan dan terwujudnya
kemitraan yang efektif, adil dan berkelanjutan harus diawali
dengan persiapan yang mantap dan dilengkapi dengan pembinaan.
Kemampuan melaksanakan kemitraan, tidak dapat terwujud
dengan sendirinya , akan tetapi harus dibangun dengan sadar dan
terencana melalui tahapan -tahapan yang sistematis.
48

Tahapan kegiatan yang dilakukan untuk menyiapkan pelaku


usaha untuk bermitra adalah sebagai berikut :
1. /dent ifikasi dan Advokasi kepada Pelaku Usaha
ldentifikasi dilakukan baik kepada pelaku usaha kecil, usaha
menengah , maupun usaha besar. Dalam tahap identifikasi
ini dikumpulkan data dan informasi yang berkaitan dengan
jenis usaha atau komoditas yang diusahakan, potensi
sumberdaya yang mendukung, tingkat . kemampuan para
pelaku usaha baik di bidang penguasaan IPTEK, permodalan ,
sumberdaya manusia maupun sarana lainnya . Dat a/i nformasi
tersebut disosialisasikan secara memadai dalam rangka
advokasi. Sosialisasi dapat menggunakan saran a komunikasi
seperti Website , Asosiasi , dan Temu Usaha. Dalam tahap
ini diharapkan masing-masing pelaku usaha dapat lebih
saling mengenal satu sama lain , sehingga tim bul gagasan/
minat untuk bermitra . Selanjutnya dari para pelaku yang
berminat untuk melakukan kemitraan dilakukan pendekatan
atau proses penjajakan menuju tahapan selanj utnya, baik
dengan inisiatif sendiri maupun melalui fasilitasi pihak yang
berwenang (Pemerintah).
2. Membentuk Kelembagaan / Organisasi Usaha
Untuk memudahkan komunikasi , kelancaran informasi
dan kemudahan koordi nasi dalam kem itraan usaha antara
pengusaha besar/menengah dengan pengusah a kecil yang
49

belum berbadan hukum dan dalam jumlah yang banyak, maka


perlu adanya pengorganisasian atau pengelompokan usaha
kecil yang sejenis. Pengelompokan atau pengorganisasian
ini dimaksudkan agar terbentuk skala ekonomi tertentu
yang mempunyai aspek legalitas (berbadan hukum ). Dengan
adanya kelembagaan I organisasi yang mewakil i petani dalam
jumlah yang banyak tersebut akan lebih memudahkan
dalam melakukan kesepakatan-kesepakatan bisnis dengan
Perusahaan Mitra serta memudahkan dalam mengakses
sumber permodalan. Usaha dalam skala ekonomi tertentu
akan membawa keuntungan antara lain meningkatkan
efisiensi usaha karena dapat melakukan pengadaan input
produksi , proses produksi, pasca panen , pengolahan sampai
pemasaran, sehingga dapat meningkatkan daya saing, nilai
tambah dan posisi tawar dibandingkan apabila melakukan
usaha secara sendiri -sendiri.
3. Menganalisis Kebutuhan Pelaku Usaha
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui lebih spesifik dan
terukur mengenai peluang-peluang usaha dan permasalahan -
permasalahan mendasar dalam pengembangan usaha yang
dihadapi oleh pelaku usaha.
4. Penyusunan Konsep Polo dan Substansi Kemitraan
Pada tahap ini para pihak yang akan bermitra bersama -sama
merumuskan konsep pola kemitraan yang akan diterapkan
50

termasuk persyaratan/ketentuan yang harus dipenuhi masing-


masing pihak.
5. Mengembangkan Strategi dan Detail Bisnis
Strategi yang direncanakan bersama meliputi st rategi dalam
produksi , pemasaran, distribusi, dan akses terhadap fakt or-
faktor penunjang usaha agribisnis yang akan di kembangkan
bersama. Strategi disusun berdasarkan anali sis kekuatan ,
kelemahan , dan peluang dari masing-masing pihak yang akan
bermitra . Disamping itu perlu dibuat rancangan secara detail
mengenai target-target yang akan dicapai, termasuk jenis
dan volume produk yang dihasilkan , target penj ualan , jadwal
kegiatan dan sebagainya.
6. Penyusunan dan Pengesahan Dokumen Kemitraan
Dokumen kemitraan merupakan kesepakatan dari para
pihak yang bermitra untuk melakukan suatu kerjasama
yang disahkan dengan ditandatangani oleh masing -masing
pihak yang bermitra. Substansi pokok dari suatu dokumen
kemitraan ialah adanya kesepakatan mengenai syarat-syarat,
hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang bermitra.
7. Mengembangkan Program Pemberdayaan
Setelah permasalahan dan peluang-peluang usaha dianalisis,
maka dapat disusun program yang dapat diaplikasikan dalam
bentuk kegiatan seperti pelatihan , magang, st udi banding,
pemberian konsultasi serta peningkatan koordinasi dan
51

lain -lain. Harapan yang ingin dicapai dari upaya ini ialah
meningkatnya kapasitas dan kesiapan kelompok dari segi
manajemen dan teknis dalam rangka melaksanakan kegiatan
usahanya di dalam sistem kemitraan usaha.
B. Koordinasi
Berkembangnya suatu kemitraan tidak terlepas dari adanya
dukungan dari lingkungan usaha yang kondusif seperti adanya
kebijakan yang mendukung bagi berkembangnya investasi
dan usaha di daerah , fasilitas atau kemudahan perizinan ,
pembiayaan , serta kemudahan -kemudahan lainnya.
Dalam mewujudkan hal tersebut sangat diperlukan adanya
koordinasi , persamaan persepsi dan sinergi antar lembaga/
instansi terkait mulai dari tingkat pusat sampai daerah.
Lemahnya koordinasi dan perbedaan persepsi dapat menjadi
kendala dalam mengembangkan kemitraan usaha.
9. Monitoring dan Evaluasi
Lemahnya monitoring, evaluasi dan pengawasan terhadap
kemitraan sering menyebabkan terjadinya eksploitasi oleh
pelaku usaha yang kuat terhadap pelaku usaha yang lemah ,
sehingga kemitraan semacam ini menjadi bersifat semu dan
tidak bertahan lama. Oleh sebab itu pelaksanaan kemitraan
usaha perlu dimonitor dan dievaluasi secara terus-menerus
agar target yang ingin dicapai benar-benar dapat menjadi
kenyataan .
52

E. Permasalahan yang Dihadapi dalam Kemitraan


Kemitraan merupakan perpaduan antara resiko yang
di berikan dengan hasil atau insentif yang diterima oleh masing-
masing pihak yang bermitra. Keseimbangan ini akan terus
mewarnai perjalanan kemitraan . Dengan demikian , bagi pihak-
pihak yang bermitra harus ada kesanggupan untuk memikul beban
resiko yang dihadapi bersama selain menikmati keunt ungan secara
bersama . Keseimbangan ini harus terus ditumbuhkembangkan
sebagai penjabaran dari aturan praktik-praktik bisnis secara
umum . Kesanggupan untuk mengambil resiko dari suatu usaha
merupakan awal dari keberhasilan kemitraan .
Dalam pelaksanaannya begitu banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pengembangan
kemitraan usaha agribisnis. Faktor-faktor tersebut t idak terlepas
dari : sumberdaya manusia, manajemen dan teknis pelaksanaan
kemitraan , mental dan sikap pelaksana kemitraan , keterlibatan
pelaksana kemitraan , masalah lingkungan dan keamanan ,
fasilitas/sarana dan prasarana, serta peraturan/kebijakan
Pemerintah Pusat dan Daerah .

1. Faktor Keberhasilan
a. Perusahaan Mitra dapat berlaku sebagai mitra ya ng baik sesuai
dengan prinsip kemitraan yaitu saling menguntungkan , saling
memerlukan dan saling memperkuat, apabila melakukan
53

antara lain :
1) Bimbingan teknis dan manajemen bagi Kelompok Mitra.
2) Membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh
Kelompok Mitra seperti masalah pembiayaan , teknologi
dan pemasaran.
b. Masing-masing pihak mematuhi/melaksanakan secara
konsisten ketentuan -ketentuan yang telah disepakati
bersama.

2. Faktor Kegagalan
a. Adanya kesenjangan komunikasi dan kurangnya keterbukaan
antara Kelompok Mitra dengan Perusahaan Mitra, seperti
masalah harga, informasi pasar dan lain -lain.
b. Salah satu pihak tidak dapat memenuhi pasal-pasal perjanjian
dan atau persyaratan yang telah disepakati.
c. Salah satu pihak terpengaruh oleh tawaran peluang dari pihak
lain untuk mengingkari perjanjian dan persyaratan yang telah
disepakati .
d. Salah satu pihak tidak mematuhi peraturan/kebijakan
pemerintah.
e. Lingkungan usaha yang kurang kondusif, seperti ketentuan
yang kontra produktif I menyebabkan inefisiensi (misalnya
pungutan yang tidak rasional) , gangguan keamanan dan
lain -lain .
54

Kegagalan yang terjadi pada kemitraan usaha agribisnis


sering kali disebabkan karena pondasi dari kemitraan yang
kurang kuat, bukan atas kebutuhan untuk kemajuan dan
perkembangan bersama dari pihak-pihak yang bermitra.
Selain itu , meskipun kemitraan dilaksanakan berdasarkan
kemauan kedua belah pihak, namun jika kurang didasari oleh
etika bisnis, maka kemitraan tersebut tidak dapat berjalan
dengan baik. Lemahnya manajemen dan penguasaan teknologi
yang disebabkan oleh lemahnya sumberdaya manusia yang
dimiliki Kelompok Mitra juga sering menjadi fakt or kegagalan
kemitraan usaha.

F. Pemecahan Masalah dalam Kemitraan


Permasalahan yang timbul pada saat proses kemitraan
berjalan dapat diselesaikan apabila masing-masing pihak melihat
kembali isi dari dokumen kemitraan yang telah disepakati
bersama . Dalam hubungan ini , peran pemerintah seringkali
diperlukan sebagai fasilitator sekaligus pembina / pendamping
baik secara teknis maupun manajemen.
Perhatian Perusahaan Mitra kepada Kelompok Mitra
di harapkan tidak hanya sebagai mitra dalam hubungan bisnis,
melainkan juga dalam hubungan sosial , sehingga Kelompok Mitra
mempunyai keterikatan sosial dan emosional dengan Perusahaan
Mitra.
55

Komunikasi yang efektif dan keterbukaan sangat diperlukan


agar kemitraan tersebut dapat berjalan sebagaimana yang
diharapkan serta berkelanjutan . Pertukaran informasi secara
bebas oleh pelaku usaha yang bermitra akan melahirkan suatu
ide atau gagasan yang cemerlang yang selanjutnya dapat
menjembatani kesenjangan antara kedua belah pihak serta
memacu kreativitas, sehingga berdampak pada kegiatan atau
usaha yang dilakukan.
56
57

Bab 5
Penutup

Pada dasarnya maksud dan tujuan dari kemitraan usaha


agribisnis adalah untuk memperoleh manfaat yang optimal
secara adil dan berkelanjutan bagi para pihak yang bermitra.
Hal tersebut dapat dicapai apabila masing-masing pihak yang
bermitra melaksanakan secara konsisten ketentuan-ketentuan
dan memenuhi persyaratan yang disepakati bersama. Peran
pemerintah dalam mewujudkan kemitraan usaha agribisnis
adalah menciptakan lingkungan yang kondusif dan menyerap
berbagai aspirasi yang berkembang di masyarakat sebagai bahan
penentuan kebijakan yang dapat dioperasionalkan.
Arah dan strategi pengembangan kemitraan usaha agribisnis
harus diupayakan untuk tidak menerapkan pola lama yang kurang
efektif dan adil. Untuk itu yang pertama dan utama yang harus
dilakukan adalah mensosialisasikan pola-pola kemitraan yang
lebih efektif, adil dan berkelanjutan. Hal ini dapat dianggap
sebagai paradigma baru dalam pengembangan kemitraan usaha.

Anda mungkin juga menyukai