Anda di halaman 1dari 16

”SKETSA PEMIKIRAN METODE PENEMUAN HUKUM”

Pengantar

I. Manusia – Hukum :

1.Manusia merupakan ciptaan (makhluk) dari Tuhan (Pencipta=


al Khalik) yang tidak diciptakan melainkan untuk menjalani
maksud dan kehendakNya sebagaimana terdapat di dalam al-
Qur’an. Kehendak Tuhan Allah swt merupakan hukum-
hukumNya untuk kepentingan manusia secara universal hingga
akhir zaman.
2.Unsur-unsur penting dalam diri manusia terdiri dari : qolbun-
akal-jasad; rokhaniyah-jasmaniyah; rasa-karsa-cipta.
Catatan : Qolbun : unsur yang tidak tampak, bukan hati dalam
arti sama dengan hati darah yang menggumpal. Qolbun
merupakan pusat iman (keyakinan/aqidah), rasa, kehendak
(will) dan ”kekuatan ruh” yang menjelma menjadi spiritual/
rokhani/sukma/semangat.
3.Al-Qur’an dan berisi : nilai-nilai (values : kebenaran,
kejujuran, keadilan), pedoman dan arah kehidupan, sejarah,
sumber ilmu pengetahuan, sistem sosial politik ekonomi, etika
dan sistem pemerdekaan (liberasi), kemanusiaan (humanisasi),
ketuhanan (transendensi), fungsi dan orientasi kemanusiaan,

1
sistem iman, kehidupan pasca dunia dan sistem peraturan
(hukum/kaedah/norma).
4.Fungsi al-Qur’an : sebagai acuan nilai akhlaq, etika dan moral
bagi manusia untuk mengaktualisasikan peran kemanusiaan-
otentiknya, membentuk tatanan masyarakat dunia yang
berkemanusiaan dan transendental (keilahian) serta
kelestarian alam semesta dan lingkungan.
5.Manusia sebagai insan, diberi unsur nafsu, yang mampu
menjelma positif konstruktif atau negatif destruktif. Faktor
stabilitas otentik akan bertarung dengan nafsu dan pengaruh
lingkungan. Al-Qur’an perlu dihadirkan secara aktif dalam
situasi pertarungan ini.
6.Hukum fungsi utamanya adalah regulasi (dalam arti luas)
terhadap lalu lintas manusia (antar indifidu dan antar bangsa)
agar terwujud tatanan dan relasi kehidupan yang berkeadilan
dengan menunjung tinggi nilai kemanusiaan otentik dan
keadaban. Untuk fungsi ini, hukum memerlukan sumber-
sumber nilai, spirit dan orientasi.
7.Dalam teori klasik dan modern tentang hukum,konsep
(pengertian) Tuhan, alam, sistem nilai, lingungan, kemanusiaa
otentik memperoleh penegasan teoretikalnya. Konsep ini
memerlukan pemahaman yang bersifat komprehensif dan
holistik dalam kajian ilmu hukum , hukum dan penegakan
hukum.

2
8.Metode Penemuan Hukum perlu diletakkan dalam struktur
berpikir integratif dan sistemik untuk memahami tentang
makna dan relasi makna antara hukum,manusia, Tuhan, alam
semesta hingga pasca berakhirnya seluruh tatanan cosmos
(alam ukhrawi).
9.Alam Ukhrawi adalah kekal abadi, alam mengetam seluruh
amal perbuatan dan tindakannya selama hidup di alam
duniawi, setelah melalui proses pertanggung jawaban per-
indifidual dihadapan Mahkamah Allah swt. Kitab Pencatatan
Amal Manusia akan menjadi ”BAP Versi Roqib ’Atid” sebagai
konsideran vonis Allah swt.

II.Penemuan Hukum (rechtsvinding/law making:

Merupakan mata kuliah yang hadir belakangan setelah tercipta


situasi kemandegan dalam proses penegakan hukum di
pengadilan. Kemandegan dimaksud yaitu tentang terdapatnya
sejumlah besar vonis (putusan hakim) yang tidak mencerminkan
rasa keadilan, melainkan semata mencerminkan bunyi teks
peraturan perundang-undangan. Sementara isi (substansi) suatu
aturan mengalami keterbatasan arti (makna fungsionalnya)
akibat pengaruh ”ruang dan waktu” selain juga, jenis kasus yang
diperiksa hakim memiliki sifat kebaruan akibat pengaruh
perubahan sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi tinggi.

3
Dalam tataran fakta (data empirik), vonis hakim yang dinilai
semata mencerminkan suara undang-undang dikategorikan
sebagai vonis hakim yang berwajah ”kepastian hukum”.
Sementara kritik menyatakan bahwa vonis idealnya
mencerminkan keadilan, dengan argumen bahwa esensi (unsur
penting) hukum adalah keadilan atau rasa keadilan (sense of
justice). Ada juga pendapat lain bahwa esensi hukum adalah
kemanfaatan. Yang menjadi keperluan bukanlah
mempertentangkan masing-masing, namun bagaimana
mahasiswa fakultas hukum mampu memiliki kompetensi
akademis metodologis agar vonis hakim mencerminkan ketiga
unsur (kepastian hukum, kemanfatan dan keadilan).
Sejumlah riset putusan hakim (lihat buku hasil riset Komisi
Yudisial RI) menggambarkan ragam frame of thinking of the
judges di Indonesia. Satu sisi ada yang mencerminkan ketiga
unsur di atas, sisi lain ada yang menampakkan berfikir legistic-
positivistic, yaitu sekedar menyuarakan bunyi teks undang-
undang. Prosentase terbesar dari hasil riset menampakkan bahwa
vonis hakim belum mencerminkan ciri penemuan hukum.
Dikonstatir hal ini disebabkan oleh : (1) Pengaruh metodologi
pendidikan hukum di pendidikan strata 1 bercorak legistic
positivistic yang intinya mengedepankan pandangan bahwa
undang-undang adalah wujud hukum. Hukum dalam pandangan
ini adalah aturan tertulis (written law).(2) Belum meratanya
pendidikan mata kuliah metode penemuan hukum.(3) Tidak

4
terdapat tradisi berfikir lintas disiplin dalam memahami dan
memecahkan suatu kasus hukum dan tidak ada kritik terhadap
bangunan dasar teori hukum.
Kini, problem penegakan hukum dan keadilan melalui proses
pengadilan telah menjadi tantangan yang bersifat kompleks dan
menjadi perhatian publik skala dunia. Penegakan hukum dinilai
menjadi together need antar negara modern yang
mengedepankan Rule, Justice dan Human Rights serta
Transparancy on the international relationship. Posisi mata kuliah
ini, bersama mata kuliah lain bersifat komplementer. Fakultas
Hukum UII dengan long tradition of integrited knowledge selama
ini memadukan esensi basic values dari ilmu-ilmu umum dengan
ilmu-ilmu ke-Islaman (Islam sbg sistem nilai iman dan
pengetahuan) memiliki pandangan konseptual bahwa tidak ada
ilmu bebas nilai (value free of knowledge). Sebaliknya ilmu sarat
dengan nilai yaitu mengandung kualitas keadaban (keakhlakan,
etika, kejujuran, kemanusiaan, kesetaraan dan kelangsungan
dunia). Karakter berfikir lintas disiplin menjadi keniscayaan
sebagai jawaban problem ketidakadilan sosial politik skala dunia.
Konflik di era teknologi dunia maya bukan saja ditandai
dengan konflik indifidual tetapi sekaligus konflik budaya antar
etnis dan antar bangsa-bangsa di dunia. Ribuan jenis kepentingan
baru akan mendominasi cara berfikir manusia dan menentukan
kualitas dan pola perilakunya. Keterbatasan sumberdaya alam
dan ekonomi akan menjadi ajang dan episentrum perebutan

5
pengaruh dan penguasaannya. Konflik mondial dan dampak
lokalnya tidak terelakkan.
Hubungannya dengan hukum dan metode penemuan hukum ?.
Sesuai dengan esensi, sifat, karakter, fungsi dan tujuannya,
hukum menjadi a tool to solution of the compleceted problem.
Namun hukum sebagai ”kaedah” adalah kumpulan kata-kalimat
yang berisi tentang Hak, kewajiban, sanksi dan kelanjutannya.
Kaedah hukum berwatak pasif, kaku, stag dan baru akan
bermakna serta berfungsi mampu menjalankan fungsinya untuk
memecahkan problem hukum, sosial, ekonomi, politik, HAM,
keamanan, budaya, ketika kaedah hukum dihadapkan pada fakta
berupa pemenuhan kebutuhan manusia atau konflik
kemanusiaan. Maka, penafsiran kaedah hukum menjadi sangat
substansial. Disinilah penemuan hukum memerlukan metode yang
secara akademis dapat akuntabel diterapkan untuk
memecahkannya. Kata kuncinya : Fakta, peristiwa, kaedah
hukum, doktrin-doktrin ilmu hukum memerlukan penafsiran
untuk memperoleh kualitas pengertian yang otentik sesuai sifat
dasar hukum dan tujuan hukum.

Penemuan Hukum merupakan langkah ”konkretisasi dan


implementasi hukum” ke dalam suatu kasus merupakan tugas
intelektual (keilmuan/akademis) para mahasiswa, sarjana dan
praktisi/profesi hukum. Perubahan dalam masyarakat global yang
ditandai dengan dinamika persepsi manusia terhadap segala

6
jenis, bidang, kebutuhan,orientasi hidup, cara pemenuhannya
menjadi problem sosial dalam arti luas dan bersifat kompleks. Hal
ini tentu membawa kaitan dengan problematik penemuan hukum
(rechtsvinding). Sebelum secara khusus memasuki hal ini
(rechtsvinding), diperlukan pengembaraan intelektual untuk
menemukan suatu spektrum pemikiran yang luas (context of
discovery) seperti dibawah ini.
Kini dan kedepan, hukum, pengertian, pemaknaan, fungsi,
tujuan dan penegakannya (law enforcement), semakin terkait
dengan sejumlah aspek seperti :kebutuhan jenis kehidupan
perumahan,makan, kesehatan, lingkungan, ilmu dan skill bisnis,
lahan industri, teknologi, izin, relasi antar bangsa/negara,
penguasaan sumber daya alam, politik bisnis, nilai-nilai batin,
etika, moral, agama, ideologi, keamanan regional – internasional-
laut dan ruang angkasa,kekuasaan dst. Semua aspek ini
merupakan faktor yang memengaruhi manusia dan masyarakat
bangsa dalam memandang (persepsi), menilai (memaknai) dan
menyikapi manusia dan suatu bangsa lain, sumber daya alam,
agama, nilai etika dan masyarakat baru yang diinginkannya.
Dalam masyarakat dengan tingkat peradaban rendah,
terdapat perbedaan kualitas dibanding dengan yang
berperadaban tinggi dalam memahami dan memaknai sejumlah
faktor di atas. Hal ini akan membawa konsekuensi lebih jauh
dalam memaknai nilai (value). Yaitu suatu kualitas moral
(patokan/ukuran) yang terkait dengan kehidupannya. Apakah

7
moral itu, apakah perlu moral dalam kehidupan bersama, apa
keuntungan atau kerugian jika berpegang atau tidak berpegang
pada moral dalam kehidupan diri sendiri dan kehidupan bersama.
Selanjutnya, dari mana sumber nilai moral itu, dalam bidang-
bidang kehidupan apa saja moral diperlukan atau tidak diperlukan
sama sekali.
Jawaban atas pertanyaan ini akan dipengaruhi oleh paradigma
(kerangka pikir), ideologi, faham (isme), atau agama yang dianut
oleh masyarakat. Faham apapun yang dianutnya, di dalamnya
terdapat bentuk moral tertentu yang dijadikan ukuran dalam
menentukan tindakannya. Dalam masyarakat penganut faham
“nihilisme” yang mengabaikan nilai (kesucian,keluhuran), maka
semua tindakan tidak perlu diukur dengan nilai-nilai luhur itu.
Demikian juga dengan faham “utilitairianisme” maupun
“Kantianisme” yang keduanya sangat menekankan kepada
kebebasan individu dan tujuan mengejar kepentingan pribadi.
Demikian halnya “kapitalisme” sebagai falsafah yang
mengandalkan pada pembagian kerja berdasarkan mekanisme
pasar. Rasional dalam suatu tindakan menurut kapitatalisme
adalah mengejar kekuasaan sebagai tujuan. Kekuatan bisnis,
politik, hukum, agama dst dipandang sebagai bagian untuk
memperbesar kekuasaan.

8
I . Konsep Fundamental Hukum

A. Pada tataran konsep


Terdapat dua konsep besar hukum dari sudut asal
muasalnya, yaitu :
1. Hukum sebagai kehendak Ilahi
Bersumber pada wahyu Allah (Al-Qur’an). Sbg Pencipta
alam seisinya (termasuk manusia), terdapat kandungan
maksud penciptaan itu. Apa, mengapa, bagaimana, untuk
apa dan mau kemana perjalananan kehidupan manusia,
dijelaskan secara detail/rinci di dalam Al-Qur’an, dan
penjelasannya di dalam Sunah Nabi (Sunah)
Substansi kandungan Al-Qur’an : Aspek2
legal(hukum=ketentuan=pedoman) dalam bidang: (a)
Aqidah Tauhid=doktrin pengetahuan ttg peng-Esaan
Allah. (b) Ibadah=doktrin pengetahuan ttg pola
hubungan manusia dengan Allah, sesama dan alam
semesta. (c) Akhlak=pedoman etika=nilai dan norma ttg
ukuran benar-salah dan baik-buruk yang diberlakukan
untuk manusia dalam relasinya dengan Allah, sesama dan
alam semesta.(d) Mu’amalah duniawiyah= prinsip2 dalam
menciptakan dan menjalin hubungan sesama dalam dan
untuk kepentingan bersama secara universal.
Sisi substansi lain dalam Al-Qur’an dan Sunah : Sejarah
para nabi dan kaum masa lalu, sebagai amtsal

9
(perumpamaan yang mengandung hikmah/pengetahuan
bagi manusia sesudahnya);

Hukum Islam adalah merupakan kehendak Ilahi,


ditujukan kepada umat manusia sebagai makhlukNya,
agar dijadikan pedoman dan acuan dalam perilakunya.
Sifat Hukum Islam : (a)Liberasi=Memerdekakan
manusia/masyarakat dari posisi/kondisi tertindas, lemah
dan situasi ketidakadilan hukum , sosial dan politik. (b)
Humanisasi=Pemosisian, pencerahan dan perjuangan
kemanusiaan sebagaimana fitrahnya/kodrat otentiknya
sebagai makhluk yang sempurna (taqwiim:Q.S:95-4 dan
Q.S:3-110). (c)Transendensi= Pengakuan terhadap Al-
Qur’an sebagai nilai tertinggi diluar manusia, bersifat
melampaui zaman.
2. Hukum sebagai produk pemikiran
Merupakan konsep-konsep pemikiran para ahli filsafat
dan sosiologi hukum serta pemikir lainnya. Obyeknya
(sasaran) adalah : perilaku manusia dalam masyarakat.
Esensinya adalah hak dan kewajiban, disertai dengan
sanksi( hukuman) terhadap pelanggarnya. Tujuannya
adalah tertib sosial. Sumber hukum berasal dari nilai-nilai
yang terdapat dalam masyarakat, penomena dan
peristiwa-peristiwa sosial serta rechts idee (cita-cita
hukum) .

10
Format hukum:
Format hukum : tertulis (written law) dan tidak tertulis
(unwritten law).Substansinya: ada yang merupakan hasil
dari ”penormaan moral maupun suatu kepentingan”.
Moral/etika/akhlak, berisi nilai-nilai
kebenaran/kebajikan, dinormakan menjadi hukum.
Karena hukum menentukan tentang hak dan wajib serta
sanksi (menentukan suatu hukuman atas kesalahan
seseorang), maka hukum memerlukan ”nilai pembeda”
antara ”yang benar/pantas/boleh” dengan ”yang
salah/tidak pantas/tidak boleh”. Kegunaan unsur moral
dalam ”pengisian”konsep hukum menjadi penting sekali
karena : (a) substansi hak dan kewajiban harus
didasarkan pada pertimbangan obyektif, kejujuran dan
imparsialitas, mengutamakan kepentingan
umum/kemaslahatan (b)putusan hakim sebagai produk
hukum, harus terbebas dari unsur2 ketidak-adilan,
keberpihakan dan abuse of power (c)peraturan
perundangan dan kebijakan negara/kebijakan publik
harus berpihak sepenuhnya kepada pemenuhan hak-hak
dan kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi.
3. Hukum sebagai ”Kulturbegriff”
- Terdapat di dalam Pembukaan UUD 1945

11
- Pengertiannya harus berada dalam konteks budaya
bangsa Indonesia
- Isi (substansi) pengertiannya termasuk dalam kategori
kaedah hukum yang berkedudukan sebagai Staats
fundamental norm/Staats fundamental recht (di dalam
istilah penjelasan UUD 1945 disebut ”Hukum Dasar”)
B. Pada tataran realitas empiris
Hukum sebagai nilai dan norma, bersifat ideal dan luhur
(intrinsik). Penuh kandungan keadilan, muatan hak-hak,
kewajiban-kewajiban, ius constituendum (yang
diinginkan/ yang diidealkan kedepan). Semua hukum
dalam berbagai bentuknya bersifat pasif, maka
memerlukan aktivator yi berupa peristiwa konkrit,terutama
berupa sengketa.
Dalam pratiknya, hukum yang ideal tidak selalu berfungsi
sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan :
1. Faktor SDM . Yi legislator di DPR, Pemerintah dan Hakim
2. Faktor diluar hukum (ektra yuridis). Yi kultur sosial
politik dan tekanan politik serta pengaruh finansiil
Kedua faktor di atas menjadi dominan dalam hal SDM
(anggota DPR dan hakim) memiliki integritas moral dan
intelektual yang rendah.

12
Contoh :
1. UU ttg Penanaman Modal Asing dan Perpres No.77 Th
2007
2. UU ttg BHP, Mineral dan Batu Bara.
3. UU MA No.3 Th 2009
4. UU tentang Parpol Pemilu dan Pilpres
5. Putusan MA tentang dibebaskannya sejumlah besar
terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM (terlampir).
6. Putusan MK tentang KPK dan Kewenangan
Pengawasan KY terhadap hakim.
7. Rendahnya putusan hakim terhadap terdakwa kasus
korupsi dan illegal logging, dll.
8. Sejumlah kebijakan pemerintah yang menyobek rasa
dan nilai keadilan ( konversi minyak tanah ke gas,
kenaikan beaya dasar listrik, BBM dan toll, Perpres ttg
modal asing leluasa masuk dalam pengelolaan
pendidikan di Indonesia, kebijakan mengundang modal
asing untuk mengeksploitasi sumber daya minyak, gas
dll).
9. UU No 19 Th 2019 ttg KPK. Substansinya melumpuhkan
KPK= melumpuhkan sistem gerakan pemberantasan
korupsi.
10. RUU Omnibus Law yang fundamental
bertentangan dengan Pancasila (sila 2, 4 dan 5 ) dan
tidak protektif terhadap hak-hak asasi manusia rakyat.

13
II. Problematik Penemuan hukum (umum)
1. Rendahnya motivasi, komitmen, integritas dan
intelektualitas para pembentuk hukum di legislatif,
yudikatif dan eksekutif.
2. Dominannya wacana pendidikan hukum yang
bermazhab legal-positivisme
3. Rendahnya daya pengetahuan dan kepekaan sebagian
hakim terhadap dampak ketidakadilan dari putusan
hakim
4. Rendahnya moralitas hakim dalam menyikapi budaya
mafia peradilan
5. Tidak terbentuknya budaya peradilan yang fair,
transparan dan power full, sebaliknya feodalistik.
6. Sikap pasif masyarakat Perguruan Tinggi terhadap
lemahnya praktek penemuan hukum dan rendahnya
tradisi riset atas putusan hakim.
7. Keterbatasan penguasaan filsafat nilai, filsafat ilmu,
filsafat hukum dan metodologi penemuan hukum.
.
III. Pemikiran menuju penguatan penemuan hukum
1. Penguasaan aspek teoretik MPH, antara lain ttg :
- alasan penemuan hukum ( kevakuuman
peraturan perundangan, ketidak jelasan

14
peraturan perundangan dan hilangnya relefansi
peraturan perundangan untuk diterapkan dalam
konteks tertentu.
- alasan pemilihan metode penemuan hukum
atau .metode penafsiran tertentu untuk suatu
kasus dengan pendekatan logika hukum yang
kuat dan . mendasar.
- Penguasaan pemaknaan atas fakta
sosial(peristiwa konkrit) yang dihadapi hakim .
2. Penguasaan kemampuan berfikir interdisipliner ilmu.
3. Penguasaan kemampuan untuk mewujudkan putusan
hakim sebagai a tool of social reconstruction yang
mampu berfungsi untuk melakukan perubahan
terhadap tatanan kehidupan sosial politik ekonomi
yang berkeadilan dan berkeadaban.
4. Penguasaan kemampuan berijtihad yang lebih kaya
muatan aspek substansi dan metodologisnya.
5. Penguasaan aspek Metodologi Ilmu
6. Terbatasnya hasil riset potret kemiskinan, korban HAM,
dampak perusakan hutan, korupsi dll sebagai data
empiris bagi hakim.

KUH Perdata :
1. 1338 : semua perse7am yan dibuat secara sah
berlaku sbg UU bagi yg membuatnya/

15
-Pesse7an tdk dpt ditarik kmbl selain dgn
keskptn kedua dua phk, atau krn alasan2 UU.
-Perse7an hrs dlaksanakan dgn iktikad baik.
2. 1339 . Perse7an tdk hanya mengikat utk
hal2 yg dgn tegas dinyatakan di dlmnya.ttp
juga utk sgl hal yg menurut sifat perse7an,
diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau
UU.

16

Anda mungkin juga menyukai