Anda di halaman 1dari 86

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak usia 0-6 tahun merupakan masa keemasan yang harus

dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk perkembangan anak selanjutnya.

Tingkat kecerdasan anak hampir 50% ditentukan sejak dini yaitu pada usia

0-6 tahun, karena pada usia ini diletakkan cetak biru perkembangan

intelegensia dan emosi, kemandirian dan psikomotor. Oleh karena itu,

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sangat penting untuk

mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara

terarah, terpadu dan menyeluruh.1

Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang

dilakukan melalui pemberian ransangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan anak

usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan non

formal dengan menitikberatkan pada peletakkan dasar kearah pertumbuhan

dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan

(daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual) sosial

emosional (sikap dan perilaku, serta agama). Bahasa dan komunikasi

sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh

anak usia dini.2


1
Dediknas, Peluang dan Tantangan Pendidik Anak Usia Dini, (Jakarta: Dirjen Pendidikan Luar
Sekolah, 2005), hlm. 3
2
Tedjasaputra, Mayke S, Bermain, Mainan, dan Permainan Untuk Pendidikan Anak Usia Dini,

1
Kecerdasan sosial emosional anak sangat tergantung pada individu

anak, peran orang tua, lingkungan masyarakat dan termasuk sekolah

(pendidik). Adapaun yang dimaksud dengan kecerdasan sosial anak ialah

cara anak usia dini berinteraksi dengan teman sebayanya atau teman-teman

yang lebih tua dari padanya, terlepas dari betul dan salahnya anak dalam

bergaul dengan teman.

Lingkungan sosial berpengaruh besar terhadap perilaku anak yang

biasa timbul karena keadaan anak itu sendiri. Dalam perkembangan

selanjutnya anak harus diberikan arahan, bimbingan baik secara sengaja,

lansung, sistematik melalui pendidikan formal dan non formal. Peran

orang tua, pendidik, teman sebaya, dan daya dukung lingkungan sangat

dibutuhkan dalam pembentukan perilaku anak. Perilaku anak yang

bermasalah memerlukan bimbingan dan layanan khusus agar anak

berkesempatan mengembangkan potensinya secara maksimal.

Upaya untuk mengembangkan potensi anak secara maksimal tidak

dapat dievaluasi hanya dengan melihat dari apa yang didapatkan dari hasil

pengukuran (membandingkan sesuatu dengan satu ukuran). Tetapi

didalamnya mencakup segala potensi yang dimiliki oleh siswa (anak

didik) sehingga memerlukan sebuah analisis, penelaran dan interpretasi

terhadap hasil belajar siswa. Setiap anak memiliki beberapa dimensi

kecerdsan (multiple intelegence ) yang harus diperhatikan. Dimensi

kecerdasan tersebut adalah kecerdasan naturalis (nature smart) yaitu

menyukai lingkungan, kecerdasan intrapersonal (self smart) yaitu mampu


(Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,2001)

2
memahami diri sendiri, kecerdasan interpersonal (people smart) yaitu

mudah berkomunikasi dengan orang, kecerdasan musik (music smart)

yaitu menyukai musik, kecerdasan kinestetis (body smart) yaitu

kemampuan mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh, kecerdasan

matematis (logic smart) yaitu kecerdasan logika, kecerdasan spasial

(picture smart) yaitu suka menggambar, dan kecerdasan linguistik (word

smart) yaitu kecerdasan bahasa serta yang terpenting kecerdasan sosial

emosional.3

Berbagai dimensi kecerdasan anak tersebut sangat perlu untuk

dipahami oleh pendidik. Semua potensi dalam bentuk kecerdasan pada

anak perlu dikembangkan seoptimal mungkin, termasuk didalamnya

kecerdasan sosial emosional, sehingga pendidik dapat menempatkan

dirinya secara bijak dan profesional dalam mengupayakan peningkatan

kecerdasan sosial anak usia dini.4

Program yang selama ini digunakan dalam memberikan pendidikan

pada anak adalah program parenting yang memberikan ruang bagi orang

tua untuk berperan dalam pengembangan anak, dan sistem kelompok

sehingga anak dapat belajar secara maksimal dan berinteraksi dengan baik.

Proses pendidikan bagi anak usia dini, tidak selalu berjalan mulus.

Kurangnya stimulasi pendidikan, kurangnya kualitas komunikasi antara

pendidik dan orang tua, sampai kepada kurang optimalnya peran orang tua

terhadap tumbuh kembang kecerdasan sosial emosional anak, merupakan


3
Gardener, Howard, Changing Minds, (Jakarta: PT. Transmedia, 2006), hlm.126
4
Depdiknas, Peluang dan Tantangan Pendidikan Anak Usia Dini. (Jakarta: Drijen Pendidikan
Luar Sekolah, 2005), hlm.27

3
beberapa permasalahan yang dihadapi dalam proses pendidikan bagi anak

usia dini. Sementara itu, berdasarkan keterangan guru di RA Darul Fatihin

diketahui 6,5% anak masih suka membangkang ketika diperintah oleh

guru dan menunjukkan perilaku tidak hormat dan anak juga masih kurang

rasa berbagi dengan temannya yang kadang mengakibatkan anak saling

berebut. Perilaku ini menunjukkan kurangnya kecerdasan sosial emosional

pada anak. Padahal, kecerdasan sosial emosional sangat penting karena

hubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak, mengenal

lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan masyarakat dan menghargai

keragaman sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri,

sikap positif terhadap belajar, kontrol diri dan rasa memiliki.

Disamping vitalnya peran orang tua, peran pendidik (Guru) juga

dipandang sebagai faktor yang dapat menentukan suksesnya pendidikan

bagi anak usia dini. Karena maksimal atau tidaknya kecerdasan sosial

emosional anak usia dini, bergantung dari seberapa tepat dan maksimalnya

peran dari pendidik.

Pendidik sebagai orang tua bagi anak di sekolah, bertanggung jawab

terhadap proses pendidikan bagi anak didik selama berada dalam jam

sekolah. Dalam beberapa kasus, peserta didik dapat kehilangan rasa

percaya diri yang berujung pada tenggelamnya kecerdasan-kecerdasan

anak didik, termasuk didalamnya kecerdasan sosial emosional yang

dimiliki, akibat peran pendidik yang tidak tepat. Disamping itu, tekanan,

keterbelakangan mental, stagnasi kecerdasan parsial maupun spiritual,

4
lambatnya daya tangkap anak didik, permasalahan soialisasi dengan teman

sebaya, merupakan sederet kecil dari permasalahan yang dapat timbul

karena tidak tepat dan maksimalnya peran dari pendidik.

Sementara itu, sosial emosional anak merupakan rangsangan kepekaan

anak untuk memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dan

bersosialisasi. Sosial emosional merupakan dua aspek yang tidak dapat

dipisahkan satu dengan yang lain. Artinya, ketika berbicara mengenai

perkembangan emosi, berarti harus bersinggungan dengan perkembangan

sosial. Sebab keduanya terintegrasi dalam kejiwaan yang utuh.5

Adapun perkembangan sosial emosional menurut Hurlock, adalah

perkembangan perilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial, dimana

perkembangan emosional adalah suatu proses dimana anak melatih

rangsangan rangsangan sosial terutama yang didapat dari tuntutan

kelompok serta belajar bergaul dan bertingkah laku.6

Selain orang tua, pihak pihak lain juga turut berperan membentuk

perkembangan sosial emosional anak, termasuk guru sebagai pendidik di

sekolah. Pendidik diharapkan mampu menerapkan metode-metode untuk

mengoptimalkan perkembangan sosial emosional anak.

Pentingnya kecerdasan sosial emosional bagi anak menjadikan

pendidik harus mampu memberikan kontribusi yang besar baik itu dalam

memberikan pendidikan lansung pada anak didik maupun dalam

5
Suryadi, Psikologi Belajar PAUD, (Yogyakarta: Bintang Pustaka Abadi, 2010), hal.109.
6
Elizabeth B Hurlock, Perkembangan Anak, (Jakarta: Erlangga), hal.26.

5
melakukan koordinasi untuk terwujudnya proses pendidikan antara

sekolah, orang tua, dan lingkungan.

Peran pendidik berbanding lurus dengan kecerdasan sosial emosional

yang akan dimiliki oleh peserta didik. Berdasarkan uraian diatas,

mengingat pentingnya peran pendidik bagi kecerdasan sosial anak usia

dini, maka peneliti merasa penting untuk membahas hal tersebut dengan

mengangkat judul “Peran Pendidik dalam Meningkatkan Kecerdasan

Sosial Emosional Pada Anak Usia Dini di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk Tahun Pelajaran 2021”.

B. Identifikasi Masalah

a. Anak usia dini di RA Darul Fatihin NW Gerintuk banyak yang tidak

patuh dan kurang memiliki rasa hormat kepada pendidik.

b. Kualitas komunikasi Sumber Daya Manusia (Pendidik) dengan orang

tua anak didik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk kurang optimal.

c. Stimulasi yang diberikan pendidik kepada anak usia dini di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk masih terbatas.

d. Peran orang tua dan lingkungan terhadap upaya peningkatan

kecerdasan sosial emosional anak usia dini belum maksimal.

C. Fokus Penelitian

Mengingat banyaknya masalah yang diidentifikasi di atas dan adanya

keterbatasan penelitian dalam segi waktu dan kemampuan maka penelitian

6
ini dibatasi pada “Peran Pendidik dalam Meningkatkan Kecerdasan Sosial

Emosional pada Anak Usia Dini di RA Darul Fatihin NW gerintuk.

D. Rumusan Masalah

Dari pembatasan masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran pendidik dalam memberikan stimulasi untuk

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk stimulasi yang diberikan pendidik

dalam meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Untuk Mengetahui peran pendidik dalam memberikan stimulasi

untuk meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak usia dini

RA Darul Fatihin NW Gerintuk.

2. Mengetahui bentuk-bentuk stimulasi yang diberikan pendidik

dalam meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk.

F. Manfaat penelitian

1. Manfaat Teoritis

7
a. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu informasi

terhadap upaya pengembangan metode pengajaran sebagai salah

satu upaya meningkatkan kecerdasan anak usia dini.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu referensi

tambahan bagi peneliti lain yang berminat melakukan penelitian

yang berkaitan dengan kecerdasan anak usia dini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk Sebagai bahan

pertimbangan merencanakan kurikulum yang berkaitan dengan

stimulasi dini yang tepat bagi anak usia dini.

b. Bagi Pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk Sebagai salah

satu informasi dan wacana untuk melakukan penatalaksanaan

stimulasi dini secara benar dalam upaya meningkatkan kecerdasan

sosial emosional anak usia dini.

c. Bagi Peneliti, sebagai bahan informasi dan ilmu dalam memahami

pentingnya stimulasi dini yang merupakan salah satu faktor yang

mendukung perkembangan personal sosial anak.

d. Bagi Prodi PIAUD, memberikan referensi baru bahwa kecerdasan

sosial emosional anak dapat ditingkatkan melalui peran pendidik.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Peran Pendidik pada Anak Usia Dini

Pendidik pada PAUD mempunyai tugas yang lebih kompleks daripada

pendidik pada tingkat pendidikan diatasnya. Hal ini dikarenakan PAUD

merupakan tingkat pendidikan yang paling mendasar sebagai pondasi bagi

pendidik selanjutanya.

Maryatun mengemukakan bahwa peran pendidik adalah sebagai

berikut: Pendidik PAUD tidak hanya berperan pada aspek akademik saja.

Pendidik berperan dalam hal pembelajaran (dari proses perencanaan,

pelaksanaan, hingga evaluasi), berperan dalam proses adminstrasi kelas,

dan berperan dalam psikologis anak (proses pencegahan, penanganan,

hingga rehalibitas).

Peran pendidik PAUD merupakan aspek dinamis dari kedudukan,

apabila seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan

kedudukannya, sedangkan secara etimologis peran mempunyai arti sebagai

suatu tindakan yang dilakukan seseorang yang menjadi bagian/memegang

pemimpin terutama dalam terjadinya suatu hal atau peristiwa.

2. Kecerdasan Sosial Anak Usia Dini

a. Pengertian kecerdasan anak usia dini

9
Kecerdasan sosial dimaksudkan sebagai perkembangan tingkah

laku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang berlaku

dimasyarakat dimana anak berada. Reaksi anak terhadap rasa dingin,

sakit, bosan, atau lapar berupa tangisan (menangis adalah suatu tanda

dari tingkah laku sosialisasi).

Soetjiningsih, mendefinisikan kecerdasan sosial anak adalah

sebagai berikut: Kecerdasan sosial anak adalah proses perubahan yang

berlansung secara terus menerus menuju kedewasaan yang

memerlukan adanya peran lingkungan dan masyarakat. Perkembangan

sosial bagi anak sangat diperlukan karna anak merupakan manusia

yang tubuh dan berkembang yang akan hidup ditengah-tengah

masyarakat.7

Berdasarkan definisikan kecerdasan sosial anak tersebut maka

diketahui bahwa kecerdasan sosial anak berkembang tanpa henti dan

memerlukan dukungan dari lingkungan, sehingga diharapkan kelak

anak mampu hidup ditengah masyrakat secara baik.

a. Ciri-ciri kecerdasan anak usia dini

Anak usia dini merupakan gambaran awal individu sebagai

seorang manusia, dimana pola sikap dan perilaku yang diperoleh

anak, akan menjadi peletak dasar bagi perkembangan anak

selanjutnya. Anak usia dini dicirikan oleh dilewatinya masa bayi

yang pernah ketergantungan menjadi masa yang mulai tumbuh

7
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, (Jakarta: EGC, 1995),hlm 85.

10
kemandiriannya. Anak usia dini biasanya terlihat aktif dan mulai

brmain dan berkomunikasi dengan anak-anak yang lain.

Utami, meneybutkan sebagai ciri-ciri kecerdasan anak usia dini

adalah sebagai berikut. Ciri-ciri perkembangan anak usia dini

meliputi: (1) memilih teman yang sejenis; (2) cendrung lebih

percaya teman sebaya: (3) agresifitas lebih meningkat: (4) senang

bergabung dalam kelompok: (5) memahami keberadaan bersama

kelompok: (6) berpatisifasi dengan pekerjaan orang dewasa; (7)

belajar membina persahabatan dengan orang lain: (8) menunjukkan

rasa setia kawan. Keterampilan sosialisasi yang diharapakan

berkembang pada anak adalah kerjasama, bergiliran,

inisiatif/kepemimipinan, berbagi, disiplin, partisipasi.8

b. Faktor yang mempengaruhi kecerdasan sosial Emosional anak

usia dini

Syaodih menyebutkan bahwa ada empat faktor yang

berpengaruh pada kemampuan anak bersosialisasi, yaitu:

a. Adanya kesempatan untuk bergaul dengan oran-orang

disekitarnya dari berbagai usia dan latar belakang.

b. Adanya minat motivasi untuk bergaul.

c. Adanya bimbingan dan pengajaran dari orang lain, yag

biasanya menjadi “mode” bagi anak.

8
Utami, Ade Dwi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), (Diakses dari www.fk,unair. ac.id.
pada tanggal 15 ianuari 2014,2013),hlm 108.

11
d. Adanya kemampuan berkomunikasi yang baik yang dimiliki

anak.

Kecerdasan sosial seorang anak diperoleh selain dari proses

kematangan juga melalui kesempatan belajar dari respons terhadap

tingkah laku anak. Kecerdasan sosialisasi yang optimal diperoleh

dari respons yang diberikan oleh tatanan kelas pada awal anak

masuk sekolah yang berupa tatanan sosial yang sehat dan sasaran

yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan

konsep diri yang positif, keterampilan sosial dan kesiapan untuk

belajar secara formal.

c. Jenis kecerdasan anak

Proses pendidikan anak usia dini harus mempertimbangkan

berbagai potensi yang ada pada anak dengan melihat potensi

kecerdasan. Menurut Gardener dan Sunarti, berbagai jenis

kecerdasan pada anak atau disebut sebagai multpleintelligence,

yaitu;

a. Kecerdasan Naturalis (Nature Smart)

Kecerdasan naturalis didefinisikan oleh Sunarti sebagai

berikut: Anak dengan nature smart adalah orang yang

sangat menyukai alam dan lingkungannya. Ia sangat suka

berpergian dan segala macam kegiatan luar ruang. Biasanya

seorang nature smart juga suka memelihara binatang atau

merawat tanaman.

12
Ciri-ciri kecerdasan natural adalah: suka berpergian

atau hiking (naik gunung), tertarik pada objek wisata pantai

dan pegunungan, gemar memasak suka fotograpi atau video

grafi, suka menonton acara televisi tentang flora atau fauna,

peduli terhadap lingkungan hidup.

Cara mengembangkan kecerdasan naturalis dapat

dikemukakan sebagai berikut: bagi penggemar flora, anak

bias dibuatkan kebun dan mengumpulkan berbagai jenis

tanaman. Bagi penggemar binatang, agar memelihara

binatang tertentu.

b. Kecerdasan Personal (self smart)

Kecerdasan personal merupakan kecerdasan yang harus

dikembangkan oleh semua orang hingga maksimal.

Kecerdasan ini sangat diperlukan untuk mengambil

berbagai keputusan penting dalam hidup untuk menghadapi

berbagai masalah yang timbul.

Anak dengan self smart adalah orang yang bias

memahami diri sendiri. Ia tahu tujuan hidupnya, punya

target-target yang ingin dicapai, mengerti apa potensi dan

kelemahan-kelemahan yang ia miliki. Selain itu orang

dengan kecerdasan ini akan selalu mengintropesi diri dan

menarik pelajaran dari berbagai peristiwa yang terjadi

dalam hidupnya.

13
Anak yang memiliki kecerdasan intrapersonal biasanya

suka berkerja seorang diri, biasa memegang teguh pendirian

meski banyak yang melawan, cendrung masa bodoh atau

(cuek), sering mengintropesi diri mengerti kekuatan dan

kelemahan diri sendiri secara berkala suka memikirkan

masa depan.

Cara mengembangkan kecerdasan intrapersonal

misalnya adalah saat teduh adalah hal yang sangat efektif

untuk mengembangkam self smart anak. Secara berkala

melakukan evaluasi diri. Cara lain untuk menegmbangkan

self smart adala dengan menyediakan waktu untuk

merenung. kemudian mencatat hasil perenungan tersebut.

c. Kecerdasan Intrapersonal (people smart)

Kecerdasan interpersonal merupakan kecerdasan dalam

hal berhubungan dengan orang lain. Sunarti mendefinisikan

kecerdasan interpersonal (people smart) adalah sebagai

berikut:

Kecerdasan interpersonal (people smart) adalah orang

yang memiliki kemampuan sosial yang tinggi. Mudah

berhubungan dan berkomunikasi dengan orang lain. Selain

itu, orang dengan kecerdasan ini sanggup menempatkan diri

dan membaca situasi orang-orang disekitarnya. Ia biasa

14
dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan yang baru.

Kegiatan-kegiatan berkelompok akan lebih disukai.

Ciri-ciri kecerdasan interpersonal adalah mudah

berteman, suka bertemu dengan banyak anak atau kenalan

baru, suka berkerja dalam kelompok, suka kegiatan sosial,

tidak betah berada dirumah sendirian, banyak bicara dalam

menghadapi masalah cendrung meminta bantuan anak lain

dan senang berada di keramaian.

d. Kecerdasan Musik (music smart)

Ciri-ciri kecerdasan musik adalah suka bersiul, mudah

menghapal nada lagu yang baru dikenal, menguasai salah

satu alat musik tertentu, peka terhadap suara

pales/sumbang, suka berkertja sambil bernyanyi atau

bersenandung, mengenal berbagai jenis irama musik, punya

keinginan untuk menguasai lebih dari satu jenis alat musik,

merasa tidak biasa hidup tanpa musik, memilki suara yang

merdu, tertarik pada sesuatu yang menghasilkan bunyi-

bunyian: bila mendengar musik, ada anggota tubuh yang

mengikuti irama.

e. Kecerdasan kinestetis (body smart)

Anak dengan body smart hampir tidak bias berdiam

diri dan cukup aktif. Kemampuan berperan dan berperilaku

tertentu juga termasuk keahlian yang dimiliki oleh anak

15
dengan kecerdasan tubuh. Sunarti mengmukakan definisi

kecerdasan kinestetik adala sebagai berikut:

Kemampuan untuk mengendalikan gerakan,

keseimbangan, koordinasi, dan ketangkasan bagian-bagian

tubuh. Umumnya orang dengan body smart sangat

menyukai olah raga dan suka terlibat dalam kegiata-

kegiatan yang mengandalkan fisik.

f. Kecerdasan Matematis (logic smart)

Kecerdasan matematis atau logic smart menurut

Sunarti adalah sebagai berikut: Kecerdasan matematis

merupkan kecerdasan logika. Orang yang memiliki

kecerdasan ini biasanya unggul dalam pelajaran-pelajaran

IPA, seperti fisika dan matematik. Orang dengan

kecerdasan ini memiliki kemampuan analisis yang kuat dan

dapat berpikir secara teratur, bahkan pola pikirnya

cendrung kaku.

g. Kecerdasan Spasil (picture smart)

Defenisi kecerdasan spasial dikemukakan oleh sunarti

sebagai berikut: Kecerdasan spasial adalah kecerdasan

gambar. Anak yang memiliki kecerdasan ini sangat mudah

mengingat gambar, dan memiliki imajinasi yang kuat.

Apabila yang membayangkan sesuatu, bayangan itu

tergambar dengan jelas dalam pikirannya. Anak yang

16
memiliki kecerdasan spasial biasanya memiliki kemampuan

dalam menggambar.

Cara pengembangan kecerdasan spasial adalah lebih

banyak menggambar. Jika anak sedang belajar, cobalah

untuk menggambar poin-poin penting yang anda dapatkan,

karena anak akan lebih mudah mengingatnya. Jika anak

sedang menulis catatan apa saja, maka tambahkan gambar-

gambar anak yang berhubungan dengan catatan anak. Lebih

baik lagi jika anak membuat catatan harian (diary) berupa

seketsa.

h. Kecerdasan Linguistik (word smart)

Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan bahasa.

Definisi kecerdasan linguistik adalah sebagai berikut:

Kecerdasan linguistik atau kecerdasan bahasa biasanya

pandai mengolah kata-kata (minsalnya: presenter,

rohaniwan, pendongen dan sebagainya). Sebagian lagi

pandai menulis (minsalnya novelis, penulis buku). Tetapi

cukup banyak juga yang menguasai keduanya.9

3. Kecerdasan Emosional Anak

Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk

mengendalikan, mengolah, dan mengontrol emosi agar mampu

9
Sunarti, Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, (Jakarta: Pusat Perbukuan Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan,2013), hlm 5-6.

17
merespon secara positif setiap kondisi yang merangsang timbulnya

emosi.10

Emosi merupakan rangsangan yang dimiliki oleh setiap individu

merupakan keadaan yang memungkinkan seseorang untuk merespon

suatu kejadian karena adanya sebuah rangsangan. Berbagai emosi

dapat muncul dalam diri setiap orang. Seperti sedih, gembira, kecewa,

benci, cinta, ataupun marah. Sebetun terhadap emosi tersebut, akan

mempengaruhi bagaimana anak berfikir dan bertindak mengenai

perasaan tersebut.11

Emosi adalah pengalaman yang efektif yang disertai oleh

penyesuaian batin secara menyeluruh, dimana keadaan mental dan

fisiologi sedang dalam kondisi yang menggebu juga dapat diperhatikan

dengan tingkah laku yang jelas dan nyata.12

Goleman dikutip dari Suyadi mengemukakan bahwa kecerdasan

emosional yaitu sebagai kemampuan anak memotivasi diri dan

bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana dan menjaga agar

beban stress tidak melumpuhkan kemampuann berfikir, berempati dan

berdo’a.13

10
Riana Mashar, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2011), hal.60.
11
Yudrik jahja, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Kencana, 2012), hal.136.
12
Djalli, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), hal.37.
13
Suyadi, Teori Pembelajaran Anak Usia Dini, hal.120.

18
Didalam buku psikologi perkembangan karya Daniel Goleman

yang dikutip dari Desmita, kecerdasan emosional dapat

diklasifikasikan atas lima komponen penting :

1. Mengenali emosi

2. Mengelola emosi

3. Motivasi diri sendiri

4. Mengenali emosi orang lain

5. Membina hubungan14

Emosi turut mempengaruhi kondisi mental seperti konsentrasi,

pengingatan, dan penalaran. Menurut Dodge, perkembangan sosial

emosional berkisar tentang proses sosialisasi yaitu ketika anak

mempelajari nilai-nilai dan prilaku yang diterima dari masyarakat.15

Berdasarkan uraian tersebut, maka sosial emosional merupakan

perkembangan sosial dan emosi yang menyangkut aspek kemampuan

bersosialisasi dan mengendalikan emosi.

4. Karakteristik Kecerdasan Sosial Emosional pada Anak

Peter Salovey dan Jhon Mayer mengemukakan bahwa karakteristik

atau ciri yang dapat dikenali berkenaan dengan sosial emosional antara

lain :

1. Empati (Kepekaan)

2. Mengungkapkan dan memahami perasaan

3. Mengalokasikan rasa marah


14
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009),
hal.170.
15
Rini Hildayani, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), hal.103.

19
4. Kemandirian

5. Kemampuan menyesuaikan diri

6. Kemampuan memecah masalah

7. Ketekunan

8. Kesetiakawanan

9. Kesopanan

10. Sikap hormat16

5. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Emosional

Anak

Hurlock mengungkapkan bahwa beberapa factor yang

mempengaruhi perkembangan sosial emosional anak sebagai berikut17:

1. Faktor Fisik

Kondisi fisik yang kurang prima akan turut mempengaruhi sosial

emosional seseorang. Misalnya ketika seseorang sedang dalam

kondisi lemah, kurang sehat, atau lelah, maka akan mempengaruhi

emosional tinggi.

2. Faktor Psikis

Faktor psikis atau psikologi juga dapat mempengaruhi kondisi

sosial emosional seseorang. Hal ini dikarenakan :

a. Seseorang dengan intelegensi yang buruk, cenderung lebih

sulit mengendalikan emosionalnya.

16
Ali Nugraha, Metode Pengembangan Sosial Emosional, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2011),
hal.5.25.
17
Ibid, hal.5.23.

20
b. Kegagalan yang dialami seseorang, dapat mengakibatkan

timbulnya rasa takut, cemas, dan lain sebagainya.

c. Oleh karena seseorang pernah mengalami suatu hal yang

buruk, maka akan mengakibatkan rasa takut terhadap situasi

yang dirasa mengancam.

3. Lingkungan

Lingkungan juga turut memberi efek terhhadap

perkembanngan sosial emosional anak. Diantaranya :

a. Ketegangan yang disebabkan oleh adanya pertengkaran atau

perselisihan.

b. Sikap orang tua yang terlalu melindungi atau yang selalu

mencemaskan.

c. Suasana otoriter di Sekolah.

6. Stimulasi pada Anak Usia Dini

Stimulasi adalah kegiatan meransang kemampuan dasar umur 0-6

tahun agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal. Stimulasi

adalah peransangan yang datangnya dari lingkungan luar individu

anak. Stimulasi tumbuh kembang adalah kegiatan untuk merangsang

kemampuan dan tumbuh kembang anak yang dilakukan untuk

membantu anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.

Kurangnya stimulasi dapat menyebabkan penyimpanan tumbuh

kembang anak bahkan gangguan yang menetap. Anak yang mendapat

21
stimulasi yang terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan

dengan anak yang kurang atau bahkan tidak mendapat stimulasi.

Cara yang digunakan untuk menstimulasi anak adalah:

a. Alat Permainan Edukatif (APE)

APE berguna untuk mengembangkan fisik (kegitan yang

dapat menunjang pertumbuhan fisik anak), pengembangan

bahasa (melatih bicara menggunakan kalimat yang benar),

pengembangan kognitif (pengenalan suara, ukuran, bentuk,

warna), pengembangan sosial (hubungan dengan interaksi

antara ibu dan anak,keluarga, masyarakat). Tedjasaputra

mendefinisikan alat permainan edukasi (APE) adalah sebagai

berikut: APE alat permainan yang dirancang secara khusus

untuk kepentingan pendidikan dan dapat mengoptimalkan

perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan tingkat

perkembangannya.

Contoh APE antara lain : bola, sepeda, roda dua/tiga,

permainan yang ditarik atau didorong, pensil, gunting , bola,

buku gambar, boneka, radio ,Tv dan lain-lain.

1). Bermain

Bermain merupakan salah satu cara yang digunakan

untuk menstimulasi anak. Piaget dalam Tedjasaputra

menyebutkan bahwa: Anak menjalani perkembangan

kognisi sampai akhirnya proses berpikir anak

22
menyampai proses berpikir orang dewasa sejalan

dengan tahapan perkembangan kognisinya kegiatan

bermain mengalami perubahan dari sensori motor,

bermain khayal, sampai kepada bermain sosial yang

disertai aturan permainan.18

a. Stimulasi Aspek Spritual

Ajari anak untuk berdo’a dengan menggunakan kata-kata

yang sederhana, mengucapkan terimaksih pada Allah atas

makanan, hari yang indah dan meminta maaf atas kesalahan

yang dilakukan hari itu akan membuat anak semakin peka.

Ajak juga mereka ketempat ibadah, membaca dongeng dan

kisah-kisah para nabi juga akan membantu meningkatkan

moral .

b. Stimulasi Aspek Intelektual

Ransangan intelektual dapat dilakukan dengan sering

memberikan buku bacaan, mengajak anak melakukan

permainan, dan rekreasi bersama, dan juga rajin menjawab

keingintahuan anak. Jadi sebagai orang tua juga harus rajin

belajar agar sanggup memenuhi dan menjawab

keinginantahuan anak dengan baik dan benar. Perkembangan

intelektual anak 0-4 tahun= 50%, 4-8 tahun= 80%, 8-18 tahun=

100%.
18
Tedjasaputra, Mayke S. Bermain, Mainan, dan Permainan untuk Pendidikan Anak Usia Dini,
(Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia,2001), hlm 7, 81

23
c. Stimulasi Aspek Sosial

Anak pun harus di ajari untuk peka terhadap lingkungan

sekitarnya. Membantu menjaga adik, membantu oarang tua

yang sedang sibuk, akan meransang kepekaan alaminya. Agar

stimulasi ini dapat menunjukkan hasil yang baik, kita tidak

boleh merupakan istirahat yang cukup dan asupan nutrisinya.

a. Umur 24-36 bulan

Melatih anak buang air kecil dan buang air besar di kamar

mandi/wc, berdandan, berpakain.

b. Umur 36-48 bulan

Mengancingkan baju, makan memakai sendok

garpu ,memasak, mencuci tangan dan kaki, menentukan

batasan (aturan anak), ajari anak agar mau mengerjakan

pekerjaan rumah,bermain ketempat lain seperti taman,pantai,

kebun binatang dan lain-lain.

c. Umur 48-60 bulan

Memberi kesempatan pada anak untuk berkunjung pada

tetangga dekat, teman atau saudara tanpa ditemani mengikuti

aturan main, bermain kreatif dengan teman-temannnya,

bermain berjualan atau berbelanja di toko.

7. Anak Usia Dini

a. Pengertian Anak Usia Dini

24
Sebelum membahas mengenai karakteristik anak usia dini,

maka berikut ini dikemukakan penegrtian anak usia dini menurut

beberapa tokoh. Definisi anak usia dini dikemukakan oleh Rahman

sebagai awal masa kanak-kanak dan lansung dari usia 2-6 tahun.

Anak usia dini juga disebut sebagai pra sekolah, pra kelompok,

penjelajah atau usia bertanya.19

Soemiarti mendefinisikan anak usia dini atau anak pra sekolah

adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Anak-anak pada

masa usia ini biasanya mengikuti program pra sekolah dan

kinderganten. Tempat pendidikan untuk anak usia dini di

Indonesia umumnya adalah tempat penitipan anak(TPA) untuk

anak usia 3 bulan – 5 tahun dan Kelompok Bermain untuk anak

usia 3 tahun, sedangkan 4-6 tahun biasanya mengikuti program

Taman Kanak-Kanak (TK).20

Berdasarkan definisi anak usia dini tersebut dapat disebutkan

bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia 2-6 tahun dan

merupakan pra sekolah yang biasanya suka bertanya. Tempat

pendidikan anak bagi anak yang berusia 2-3 tahun biasanya adalah

kelompok bermain (play group) dan anak usia 4-6 tahun biasanya

adalah Taman Kanak-Kanak (TK).

a. Karakterisrik Anak Usia Dini

19
Ulfiani,Rahman, Lentera Pendidikan: Karekteristik Perkembangan Anak Usia
Dini,(Makasar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alaudin,2009), hlm 48.
20
Soemiarti, Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, ( Jakarta: Perbukuan Dapertemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 2003), hlm 19.

25
Anak usia dini mudah bersosialisasi dengan orang disekitarnya.

Seringkali anak memiliki satu atau dua sahabat, tetapi sahabat ini

cepat berganti, cepat menyesuaikan diri secara sosial, dan mau

bermain dengan teman. Ciri perkembangan sosial anak usia dini

adalah memilih teman yang sejenis, cendrung lebih percaya pada

teman sebaya, agresifikasi lebih meningkat, senang bergabung

dalam kelompok, memehami keberadaan bersama kelompok,

bepartisipasi dengan pekerjaan orang dewasa, belajar membina

persahabatan dengan orang lain, dan menunjukkan rasa setia

kawan. Keterampilan sosialisasi yang diharapakan berkembang

pada anak adalah kerja sama, bergiliran, inisiatif/kepemimipinan,

berbagi, disiplin, dan partisipasi.21

Kelompok bermain anak usia dini cenderung kecil dan tidak

terlalu terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok tersebut

cepat berganti-ganti. anak yang lebih muda seringkali bermian

bersebelahan dengan anak yang lebih besar. Anak juga sering

bermain sendiri dengan menggunakan alat permainan, berbeda

dengan yang dimainkan oleh teman yang ada didekatnya. Kadang

anak juga menggunakan alat mainan yang sama berdekatan tetapi

tidak ada saling ketergantungan. Kadang memberikan komentar

tentang apa yang dimainkan anak lain, tetapi tidak berusaha

bermain bersama.

21
Utami, Ade Dwi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), (Diakses dari www.fk,unair. ac.id.
pada tanggal 15 ianuari 2014,2013),hlm 89.

26
8. Perkembangan Anak Usia Dini

a. Pengertian Perkembangan Anak Usia Dini

Perkembangan dan pertumbuhan merupakan hal yang berbeda.

Perkembangan berkaitan dengan mental, sedangkan pertumbuhan

berkaitan dengan fisik. Soemiarti menyatakan bahwa: Tumbuh

berarti bertambah dalam ukuran. Pengukuran pertumbuhan

biasanya dilakukan dengan menimbang dan mengukur tubuh anak.

Pertumbuhan dipengaruhi oleh jumlah dan macam makanan (gizi)

yang dikonsumsi tubuh, dan juga dipengaruhi oleh proses sosial.

Adapun, perkembangan adalah perubahan dalam kompleksitas dan

fungsinya.22

Berdasarkan definisi tersebut maka Nampak jelas bahwa

pertumbuhan dan perkembangan anak memiliki arti yang berbeda.

Pertumbuhan berkaitan dengan ukuran badan baik tinggi maupun

berat, sedangkan perkembangan berkaitan bertambahnya struktur,

fungsi dan kompleksitas kemampuan anak. Kecerdasan sosial

emosional anak merupakan salah satu bagian dari perkembangan

fungsi dan kemampuan sosial anak.

b. Karakterisitik Perkembangan Anak Usia Dini

Pendidikan terhadap anak usia dini perlu memeperhatikan

karakteristik anak usia dini, sehingga perlakuan kepada anak dapat

22
Soemiarti, Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah, ( Jakarta: Pusat Perbukuan
Dapertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 2003), hlm 19-20.

27
diberikan secara tepat. Karakteristik perkembangan anak usia dini

menurut Rahman adalah sebagai berikut:

1) Perkembangan fisik-motorik

Petumbuhan fisik pada setiap anak tidak selalu

sama, ada yang mengalami pertumbuhan secara cepat,

adapula yang lambat. Pertambahan tinggi dan berat badan

masa kanak-kanak relatif seimbang. Perkembangan motorik

anak terdiri dari dua, yaitu: motorik kasar dan motorik

halus.

2) Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif merupakan ranah kejiwaan yang

berpusat di otak dan berhubungan konasi (kehendak), dan

afeksi (perasaan).

3) Perkembangan Sosial-Emosional

Perkembangan sosio emosi anak berkaitan dengan

kepribadian dan kemampuan anak berempati dengan orang

lain. Kemampuan sosio emosional anak ini merupakan

kombinasi anatara bawaan dengan pola asuh.

4) Perkembangan Bahasa

Kemampuan setiap orang dalam berbahasa berbeda-

beda. Perkembangan bahasa anak dimulai dari awal

28
kehidupan dan secara bertahap mengalami peningkatan

seiring dengan pertambahan usia.23

c. Dimensi Perkembangan Anak Usia Dini

Soemiarti, meneyebutkan beberapa dimensi perkembangan

pada anak usia dini yaitu:

1) Perkembangan Jasmani

Pada saat anak berusia 3-6 tahun ada ciri yang jelas berbeda

anatara anak usia bayi dan anak usia dini (pra sekolah).

Perbedaan tersebut tereletak pada penampilan, proporsi tubuh,

berat, panjang badan, dan keterampilan yang dimiliki.

2) Perkembangan Kognitif

Kognitif sering kali diartikan sebagai kecerdasan berfikir.

Kognitif adalah pengertian yang luas mengenai berfikir dan

mengamati, jadi merupakan tingkah laku yang mengakibatkan

orang memperoleh pengetahuan atau yang dibututhkan utuk

menggunakan pengetahuan.

3) Perkembangan Bahasa

Sementara anak tumbuh dan berkembang, produk bahasa

mereka meningkat dalam kuantitas, keluasan dan

kerumitannya. Penggunaan bahasa untuk memahami bahasa

positif dan berkomunikasi secara efektif yang bermanfaat untuk

berfikir dan brlajar.

23
Ulfiani, Rahman, Lentera Pendidikan: Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini, (Makasar:
Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alaudin,2009), hlm 50.

29
4) Perkembangan emosi dan sosial

Perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek

perkembangan anak. Mengenal lmgkungan alam, lingkungan

sosial, peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial

dan budaya serata mampu menegmbangkan konsep diri, sikap

positif terhadap belajar, kontor diri dan rasa memiliki.

5) Perkembangan seni kepekaan terhadap irama, nada, birama,

berbagai bunyi, bertepuk tangan, serta menghaegai karya yang

kreatif.

6) Perkembangan moral dan nilai-nilai agama

Melakukan ibadah, mengenal dan percaya akan ciptaan

seni, serta perkembangan moral dan nilai-nilai agama.

d. Faktor-faktor Penentu Kecerdasan Anak Usia Dini

Banyak faktor yang menjadi penentu kecerdasan anak usia dini,

Chamidah menyatakan sebagai berikut: Pemenuhan gizi yang baik

sangat berperan dalam pencapaian pertumbuhan badan yang

optimal, termasuk di dalamnya pertumbuhan otak anak,

perkembangan otak anak paling cepat terjadi pada trimester ketiga

kehamilan sampai bayi berusia delapan belas bulan.24 Wijaya

menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi kualitas

pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini adalah sebagai

berikut:

24
Chamidah, AN, Pentingnya stimulasi dini Bagi Tumbuh Kembang Otak Anak, (Diakses dari
www.fkunair.ac.id. Pada tanggal 9 januari 2014,2009), hlm 6.

30
a. Faktor intrinsik, yaitu faktor-faktor bawaan sejak lahir

(genitik,heredokonstitusional).

b. Faktor ekstrinsik, yaitu faktor-faktor sekeliling (lingkungan)

yang mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan anak

sejak dini di dalam kandungan hingga lahir dan bertumbuh

kembang menajadi seorang anak.25

Perkembangan kecerdasan anak tidak lepas dari pemenuhan

kebutuhan dasar anak. Menurut Wijaya, kebutuhan pada anak

dari 3 kebutuhan dasar, yaitu: Asuh, Asih, Asah.

1) Kebutuhan Fisik Biologis (Asuh)

Meliputi kebutuhan sandang, pangan, papan seperti: nutrisi,

imunisiasi, kebersihan tubuh dan lingkungan, pakaian,

pelayanan/pemeriksaan dan pengobatan, olah raga, bermain

dan beristirahat.

2) Kebutuhan kasih sayang dan emosi (Asih)

Pada tahun-tahun pertama kehidupannya (bahkan sejak dalam

kandungan), anak mutlak memerlukan ikatan yang erat, serasi

dan selaras dengan ibunya untuk menjamin tumbuh kembang

fisik-mental dan psikososial anak.

3) Kebutuhan akan stimulasi (Asah)

Anak perlu distimulasi sejak dini untuk mengembangkan

sedini mungkin kemampuan sensorik, motorik, emosi-sosial,

25
Wijaya, Awi Muliadi, Kebutuhan Dasar Anak Untuk Tumbuh Kembang Yang Optimal, pada
tanggal 2 januari,2014), hlm 3.

31
bicara, kognitif, kemandirian, kreativitas, kepemimpinan,

moral dan spiritual anak.26

9. Pendidikan Anak Usia Dini

a. Pengertian pendidikan anak usia dini

Pendidikan anak usia dini tidak dapat lepas dari seorang

pendidik. Pendidik merupakan orang yang memberikan pengajaran

atau pendidikan kepada anak didik.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 mendefinisikan pendidik

dan pendidikan adalah sebagai berikut: Pendidik adalah tenaga

kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,

pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilator, dan

sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpastipasi

dalam menyelenggarkan kependidikan. Adapun pendidikan

definisikan sebagai berikut: Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan Susana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

26
Wijaya, Awi Muliadi, Kebutuhan Dasar Anak Untuk Tumbuh Kembang Yang Optimal, pada
tanggal 2 januari,2014), hlm 2.

32
Berdasarkan definisi pendidik dan pendidikan tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah tenaga professional yang

bertugas nerencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,

menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan

pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada

masyarakat agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagmaan, pengendalian

diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Berkaitan dengan PAUD, Maryatun mendifinisikan pendidik

PAUD adalah sebagai berikut: Pendidik PAUD merupakan orang

yang bertanggung jawab merencanakan, melaksanakan, menilai,

melakukan pembimbingan dan pelatihan, dalam pembelajaran pada

anak usia dini secara menyeluruh. Pendidik pada PAUD

mempunyai tugas yang lebih kompleks daripada pendidik pada

tingkat pendidikan di atasnya. Hal ini dikarenakan PAUD

merupakan tingkat pendidikan yang paling mendasar sebagai

pondasi bagi pendidikan selanjutnya.27

Rahman mendefinisikan Pendidikan Usia Dini (PAUD) adalah

sebagai berikut: Pendidikan Anak Usia Dini atau PAUD adalah

pendidikan yang ditujukan untuk anak usia 3-6 tahun (PP No.

27/1990 pasal 6). Akan tetapi, Undang-Undang Nomer 20 Tahun

27
Ika Budi, Maryatun, Peran Pendidik PAUD dalam Membangun Karakter Anak,(Diakses dari
www.staff.uny.ac.id, pada tanggal 27 Desember 2013), hlm 3.

33
2003 pasal 28 menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini

diselenggarakan sebelum jenjang pendidik dasar.28

Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah

pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam

bahasa inggris disebut dengan early cilhdood education (ECD).

Menu generik menjabarkan pendidikan anak usia dini (PAUD)

sebagai suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak

dini yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan

rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan

dasar dan kehidupan tahap selanjutnya.

b. Prinsip pendidikan anak usia dini

Utami menyebutkan bahwa beberapa prinsip dasar yang perlu

diperhatikan dalam memeberikan pendidikan pada anak usia dini

adalah: holistik dan terpadu, berbasis keilmuan, berorientasi pada

perkembangan anak, dan berorientasi pada masyarakat.

1) Holistik dan terpadu, artinya mengembangkan pertumbuhan

dan perkembangan anak, perlu keselarasan pendidikan yang

dilakukan oleh keluarga sekolah, dan masyarakat.

28
Ulfiani, Rahman, Lentera Pendidikan: Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini,
(Makasar: Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alaudin,2009), hlm 49.

34
2) Berbasis keilmuan artinya praktik pendidikan anak yang tepat

perlu dikembangkan berdasarkan temuan-temuan mutkhir

dalam bidang keilmuan yang relevan.

3) Berorientasi pada perkembangan anak, artinya memperhatikan

perbedaan setiap anak, dan dilaksanakan dalam situasi

bermain.

4) Berorientasi masyarakat, artinya anak adalah bagian dari

masyarakat, sehingga pendidikan pada usia dini turut

mengembangkan nilai-nilai yang ada dimasyarakat.

Prinsip-prinsip dasar pemeberian pendidikan pada anak

usia dini tersebut harus diperhatikan oleh setiap pendidikan

sehingga kecerdasan anak dapat berkembang dengan baik.29

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang peran pendidik kaitannya dengan anak usia dini

pernah dilakukan oleh:

1. Risza Subekti (2010) dengan judul: Peran Pendidik PAUD (Pendidikan

Anak Usia Dini) dalam Menanamkan Nilai-Nilai Keagamaan pada

Anak (Studi di PAUD Mutiara Harapan Singosaren, Banguntapan,

Bantul). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai

keagamaan yang ditanamkan di PAUD Mutiara Harapan Singosaren

29
Utami, Ade Dwi, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), (Diakses dari www.fk,unair. ac.id.
pada tanggal 15 ianuari 2014,2013),hlm 3-4.

35
Banguntapan Bantul dan untuk mengetahui peran pendidik PAUD

Mutiara Harapan dalam menanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan mengambil latar

PAUD Mutiara Harapan. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan metode wawancara mendalam yang bersifat terpimpin,

observasi dan dokumentasi. Analisis data terdiri dari tiga jalur yang

saling berinteraksi yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan

kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai keagmaan yang

ditanamkan pendidik PAUD Mutiara Harapan kepada anak didiknya

ada 3 yaitu nilai keimanan, nilai ibadah, dan nilai akhlak. Peran

pendidik PAUD Mutiara Harapan dalam menanamkan nilai keagamaan

pada anak ada tiga yaitu pendidik berperan sebagai orang tua,

modeling, dan sebagai teman. Metode yang digunakan dalam

menanamkan nilai keagamaan adalah metode bermain peran, tanya

jawab, bernyanyi, dan bercerita.

2. Emie Marsiswati (2014) dengan judul: Peran Orang Tua dan Pendidik

dalam Menerapkan Perilaku Disiplin terhadap Anak Usia Dini (Studi

di Kelompok Bermain Surya Marta Suryodiningrat, Mantrijeron,

Yogyakarta).

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan metode wawancara terstruktur,

observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan bersifat

36
deskriptif kualitatif. Analisis data adalah teknik korelatif dengan tahap

koleksi data, uji nomalitas data, uji korelasi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan

antara peran orang tua dengan perilaku disiplin anak usia dini adalah

sangat lemah dan hubungannya berbanding terbalik, tingkat keeratan

hubungan antara peran orang tua dan pendidik secara bersama-sama

adalah lemah dan hubungannya tidak searah.

3. Muhamad Murdiono (2014) dengan judul: Metode Penanaman Nilai

Moral untuk Anak Usia Dini (Studi di Taman Kanak-Kanak ‘Aisyyah

Bustanul Athfal Kota Yogyakarta). Penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan tentang metode penanaman nilai moral.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan metode wawancara, observasi, dan

dokumentasi. Tenik pemeriksaan keabsahan data dengan tringulasi.

Analisis data yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode penanaman nilai

moral yang digunakan adalah bercerita, bermain, karya wisata,

bernyanyi, outbond, pembiasaan, teladan, syair, dan diskusi. Metode

yang paling sering digunakan bercerita dan pembiasaan.

37
C. Kerangka Pikir

Stimulasi Faktor Internal :


Aspek Aktif - Genetika
- Ras, Etnis,
atau bangsa
Stimulasi - Keluarga
Aspek Emosi

Stimulasi Kecerdasan
Peran Kecerdasan
Aspek Sosial Anak Usia
Pendidik Anak
Spiritual Dini

Stimulasi Faktor Eksternal :


Aspek - Kelahiran
Intelektual - Postnatal

Stimulasi
Aspek
Sosial

Berdasarkan gambar diatas dapat dijelaskan bahwa peran pendidik

dalam upaya meningkatkan kecerdasan sosial anak adalah dengan cara

memberikan stimulasi. Jenis stimulasi yang diberikan meliputi berbagai

aspek, yaitu stimulasi aspek taktif, emosi, spiritual, intelektual, dan aspek

sosial. Seluruh aspek stimulasi yang diberikan pendidik tersebut dapat

mempengaruhi terhadap terjadinya peningkatan kecerdasan anak usia dini.

Selain dipengaruhi faktor stimulasi, kecerdasan sosial anak juga

dipengaruhi faktor lain, yaitu factor internal seperti genetika, ras, etnis,

38
atau bangsa. Kemudian faktor eksternal yang meliputi kelahiran, dan

postnatal, serta kecerdasan anak itu sendiri.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, pertanyaan penelitian ini

dimaksudkan untuk memperoleh jawaban-jawaban sementara dari

rumusan masalah, sehingga masih memerlukan pembuktian kebenarannya.

Jadi berdasarkan kerangka pemikiran tersebut peneliti dapat

menentukan jawaban sementara yaitu:

1. Peran pendidik dapat memberikan stimulasi untuk meningkatkan

kecerdasan sosial emosional anak usia dini di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk.

2. Mengetahui bentuk-bentuk stimulasi yang diberikan pendidik dalam

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak usia dini di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk.

39
BAB III

METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan

menggunakan pendekatan observasi. Menurut Bogdan dan Taylor, dalam

moleong, mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari

orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Moleong mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian

yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh

subjek penelitian, secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

kata dan bahasa. Penelitian ini mengamati perilaku, persepsi, motivasi,

tindakan secara holistik tentang peran pendidik dalam meningkatkan

kecerdasan sosial anak usia dini dengan wawancara mendalam dan

observasi.30

Penelitian dalam proposal ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan

menegetahui peranan pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk dalam

meningkatkan kecerdasan sosial pada anak didiknya.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di RA Darul Fatihin NW Gerintuk yang

beralamatkan di Jl. H. Ibrahim Gerintuk, Desa Boyemare, Kecamatan

Sakra Barat, Lombok Timur. Alasan pengambilan tempat penelitian ini

30
Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi,(Bandung: PT Remaja Rosdakaya,2007).

40
adalah karena ada beberapa anak di RA Darul Fatihin Nw Gerintuk yang

diketahui masih suka membangkang ketika diperintah oleh guru dan

menunjukkan perilaku tidak hormat dan anak juga masih kurang rasa

berbagi dengan temannya yang kadang mengakibatkan anak saling berebut

dan perilaku ini menujukkan kurangnya kecerdasan social emosional pada

anak. Padahal kecerdasan sosial emosional sangat penting karena

berhubungan dengan seluruh aspek perkembangan anak. Penelitian ini

dilakukan pada bulan November Tahun Ajaran 2020/2021.

C. Obyek dan Subyek Penelitian

1. Batasan Subjek

Menurut Moleong subjek penelitian atau informan adalah orang

yang dimanfaatkan untuk memberi informasi tentang situasi dan

kondisi latar penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek

penelitian adalah para pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk.

Beberapa pendidik dari keseluruhan pendidik di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk diambil oleh peneliti untuk dijadikan sebagai informan dalam

proses interview yang dilakukan peneliti untuk menggali data-data

yang berkaitan dengan peran pendidik dalam meningkatkan kecerdasan

anak usia dini di RA Darul Fatihin NW Gerintuk.31

31
Moeloeng, Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi,(Bandung: PT Remaja
Rosdakaya,2007).hlm 112.

41
2. Batasan Objek

Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah peran

pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk dalam meningkatkan

kecerdsan sosial pada anak usia dini.

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah awal dalam

penelitian, karena tujuan dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar atau yang diterapkan.32

Teknik pengumpulan data yang dipakai adalah:

a. Pengamatan (Observasi)

Teknik observasi ini digunakan untuk memperoleh data secara

lansung tentang jenis-jenis stimulasi yang telah dilakukan

pendidik untuk meningkatkan keceerdasan sosial pada anak usia

dini yang menjadi anak didiknya. Observasi dilakukan terhadap

proses pemberian stimulasi, strategi pemberian stimulasi,

penggunaan media untuk memberikan stimulasi, serta hasil

stimulasi yang dicapai baik dalam aspek etika maupun spiritual.

b. Wawancara (interview)

Interview atau wawancara merupakan salah satu tekhnik

pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yaitu percakapan

32
Bambang Setiyadi, Penelitian untuk Pengajaran Bahasa Asing Pendekatan Kualitatif dan
Pendekatan Kuantitatif. Hlm.220.

42
yang dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu antara pewawancara ,

terwawancara dengan maksud tertentu.

Wawancara juga merupakan salah satu metode pengumpulan

data atau informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan

secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Wawancara

dilakukan secara terstruktur yaitu perwawancara mengajukan

pertanyaan terwawancara yang memberikan jawaban atas

pertanyaan tersebut.

Pada proses interview, wawancara dilakukan kepada 5 orang

pendidik atau pengajar di RA Darul Fatihin NW Gerintuk untuk

mendapatkan informasi data tentang peran yang telah dilakukan

dalam meningkatkan kecerdasan sosial pada anak usia dini di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk.

c. Dokumentasi

Teknik dokumentasi ini dipakai untuk mencari informasi,

menggali data-data pendukung penelitian yang sudah terungkap

seperti sejarah berdirinya RA Darul Fatihin NW Gerintuk. Selain

itu, dalam penelitian ini teknik dokumentasi juga digunakan untuk

mengumpulkan data-data tentang program yang telah dilakukan

oleh RA Darul Fatihin NW Gerintuk. Adapun teknik dari metode

dokumentasi ini diawali dengan menghimpun, memilih dan

mengategorikan dokumen-dokumen tentang pemberian stimulasi

dini oleh pendidik, seperti materi pembalajaran, media

43
pembelajaran, kurikulum, rapot, karya-karya anak, kegiatan-

kegiatan belajar anak mengenai masalah yang diteliti.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk melakukan

penelitian terutama sebagai pengukuran daan pengumpulan data

berupa angket, seperangkat tas soal, lembar observasi dan

sebagainya33. Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk

menangkap data penelitian dan menggali variabel yang diteliti.

Sesudah itu baru dipaparkan prosedur pengembangan instrument

pengumpulan atau pemilihan alata dan bahan yang digunakan dalam

penelitian. Dengan cara ini akan terlihat instrumen-instrumen yang

digunakan sesuai dengan variabel yang diukur, paling tidak ditinjau

dari segi isinya. Untuk itu maka peneliti harus membuat instrumen

yang digunakan untuk penelitian.

Titik tolak dari penyusunan dalah variabel-variabel penelitian yang

ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberi definisi

opperasionalnya, dan selanjutnya ditentukan indikator yang akan

diukur. Dari indikator itu kemudian dijabarkan menjadi butir-butir

pertanyaan atau pernyataan.

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti

sendiri namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka

akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana yang diharapkan

dapat melengkai data dan membandingkan dengan data yang telah


33
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung, Alfabeta, 2018), hlm.102

44
ditemukan melalui wawancara dan angket. Peneliti akan terjun

kelapangan sendiri baik pada gand tour question, dan tahap focused

and selection, melakukan pengumpulan data, analisis dan

kesimpulan.34

Dalam penelitian kualitatif, alat atau instrument utama

pengumpulan data adalah manusia atau peneliti itu sendiri dengan cara

mengamati, bertanya, mendengar, meminta, dan mengambil data

penelitian. Peneliti harus mendapatkan data yang valid sehingga tidak

sembarang narasumber yang diwawancarai.

E. Keabsahan Data

Keabsahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara tringulasi

atau pengecakan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan

berbagai waktu, jenis tringulasi yang diginakan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Tringulasi sumber, artinya tringulasi data yang dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam

penelitian ini sumber-sumber yang dimaksud adalah seluruh pendidik

di RA Darul Fatihin NW gerintuk termasuk kepala RA yang sekaligus

merangkap menjadi pendidik.

2. Tringulasi teknik, artinya tringulasi data yang dilakukan dengan cara

mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.

Dalam penelitian ini, data hasil wawancara dilakukan pengecekan

dengan hasil observasi, dan dokumentasi serta kuisioner.


34
Nana Syaodih Sukmadinata Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta, Rosda, 2011),hlm.223

45
3. Tringulasi waktu, artinya tringulasi denga cara pemilihan waktu dalam

mencari data sehingga data yang diperoleh valid dan kredibel. Dalam

penelitian ini pencarian data dilakukan pada pagi hari ketika pendidik

tidak ada kegiatan mengajar.

F. Teknik Analisis Data

Kegiatan analisis data di awali dengan kegiatan-kegiatan sebagai

berikut:

1. Pengumpulan data

Data-data yang diperoleh dari proses wawancara mendalam

selanjutnya diolah (diketik) menjadi sebuah berita acara hasil

wawancara mendalam, berikut catatan lapangan yang diperoleh.

2. Penyederhanaan Reduksi data

Semua data yang disusun dalam bentuk berita acara hasil

wawancara mendalam selanjutnya diringkas sehingga diketahui

kekeurangan atau kelemahan data yang dimiliki. Untuk memenuhi

kekerungan atau kelemahan data yang dimiliki penulis melakukan

pengumpulan data kembali dilapangan. Selanjutnya, setelah data-

data yang diperlukan cukup, dilakukan koding terbuka (open

coding). Kode-kode yang diperoleh selanjutnya

dikategorikan/dikelompokkan, kemudian langkah selanjutnya yang

dilakukan adalah mencari hubungan dari masing-masing kategori.

Hasil penghubungan kategori-kategori tersebut berupa theoretical

46
codes, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memudahkan dalam

penyajian data.

Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya

dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif. Dalam

penelitian data dilakukan dengan melakukan pengorganisasian

data-data yang diperoleh di lapangan melalui wawancara dan

observasi terhadap responden. Data-data yang berkaitan dengan

masalah penelitian dikumpulkan, diolah, diinterpretasikan dengan

menggunakan kalimat, sehingga dapat menggambarkan objek

penelitian pada saat penelitian ini dilakukan, dengan kata lain data

digambarkan dalam bentuk kata-kata atau kalimat.

Agar diperoleh generalisasi yang logis setelah pengumpulan

data dan memberikan interpretasi terhadap data tersebut,

selanjutnya dilakukan analisis dengan pola pikir induktif. Pola

pikir induktif adalah cara berpikir yang berangkat dari fakta atau

peristiwa yang bersifat khusus, kemudian dari fakta atau peristiwa

dalam khusus itu ditarik generalisasi yang bersifat umum.

Melalui pembahasan hasil penelitian, data dihubungkan,

dibandingkan dan dibedakan dengan teori-teori yang ada atau

dengan penelitian terdahulu sehingga dapat ditarik suatu

kesimpulan.

BAB IV

47
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data dan Analisis Data

1. Deksripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RA Darul Fatihin NW Gerintuk yang

beralamatkan di Jl. H Ibrahim Gerintuk Desa Boyemare Kecamatan

Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur NTB, mulai tanggal 3 Mei

2021. Penelitian ini melibatkan 5 orang pendidik di RA Darul Fatihin

NW Gerintuk sebagai informan dari 6 orang pendidik yang ada yang

terdiri dari 5 pendidik dan 1 pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk

yang merangkap menjadi pendidik.

Dalam pengambilan data, setiap responden diwawancarai melalui

wawancara mendalam dan dilakukan pengamatan secara lansung

terhadap perilaku sosial emosional anak usia dini di RA Darul Fatihin

NW Gerintuk. Dalam wawancara, peneliti menggunakan panduan

wawancara terstruktur, dimana setiap responden mendapat pertanyaan

yang sama dan disusun dalam sebuah kisi-kisi wawancara. Hal ini

dilakukan untuk memudahkan dalam pengorganisasian data. Pada saat

melakukan observasi, peneliti menggunakan teknik pengamatan

lansung tetapi tidak terlibat dalam kegiatan responden.

a. Gambaran Umum RA Darul Fatihin NW Gerintuk

Dengan melihat situasi dan kondisi masyarakat Desa Bungtiang

bagian selatan khususnya di dusun Boyemare Timur dan dusun

Boyemare Barat. TGH Wildan Hasan QH., S.Pd, dan bapak

48
Syafiuddin QH., S.Pd, berinisiatif mendirikan sebuah lembaga

PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Adanya keinginan yang kuat

dari kedua tokoh tersebut, maka diadakan pertemuan dengan tokoh

agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda, dan pertemuan yang

telah dilakukan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk

mentindak lanjuti.

Tahun 2008 PAUD Darul Fatihin NW Gerintuk berhasil

didirikan. Setelah beberapa bulan izin oprasional dikeluarkan oleh

Dapertemen Agama kabupaten Lombok Timur tahun 2010.

Melihat antusias masyarakat yang sangat tinggi untuk memasukkan

anak-anaknya di sekolah PAUD Darul Fatihin NW Gerintuk, TGH

Wildan Hasan QH., S.Pd, dan bapak Syafiuddin QH., S.Pd,

kembali mengundang tokoh Agama, tokoh masyarakat, tokoh

pemuda dan semua msyarakat Desa Bungtiang bagian selatan

untuk mendirikan gedung PAUD Darul Fatihin NW Gerintuk.

Hasil semua peserta musyawarah disepakati untuk mendirikan

gedung PAUD Darul Fatihin NW Gerintuk. Pada tahun 2010,

PAUD Darul Fatihin NW Gerintuk mengalami perubahan nama

menjadi RA Darul Fatihin NW Gerintuk dengan surat izin

oprasional Nomer : Kd.19.03/4/PP.004/223/2010.

b. Visi, Misi dan Tujuan RA Darul Fatihin NW Gerintuk

49
RA Darul Fatihin NW Gerintuk memiliki visi, misi, dan tujuan

dalam pendidikan yaitu :

1). Visi :“Mewujudkan generasi yang sehat, cerdas, ceria berimtak

dan mandiri”

2). Misi :

a) Menanamkan keimanan dan ketakwaan melalui

pengamalan ajaran agama

b) Membina kemandirian peserta didik melalui kegiatan

pembiasaan

c) Menata ruang kelas sebelum proses pembelajaran

d) Menstimulasi perkembangan peserta didik melalui 7 aspek

perkembangan

e) Melatih sikap kemandirian anak sejak dini

3). Tujuan :

“Membantu anak didik mengembangkan berbagai potensi

baik pisik dan psikisnya yang meliputi nilai-nilai agama dan

moral, kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial emosional,

kemandirian dan seni untuk siap memasuki pendidikan lebih

lanjut.

c. Sarana dan Prasarana

50
Sarana dan prasarana yang terdapat di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk tergolong baik dan lengkap. Semua inventaris sudah

tercatat dengan baik dan dijaga serta digunakan sesuai dengan

fungsinya. Adapun sarana yang ada di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk yaitu :

1). Ruang kepala sekolah

2). Ruang guru

3). Ruang kelas

4). Ruang WC/ tempat berwhudu

5). Tempa sholat/mushola dll.

Kemudian dari segi prasarana, RA Darul Fatihin NW Gerintuk

memiliki prasarana yang terbilang lengkap untuk menunjang

kegiatan belajar siswa. Mulai dari ruang APE (Alat Permainan

Edukatif), aula, tempat bermain, bahkan lapangan olahraga dengan

kualitas baik dan lain sebagai nya.

d. Sumber Daya Manusia

Jumlah pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk berjumlah

6 orang yang terdiri dari 5 orang pendidik dan 1 orang yang

merupakan pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk yang

sekaligus merangkap sebagai pendidik. Jumlah responden

sebanyak 5 orang pendidik. Adapun tingkatan pendidikan yang

51
diselenggarakan oleh RA Darul Fatihin NW Gerintuk sejak

berdirinya sampai sekarang terbagi menjadi 2 kelompok:

1). Kelompok A, usia 4-5 tahun

2). Kelompok B, usia 5-6 tahun

Keberadaan Raudlatul Athfal (RA) Darul Fatihin NW

Gerintuk ini semata-mata untuk menjawab kebutuhan masyarakat

sekitar yang semakin memiliki kesadaran yang tinggi akan

pentingnya pendidikan anak sejak dini. Terlebih lagi dengan

kemajuan zaman dimana banyak orang tua, baik laiki-laki maupun

prempuan berkerja sehingga pendidikan di RA merupakan cara

yang paling aman untuk memberikan dasar pendidikan untuk anak-

anaknya.

2. Analisis Data

Tahapan ini adalah bagian yang menggambarkan kegiatan yang

dilaksanakan di RA Darul Fatihin NW Gerintuk dan tentang

pengolahan data yang didapatkan melalui penelitian yang dilakukan.

Dimana data tersebut peneliti dapatkan dari hasil observasi,

wawancara, dan dokumentasi sebagai metode pokok dalam

pengumpulan data, untuk mengambil suatu keputusan yang obyektif

dan dapat berfungsi sebagai fakta.

Data yang diperoleh peneliti selama melakukan penelitian adalah

sebagai berikut. Data yang di kumpulkan pada penelitian ini

berdasarkan data primer dan data skunder. Data primernya berupa teks

52
wawancara tentang kecerdasan sosial anak di sekolah melalui

pendidik, dan data skundernya berupa dokumentasi anak dan observasi

anak dalam meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak yang di

laksanakan di RA Darul Fatihin NW Gerintuk.

Peneliti menggunakan pedoman wawancara terstruktur, adapun

langkah-langkah penelitian yang dilakukan adalah peneliti (intervier)

menanyakan pertanyaan yang sudah terstruktur. Jawaban yang

diperoleh disesuikan dengan panduan yang telah disusun, sehingga

jawaban yang diperoleh bisa semua variable, dengan keterangan yang

lengkap dan mendalam.

Wawancara yang dilakukan menitik beratkan pada peran pendidik

dalam meningkatkan kecerdasan sosial anak usia dini di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk. Adapun wawancara diperoleh dengan cara

melaksanakan tanya jawab lansung kepada pendidik anak didik serta

orang tua.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Hasil Penelitian

Kemampuan sosial merupakan kemampuan individu untuk

merespon secara positif terhadap lingkungannya, baik dalam

membangun, memelihara, dan meningkatkan dampak positif dari

orang lain. Kecerdasan sosial emosional sangat penting bagi anak usia

dini yang merupakan suatu proses belajar anak tentang bagaimana

53
berinteraksi dengan orang lain sesuai dengan aturan sosial yang ada,

dan anak lebih mampu mengendalikan perasaan-perasaannya sesuai

dengan kemampuan mengidentifikasi dan mengungkapkan perasaan

tersebut. Keberhasilan dalam menjalani interaksi dengan lingkungan

sosialnya khususnya dengan teman sebaya akan sangat berpengaruh

pada proses perkembangan selanjutnya. Proses sosial anak dapat

dikembangkan dengan cara mengajak anak secara lansung berinteraksi

dengan lingkungan sekitarnya. Dengan demikian perlahan kemampuan

bersosial dalam diri anak akan terus berkembang dan pada proses ini

juga perkembangan emosi anak juga akan berkembang. Kemampuan

adaptasi seorang anak pada masa dewasanya bukan dinilai dari

pelajaran sekolahnya, dan bukan perilaku didalam kelasnya, melainkan

kualitas hubungan sosialnya dengan anak-anak lain.

Pendidik sebagai pendamping dan fasilitator bagi anak memiliki

peran yang besar dalam mengembangkan kecerdasan pada anak usia

dini secara optimal. Anak yang memiliki kecerdasan sosial emosional

akan dapat menjadi pondasi bagi anak untuk menjadi orang dewasa

yang bertanggung jawab, peduli kepada orang lain, dan produktif.

Kecerdasan sosial emosional anak usia dini di RA Darul Fatihin

NW Gerintuk telah cukup baik. Guru menyatakan bahwa kecerdasan

sosial emosional anak usia dini di RA Darul Fatihin NW Gerintuk

sudah sesuai dengan usiannya. Hal ini seperti dikemukakan oleh

Mutmainnah QH.,S.Pd, yang merupakan guru di RA Darul Fatihin

54
NW Gerintuk ketika ditanyakan mengenai kecerdasan sosial anak

didiknya di RA Darul Fatihin NW Gerintuk sebagai berikut:

“Sudah sesuai dengan yang diharapkan”.35

Jawaban serupa juga diungkapkan oleh guru yang lain, yaitu ibu

Herlina, S.Pd, yang mengemukakannya sebagai berikut :

“Cukup baik, anak kami dapat bergaul dengan teman walaupun masih

ada 1 atau 2 anak yang belum dapat bersosialisasi dengan teman”.36

Ibu Suryani, S.Pd., yang merupakan pengelola RA Darul Fatihin

NW Gerintuk yang sekaligus sebagai pendidik memberikan pernyataan

tentang kecerdasan sosial anak di RA Darul Fatihin NW Gerintuk

sebagai berikut:

“Masih agak kurang ya, … soalnya pada saat tahun ajaran baru. Anak

dari kelompok A belum pernah sekolah dan belum pernah berinteraksi

dengan selain keluarganya. Jadi mereka masih harus selalu dibimbing

agar kecerdasan sosial emosionalnya menjadi lebih baik, agar mampu

berkomunikasi dengan orang lain, berinteraksi dengan lingkungan dan

lain sebagainnya”.37

Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan wawancara oleh

peneliti dengan pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk tersebut

dapat diketahui bahwa kecerdasan sosial emosional anak usia dini di

35
Wawancara dengan ibu Mutmainnah, QH.,S.Pd, tanggal 24 Mei 2021.
36
Wawancara dengan ibu Herlina, S.Pd tanggal 24 Mei 2021.
37
Wawancara dengan ibu Suryani, S.Pd tanggal 24 Mei 2021.

55
RA Darul Fatihin NW Gerintuk sudah cukup baik, artinya anak sudah

mampu bersosialisasi dengan teman, meskipun masih ada beberapa

anak yang belum mampu bersosialisasi dengan baik. Hal ini

disebabkan oleh belum lamanya anak menempuh pendidikan di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk.

Kecerdasan sosial emosional anak usia dini di RA Darul Fatihin

NW Gerintuk ditunjukkan oleh perilaku anak didik dalam berinteraksi

dengan sesama teman, pendidik maupun dengan orang tua. Hal

tersebut dikemukakan oleh beberapa responden ketika ditanyakan

mengenai hasil stimulasi yang telah diberikan pendidik kepada anak

didiknya, diantaranya dikemukakan oleh ibu Marhaini, S.Pd., ketika

ditanyakan mengenai hasil stimulasi yang diberikan kepada anak

didiknya sebagai berikut :

“Cukup baik, anak mulai dapat berinteraksi secara baik dengan

pendidik maupun teman sebayanya dan anak sudah mulai biasa saling

memberi tanpa ada pertengkaran dengan mereka”.38

Hasil stimulasi yang cukup baik ini juga ditunjukkan adanya rasa

berbagi dan saling menolong pada anak, seperti jawaban ibu Herlina,

S.Pd., sebagai berikut:

38
Wawancara dengan ibu Marhaini, S.Pd., tanggal 24 Mei 2021

56
“Anak sudah dapat berkerja sama dan sudah mulai ada tumbuh

rasa berbagi tanpa paksaan dan saling tolong menolong dengan

temannnya”.39

Jawaban serupa tentang perilaku anak untuk saling berbagi dan

saling tolong menolong juga dikemukakan oleh ibu Faizah, S.Pd.,

sebagai berikut:

“Anak dapat bersosialisasi dengan teman dalam melaksanakan

pembelajaran maupun dalam bermain, bahkan berbagi makanan

dengan temannya”.40

Berdasarkan kemampuan anak setelah lulus juga diketahui

bahwa anak-anak didik dari RA Darul Fatihin NW Gerintuk lebih

mandiri. Hal ini seperti dikemukakan oleh ibu Suryani, S.Pd.,

sebagai berikut:

“Anak-anak lebih mandiri ketika anak sudah lama bergaul

dengan teman-temannya tidak begitu bergantung dengan orang

tuanya, anak yang lulusan dari sini juga sudah tidak canggung lagi

karena dibiasakan sejak dini melakukan sesuatu hal harus dengan

sendirinya”.41

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan

bahwa indikator yang menunjukkan bahwa anak di RA Darul

39
Wawncara dengan ibu Herlina, S.Pd., tanggal 24 Mei 2021
40
Wawancara bersama ibu Marhaini, S.Pd., tanggal 24 Mei 2021
41
Wawancara dengan ibu Suryani, S.Pd., tanggal 24 Mei 2021

57
Fatihin NW Gerintuk memiliki kecerdasan sosial emosional yang

cukup baik adalah kemampuan anak berinteraksi dengan pendidik

maupun teman sebayanya di RA Darul Fatihin NW Gerintuk . Hasil

observasi yang dilakukan oleh peneliti juga menunjukkan bahwa

anak-anak telah mampu untuk bermain bersama, saling tolong

menolong, berbagi makanan, lebih mandiri, dan tidak tergantung

oleh orang tuannya dan anak yang lulusan dari sini sebagian besar

anaknya sudah terbiasa mandiri dan tidak canggung.

Kemampuan anak usia dini di RA Darul Fatihin NW Gerintuk

tersebut tidak lepas dari kontribusi pendidik. RA Darul Fatihin NW

Gerintuk sebagai lembaga pendidikan prasekolah memiliki peran

dalam membentuk anak untuk mengembangkan keterampilan-

keterampilan sosialnya. Salah satu hal yang dilakukan oleh pendidik

dalam upaya mengembangkan dan meningkatkan kecerdasan sosial

emosional anak usia dini adalah dengan memberikan stimulasi secara

dini terhadap kecerdasan sosial emosional anak. Stimulasi dini

merupakan prangsangan yang diberikan kepada anak secara lebih awal

agar anak mampu mengembangkan kemampuan sosial emosionalnya

sesuai usia dan tidak terjadi penyimpangan atau gangguan dalam

perkembangannya.

Berikut disajikan data-data hasil penelitian mengenai peran

pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk dalam memberikan

stimulasi dini, bentuk stimulasi dini yang diberikan serta faktor

58
penghambat dan faktor pendukung terhadap kecerdasan sosial

emosional anak usia dini di RA Darul Fatihin NW Gerintuk.

a. Peran pendidik dalam memberikan stimulasi untuk meningkatkan

kecerdasan sosial emosional anak

Hal-hal yang telah dilakukan oleh pendidik dalam upaya

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak usia dini di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk diantaranya adalah dengan membiasakan

anak untuk berperilaku sesuai etika yang baik. Hal ini seperti

dikemukakan oleh ibu Marhaini, S.Pd., yang merupakan salah satu

guru yang menjadi responden ketika ditanyakan mengenai hal yang

dilakukan pendidik untuk mengembangkan atau meningkatkan

kecerdasan sosial emosional anak, sebagai berikut:

“Pembiasaan berjabat tangan dengan teman dan guru jika

bertemu dan berpisah, membiasakan mengucap salam sebelum

masuk atau keluar ruangan, dan meminta maaf jika bersalah,

mengucap permisi, memakai bahasa yang sopan dan santun terhadap

orang yang lebih tua”.42

Hasil observasi menunjukkan bahwa setiap mulai masuk dan

selesai waktu belajar di RA Darul Fatihin NW Gerintuk semua

berdo’a bersama, kemudian guru atau pendidik membiasakan diri

menyapa dengan senyum yang ramah dan sopan, yang wajib

dilakukan yaitu mengucapkan salam pada saat bertemu anak-anak

42
Observasi peneliti dengan ibu Marhaini, S.Pd., tanggal 29 Mei 2021

59
dan seluruh anak di biasakan harus menjawab salam secara bersama-

sama. Seluruh anak didik diminta untuk anak berbaris dan satu

persatu bersalaman dengan pendidik sebelum pulang kerumah

masing-masing.

Hal serupa dikemukakan oleh ibu “Faizah, S.Pd., sebagai berikut:

“Mengajarkan anak untuk bermain bersama dan mengajarkan

anak untuk saling berbagi, serta membiarkan anak berinteraksi

dengan teman-temanya”.43

Upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan kecerdasan

sosial anak juga dilakukan dengan menerapkan otoritas guru untuk

mendidik anak di lingkungan RA Darul Fatihin NW Gerintuk tanpa

orang tua. Hal ini dilakukan untuk membentuk kemandirian anak

dalam bersosialisasi, seperti dikemukakan oleh ibu Suryani, S.Pd.,

yang merupakan pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk, sebagai

berikut:

“Dilakukan dengan memisahkan anak dari orang tuanya, karena

di sekolah guru yang akan menjadi orang tua bagi anak-anak tidak

boleh ditunggu, tidak boleh marah, biasa menjaga emosinya. Guru

selalu mendampingi anak dalam bermain maupun belajar,

memberikan nasehat dengan mendatanginya dan memberikan

support dan kata-kata positif agar anak nyaman tidak terkekang”.44

43
Obsrvasi peneliti dengan ibu Faizah, S.Pd., tanggal 29 Mei 2021
44
Wawancara dengan ibu Suryani, S.Pd., tanggal 29 Mei 2021

60
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa cara yang

dilakukan oleh pendidik dalam meningkatkan kemampuan sosial

emosional anak adalah dengan mengajarkan etika misalnya

pembiasaan berjabat tangan, mengucapkan salam, meminta maaf jika

bersalah, mengucap permisi, dan memakai bahasa yang sopan

kepada orang lain serta membiasakan diri sebagai pendidik

menasehati dengan cara mendatanginya atau berada didekatnya. Hal

yang dilakukan adalah dengan mengajarkan anak untuk bermain

bersama dan mengajarkan anak untuk saling berbagi. Pendidik juga

melarang orang tua anak untuk menunggui selama anak di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk .

Pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk secara umum belum

berperan dengan baik dalam meningkatkan kecerdasan sosial

emosional anak usia dini di RA Darul Fatihin NW Gerintuk . Hal ini

dinyatakan oleh ibu Faizah, S.Pd., ketika ditanyakan tentang

kecukupan pemberian stimulasi dini yang diterapkan di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk diantaranya sebagai berikut:

“Sudah berkembang sesuai harapan, namun semua tidak hanya

dilakukan di sekolah saja dan harus dilakukan di luar sekolah, karena

waktu di sekolah hanya beberapa jam, sedangkan di rumah lebih

banyak waktu dengan orang tua atau keluarga”.45

45
Wawancara dengan ibu Faizah S.Pd., tanggal 29 Mei 2021

61
Namun, salah satu pendidik oleh ibu Mutmainnah S.Pd.,

memberikan pernyataan. Pernyataan tersebut dapat dikutip sebagai

berikut:

“Belum, perlu dilakukan secara terus menerus dan kerja sama

dengan orang tua saat anak berada diluar sekolah atau lingkungan

keluarga dan masyarakat”.46

Pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk yang juga merangkap

sebagai pendidik yaitu ibu Suryani, S.Pd bahkan menyatakan hal

yang berbeda tentang peran pendidik dalam meningkatkan

kecerdasan sosial emosional anak usia dini. Pernyataan kepala

sekolah tersebut adalah sebagai berikut:

“Peran pendidik cukup baik dalam upaya meningkatkan

kecerdasan sosial emosional anak, karena pendidik selalu berusaha

sebaik mungkin dalam menjaga anak atau mengawasi anak dalam

bersosialisasi dengan temannya, dengan itu anak yang dapat

terkontrol dengan baik”.47

Berdasarkan hasil wawancara pada responden, dapat disimpulkan

bahwa pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk memiliki peran

yang baik dalam upaya memberikan stimulasi dini untuk

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak didik di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk . Hal ini menunjukkan bahwa anak dapat

terkontrol dalam waktu yang sama pada saat anak melakukan kerja

46
Wawancara dengan ibu Mutmainnah, S.Pd., tanaggal 29 Mei 2021
47
Wawancara dengan ibu Suryani, S.Pd., tanggal 29 Mei 2021

62
kelompok anak sudah bisa mengontrol sosial emosionalnya dengan

baik kepada teman-temannya karena dapat terawasi dengan baik oleh

pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk dalam menangani semua

anak.

b. Bentuk-bentuk stimulasi yang diberikan kepada anak usia dini

dalam meningkatkan kecerdasan sosial emosional

Pendidik di RA Darul Fatihin telah memberikan stimulasi kepada

anak didik dalam berbagai bentuk. Hal ini dilakukan agar kecerdasan

sosial emosional anak dapat terbentuk secara dini. Stimulasi yang

diberikan oleh pendidik kepada anak didik di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk disebutkan oleh semua pendidik sebagai berikut:

“Dengan stimulasi perkembangan motorik (halus, kasar),

perkembangan kognitif, sosial emosional, bahasa, dilakukan

pendekatan secara individual yang dilakukan secara terus

menerus”.48

Sedangkan ibu Suryani, S.Pd., sebagai pendidik sekaligus

sebagai pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk menyatakan

tentang pemberian stimulasi pada anak di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk adalah sebagai berikut:

“Motorik, kognitif, afektif, sosial emosional, misalnya stimulasi

kognitif yaitu untuk anak-anak agar mampu menulis, berhitung,

48
Observasi peneliti dengan Semua pendidik tanggal 2 Juni 2021

63
mengenal ukuran serta mengenal konsep bilangan dengan benda dll.

Untuk motorik agar anak lebih terampil lagi. Sosial emosional anak

agar bisa berinteraksi dengan orang lain”.49

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa

stimulasi dini yang diberikan oleh pendidik kepada anak usia dini di

RA Darul Fatihin NW Gerintuk berupa stimulasi motorik, kognitif,

dan stimulasi sosial emosional telah berjalan dengan baik.

Stimulasi motorik yang merupakan motorik kasar misalnya

dengan mengajarkan anak untuk medengarkan cerita secara baik,

mengajarkan senam fantasi dengan menirukan gerakan tanaman

yang terkena angin, berjalan dengan menggunakan ujung kaki

(jinjit), melompat dan berjalan dengan tumit. Stimulasi motorik yang

merupakan motorik halus misalnya dengan cara mengajarkan anak

untuk menggambar bebas, mewarnai, membuat lingkungan dan

persegi, memegang pensil dengan benar, membuat garis tegak,

miring dan menciptakan bentuk bangunan dengan memakai media

lain-lain.

Stimulasi kognitif diberikan dengan cara mengajarkan anak

untuk menyebutkan benda-benda yang ada di lingkungan dan

menyebutkan fungsinya masing-masing menceritakan suatu kejadian

dan menceritakan sebab akibat yang terjadi pada diri anak,

49
Wawancara dengan ibu Suryani, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021

64
menghubungkan atau memasangkan lambang bilangan dengan benda

atau kata, dan menghitung benda dan menentukan urutan berikutnya.

Stimulasi sosial emosional pada anak yang harus dikembangkan

misalnya dengan membimbing anak untuk bermain dengan teman-

temannya, mengajarkan anak untuk belajar bersama, mengajarkan

untuk bertanya, menjawab, menerima saran dan kritik, menegnal

tatacara berakhlak atau berperilaku terhadap binatang dan alam dan

mentaati peraturan yang berlaku.

Wujud stimulasi yang diberikan kepada anak usia dini di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk dikemukakan oleh responden

diantaranya ibu Mutmainnah, S.Pd., sebagai berikut:

“Menghafal nama pendidik, jalan-jalan keliling lingkungan RA

untuk mengenal tempat yang mendukung kegiatan bermain dan

belajar, misalnya ruang kelas, lapangan, kamar mandi, dll”.50

Ibu Faizah, S.Pd., menyatakan tentang bentuk stimulasi dini yang

diberikan adalah sebagai berikut:

“Belajar berdo’a, cuci tangan, berbagi makanan, bermain bersama,

membiasakan mengerjakan sesuatu dengan sendiri, senang menjadi

pemimpin dan mau dipimpin, senang melatihnya hormat kepada guru

50
Wawancara dengan ibu Mutmainnah, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021

65
atau orang tua, membiasakannya memberi maaf dan memudahkannya

menerima maaf ”.51

Pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk, yaitu ibu Suryani,

S.Pd., menyatakan tentang bentuk stimulasi yang diberikan kepada

anak didik adalah sebagai berikut:

“Misalnya dengan membuat rumah-ruamahan sehingga anak bias

menggunakan kognitifnya tentang bagaimana cara membuat rumah-

rumahan yang bagus. Motorik misalnya anak mampu mengambil balok

dan menatanya dengan benar”.52

Berdasarkan hasil wawancara tentang bentuk stimulasi dini yang

diberikan kepada anak didik tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk

stimulasi dini yang diberikan kepada anak didik di RA Darul Fatihin

NW Gerintuk telah sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk .

Hal yang dilakukan oleh pendidik ketika ada anak memiliki

kecerdasan sosial emosional yang tidak sesuai harapan adalah dengan

memberikan perhatian khusus kepada anak yang bersangkutan.

Perhatian khusus yang diberikan kepada anak dengan kecerdasan

sosial emosional yang belum sesuai harapan dilakukan melalui upaya

membiasakan anak untuk mengikuti setiap pembelajaran yang

51
Wawancara dengan Ibu Faizah, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021
52
Wawancara dengan Ibu Suryani, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021

66
diberikan. Hal ini seperti dikemukakan oleh ibu Mutmainnah, S.Pd., di

RA Darul Fatihin NW Gerintuk sebagai berikut:

“Lebih memperhatikan anak tersebut supaya dapat mengikuti

pembelajaran, menguasai kelas sebelum memulai pembelajaran dan

membimbing anak dengan teliti sehingga anak mampu menunjukkan

hasil sesuai yang diharapakan”.53

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kecerdasan sosial

emosional anak dengan cara membiasakan anak untuk dapat mengikuti

pembelajaran juga dilakukan oleh ibu Herlina, S.Pd., sebagai berikut:

“Diajak ngobrol dan ditanya kenapa anak didik tidak mau bermain

ataupun belajar dengan temannya, dan memberikannya stimulasi

ketika anak kurang berminat dalam pelajaran tersebut dengan cara

pendidik mengajak anak dengan penuh semangat memberikan cara

yang anak sukai”.54

Perhatian kepada anak didik dengan kecerdasan sosial emosional

belum sesuai harapan juga dilakukakan oleh pendidik dengan cara

menjalin kerja sama dengan orang tua anak. Dengan demikian

diharapkan pembelajaran kepada anak dapat diberikan dari arah. Hal

ini seperti dikemukakan oleh ibu Marhaini, S.Pd. sebagai berikut:

53
Wawancara dengan Ibu Mutmainnah, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021
54
Wawancara dengan Ibu Herlina, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021

67
“Berusaha dengan sabar, dengan penuh perhatian, dan

dikomunikasikan dengan orang tua atau melakukan pertemuan untuk

menjalin kerja sama dalam mencari penyebabnya kemudian mencari

solusinya”.55

Berbagai cara yang dilakukan oleh pendidik di RA Darul Fatihin

NW Gerintuk ketika masih terdapat anak yang mengalami

ketertinggalan kecerdasan sosialnya di bandingkan dengan anak yang

lain. Cara yang lebih tegas juga dilakukan oleh pendidik dengan tujuan

agar proses peningkatan kecerdasan yang dilakukan dapat berhasil

dengan baik. Hal ini seperti dikemukakan oleh ibu Suryani, S.Pd. yang

juga merupakan pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk sebagai

berikut:

“Melakukan pendekatan khusus bagi anak yang tidak penurut

misalnya dengan duduk di dekat guru, memberikan sentuhan sambil

menasehati dengan tutur kata yang baik, menasehatinya dengan sopan,

dibimbing agar lama-lama menjadi bisa”.56

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa pendidik

menggunakan pendekatan individu apabila menemui anak yang

kecerdasan sosial emosional anak belum sesuai dengan harapan.

Pendekatan tersebut misalnya dengan meminta anak untuk duduk di

dekat pendidik dan diajak berbicara dengan sopan dan nada yang

55
Wawancara dengan Ibu Marhaini, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021
56
Wawancara dengan Ibu Suryani, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021

68
lembut. Pendidik juga mebicarakan keadaan ini dengan orang tua anak

dengan tujuan mencari solusi terbaik agar pada akhirnya kecerdasan

sosial emosional anak tumbuh dengan baik.

Program di RA Darul Fatihin NW Gerintuk yang menjadi

unggulan dalam mengupayakan peningkatan kecerdasan sosial anak

usia dini adalah sistem berkelompok dimana anak akan melakukan

pembelajaran yang biasa dilakukannya dengan kerja sama dengan

temannya maka dari itu anak dipisahkan dengan orang tuanya selama

anak menjalani pembelajaran di RA Darul Fatihin NW Gerintuk. Hal

tersebut dikemukakan oleh responden yaitu Ibu Suryani, S.Pd. sebagai

berikut:

“Sistem kelompok ya… jadi anak akan melakukan proses

pembelajaran dengan berkerja sama dengan temannya dan selama

melakukan proses belajar tidak ada orang tua yang ada di RA tersebut

karena dengan diadakannya sistem kelompok anak dapat belajar secara

maksimal berinteraksi dengan baik”.57

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa

program unggulan yang diterapkan di RA Darul Fatihin NW Gerintuk

adalah program berkelompok artinya ketika anak menjalani

pendidikan, orang tua anak dilarang untuk menunggui atau berada di

wilayah RA Darul Fatihin NW Gerintuk karena anak akan lebih mudah

melakukan kerja sama dengan temannya dan akan lebih percaya diri.
57
Wawancara dengan Ibu Suryani, S.Pd., di ruang Kepala Sekolah tanggal 2 Juni 2021

69
Adapun faktor penghambat dan pendukungnya dengan hasil

wawancara yang dilakukan terungkap bahwa ada beberapa upaya

dalam meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak usia dini di RA

Darul Fatihin NW Gerintuk, diantaranya dikemukakan oleh ibu

Mutmainnah, S.Pd., sebagai berikut :

“Ada beberapa hambatan, diantaranya keadaan anak yang memang

dari keluarganya sudah sangat bermaslah, keadaan anak kadang ada

yang berbeda (istimewa) dibandingkan dengan anak yang lain, dan

disebabkan juga karena keadaan lingkungan masyarakatnya. Ada juga

anak yang pada awalnya mengikuti pembelajaran anak-anak masih

pemalu dan bersifat individualis dan juga terdapat banyak anak yang

masih ingin di tungguin orang tuanya itu yang menyebabkan anak

belum bisa tumbuh mandiri dan belum bisa percaya diri berinteraksi

dengan temannya. Ada juga orang tua anak membatasi mereka untuk

bermain dengan temannya itu yang bisa menghambat komunikasi anak

yang kurang akan menyebabkan tidak lancar dan kurang jelas dalam

berbicara maupun dalam berkomunikasi karena karakteristik dan latar

belakang keluarganya juga sangat berpengaruh”58

Hasil wawancara tersebut menujukkan bahwa faktor pengambat

stimulasi dini untuk meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak

karakteristik anak, latar belakang keluarga, dan juga karna anak baru

mengikuti pembelajaran di RA Darul Fatihin NW Gerintuk .

58
Wawancara dengan Ibu Mutmainnah, S.Pd., tanggal 2 Juni 2021

70
Sedangkan faktor pendukungnya pada umumnya adalah peran

orang tua dari setiap anak. Hal ini dinyatakan oleh para pendidik jika

ditanya tentang faktor pendukung kecerdasan sosial emosional anak

didik yang dikemukakan oleh Ibu Suryani, S.Pd., sebagai berikut:

“Peran dan dukungan orang tua agar anak dapat bersosialisasi

dengan teman, dan berkerja sama dengan sesama pendidik serta

dengan orang tua murid, dan diajarkanya selalu berinteraksi dengan

baik dan berkata dengan sopan, mengajarkannya tata cara berakhlak/

berperilaku di sekolah maupun di rumahnya”.59

Hasil observasi menunjukkan bahwa ruang pembelajaran, ruang

pengkantoran untuk pendidik, ruang penunjang seperti perpustakaan,

ruang Alat Permainan Edukatif, ruang makan (dapur), kamar mandi

WC, dan ruang pemeriksaan serta tempat bermain ada dalam kondisi

baik dan bersih. Keberadaan sarana dan prasarana belajar yang

demikian baik merupakan faktor penunjang terhadap keberhasilan

dengan mencerdaskan anak dalam aspek kecerdasan sosial

emosionalnya.

Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa faktor pendukung

peningkatan kecerdasan sosial anak di RA Darul Fatihin NW Gerintuk

adalah adanya kerja sama antara pendidik dan orang tua anak serta

kondisi lingkungan sekolah anak yang dilengkapi berbagai fasilitas

belajar dan sarana prasarana sekolah.


59
Wawancara dengan Ibu Suryani, S.Pd.,tanggal 2 Juni 2021

71
2. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan sosial emosional

anak usia dini di RA Darul Fatihin NW Gerintuk sudah baik, artinya

anak sudah mampu bersosialisasi dengan teman, meskipun masih ada

beberapa anak yang belum mampu untuk bersosialisasi dengan baik.

Hal ini disebabkan oleh karena anak belum lama mengikuti pendidikan

di RA Darul Fatihin NW Gerintuk. Anak yang baru masuk lembaga

pendidikan non formal termasuk PAUD masih memiliki kebiasaan

seperti yang ada dikeluarganya. Apabila lingkungan keluarga

memiliki pola pendidikan yang baik maka anak akan lebih mudah

dalam menjalani proses pendidikan di PAUD dan lebih cepat

mengembangkan kemampuan sosialnya. Berbeda halnya apabila

keluarga memilki pola pendidikan anak yang kurang baik maka anak

lebih sulit mengembangkan sosialnya di PAUD. Hal ini seperti

dikemukakan oleh Soetijingsih yang menyatakan bahwa salah satu

faktor yang mempengerahui kecerdasan sosial anak usia dini adalah

faktor keluarga yaitu pendidikan ayah dan ibu.

Indikator yang menunjukkan bahwa anak usia dini di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk memiliki kecerdasan sosial emosional yang

cukup baik adalah sebagian besar anak telah mampu berinteraksi

dengan pendidik maupun dengan teman sebayanya di RA Darul

Fatihin NW Gerintuk. Anak-anak telah mampu untuk bermain

bersama, saling tolong menolong, berbagi makanan, lebih mandiri,

72
dapat berbicara dengan sopan, dapat berinteraksi dengan baik sesama

temannya dan tidak tergantung oleh orang tuanya. Hal ini sesuai

dengan teori yang dikemukakan oleh Soemiarti yang menyatakan

bahwa perkembangan emosi berhubungan dengan seluruh aspek

perkembangan anak. Mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial,

peranan masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya

serta mampu mengembangkan konsep diri, sikap positif terhadap

belajar, kontrol diri dan rasa memiliki.

a. Peran pendidik dalam memberikan stimulasi dini untuk

meningkatkan kecerdasan sosial anak

Kecerdasan sosial emosional anak merupakan kemampuaan

anak berperilaku yang sesuai dengan tuntunan sosial, bertingkah

laku dengan norma, nilai atau harapan sosial. Pemberian stimulasi

secara dini terhadap kecerdasan sosial emosional anak diharapkan

dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya. Kurangnya

stimulasi dapat menyebabkan penyimpangan tumbuh kembang

anak bahkan gangguan mental yang menetap.

Cara yang dilakukan oleh pendidik dalam meningkatkan

kemampuan sosial anak adalah dengan mengajarkan etika

minsalnya pembiasaan berjabat tangan, mengucapkan salam,

meminta maaf jika salah, mengucapkan permisi, dan memakai

bahasa yang sopan pada orang lain. Hal lain yang dilakukan adalah

dengan mengajarkan anak bermain bersama dan mengajarakan

73
anak untuk saling berbagi. Pendidik juga melarang orang tua anak

untuk menunggui anak selama di RA Darul Fatihin NW Gerintuk.

Hal ini merupakan pengajaran untuk aspek spritual bagi anak,

seperti yang dikemukakan oleh Soetjingsih yang menyatakan

bahwa aspek spiritual adalah mengajari anak untuk menggunakan

kata-kata yang sederhana, mengucapakan rasa syukur kepada Allah

atas makanan, hari yang indah dan meminta maaf atas kesalahan

yang dilakukan hari itu akan membuat anak semakin peka.

Pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk belum memiliki

peran yang baik dalam upaya memberikan stimulasi diri untuk

meningkatkan kecerdasan sosial anak didik di RA Darul Fatihin

NW Gerintuk. Hal ini disebabkan oleh kurangnya sumber daya

manusia atau pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk dalam

menangani semua anak dan tidak liniernya pendidik dengan

jurusan yang di kuliahkan. Jumlah pendidik yang tidak seimbang

dengan jumlah anak didik akan sulit mengkoordinir seluruh anak

didik dengan baik. Jumlah pendidik yang seimbang dengan jumlah

anak didik akan sulit mengkoordini dengan baik. Jumlah pendidik

yang simbang dengan jumlah anak didik akan lebih mampu

mengendalikan emosi sehingga dapat menjadi contoh yang baik

ketika memberikan pendidikan kepada anak didik dengan sabra

tanpa emosi. Pendidik juga akan lebih mampu pengenalan emosi

pada anak, lebih mudah menanggapi dan memahami perasaan

74
anak, lebih mudah mengendalikan diri dan menegelola emosi

ketika mendidik. Hal ini sesuai dengan strategi untuk menstimulasi

kecerdasan sosial emosional anak yang dikemukakan oleh anak

Fathiyah yang menjadi contoh yang baik, mengajarkan pengenalan

emosi, menanggapi dan memahami perasaan anak, dan melatih

pengendalian diri, dan mengelola emosi.

Upaya yang dilakukan oleh pendidik dini RA Darul Fatihin

NW Gerintuk dalam memberikan stimulasi untuk meningkatkan

kecerdasan sosial emosional anak adalah pendidik berperan sebagai

orang tua bagi anak didiknya. Pendidik menggantikan peran orang

tua, yaitu ketika anak berada di lingkungan PAUD maka secara

penuh pengawasan dan pendidikan yang biasanya dilakukan oleh

orang tua dirumah digantikan oleh pendidik. Pendidik berperan

layaknya orang tua dalam mendidik anaknya. Mereka menanamkan

nila-nilai pendidikan sosial, menegur dengan teguran kasih sayang

pada anak ketika anak tersebut kurang sesuai dalam bertingkah

laku dan berinteraksi dengan pendidik, sesama teman, dan

lingkungan sekitar. (bersandarkan pada kebutuhan esensial anak

usia dini yaitu Asuh, Asih, Asah). Hal ini sesuai dengan teori yang

dikemukakan oleh Nursalam yang menyebutkan tiga kebutuhan

dasa anak yang meliputi: Asuh yaitu kebutuhan anak yang

diantaranya meliputi kebutuhan kebersihan diri, lingkungan,

kesegaran jasmani dan rohani. Kemudian Asih yaitu kebutuhan

75
dasar anak yang diantaranya berhubungan dengan kasih sayang,

rasa aman, dukungan dan dorongan, dan kemandirian, kebutuhan

untuk mendapatkan kesempatan dan pengalaman, dan terakhir

adalah Asah yaitu kebutuhan untuk perkembangan mental,

psikososial anak yang dapat dilakukan dengan pendidikan dan

pelatihan.

b. Bentuk-bentuk stimulasi dini yang diberikan pendidik kepada anak

usia dini dalam meningkatkan kecerdasan sosial

Stimulasi dini yang diberikan oleh pendidik kepada anak usia

dini RA Darul Fatihin NW Gerintuk berupa stimulasi motorik,

afektif, dan stimulasi sosial emosional. Hal ini berarti bahwa

pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk menerapkan dimensi

pengembangan sosial emosial, motorik kasar dan halus, dan

stimulasi kognitif anak yang meliputi: Stimulasi motorik seperti

melakukan gerakan-gerakan sederhana berlari atau menari.

Kemudian stimulasi sosio-emosional yang mengajarkan anak untuk

peka terhadap lingkungannya atau mengajarkan kepekaan terhadap

lingkungan sekitarnya misalnya berbagi makanan dengan teman

atau membantu teman dalam berbagai hal. Sedangkan stimulasi

kognitif dapat mengajarkan anak menciptakan suatu bentuk dari

berbagai macam bentuk benda, mengenalkan bentuk, ukuran,

warna dll.

76
Pendidik menggunakan pendekatan individu apabila menemui

anak yang kecerdasan sosial emosional anak belum sesuai dengan

harapan. Pendekatan tersebut dengan cara meminta anak untuk

duduk didekat pendidik dan diajak berbicara dengan berlandaskan

kasih dan sayang. Pendidik juga membicarakan keadaan ini anak

dengan orang tua anak serta mencari solusi terbaik agar pada

akhirnya kecerdasan sosial anak dapat tumbuh dengan baik.

Keluarga merupakan salah satu pihak yang sangat penting dalam

kecerdasan sosial emosional anak. Karena keluarga merupakan

pihak yang paling banyak lansung berhubungan dengan anak atau

berinteraksi dengan anak. Jadi kecerdasan sosial emosial anak tidak

dapat hanya dibebankan kepada pendidik. Hal ini sesuai dengan

teori yang dikemukakan oleh Soetjingsih yang menyatakan banyak

faktor yang menentukan perkembangan anak, diantaranya adalah

faktor keluarga.

Program unggulan yang diterapkan di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk adalah program kelompok artinya ketika anak menjalani

pendidikan di RA Darul Fatihin NW Gerintuk maka orang tua anak

dilarang untuk menunggui atau berada di wilayah RA Darul

Fatihin. Program ini mampu meningkatkan kemandirian anak

dalam berinteraksi dengan guru dan mampu berinteraksi dengan

sopan berbicara halus dan tidak membangkang, dengan cara

berkelompok anak juga mampu berinteraksi dan saling menghargai

77
sesama teman atau lingkungan sekitarnya. Dengan itu, anak

menjadi berkurang dalam ketergantungannya dengan orang tua.

Berbeda apabila anak tetap ditunggui oleh orang tua maka anak

tetap memiliki ketergantungan dengan orang tua, akibatnya anak

sulit untuk berinteraksi dengan pendidik, teman dan lingkungan

sekitar.

Adapun faktor yang menghambat proses stimulasi dini dalam upaya

meningkatkan kecerdasan sosial anak antara lain adalah karakteristik

anak, latar belakang keluarga, teknologi, dan jumlah pendidik di RA Darul

Fatihin. Karakteristik anak misalnya, umur, dan jenis kelamin dapat

mempengaruhi kecerdasan sosial emosional anak. Karakteristik anak yang

menghambat kecerdasan sosial emosional anak, dapat diatasi dengan cara

memanfaatkan jenis kecerdasan yang dimiliki oleh anak, sehigga pendidik

harus peka terhadap jenis kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak

didiknya, pendidik harus mampu mengetahui jenis kecerdasan yang

dimiliki setiap anak, sehingga pendidik dapat mengawali peningkatan

kecerdasan sosial emosional anak melalui kecerdasan yang dimiliki anak.

Gardner menyebutkan terdapat 8 jenis kecerdasan anak yaitu kecerdasan

naturalis, kecerdasan personal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan

musik, kecerdasan kinestik, kecerdasan matematis, kecerdasan spasial dan

kecerdasan linguisti.

Latar belakang keluarga juga menjadi faktor penghambat terhadap

kecerdasan sosial emosional anak di RA Darul Fatihin. Latar belakang

78
keluarga anak didik yang suka memukul anak ketika melakukan keselahan

menjadi anak suka memukul pada teman-temannya. Perkembangan

teknolgi minsalnya: handphon yang sering digunakan anak untuk bermain

game juga dapat menjadikan anak kurang memperhatikan ajakan pendidik

untuk melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengembangan

sosial emosional anak. Anak lebih seneng bermain game sendiri bahkan

anak tersebut mampu mengajak teman-temnnya untuk berkumpul dan

bermain.

Sedangkan faktor pendukung peningkatan kecerdasan sosial emosional

anak di RA Darul Fatihin NW Gerintuk adalah adanya kerjasma antara

pendidik dan orang tua anak serta kondisi lingkungan sekolah anak.

Keluarga memiliki pengaruh yang besar terhadap kecerdasan sosial

emosional anak usia dini. Jumlah anak dalam keluarga merupakan salah

satu faktor yang dapat mempengaruhi kecerdasan sosial emosional anak.

Anak yang memiliki banyak saudara lebih mudah dalam peroses interaksi

dibandingkan dengan anak tunggal atau yang memiliki saudara sedikit.

Hal ini disebabkan oleh interaksi lebih banyak dilakukan oleh anak yang

dimiliki saudara dengan jumlah banyak dibandingkan dengan anak tunggal

atau anak dengan jumlah saudara sedikit.

Kepribadian orang tua juga memiliki peran yang sangat penting dalam

upaya membentuk kecerdasan sosial emosional anak. Orang tua yang

memiliki kepribadian teratur dan memiliki disiplin tinggi akan

mempengaruhi pola asuh yang diberikan. Orang tua yang disiplin menjaga

79
keteraturan makan pada anak dalam kuantitas dan kualitas gizi yang

cukup, menjaga anak dalam keteraturan tidur siang dapat mempermudah

proses bimbingan pada anak, karena kebiasaan anak tidak mau tidur siang

atau makan yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan anak memiliki emosi

tinggi, sulit dibimbing dan diarahkan.

Sebagaimana dalam penelitian yang berkaitan dengan kecerdasan

sosial emosional pada anak usia dini yang pernah dilakukan oleh Renti

Maysaroh (2019) dengan judul: Upaya Guru Meningkatkan Kecerdasan

Sosial Emosional Anak Melalui Bermain Peran di Taman Kanak-Kanak

Nurul Huda Desa Suka Maju Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro

Jambi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui upaya guru

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak melalui bermain peran.

Penelitian ini merupakan penelitian PTK (Penelitian Tindakan Kelas) yang

menggunakan tringulasi sumber yaitu Tringulasi sumber adalah mengecek

data yang diperoleh dari berbagai sumber yang berbeda. Tujuan dilakukan

tringulasi sumber adalah dengan membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu alat

yang berbeda, yaitu pengamatan dari proses pemebelajaran, RPPH, hasil

wawancara observasi tentang mengembangkan kecerdasan sosial

emosional anak melalui bermain peran yang diperoleh dari sumber data

primer dan sekunder.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa melalui bermain peran dapat

mengembangkan kecerdasan sosial-emosional peserta didik di Taman

80
Kanak-Kanak Nurul Huda Desa Suka Maju. Kecematan Mesloung

Kabupaten Muora Jambi. Penelitian ini menunjukkan bahwa

perkembangan sosial emosional peserta didik yang mengalami

peningkatan pada siklus 1 peserta didik yang belum berkembang yang

mempunyai nilai presentasi 30% sebanyak 6 anak, peserta didik yang

mulai berkembang 15% sebanyak 3 anak, peserta didik yang berkembang

sesuai harapan 25% sebanyak 5 anak peserta didik yang berkembang

sangat baik mempunyai nilai presentasi 30% sebanyak 6 anak. Sedangkan

berdasarkan siklus II, peserta didik yang berkembang sangat baik

mengalami peningkatan yang bertambah dan dapat dikatakan berhasil

karena telah sesuai dengan indicator. Kesimpulan yang penulis petik dari

penelitian ini bahwa melalui bermain peran dapat mengembangkan

kecerdasan sosial emosional anak di Taman Kanak-Kanak Nurul Huda

Desa Suka Maju Kecamatan Mestong Kabupaten Muara Jambi.60

Penelitian menurut Emie Marsiswati (2014) dengan judul: Peran Orang

Tua dan Pendidik dalam Menerapkan Perilaku Disiplin terhadap Anak

Usia Dini (Studi di Kelompok Bermain Surya Marta Suryodiningrat,

Mantrijeron, Yogyakarta). Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode wawancara

terstruktur, observasi, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan

bersifat deskriptif kualitatif. Analisis data adalah teknik korelatif dengan

tahap koleksi data, uji nomalitas data, uji korelasi ganda.


60
Renti Maysaroh, Upaya Guru Meningkatkan Kecerdasan Sosial Emosional Anak Melalui
Bermain Peran di TK Nurul Huda Desa Suka Maju Kecamatan Mestong Kabupaten Muaro
Jambi,(Skripsi:UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi,2019),hlm.ii.

81
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat keeratan hubungan

antara peran orang tua dengan perilaku disiplin anak usia dini adalah

sangat lemah dan hubungannya berbanding terbalik, tingkat keeratan

hubungan antara peran orang tua dan pendidik secara bersama-sama

adalah lemah dan hubungannya tidak searah.61

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Beberapa hal yang dapat penulis simpulkan berdasarkan hasil

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pendidik di RA Darul Fatihin NW Gerintuk dalam upaya

meningkatkan kecerdasan sosial anak didik berperan sebagai orang tua

bagi anak didiknya. Ketika anak di lingkungan sekolah maka secara

61
Emie Marsiswati,Peran Orang Tua dan Pendidik dalam Menerapkan Perilaku Disiplin
Terhadap Anak Usia Dini Studi di Kelompok Bermain Surya Marta Suryodiningrat,
Mantrijeron, Yogyakarta,(Skripsi:UiN Sunan Ampel Surabaya,2014),hlm ii.

82
penuh pengawasan dan pendidikan yang biasanya dilakukan orang tua

di rumah digantikan oleh pendidik. Pendidik berperan layaknya orang

tua dalam mendidik anaknya.

2. Bentuk stimulasi dini yang diberikan oleh pendidik kepada anak didik

meliputi: Perkembangan motoriknya, kognitif, efektif, dan sosial

emosionalnya. Serta faktor penghambat dan faktor pendukung

kecerdasan sosial emosionalnya yaitu: karakteristik anak, latar

belakang keluarga, kurangnya komunikasi, sedangkan faktor

pendukung yaitu: adanya kerja sama antara pendidik dan orang tua

anak serta kondisi lingkungan sekolah anak.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa peran pendidik untuk

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak usia dini sangat

berpengaruh dan berdampak signitifikan dalam membentuk kecerdasan

sosial emosional anak sejak dini sampai dewasa dan berkontribusi dalam

membentuk anak yang mandiri berakhlak baik, sopan santun, cerdas dan

ceria di usia mas anak. Temuan ini perlu ditindak lanjuti agar pendidik

menerapkan perilaku sosial emosional dengan baik kepada anak-anak

didik di sekolah agar anak tetap berperilaku yang sopan, senang berbagi

sesama teman dan saling membantu serta bisa beradaptasi dan berbicara

yang santun kepada pendidik dan orang tua di rumah serta bisa

menerapkan di lingkungannya sejak dini.

C. Keterbatasan Penelitian

83
Dalam melakukan penelitian ini masih terdapat berbagai kelemahan

dan kekurangan walaupun penulis telah berupaya semaksimal mungkin

dengan usaha untuk membuat hasil penelitian ini bisa menjadi sempurna.

Penulis menyadari bahwa keterbatasan peneliti ini antara lain :

1. Peneliti ini hanya membahas tentang peran pendidik dalam

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak usia dini yakni:

berkaitan dengan peran pendidik, kecerdasan sosial, kecerdasan

emosional, dan peran pendidik dalam memberikan stimulasi untuk

meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak sejak dini.

2. Sebelum melakukan penelitian penulis telah melakukan serangkaian

metode wawancara, observasi, dan dokumentasi untuk mendapatkan

data atau informasi yang valid dan reliabel sehingga metode penelitian

yang digunakan sudah layak untuk mengetahui sejauh mana

kecerdasan sosial emosional yang diterapkan peran pendidik dalam

memberikan stimulasi dalam meningkatkan kecerdasan sosial

emosional anak sejak dini. Namun demikian, penelitian melalui

pengumpulan data ini masih terdapat kelemahan-kelmahan seperti

jawaban informasi yang kurang tepat dan sesuai, pertanyaan yang

kurang lengkap sehingga kurang dipahami informan, kurang

memahami isi dokumentasi, serta waktu observasi yang singkat.

3. Penulis mempunyai keterbatasan dalam melakukan penelaahan

penelitian, pengetahuan yang kurang, waktu dan tenaga. Hal ini

merupakan kendala bagi peneliti untuk melakukan penyusunan skripsi

84
yang mendekati sempurna, namun demikian bukan berarti hasil

penelitian ini tidak valid.

4. Terlepas dari adanya kekeurangan namun hasil penelitian ini telah

memberikan informasi yang sangat penting bagi dunia pendidikan

anak usia dini, tentunya pendidik dalam meningkatkan kecerdasan

sosial emosional anak sejak dini.

D. Saran

Berkaitan dengan hasil penelitian dan pembahasan yang telah

dilakukan maka penulis memberikan beberapa saran untuk beberapa pihak

sebagai berikut:

1. Bagi Pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk

Pengelola RA Darul Fatihin NW Gerintuk hendaknya selalu

melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikannya agar proses stimulasi

yang diberikan kepada anak usia dini di RA Darul Fatihin NW

Gerintuk dapat bersinergi dengan pendidikan anak oleh orang tua dan

lingkungan di rumah.

2. Bagi pendidik di RA Darul Fatihin NW Grintuk

Pendidik RA Darul Fatihin NW Gerintuk hendaknya selalu menjalin

komunikasi dengan orang tua anak didik dalam upaya memberikan

pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan sosial emosional anak.

3. Bagi Orang Tua

85
Orang tua hendeknya menghindari bersikap dan berprilaku buruk

didepan anak serta mengajarkan anak untuk berkomunikasi atau

berbicara dengan bertutur kata yang baik dan sopan.

86

Anda mungkin juga menyukai