Pendahuluan
Globalisasi telah menyeret semua bangsa di dunia ke kancah
pertukaran yang semakin intensif dan bersifat transnasional
sehingga membentuk dunia tanpa batas (borderless world). Gejala ini,
1
Oetojo Oesman dan Alfian, Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai
Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, Jakarta,
BP 7 Pusat, 1992, hlm. 5
2
Kata kemanusiaan adalah tentang nilai-nilai yang dianut oleh manusia
dalam kaitan hubungannya dengan sesama manusia, seperti
toleransi, welas-asih, cinta-kasih, tolong-menolong, gotong-royong,
mendahulukan kepentingan umum, dan banyak lainnya. Semua
nilai- nilai itu adalah antara manusia dengan manusia.
Kemanusiaan versi Indonesia adalah kemanusiaan yang bersifat
adil, dan kemanusiaan yang beradab. Terlihat jelas bahwa
pemaknaan “kemanusiaan” berkorelasi dengan budaya dan
peradaban suatu bangsa.
569 Yovita Arie Mangesti
riset dan teknologi atas dasar paradigma kemanusiaan yang bersifat pro-
life,3 pembangunan hukum ekonomi berbasis hak asasi manusia,4
pembangunan hukum berwawasan ekokrasi, wacana tentang peradilan
etik,5 semua sebenarnya dibuat untuk mengakomodir kepentingan
manusia. Pertanyaannya reflekstif atas semua ini adalah, di satu sisi
eksistensi manusia berkolaborasi dengan tata nilai global, dan ini
mewarnai pertumbuhan hukum nasional. Di sisi lain, manusia
membutuhkan suatu nilai yang kokoh sebagai pondasi, sebagai batu
penjuru, dan sebagai sekat yang menjadi batas eksistensi manusia itu
sendiri. Hukum yang dibuat untuk manusia, tidak dapat berkembang
tanpa batas. Kekuatan Pancasila sebagai pondasi sekaligus frame
kehidupan berbangsa dan bernegara teruji untuk menjadikan hukum
sungguh berorientasi bagi manusia.
Terminologi Humanis
Humanis, berasal dari kata human, yang artinya manusia. Hukum
humanis berporos pada manusia sebagai subyek dan obyek hukum.
Beberapa ahli berusaha mengunggapkan esensi manusia sesuai
dengan pemahaman pada zamannya. Bagi Plato dan Platinos,
manusia adalah suatu makhluk ilahi, sedangkan bagi Epikurus dan
Lukretius manusia berumur pendek dan lahir karena kebetulan, dan
suatu saat akan lenyap. Menurut Deskrates kebebasan manusia mirip
dengan kebebasan Tuhan, padahal Voltaire yakin bahwa manusia
secara esensial tidak berbeda dengan binatang. Hobes berpendapat
bahwa manusia dalam daya geraknya bersifat agresif dan jahat,
sedangkan bagi Rousseau mengangapnya baik dalam segala
kodratnya. Buber, Marcel, Levinas, dan Mouiner menegaskan bahwa
setiap orang merupakan suatu nilai unik.6 Keunikan inilah yang
menjadikan manusia berperan sebagai pengemban misi suci (mission
sacre), membangun peradaban yang harmoni secara struktur
(structur) dan budaya (culture).
3
Yovita A. Mangesti, Hukum Berparadigma Kemanusiaan, Perlindungan
Riset dan Pemanfaatan Human Stem cell, Yogyakarta, Genta Publishing,
2016.
4
Radhika Balakhrisnan, Diane Elson, Ray Patel, Rethingking
macroeconomic strategies from human rights perspective, Development, Vol. 53
(1),2010, hlm. 27-36
5
Jimly Asshiddigie, Peradilan Etik dan Etika Konstitusi, Perspektif Baru
tentang Rule of Law and Rule of Ethics & Constitutional Law and
Constitutional Ethics, Jakarta, Sinar Grafika, 2014
6
Louis Leahy, Siapakah Manusia? Sintesis Filosofis tentang Manusia,
Yogyakarta, Pustaka Filsafat, 2001, hlm. 17
571 Yovita Arie Mangesti
7
AM. Saefuddin, Islamisasi Sains dan Kampus, Jakarta: PPA
Consultants, 2010, hlm. 16-17
Seminar Nasional Hukum 572
8
Adelbert Snijders, Antrolopolgi Filsafat Manusia, Paradoks dan Seruan,
2004, Yogyakarta, Kanisius, 2004, hlm.39
9
Causa materialis adalah asalmula/sebab berupa bahan. Causa
formalis merupakan sebab, bentuk, bangun, rangcang bangun.
Causa finalis merupakan sebab yang berupa tujuan, causa efisience
yaitu sebab yang menimbulkan akibat. PJ. Suwarno, Pancasila
Budaya Bangsa Indonesia, Yogyakarta, Kanisius, 1993, hlm. 82
10
Bandingkan: humanisme zaman sekarang disamakan dengan
weltanshuung, yaitu suatu pandangan atas dunia dan manusia. Pada
aliran ini, Tuha tidak ditemukan dalam pengalaman manusia.
Manusia menemukan diri dalam kebersamaan dengan orang lain.
Manusia harus menjadi sesame bagi sesamanya dan
memanusiawikan dunia hingga mencapai kemakmuran dan
keadilan. Tugas ini mewajibkan secara etis bahwa manusia harus
human. Ia harus mencibtai sesama seperti dirinya sendiri. Manusia
harus berkata ya terhadap kehidupan
573 Yovita Arie Mangesti
23
Menurut Kaelan, klasifikasi keadilan adalah sebagai berikut:
(1) Keadilan distributif, yaitu suatu hubungan keadilan antara negara
terhadap warganya, dalam arti pihak negaralah yang wajib memenuhi
keadilan dalam bentuk keadilan membagi, dalam bentuk
kesejahteraan, bantuan, subsidi serta kesempatan dalam hidup bersama
yang didasarkan atas hak dan kewajiban.
(2) Keadilan legal (keadilan bertaat) yaitu suatu hubungan keadilan
antara warga negara terhadap negara dan dalam masalah ini pihak
wargalah yang wajib memenuhi keadilan dalam bentuk mentaati
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara.
(3) Keadilan Komutatif , yaitu suatu hubungan keadilan antara warga
satu dengan lainnya secara timbal balik.
Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2014, hlm. 77.
Seminar Nasional Hukum 580
Kesimpulan
Konsep Hukum Humanis sebagai revitalisasi ideologi Pancasila
dalam berhukum ini, berpangkal tolak dari pemahaman bahwa
hukum dibuat oleh manusia, untuk manusia, yang tumbuh-
berkembang-lestari-atau bahkan musnah karena manusia. Hakikat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya melahirkan konsep
kemanusiaan. Kemanusiaan
Seminar Nasional Hukum 582
Ucapan Terimakasih
Terimakasih penulis haturkan kepada Dekan Ffakultas Hukum
Universitas Surakarta dan Panitia Seminar Nasional Universitas
Negeri Semarang yang telah memberikan inspirasi dan kesempatan
untuk disosisialissikannya gagasan ini sebagai salah satu konsep
berhukum dalam rangka revitalisasi ideologi Pancasila di aras global.
Daftar Pustaka
Adelbert Snijders, Antrolopolgi Filsafat Manusia, Paradoks dan Seruan,
2004, Yogyakarta, Kanisius
AM. Saefuddin, 2010, Islamisasi Sains dan Kampus, Jakarta: PPA
Consultants
As’ad Ali, 2009, Negara Pancasila, Jalan Kemaslahatan Berbangsa, Jakarta,
LP3ES.
BC. Triyudo Prastowo, 2015, Prof. N. Drijarkara: meng-Negara, meng
Indonesia, Pancasila, dari Sudut Pandang Filsafat
Manusia.Yogyakarta, PKP Univ. Sanata Darma
Bernard Arief Sidharta, 2009, Refleksi tentang Struktur Ilmu Hukum
Sebuah Penelitian tentang Fondasi Kefilsafatan dan sifat Keilmuan
Ilmu Hukum, sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Hukum
Nasional Indonesia, Mandar Maju, Bandung.
583 Yovita Arie Mangesti