Anda di halaman 1dari 14

TAFSIR TARJUMAN MUSTAFID KARYA SYEIKH ABDURRAUF AS-

SINGKILI
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Studi Tafsir di Indonesia

Oleh :
Muna Syahidah 20211439
Nazifa Salsabila 20211454
Nurhasanah 20211467

Kelas : 5 C

Pembimbing:
Dr. Muhammad Ziyad Ulhaq, M.A

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA
1444 H/2022
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan taufik kepada kita sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu. Shalawat serta salam tidak lupa tercurahkan kepada
Baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun umatnya menuju jalan kebenaran.

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Studi Tafsir di Indonesia. Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga selesainya makalah ini.

Semoga dari makalah ini, ada manfaat yang dapat diambil. kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu, kami sangat
membutuhkan kritik dan saran agar dapat memperbaiki tulisan kami di waktu yang akan
datang.

Tangerang Selatan, 03 Oktober 2022

Tim
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
a. Latar Belakang........................................................................................................................4
b. Rumusan Masalah...................................................................................................................4
c. Tujuan Pembahasan................................................................................................................4
BAB II.......................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.......................................................................................................................5
A. Naskah Indonesia Dalam Berbagai Katalog..........................................................................5
B. Pedoman Pengatalogan Naskah..............................................................................................7
C. Manfaat Katalogisasi Naskah...............................................................................................10
D. Proses Digitalisasi Naskah.................................................................................................11
E. Manfaat Digitalisasi Naskah.................................................................................................14
BAB III....................................................................................................................................15
PENUTUP...............................................................................................................................15
KESIMPULAN..............................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
BAB I

PENDAHULUAN
a. Latar Belakang

Kitab Tafsir Tarjuman al-Mustafid merupakan karya dari Abdur Rauf As-
Singkili beliau dikenal sebagai seorang ulama Aceh yang muncul pada masa
pemerintahan Ratu Safiatuddin. Tafsir tersebut dikenal sebagai tafsir terlengkap yang
berbahasa Arab Melayu. Adur Rauf As-Singkel ini memiliki banyak karya,
diantaranya adalah Tafsir Tarjuman al-Mustafid. Tafsir ini dianggap sebagai tafsir
lengkap pertama dalam bahasa melayu .
Tafsir Tarjuman al-Mustafid ini adalah tafsir tertua yang beredar di wilayah
Melayu Indonesia, sebagai bukti dapat kita lihat bahwa edisi tercetaknya kitab ini di
kalangan komunitas Melayu Afrika Selatan. Tafsir Tarjuman al- Mustafid memiliki
edisi-edisi cetaknya diterbitkan di Singapura, Penang, Jakarta, Bombay dan juga di
Timur Tengah. Di Istanbul ia diterbitkan oleh Mathba‟ah Al-Usmaniyyah pada tahun
1320/1884 dan juga pada tahun 1324/1906. Di Kairo diterbitkan oleh Sulaiman Al-
Maraghi, serta di Mekkah diterbitkan oleh Al-Amiriyyah. Sedangkan edisi terakhir
diterbitkan di Jakarta pada tahun 1981. Hal ini menunjukkan karya tersebut masih
dipergunakan oleh kaum muslimin Melayu Indonesia.

b. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Biografi Syeikh Abdur Rauf As-Singkili?
2. Bagaimana Profil Kitab Tafsir Turjumanul Mustafid?

c. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui Biografi Syeikh Abdur Rauf As-Singkili.
2. Mengetahui profil Kitab Tafsir Tarjuman Al-Mustafid
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Abdurrauf As-Singkili (1024 H/1615 M- 1105 H/1693 M)


1. Nama, nasab dan keturunan
Syeikh Abdur Rauf memiliki Aminuddin Abdul Ra‟uf bin Ali al-Jawi Tsumal Fansuri
As-singkili. Dari nama ini terlihat bahwa dia adalah seorang Melayu dari Fansur, Singkel.
Menurut pendapat Voorhoeve, Fansur berarti seluruh daerah pantai Barat Sumatera dan
menerjemahkan kata tambahan nama itu dengan “orang Indonesia yang berasal dari pantai
Barat Sumatera atau dari Singkili”. Dan di masyarakat beliau lebih dikenal dengan julukan
Teungku Syeikh Kuala.
Beliau lahir di Singkel Aceh 1024 H/1615 M dan wafat di Kuala Aceh, Aceh 1105
H/1693 M, beliau adalah seorang ulama besar Aceh yang terkenal. Ia memiliki pengaruh
yang besar dalam penyebaran agama Islam di Sumatera dan Nusantara pada umumnya.
Menurut riwayat masyarakat, keluarganya berasal dari Persia atau Arabia, yang datang
menetap di Singkili, Aceh, pada akhir abad ke-13.1
Peunoh Daly menyatakan bahwa ayah As-Singkili, Syaikh Ali (al-Fansuri) adalah
seorang Arab yang telah menikahi seorang wanita dari Fansur dan bertempat tinggal di
Singkel. Disinilah 'Abdrrauf dilahirkann. Tentu saja ada kemungkinan, ayah as-Sinkili bukan
orang Melayu, sebab Samudera Pasai dan Fansur seringkali dikunjungi para pedagang Arab,
Persia, India, Cina dan Yahudi setidak-tidaknya sejak abad ke-9. Tetapi sepanjang
menyangkut riwayat tentang ayah al-Sangkili, tidak ada sumber lain yang membenarkan
penjelasan tadi.
2. Kepribadian dan Madzhab

Dalam bidang tasawuf beliau dianggap sebagai pembawa pertama tarekat


syattariyah ke wilayah Nusantara. Sebetulnya beliau memperoleh ijazah dalam dua
terekat, syattariyah dan Naqsyabandiyah. Abdurrauf tidak sama dengan teman
seperguruannya Syaikh Yusuf al-Makassari. Syaikh Yusuf menyebarkan tarekat
Naqsyabandiyah, sedang Abdurrauf memilih tarekat Syattariyah. Pilihan ini
kelihatannnya mempunyai sebab khusus, padahal teman seperguruannya, gurunya
pun lebih dikenal sebagai penyebar tarekat Naqsyabandiyah. Dalam Pasal Pada
Menyatakan Masyaik Ahli al-Tariqah, Abdur Rauf menyebutkan bahwa tarekat
1
Muhammad Imron Rosyadi, “Pemikiran Hadis Adurrauf As-Sinkili Dalam Kitab Mawa’izat Al-Badi’ah”.
Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis 2, 1, September 2017, h. 55-56.
Syattariyah lebih mudah dan lebih tinggi, dasar amalannya dari Qur‟an dan
dikerjakan oleh sekalian sahabat. Abdurrrauf cukup menonjol peranannya sebgai
tokoh agama di Daulah Aceh Darussalam. Keadaan selain kealimannya juga
perolehan kedudukan yang mulia dari Sultanah Ratu Shafiatuddin (1641-1675 M).
sebagai Mufti Istana, dia juga penulis yang cukup produktif

Penggunaan sebuah standar dalam praktek pengatalogan tidak saja memudahkan bagi
seorang kataloger melakukan tugasnya, tapi juga memberikan keseragaman hasil setiap
cantuman katalog. Ketiadaan standar pengatalogan naskah mengakibatkan setiap institusi
mengembangkan tradisi pengatalogan naskah-naskahnya masing-masing. Oleh karena itu,
katalog naskah muncul dalam berbagai format. Beberapa katalog mengandung deskripsi
tertulis secara bebas ditambah dengan entri dengan format biasa. Katalog lainnya lebih
standar dalam elemen deskripsi dalam urutan yang lebih tepat dan dibuat secara seragam.
Ada pula katalog yang menyertakan gambar atau ilustrasi dalam dokumen. Ada daftar isi
dalam naskah.2

Selain itu katalog tertentu tidak menceritakan tentang penjilidan. Pada saat naskah
yang tidak tertanggal, kadang-kadang kataloger membuat tanggal, namun kadang-kadang
juga tidak. Paling tidak deskripsi bibiiografi memberikan judul dan penulis atau pengarang
manuskrip. Sebagian besar pengguna katalog naskah terutama tertarik pada teks atau ilustrasi
naskah. beberapa orang lain akan tertarik dalam kertas, penjilidan, pemilik sebelumnya, atau
lebih kepada fitur-fitur teknis lata letak ke halaman.

Situasi-situasi di atas mendorong beberapa lembaga yang terkait dengan pernaskahan


untuk menyusun sebuah pedoman pengatalogan naskah. Pedoman ini dijadikan pula sebagai
dasar ketika pusat-pusat pernaskahan ingin melakukan kerjasama pengatalogan dalam bentuk
pengembangan katalog induk naskah. Adapun lembaga-lembaga yang menghasilkan
pedoman pengatalogan naskah, di antaranya adalah :

1. Anglo American Cataloguing Rules, 2nd edition (AACR2)

American Cataloguing Rules, 2nd edition (AACR2) terbit pertama kali pada 1967; edisi
kedua pada 1978; revisi pada 1988 dan2002. Kemudian sumber 1111 digantikan dengan
standar baru yang disebut dengan RDA (Resource Description and Access) pada tahun 2009.
AACR2 merupakan kode pengatalogan berdasarkan prinsif-prinsif praktek pengatalogan
2
Katalogus Minangkabau
yang diterima secara internasional, yang memberikan peraturan-peraturan bagi pengatalogan
bahan tercetak dan non cetak yang sesuai dengan deskripsi bibliografi standar internasional
(ISBD). Ruang lingkupnya berupa aturan untuk umum dan media spesifik katalogisasi.
Berlaku untuk katalog dalam format apapun, mencakup contoh-contoh dalam format cetak,
Link versi Web untuk definisi MARC bidang. Isi mencakup aturan untuk katalogisasi Umum,
Naskah (Bab 4), Pilihan untuk akses poin (titik temu), memfasilitasi untuk tajuk nama orang,
perusahaan, pertemuan, geografi dan judul seragam. Bab 4 ini dapat diterapkan untuk
katalogisasi naskah, namun aturan-aturan yang sangat singkat dan petunjuk-petunjuk yang
diberikan sangat minimal.

Dalam AACR, kelompok naskah tidak memiliki standar deskripsi bibliografi tertentu.
Sehingga ia masuk dalam ke bagian umum atau disebut dengan General International
Standard Bibliographic Description atau ISBD (G). Standar ini berlaku untuk AMREMM
(AMREMM Descriptive Cataloging of Ancient, Medieval, Renaissance, and Early-Modern
Manuscripts) dan DCRM (Descriptive Cataloging of Rare Materials)

Ketika AACR diterbitkan pada tahun 1978, pedoman ini mengandung bab yang
membahas tentang pengatalogan naskah yang tidak dapat cligunakan untuk koleksi arsip dan
naskah karena AACR2 bab 4 area 4, adalah tempat penjelasan area penerbitan (publication
area). Berbeda ketika kita memperlakukan pada naskah karena naskah tidak diterbitkan.
Sebagai gantinya tanggal penulisan. Jika tempat penulisan diketahui dapat dicatat di bagian
area catatan.

Area deskripsi fisik naskah sama dengan buku cetak. Yaitu dimulai dengan penjelasan
tentang item, lembaran yang berhalaman . .Jika naskah berjilid keterangan semacam itu juga
dinyatakan, dll. Walaupun AACR2 bab 4 membuat aturan yang cukup untuk pengatalogan
naskah. Namun kataloger naskah tidak merasa bab ini memuaskan untuk kepentingan
pengatalogan naskah. Untuk memenuhi hal ini digunakan AMREMM (Descriptive
Cataloging of Ancient, Medieval, Renaissance, and Early-Moern Manuscripts) atau
Bibliogrpahic Standard Committee of the Rare Books and Manuscripts Section of the
Association of College and Research Libraries.3

Publikasi ini tidak memenuhi kebutuhan lengkap untuk praktek katalogisasi naskah eli
lapangan. Pada tahun 1983 Kongres Perpustakaan menerbitkan Repositori Kearsipan,
Masyarakat Sejarah, Manuskrip dan Perpustakaan (APPM). Ini adalah sistem standar saat ini
3
Robert L. Maxwell. Maxwells handbook for AACR2: explaining and illustrating the Anglo~American
... American Library Association, 2004. h.l42
digunakan oleh Library of Congress dan direkomendasikan untuk digunakan oleh American
Library Association, Society of arsiparis Amerika (SAA) dan lain-lain ke katalog kertas arsip.

2. Archives, Personal Papers, and Manuscripts (APPM)

Archives, Personal Papers, and Manuscripts (APPM) pertama kali diterbitkan pada tahun
1983 edisi kedua 1989. Kemudian diganti oleh DAC pada tahun 2004, saat ini keluar dari
cetak merupakan Adaptasi AACR2 Bab 4, untuk deskripsi arsip yang hanya digunakan untuk
katalogisasi saja tanpa fasilitas lainnya atau metode deskripsi lain. Untuk kepentingan
pengatalogan naskah, pedoman ini hanya sesuai untuk naskah-naskah yang dianggap modern
(di atas tahun 1600) dan untuk naskah tunggal. APPM ini mengandung aturan-aturan untuk
deskripsi, diorganisasikan secara sama sebagaimana AACR2 Bab 4.4

Namun menurut Ballard, kehadiran The publication of Archives, Personal Paper and
Manuscripts (APPM) oleh Library of Congress pada tahun 1989 merupakan standar yang
diterbitkan untuk arsip dan naskah. Karena perlu untuk menghadiran sumber-sumber tersebut
dalam format Machine Readable Cataloging (MARC).5

3. BSC-MWG

RBMS Bibliographic Standards Committee Manuscripts Working Group (BSC-MWG),


dibentuk pada tahun 2007 sebagai akibat dari keprihatinan di kalangan katalogers naskah
setelah penarikan APPM dan adopsi DACs sebagai standar deskriptif resmi kelompok
masyarakat pengarsipan (Amerika The Society of American Archivists- SAA). BSC-MWG
bertujuan untuk mengembangkan aturan atau pedoman untuk deskripsi dan katalogisasi
naskah modem tunggal (pasca-1600). Aturan atau pedoman ini harus mengikuti prinsip-
prinsip deskriptif Katalogisasi Bahan Langka (Descriptive Cataloging of Rare Materials-
DCRM).

4. The USMARC Archival and Manuscripts Control Format (AMC)

The USMARC Archival and Manuscripts Control Format (AMC) yang dikenal sebagai
format AMC, dirilis pada tahun I 983 dan diterbitkan pada tahun 1985. Ini adalah format
MARC untuk pengawasan bibliografi dan administrasi arsip dan naskah. Format ini
menyediakan struktur untuk deskripsi yang konsisten dengan prinsip-prinsip arsip tetapi juga

4
M. Winslow Lundy Evidence of Applic3tion of the DCRB Core Standard in WorldCat and RUN.
Library Resources and Technical Scrvicxcs 50(1) LRTS
5
Matthew Ballard. Cataloging and Description in Archives and Manuuscript Repositories:A syntax
Standard versus a Semantic Standard. LIS 571. April 18, 2011
kompatibel dengan deskripsi bibliografi modern seperti naskah. formatnya adalah standar
dalam menciptakan catatan data baik secara manual atau pada sistem komputer.6

Terbentuknya pedoman-pedoman di atas merupakan upaya beberapa lembaga untuk


menciptakan keseragaman dan konsistensi dalam pengatalogan. Sehingga, upaya lebih lanjut
untuk menjadikan katalog sebagai sebuah database naskah yang dapat dinikmati dari jari
jarak dekat dan jauh akan lebih mudah terwujud. Terlebih lagi, bila lembaga-lembaga ini
ingin mengembangkan katalog induknya yang berguna tidak saja sebagai pengawasan
bibliografi, tapi juga sangat bermanfaat dalam melakukan berbagai bentuk kerjasama
pengatalogan.

B. Manfaat Katalogisasi Naskah

Dalam dunia pernaskahan katalog naskah sangat penting bagi para peneliti atau
peminat naskah itu sendiri. Dalam fungsi katalog sendiri yaitu untun memberikan deskripsi
atau gambaran selengkap dan serinci mungkin terhadap naskah dalam suatu koleksi tertentu 

Katalog menjadi sumber terpenting dalam mengetahui ratusan bahkan bisa jadi ribuan
naskah yang tersebar di Nusantara. Katalog menjadi gerbang kemudahan para peneliti untuk
membantu penelitiannya. Kemudahan peneliti naskah atau filolog ini akan berdampak baik
pula pada penelitian nantinya dengan arti lainnya katalog ini menjadi pelengkap bagi filolog.
Dengan ini dapat memperkaya aset serta pengetahuan tentang naskah-naskah Nusantara dan
memberi. Pada masa yang akan datang terhadap pernaskahan Nusantara hendaknya lebih baik
dan banyak yang ikut berpartisipasi dalam pernaskahan Nusantara.

C. Proses Digitalisasi Naskah


Sebelum melakukan kegiatan preservasi digital, naskah kuno/manuskrip yang tercipta
dalam bentuk kertas harus terlebih dahulu dijadikan ke dalam bentuk digital yang disebut
juga dengan proses digitalisasi. Proses digitalisasi harus dilakukan proses seleksi naskah
terlebih dahulu untuk mengetahui mana yang harus didahulukan. Pertama yang pasti adalah
seleksi koleksi yang akan difoto terlebih dulu. Kita seleksi dari segi pembacaan apakah sudah
bisa terbaca atau belum. Kalau masih ada yang belum terbaca, maka itu yang harus difoto.
Selanjutnya kita lihat, apakah naskah tersebut sudah benar-benar rapuh atau belum. Semisal
sudah rapuh dan jilidannya sudah rusak, maka itu juga menjadi prioritas. Tapi kalau untuk
6
Madden, Diana, S. A. An overview of the USMARC Archival and Manuscripts Control... Archives
Journal, 10122796, 1991, VoL 33 Irma U Aditirto. Standarisasi dan Pengawasan Bibliografi
saat ini, koleksi/naskah yang sudah benar-benar rapuh sudah lebih difoto. Jadi sekarang lebih
fokusnya ke koleksi yang di microfilm”.

Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa koleksi yang didahulukan pada saat proses
digitalisasi adalah koleksi naskah yang sudah rapuh dan rusak. Koleksi difoto dengan kamera
lalu hasilnya dimasukkan ke dalam komputer yang kemudian diolah. Selain naskah yang
sudah rusak, proses digitalisasi juga dilakukan terhadap naskah yang tersimpan di dalam CD
yang dulunya adalah alih media dari mikrofilm. Naskah diseleksi mana yang tidak terbaca
yang kemudian dilakukan digitalisasi ulang. Kebanyakan beberapa hasil CD hasil alih media
mikrofilm tersebut sulit terbaca ketika dilihat dari komputer. Oleh sebab itu, naskah digital
yang kondisi digitalnya kurang baik perlu didigitalisasi ulang agar dapat terbaca.

Pengolahan Naskah Setelah Digitalisasi

Setelah dilakukan pemotretan terhadap naskah-naskah yang perlu didigitalisasi, maka


langkah selanjutnya adalah mengolah gambar tersebut dengan menggunakan komputer.
Pemotretan yang dilakukan adalah semua halaman yang rusak sampai selesai. Setelah sisi kiri
dan kanan dimasukkan ke dalam berkas yang berbeda, barulah dilakukan penggabungan file
foto sisi kiri dan kanan naskah.

“Sesudah digabungkan berarti kan masih dalam bentuk JPEG. Untuk ditampilkan ke
dalam sistem kearsipan untuk publikasi kita rubah dulu jadi bentuk PDF pake Adobe
Professional. Nanti dari PDF sebelum dipublikasikan di compress dulu, dikecilin tapi
formatnya tetap PDF. Kan kalau di Adobe ada resize file nya “.
Setelah naskah digital digabungkan dan menjadi file naskah yang lengkap, maka format
mereka adalah JPG karena merupakan hasil foto. Format ini ukurannya terlalu besar,
sehingga harus diubah format menjadi PDF. Format PDF digunakan agar naskah tidah mudah
untuk dimanipulasi dan tetap terlindungi seperti diberi footer atau password. File digital
naskah diperkecil untuk memudahkan dalam penggunaan agar computer tidak cepat hang.
Setelah kegiatan digitalisasi naskah selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya ada
melakukan perawatan atau preservasi terhadap naskah tersebut:
a. Preservasi Teknologi

Preservasi Teknologi adalah kegiatan perawatan secara seksama terhadap semua


perangkat keras dan lunak yang dipakai untuk membaca, mengolah atau menjalankan sebuah
materi digital tertentu. Materi dapat hilang atau mungkin tidak dapat dipakai lagi apabila
mesin yang berupa hardware dan program yang berupa software kadaluwarsa (Pendit, 2008:
253). Badan Asip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah melakukan kegiatan
preservasi teknologi terhadap hardware dan software yang digunakan untuk mengolah dan
menyimpan naskah kuno/manuskrip yang sudah didigitalisasi. Hardware yang digunakan
adalah komputer dengan sistem operasi Windows, sedangkan untuk softwarenya adalah File
Basic Renamer yang digunakan untuk pemberian nomor, nama, penggabungan file,
pengecilan ukuran file, dan alih format dari JPG ke PDF.

Preservasi teknologi yang dilakukan adalah terhadap naskah kuno/manuskrip yang


sudah didigitalisasi. Naskah yang sudah didigitalisasi tersimpan di CD, mikrofilm, dan hard
disk. Naskah yang tersimpan berjumlah sekitar 725 keping pada CD da, 1 CD dapat memuat
20 judul, dan 250 roll pada mikrofilm, dan ada juga yang tersimpan di hard disk eksternal.
Hard disk eksternal yang dipakai adalah merk WD dengan kapasitas penyimpanan 1
terrabyte. Untuk saat ini, sebagian besar koleksi naskah kuno yang tersimpan di dalam CD
dan microfilm sudah banyak yang dipindahkan ke dalam hard disk eksternal, kecuali jika ada
naskah baru yang belum didigitalisasi.

b. Penyegaran (Refreshing)

Strategi yang selanjutnya adalah penyegaran. Kegiatan penyegaran (refreshing)


merupakan kegiatan yang paling mudah untuk diimplementasikan. Karena kegiatan ini tidak
memerlukan banyak biaya, hanya saja menghabiskan banyak waktu mengingat banyaknya
koleksi yang ada. Kegiatan penyegaran dilakukan pada koleksi naskah yang sudah tersimpan
di dalam CD, disket, atau hard disk. Kegiatan preservasi ini penting karena sifat media
penyimpanan yang semakin hari semakin mengalami pesatnya perkembangan teknologi.
Untuk menghindari kehilangan data karena tempat penyimpanan yang tidak layak, maka
perlu dilakukan penyegaran.

“Kalau yang sudah dilakukan di sini, paling tadi pengkopian data karena data di sini
ada 2 yaitu dari CD yang kemudian dipindah ke hard disk eksternal, dan yang satu adalah
dari hard disk dipindah lagi ke hard disk yang satunya. Jadi ada 2 hard disk eksternal.”

Kegiatan penyegaran ini memang membutuhkan waktu yang lama, karena harus
menyalin dari CD yang jumlahnya 700-an ke dalam hard disk eksternal. Setelah itu naskah
yang jumlahnya mencapai 300-an di dalam hard disk yang mencapai ukuran kurang lebih 885
gigabyte tersebut, harus disalin lagi ke hard disk eksternal lain milik pihak IT sebagi back-up.
Penyalinan ini membutuhkan waktu berhari-hari. Kegiatan ini dilakukan untuk
mempermudah pengguna karena tidak harus melihat naskah aslinya. Kegiatan penyegaran
juga dianggap efektif karena penyalinan data yang dilakukan bersifat keseluruhan tanpa
mengubah konten data sedikit pun, sehingga setelah dipindahkan, data akan terlihat sama.
Untuk saat ini, kegiatan penyegaran (refreshing) adalah kegiatan preservasi digital yang
paling cocok digunakan di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah.

c. Migrasi (Migration)

Kegiatan migrasi menurut Borghoff dan Rodig dalam Ramadhaniati (2012: 46) adalah
pemindahan materi digital secara berkala dari satu konfigurasi hardware/software ke
konfigurasi lainnya atau dari satu generasi komputer ke generasi yang lebih mutakhir.
Kegiatan migrasi pada arsip digital yang dilakukan di Badan Arsip dan Perpustakaan Daerah
Provinsi Jawa Tengah adalah arsip yang sudah didigitalisasi ke dalam bentuk hard disk
eksternal. Koleksi tersebut merupakan koleksi yang mulanya berbentuk CD kemudian
dipindahkan ke dalam hard disk eksternal. Selain itu, kegiatan migrasi dilakukan karena
perubahan software yang awalnya menggunakan Windows dan sekarang menggunakan
Macintosh. Karena software yang biasa digunakan dalam mengolah file digital di komputer
Windows sekarang tidak bisa digunakan lagi pada Macintosh.

“Pada waktu preservasi file digitalnya paling kesulitannya pas awal-awal saja ya. Itu
karena butuh adaptasi dari sistem operasi lama ke sistem operasi baru. Tapi kita kan tetep
pakenya Adobe ya, dan tampilannya di semua computer itu sama. Hanya saja, yang di
Macintosh tidak bisa digunakan file basic renamer…”

Pada kegiatan migrasi ini tidak begitu mengalami kesulitan, hanya saja perlu
dilakukan adaptasi pada sistem operasi (hardware) yang baru. Karena sistem operasi yang
baru yaitu menggunakan Macintosh harus menggunakan Adobe Acrobat Professional. Selain
migrasi adaptasi yang dilakukan, kegiatan migrasi juga dilakukan untuk formatting yaitu
mengubah suatu format file digital dari satu format ke format yang lain, dalam hal ini yang
dilakukan adalah mengubah format file digital JPG menjadi format PDF. Setelah itu, ukuran
dari file tersebut juga harus diperkecil menggunakan software yang sama agar lebih mudah
dalam pengunduhan.

D. Manfaat Digitalisasi Naskah


Perkembangan teknologi informasi yang pesat sekarang ini membantu lembaga-lembaga
terkait dalam hal preservasi dan konservasi naskah kuno. Digitalisasi merupakan jawaban dari hampir
seluruh masalah yang dihadapi oleh perpustakaan dan juga museum dalam hal diseminasi informasi,
khususnya disesminasi informasi isi kandungan dari naskah kuno yang dimiliki. Tujuan dari
digitalisasi sendiri selain agar proses temu kembali berjalan dengan mudah adalah diseminasi
informasi. Dimana dengan alih media dari konvensional ke bentuk digital akan mudah bagi
pemustaka untuk mengakses naskah kuno.

Adapun beberapa manfaat dari digitalisasi Naskah kuno antara lain :

1. Menyelamatkan baik fisik maupun informasi manuskrip


2. Membantu proses penelitian para filolog dan peneliti untuk meningkatkan risetnya
3. Membantu memajukan ilmu pengetahuan tentang dunia pernaskahan
4. Upaya pelestarian dan menarik minat generasi muda.
5. Melestarikan masa lalu untuk pembelajaran di masa depan.

BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

Hadirnya katalog-katalog yang dapat dinikmati oleh banyak peneliti naskah saat ini melalui
proses yang panjang. Berawal dari sebuah daftar sederhana yang biasanya mencantumkan
nomor dan judul naskah, konsep katalog naskah-naskah Islam nusantara dimulai.
Perkembangan katalog naskah-naskah Islam nusantara sangat jelas terlihat pada era tahun
2000-an. Katalog menjadi sumber terpenting dalam mengetahui ratusan bahkan bisa jadi
ribuan naskah yang tersebar di Nusantara. Katalog menjadi gerbang kemudahan para peneliti
untuk membantu penelitiannya. Kemudahan peneliti naskah atau filolog ini akan berdampak
baik pula pada penelitian nantinya dengan arti lainnya katalog ini menjadi pelengkap bagi
filolog. Digitalisasi merupakan jawaban dari hampir seluruh masalah yang dihadapi oleh
perpustakaan dan juga museum dalam hal diseminasi informasi, khususnya disesminasi informasi isi
kandungan dari naskah kuno yang dimiliki. Tujuan dari digitalisasi sendiri selain agar proses temu
kembali berjalan dengan mudah adalah diseminasi informasi. Dimana dengan alih media dari
konvensional ke bentuk digital akan mudah bagi pemustaka untuk mengakses naskah kuno.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai