Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH KEPERAWATAN MATERNITAS II

“PERSIAPAN OPERASI HISTEREKTOMI”

Dosen Pengampuh : Ns. Cut Mutiya Bunsal, S.Kep, M.Kep

DISUSUN OLEH

KELOMPOK IV :

1. Intan Safina (2001015)


2. Arfiah Bugis (2001031)
3. Fazlun Lamalani (2001056)
4. Ira W. Umaternate (2001052)
5. Muh. Irgiansyah Lentedu (2001054)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MANADO

T/A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah Kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “PERSIAPAN OPERASI HISTEREKTOMI” ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai persiapan operasi histerektomi ini. Kami
juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-
kekurangan dan jauh dari apa yang kami harapkan. Untuk itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak
ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Manado, 23 April 2022

Kelompok IV

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Pembedahan Histerektomi


A. Definisi Histerektomi .......................................................................... 1
B. Indikasi dan Kontraindikasi ................................................................. 1
C. Klasifikasi Histerektomi ...................................................................... 2
D. Teknik Operasi Histerektomi ............................................................... 4
E. Prosedur Histerektomi ......................................................................... 6
F. Efek samping dan Komplikasi ............................................................. 9
G. Penatalaksanaan ................................................................................ 13
1.2 Konsep Penyakit
A. Definisi Mioma Uteri ......................................................................... 13
B. Etiologi Mioma Uteri ......................................................................... 14
C. Klasifikasi Mioma Uteri .................................................................... 15
D. Patofisiologi Mioma Uteri …………………………………………. 17
E. Manifestasi Klinis Mioma Uteri ………...…………………………. 17
F. Pemeriksaan Penunjang …………………………………….……… 18
G. Penatalaksanaan ………………………...……………………...….. 20
H. Komplikasi Mioma Uteri ……………………….………………….. 21
1.3 Alat dan Bahan
A. Persiapan Alat ……………………………………….……………… 22
1.4 Standar Operasional Prosedur ……………………………….………….. 24

BAB II SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

2.1 Media Promosi ………………………………...……………………….. 29


2.2 Tujuan Promosi ………………………………………………………… 29
2.3 Manfaat Promosi ………………………………………………..……… 29

iii
BAB III JURNAL

3.1 Analisa Picot ........................................................................................... 30

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 32

iv
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Pembedahan Histerektomi


A. Definisi Histerektomi

Histerektomi adalah mengangkat rahim dengan organ di sekitarnya.


(Yatim, 2005)

Histerektomi adalah suatu prosedur pembedahan mengangkat rahim


yang dilakukan oleh ahli kandungan. (Rasjidi, 2008). Histerektomi adalah
pengangkatan uterus melalui pembedahan paling umum dilakukan untuk
keganasan dan kondisi bukan keganasan tertentu (contoh endometriosis
tumor), untuk mengontrol perdarahan yang mngancam jiwa, dan kejadian
infeksi pelvis yang tidak sembuh-sembuh atau rupture uterus yang tidak
dapat di perbaiki (Marylin 2008).

Jadi, dapat di simpulkan histerektomi adalah suatu prosedur


pembedahan mengangkat rahim yang umum di lakukan untuk keganasan
atau bukan keganasan.

B. Indikasi dan Kontraindikasi Histerektomi


1) Indikasi :
• Ruptur uteri
• Perdarahan yang tidak dapat dikontrol dengan cara-cara yang
ada, misalnya pada :
a) Atonia uteri
b) Afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia pada solusio
plasenta dan lainnya.
c) Couvelaire uterus tanpa kontraksi.
d) Arteri uterina terputus.
e) Plasenta inkreta dan perkreta.
f) Hematoma yang luas pada rahim.
• Infeksi intrapartal berat.

1
• Pada keadaan ini biasanya dilakukan operasi Porro, yaitu uterus
dengan isinya diangkat sekaligus.
• Uterus miomatosus yang besar.
• Kematian janin dalam rahim dan missed abortion dengan
kelainan darah.
• Kanker leher Rahim

2) Kontraindikasi
• Atelektasis
• Luka infeksi
• Infeksi saluran kencing
• Tromoflebitis
• Embolisme paru-paru.
• Terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial
pada adneksa
• Riwayat laparotomi sebelumnya (termasuk perforasi appendix)
dan abses pada cul-de-sac Douglas karena diduga terjadi
pembentukan perlekatan.

C. Klasifikasi Histerektomi
1) Histerektomi parsial (subtotal)

Pada histerektomi jenis ini, rahimn diangkat, tetapi mulut rahim


(serviks) tetap dibiarkan. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena
kanker mulut rahim sehingga masih perlu pemeriksaan pap smear
(pemeriksaan leher rahim) secara rutin.

2) Histerektomi total

Pada histerektomi ini, rahim dan mulut rahim diangkat secara


keseluruhan. Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut
diangkatnya serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan
prekanker. Akan tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada
histerektomi supraservikal karena insiden komplikasinya yang lebih
2
besar. Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau
mengeluarkan ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit,
kemungkinan dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral harus
didiskusikan dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak ada
pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah
sering terjadi mikrometastase.

Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada histerektomi total


seluruh bagian rahim termasuk mulut rahim (serviks) diangkat. Selain
itu, terkadang histerektomi total juga disertai dengan pengangkatan
beberapa organ reproduksi lainnya secara bersamaan. Misalnya, jika
organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba falopii) maka
tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat adalah kedua
ovarium atau indung telur maka tindakan itu disebut oophor. Jadi, yang
disebut histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah
pengangkatan rahim bersama kedua saluran telur dan kedua indung
telur. Pada tindakan histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan
pengangkatan bagian atas vagina dan beberapa simpul (nodus) dari
saluran kelenjar getah bening, atau yang disebut sebagai histerektomi
radikal (radical hysterectomy).

Ada banyak gangguan yang dapat menyebabkan diputuskannya


tindakan histerektomi. Terutama untuk keselamatan nyawa ibu, seperti
pendarahan hebat yang disebabkan oleh adanya miom atau persalinan,
kanker rahim atau mulut rahim, kanker indung telur, dan kanker saluran
telur (falopi). Selain itu, beberapa gangguan atau kelainan reproduksi
yang sangat mengganggu kualitas hidup wanita, seperti miom atau
endometriosis dapat menyebabkan dokter mengambil pilihan
dilakukannya histerektomi.

3) Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral

Histerektomi ini mengangkat uterus, mulut rahim, kedua tuba


falopii, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan
keadaan penderita seperti menopause meskipun usianya masih muda.
3
4) Histerektomi radikal

Histerektomi ini mengangkat bagian atas vagina, jaringan dan


kelenjar limfe disekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada
beberapa jenis kanker tertentu untuk bisa menyelamatkan nyawa
penderita.

Histerektomi dapat dilakukan melalui 3 macam cara, yaitu abdominal,


vaginal dan laparoskopik. Pilihan ini bergantung pada jenis histerektomi
yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai
pertimbangan lainnya. Histerektomi abdominal tetap merupakan pilihan
jika uterus tidak dapat dikeluarkan dengan metode lain.

Histerektomi vaginal awalnya hanya dilakukan untuk prolaps uteri


tetapi saat ini juga dikerjakan pada kelainan menstruasi dengan ukuran
uterus yang relatif normal. Histerektomi vaginal memiliki resiko invasive
yang lebih rendah dibandingkan histerektomi abdominal. Pada histerektomi
laparoskopik, ada bagian operasi yang dilakukan secara laparoskopi (garry,
1998).

D. Teknik Operasi Histerektomi

Pilihan teknik pembedahan tergantung pada indikasi pengangkatan


uterus, ukuran uterus, lebarnya vagina, dan juga kondisi pendukung lainnya.
Lesi prekanker dari serviks, uterus, dan kanker ovarium biasanya dilakukan
histerektomi abdominal, sedangkan pada leimioma uteri, dilakukan
histerektomi abdominal jika ukuran tumor tidak memungkinkan diangkat
melalui histerektomi vaginal.

4
1) Histerektomi abdominal

Pengangkatan kandungan dilakukan melalui irisan pada perut, baik


irisan vertikal maupun horisontal (Pfanenstiel). Keuntungan teknik ini
adalah dokter yang melakukan operasi dapat melihat dengan leluasa
uterus dan jaringan sekitarnya dan mempunyai cukup ruang untuk
melakukan pengangkatan uterus.

Cara ini biasanya dilakukan pada mioma yang berukuran besar atau
terdapat kanker pada uterus. Kekurangannya, teknik ini biasanya
menimbulkan rasa nyeri yang lebih berat, menyebabkan masa
pemulihan yang lebih panjang, serta menimbulkan jaringan parut yang
lebih banyak.

2) Histerektomi vaginal

Dilakukan melalui irisan kecil pada bagian atas vagina. Melalui


irisan tersebut, uterus (dan mulut rahim) dipisahkan dari jaringan dan
pembuluh darah di sekitarnya kemudian dikeluarkan melalui vagina.
Prosedur ini biasanya digunakan pada prolapsus uteri. Kelebihan
tindakan ini adalah kesembuhan lebih cepat, sedikit nyeri, dan tidak ada
jaringan parut yang tampak.

3) Histerektomi laparoskopi

Teknik ini ada dua macam yaitu histeroktomi vagina yang dibantu
laparoskop (laparoscopically assisted vaginal hysterectomy, LAVH)
dan histerektomi supraservikal laparoskopi (laparoscopic supracervical
hysterectomy, LSH).

LAVH mirip dengan histerektomi vagnial, hanya saja dibantu oleh


laparoskop yang dimasukkan melalui irisan kecil di perut untuk melihat
uterus dan jaringan sekitarnya serta untuk membebaskan uterus dari
jaringan sekitarnya. LSH tidak menggunakan irisan pada bagian atas
vagina, tetapi hanya irisan pada perut. Melalui irisan tersebut
laparoskop dimasukkan. Uterus kemudian dipotong - potong menjadi

5
bagian kecil agar dapat keluar melalui lubang laparoskop. Kedua teknik
ini hanya menimbulkan sedikit nyeri, pemulihan yang lebih cepat, serta
sedikit jaringan parut.

Tindakan pengangkatan rahim menggunakan laparoskopi dilakukan


menggunakan anestesi (pembiusan) umum atau total. Waktu yang
diperlukan bervariasi tergantung beratnya penyakit, berkisar antara 40
menit hingga tiga jam.

Pada kasus keganasan stadium awal, tindakan histerektomi radikal


dapat pula dilakukan menggunakan laparoskopi. Untuk ini diperlukan
waktu operasi yang relatif lebih lama. Apabila dilakukan histerektomi
subtotal, maka jaringan rahim dikeluarkan menggunakan alat khusus yang
disebut morcellator sehingga dapat dikeluarkan melalui llubang 10
mm.Apabila dilakukan histerektomi total, maka jaringan rahim dikeluarkan
melalui vagina, kemudian vagina dijahit kembali. Operasi dilakukan
umumnya menggunkan empat lubang kecil berukuran 5‐ 10 mm, satu di
pusar dan tiga di perut bagian bawah.

E. Prosedur Histerektomi
1) Persiapan Pre Operasi 1 hari sebelum operasi
• Persiapan urogenital

Dilakukan pengosongan kandung kemih dengan kateterisasi


nkandung kemih.

• Obat-obat Premedikal

Yaitu penyuntikan pengantar pada penderita yang sudah ditentukan


oleh ahli bius

• Bahan yang harus dibawa bersama pasien ke kamar operasi


a) Status klien
b) Hasil-hasil laboratorium
• Persiapan psikologis
6
a) Pasien dan keluarga perlu diberi kesempatan bertanya
mengenai fungsi reproduksi dan seksnya.
b) Beri penjelasan tentang operasi histerektomi yang akan
dilakukannya.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan
a) Cek gelang identitas
b) Lepas tusuk konde, wig, tutup kepala dengan mitella.
c) Lepaskan perhiasan, cincin dan jam tangan.
d) Bersihkan cat kuku
e) Lepaskan kontak lens
f) Alat bantu pendengaran dapat dipasang bila pasien tidak
dapat mendengarkan tanpa alat.
g) Pasang kaos kaki anti emboli bila pasien resiko tingi
terhadap syok.
h) Ganti pakaian operasi
i) Transportasi ke kamar operasi

2) Persiapan Operasi
• Inform Concent

Surat persetujuan kepada pasien dan keluarga mengenai


pemeriksaan sebelum operasi, alasan, tujuan, jenis operasi,
keuntungan dan kerugian operasi.

• Puasa

Pada operasi kecil, tidak perlu ada perawatan khusus. Hanya perlu
puasa beberapa jam sebelum operasi dan makan makanan ringan
yang mudah dicerna malam hari sebelumnya Pada operasi besar,
pada hari akan dilakukan operasi, pasien hanya mendapatkan terapi
cairan saja. Pada persiapan praoperatif penderita malnutrisi, juga
diberikan hiperalimentasi per oral atau intravena.

7
• Persiapan usus, persiapan usus praoperatif berguna untuk hal-
hal berikut:
a) Pengurangan isi gastrntestinal memberi ruang tambahan
pada pelvis dan abdomen sehingga memperluas
lapangan operasi.
b) Pengurangan jumlah flora patgen pada usus menurunkan
resiko infeksi pascaoperasi Cedera usus saat
pembedahan tidak selalu berhasil untuk dihindari,
terutama sering terjadi pada pasien yang menjalani
operasi karsinoma, endometriosis, penyakit peradangan
pelvis, pasien dengan prosedur pembedahan berulang
atau penyakit peradangan usus.
• Persiapan kulit

Persiapan kulit disarankan untuk dilakukan pada are pembedahan,


bukan karena takut terjadi kontaminasi, akan tetapi lebih karea
alasan teknis. Pasien dicukur hanya pada area disekitar insisi.
Pencukuran sebaiknya dilakukan segera sebelum operasi, untuk
mengurangi resiko infeksi pasca perasi. Membersihkan kulit dengan
sabun antiseptic pada malam hari sebelum operasi atau pagi hari
dapat mengurangi frekuensi infeksi luka pascaoperasi.

• Persiapan vagina

Apabila terdapat infeksi vagina, sebaiknya diterapi sebelum operasi.


Vaginosis bacterial dapat diterapi dengan metrodinazole atau krim
klindamisin 2%. Pada wanita pasca menopause dengan atrofi
mucosa vagina, krim estrogen meningkatkan penyembuhan luka
setelah operasi vagina. Segera sebelum operasi, vagina dibersihkan
dengan larutan antisepsis, seperti iodine PVB, chlorhexidine atau
octenidindil-hydricloride.

• Persiapan kandung kencing dan ureter

8
Segera sebelum pemeriksaan di bawah anestesi,kandung kencing
dikosngkan dengan kateterisasi. Jik akan dilakukan operasi denga
durasi lama, sebelumnya dipasang kateter folley.

3) Prosedur Histerektomi

Histerektomi dapat dilakukan melalui sayatan di perut bagian


bawah atau vagina, dengan atau tanpa laparoskopi. Histerektomi lewat
perut dilakukan melalui sayatan melintang seperti yang dilakukan pada
operasi sesar. Histerektomi lewat vagina dilakukan dengan sayatan pada
vagina bagian atas. Sebuah alat yang disebut laparoskop mungkin
dimasukkan melalui sayatan kecil di perut untuk membantu
pengangkatan rahim lewat vagina.

Histerektomi vagina lebih baik dibandingkan histerektomi abdomen


karena lebih kecil risikonya dan lebih cepat pemulihannnya. Namun
demikian, keputusan melakukan histerektomi lewat perut atau vagina
tidak didasarkan hanya pada indikasi penyakit tetapi juga pada
pengalaman dan preferensi masing-masing ahli bedah.

Histerektomi adalah prosedur operasi yang aman, tetapi seperti


halnya bedah besar lainnya, selalu ada risiko komplikasi. Beberapa
diantaranya adalah pendarahan dan penggumpalan darah
(hemorrgage/hematoma) pos operasi, infeksi dan reaksi abnormal
terhadap anestesi.

F. Efek Samping dan Komplikasi Histerektomi


1) Efek samping

Efek samping yang utama dari histerektomi adalah bahwa seorang


wanita dapat memasuki masa menopause yang disebabkan oleh suatu
operasi, walaupun ovariumnya masih tersisa utuh. Sejak suplai darah ke
ovarium berkurang setelah operasi, efek samping yang lain dari

9
histerektomi yaitu akan terjadi penurunan fungsi dari ovarium,
termasuk produksi progesterone.

Efek samping Histerektomi yang terlihat :

• Perdarahan intraoperative

Biasanya tidak terlalu jelas, dan ahli bedah ginekologis sering kali
kurang dalam memperkirakan darah yang hilang (underestimate).
Hal tesebut dapat terjadi, misalnya, karena pembuluh darah
mengalami retraksi ke luar dari lapangan operasi dan ikatannya
lepas.

• Kerusakan pada kandung kemih

Paling sering terjadi karena langkah awal yang memerlukan diseksi


untuk memisahkan kandung kemih dari serviks anterior tidak
dilakukan pada bidang avaskular yang tepat.

• Kerusakan ureter

Jarang dikenali selama histerektomi vaginal walaupun ureter sering


kali berada dalam resiko kerusakan. Kerusakan biasanya dapat
dihindari dengan menentukan letak ureter berjalan dan menjauhi
tempat tersebut.

• Kerusakan usus

Dapat terjadi jika loop usus menempel pada kavum douglas,


menempel pada uterus atau adneksa. Walaupun jarang, komplikasi
yang serius ini dapat diketahui dari terciumnya bau feses atau
melihat material fekal yang cair pada lapangan operasi.
Pentalaksanaan memerlukan laparotomi untuk perbaikan atau
kolostomi

• Penyempitan vagina yang luas


Disebabkan oleh pemotongan mukosa vagina yang berlebihan.
Lebih baik keliru meninggalkan mukosa vagina terlalu banyak

10
daripada terlalu sedikit. Komplikasi ini memerlukan insisi lateral
dan packing atau stinit vaginal, mirip dengan rekonstruksi vagina.

2) Komplikasi
• Hemoragik

Keadaan hilangnya cairan dari pembuluh darah yang biasanya


terjadi dengan cepat dan dalam jumlah yang banyak. Keadaan ini
diklasifikasikan dalam sejumlah cara yaitu, berdasarkan tipe
pembuluh darah arterial, venus atau kapiler, berdasarkan waktu
sejak dilakukan pembedahan atau terjadi cidera primer, dalam
waktu 24 jam ketika tekanan darah naik reaksioner, sekitar 7-10 hari
sesudah kejadian dengan disertai sepsis sekunder, perdarahan bisa
interna dan eksterna.

• Thrombosis vena

Komplikasi hosterektomi radikal yang lebih jarang terjadi tetapi


membahayakan jiwa adalah thrombosis vena dalam dengan emboli
paru-paru, insiden emboli paru-paru mungkin dapat dikurangi
dengan penggunaan ambulasi dini, bersama-sama dengan heparin
subkutan profilaksis dosis rendah pada saat pembedahan dan
sebelum mobilisasi sesudah pembedahan yang memadai.

• Infeksi Infeksi oleh karena adanya mikroorganisme pathogen,


antitoksinnya didalam darah atau jaringan lain membentuk pus.
• Pembentukan fistula

Saluran abnormal yang menghubungkan 2 organ atau


menghubungkan 1 organ dengan bagian luar. Komplikasi yang
paling berbahaya dari histerektomi radikal adalah fistula atau
striktura ureter. Keadaan ini sekarang telah jarang terjadi, karena
ahli bedah menghindari pelepasan ureter yang luas dari peritoneum
parietal, yang dulu bisa dilakukan. Drainase penyedotan pada ruang

11
retroperineal juga digunakan secara umum yang membantu
meminimalkan infeksi.

3) Pencegahan komplikasi
• Pencegahan perlekatan

Perlekatan dapat dicegah dengn cara manipulasi jaringan secara


lembut dan hemostasis yang seksama. Untuk mempertahankan
integritas serosa usus, pemasangan tampon dgunakan apabila usus
mengalami intrusi menghalangi lapangan pandang operasi. Untuk
mencegah infeksi, darah harus dievakuasi dari kavum peritonei. Hal
ini dapat dilakukan dengan mencuci menggunakan larutan RL dan
melakukan reperitonealisasi defek serosa dengan hati-hati

• Drainase

Pada luka bersih (aseptic), pemasangan drain untuk mengevakuasi


cairan yang berasal dari sekresi luka dan darah berguna untuk
mencegah infeksi. Pada luka terinfeksi pemasangan drain dapat
membantu evakuasi pus dan sekresi luka dan menjaga luka tetap
terbuka. System drainase ada yang bersiat pasif (drainase penrose),
aktif (drainase suction) da juga ada yang bersiat terbuka atau
tertutup.

• Pencegahan thrombosis vena dalam dan emboli


a) Saat praoperasi, perlu dicari faktor resiko. Usahakan
menurunkan berat badan dan memperbaiki keadaan umum
pasien sampai optimal. Kontrasepsi oral harus dihentikan
minimal empat minggu sebelum operasi. Mobilisasi pasien
dilakukan sedini mungkin dan diberikan terapi fisik dan
latihan paru.
b) Upaya intraoperasi, dilakukan hemostasis yang teliti san
pencegahan infeksi. Selain itu, cegah juga hipoksia dan
hipotensi selama pembiusan. Hindari statis vena sedapat
mungkin, terutama dengan memperhatikan posisi kaki.

12
c) Pada pascaoperasi, antikoagulasi farmakologis dan fisik
dilanjutkan. Upaya fisik meliputi mobilisasi dini pada 4-6
jam pertama pascaoperasi, bersamaan dengan fisioterapi.
Disamping itu bisa juga dnegan pemakaian stocking ketat
dan mengankat kaki.

G. Penatalaksanaan
1) Pre operative

Setengah bagian abdomen dan region pubis serta perineal dicukur


dengan sangat cermat dan dibersihkan dengan sabun dan air (beberapa
dokter bedah tidak menganjurkan pencukuran pasien). Traktus
intestinal dan kandung kemih harus dikosongkan sebelum pasien
dibawa keruang operasi untuk mencegah kontaminasi dan cidera yang
tidak sengaja pada kandung kemih atau traktus intestinal. Edema dan
pengirigasi antiseptic biasanya diharuskan pada malam hari sebelum
hari pembedahan, pasien mendapat sedative. Medikasi praoperasi yang
diberikan pada pagi hari pembedahan akan membantu pasien rileks.

2) Postoperative

Prinsip-prinsip umum perawatan pasca operatif untuk bedah


abdomen diterapkan, dengan perhatian khusus diberikan pada sirkulasi
perifer untuk mencegah tromboflebitis dan TVP (perhatikan varicose,
tingkatkan sirkulasi dengan latihan tungkai dan menggunakan stoking.

1.2 Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi Mioma Uteri

Mioma uteri yaitu tumor jinak pada rahim, selain bisa ganas, lebih
sering muncul tumor jinak pada rahim atau mioma uteri. Jenis tumornya
tidak hanya satu. Bisa tumbuh dibagian dinding luar rahim, pada otot
rahimnya, atau bisa juga dibagian dinding dalam rahim sendiri. Ini jenis

13
tumor yang lebih banyak ditemukan. Rata-rata pada wanita di atas usia 30
tahun (Irianto, 2015).

Mioma uteri merupakan tumor jinak monoklonal dari sel-sel otot polos
yang ditemukan pada rahim manusia. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri
dari sel-sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan kolagen.
Mioma uteri berbentuk padat, relatif bulat, kenyal, berdinding licin, dan
apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga
mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul (Prawirohardjo,
Sarwono. 2011).

B. Etiologi Mioma Uteri

Penyebab pasti mioma tidak diketahui secara pasti. Mioma jarang sekali
ditemukan sebelum pubertas, sangat dipengaruhi oleh hormon reproduksi
dan hanya manifestasi selama usia reproduktif (Anwar dkk, 2011).

Tumor ini berasal dari sel otot yang normal, dari otot imatur yang ada
di dalam miometrium atau dari sel embrional pada dinding pembuluh darah
uterus. Apapun asalnya tumor mulai dari benih-benih multipel yang sangat
kecil dan tersebar pada miometrium. Benih ini tumbuh sangat lambat tetapi
progresif (bertahun-tahun) dalam hitungan bulan di bawah pengaruh
estrogen (Llewellyn,2009).

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada


mioma, disamping faktor predisposisi genetik :

1) Estrogen. Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali,


pertumbuhan tumor yang cepat selama kehamilan terjadi dan
dilakukan terapi estrogen. Mioma uteri mengecil pada saat
menopause dan oleh pengangkatan ovarium. Mioma uteri banyak
ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan wanita dengan
sterilitas. Enzim hidroxydesidrogenase mengubah estradiol (sebuah
estrogen kuat) menjadi estron (estrogen lemah). Aktivitas enzim ini
berkurang pada jaringan miomatous, yang juga mempunyai jumlah

14
reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada miometrium normal
(Setiati, 2009: 87).
2) Progesteron, merupakan antagonis natural dari estrogen.
Progesteron menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara,
yaitu mengaktifkan hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah
reseptor estrogen pada tumor (Setiati, 2009: 87).
3) Hormon pertumbuhan (growth hormone). Level hormon
pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL
(Human Placenta Lactogen), terlihat pada periode ini dan memberi
kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari leymioma selama
kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara
HPL dan Estrogen (Setiati, 2009: 87).

C. Klasifikasi Mioma Uteri

Mioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi dan lapisan uterus


yang terkena (Setiati. 2009. Hal 89) :

1) Berdasarkan Lokasi
• Cervical (2,6%), umumnya tumbuh ke arah vagina dan
menyebabkan infeksi.
• Isthmica (7,2%), lebih sering menyebabkan nyeri dan gangguan
traktus urinaria.
• Corporal (91%), merupakan lokasi paling lazim dan sering kali
tanpa gejala.
2) Berdasarkan Lapisan Uterus
• Mioma Uteri Subserosum

Tumor yang muncul tepat dari bawah permukaan peritonium


(serosa) uterus, tampak sebagai masa kecil sampai besar atau
benjolan yang menonjol dari permukaan uterus. Tumor ini dapat
bertangkai. Tumor subserosum dapat memperoleh pendarahan
tambahan dari omentum yang melekat dipermukaan uterus. Jika
15
demikian, tumor memberikan gambaran seolah-olah berasal dari
omentum. Tumor jenis ini dapat menjadi tumor parasitik, yang
bergerak sesuai aliran darah yang memasoknya (Norman F.Gant &
F.Gary Cunningham,2010:24).

• Mioma Uteri Intramural

Tumor didalam dinding uterus disebut sebagai tumor intramural


atau interstisial. Jika kecil, tumor ini mungkin tidak menyebabkan
perubahan bentuk uterus. Namun, jika membesar bentuk uterus
menjadi asimetrik dan nodular. Jika menjadi sangat besar tumor ini
akan menjadi atau akan tampak sebagai tumor subserosum dan
submukosum sekaligus. Misalnya tumor berada tepat dibawah
peritonium serosa dan endometrium untuk masingmasing jenis
tumor (Norman F.Gant & F.Gary Cunningham, 2010:25).

• Mioma Uteri Submukosum

Mioma submukosum jenis yang paling jarang ditemukan, tapi


secara klinis paling penting karena paling sering menimbulkan
gejala. Walaupun tumor mukosum kecil, sering menyebabkan
perdarahan uterus abnormal, baik akibat pergeseran maupun
penekanan pembuluh darah yang memperdarahi endometrium di
atasnya atau akibat kontak dengan endometrium didekatnya.
Kadang-kadang tumor submukosum dapat membentuk sebuah
tangkai panjang dan dilahirkan melalui servik. Gejala-gejala terkait
walaupun berlangsung dalam jangka waktu lama adalah gejala
persalinan, yaitu kontraksi uterus yang menyebabkan kram di
abdomen bawah atau panggul, biasanya disertai hipermenorhea.
Jika menonjol melalui servik tumor ini tidak jarang mengalami
ulserasi atau terinfeksi sehingga juga menyebabkan perdarahan
tumor (Norman F.Gant & F.Gary Cunningham,2010:25).

• Mioma servical

16
Mioma servical paling sering timbul di bagian posterior dan
biasanya asimtomik. Mioma servical anterior sering menimbulkan
gejala dini karena penekanannya pada kandung kemih. Gejala yang
paling sering dilaporkan adalah poliuria, dan sebagian perempuan
mengeluhkan adanya inkontinensia stres. Jika tumor terlalu besar,
dapat terjadi retensi urin (Norman F.Gant & F.Gary Cunningham,
2010:26).

D. Patofisiologi

Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam


miometrium dan lambat laun membesar karena pertumbuhan itu
miometrium mendesak menyusun semacam pseudokapsula atau sampai
semua mengelilingi tumor didalam uterus mungkin terdapat satu mioma
akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu mioma dapat menonjol
kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas
sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani 2017).

Tetapi masalah akan timbul jika terjadi berkurangnya pemberian darah


pada mioma uteri yang menyebabkan tumor membesar, sehingga
menimbulkan rasa nyeri dan mual. Selain itu masalah dapat timbul lagi jika
terjadi perdarahan abnormal pada uterus yang berlebihan sehingga terjadi
anemia. Anemia ini bisa mengakibatkan kelemahan fisik, kondisi tubuh
lemah, sehingga kebutuhan perawatan diri tidak dapat terpenuhi. Selain itu
dengan perdarahan yang banyak bisa mengakibatkan seseorang mengalami
kekurangan volume cairan dan timbulnya resiko infeksi. Dan jika dilakukan
operasi atau pembedahan maka akan terjadi perlukaan sehingga dapat
menimbulkan kerusakan jaringan integritas kulit (Price, 2009).

E. Manifestasi Klinis

Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan


pada pemeriksaan pelvis rutin. Pada penderita memang tidak mempunyai
keluhan apa – apa dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengandung satu

17
tumor dalam uterus. Faktor – faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala
klinik meliputi :

1) Besarnya mioma uteri


2) Lokalisasi mioma uteri
3) Perubahan – perubahan pada mioma uteri

Menurut (Nurafif & Hardi, 2013) tanda dan gejala mioma uteri yaitu :

1) Perdarahan abnormal : Hipermenore, menoragia, metroragia.


Disebabkan oleh :
• Pengaruh ovarium sehingga terjadi hiperplasi endometrium.
• Permukaan endometrium yang lebih luas dari biasanya.
• Atrofi enddometrium yang lebih luas dari biasanya.
• Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya
sarang mioma diantara serabut miometrium sehingga tidak
dapat menjepit pembuluh darah yang melaluinya dengan baik.
2) Nyeri . Nyeri panggul karena tekanan, muncul karena sebagian
besar miom menekan struktur di daerah panggul. Pada mioma
submukosum yang dilahirkan dapat menyempitkan canalis
servikalis sehingga menimbulkan dismenore.
3) Gejala penekanan. Penekanan pada vesika urinaria menyebabkan
poliuri, pada uretra menyebabkan retensio urine, pada ureter
menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis, pada rectum
menyebabkan obstipasi dan tenesmia, pada pembuluh darah dan
limfe menyebabkan edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Disfungsi reproduksi. Hubungan antara mioma uteri sebagai
penyebab infertilitas masih belum jelas, 27- 40% wanita dengan
mioma uteri mengalami infertilitas.

F. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Nurafif & Hardhi, 2013) pemerikasaan diagnostik mioma


uteri meliputi :

18
1) Tes laboratorium

Hitung darah lengkap dan apusan darah : leukositosis dapat disebabkan


oleh nekrosis akibat torsi atau degenerasi. Menurunnya kadar
hemoglobin dan hematokrit menunjukan adanya kehilangan darah
yang kronik.

2) Tes kehamilan terhadap chorioetic gonadotropin

Sering membantu dalam evaluasi suatu pembesaran uterus yang


simetrik menyerupai kehamilan atau terdapat bersamaan dengan
kehamilan.

3) Ultrasonografi

Apabila keberadaan massa pelvis meragukan, sonografi dapat


membantu.

4) Pielogram intravena
• Pap smear serviks. Selalu diindikasikan untuk menyingkap
neoplasia serviks sebelum histerektomi.
• Histerosal pingogram. Dianjurkan bila klien menginginkan anak
lagi dikemudian hari untuk mengevaluasi distorsi rongga uterus
dan kelangsungan tuba falopi (Nurarif & Kusuma, 2013).

Menurut (Marmi, 2010) deteksi mioma uteri dapat dilakukan


dengan cara:

1) Pemeriksaan darah lengkap : Hb turun, Albumin turun, Lekosit


turun atau meningkat, Eritrosit turun.
2) USG : terlihat massa pada daerah uterus.
3) Vaginal toucher (VT) : didapatkan perdrahan pervaginam, teraba
massa, konsistensi dan ukurannya.
4) Sitologi : menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma
tersebut.
5) Rontgen : untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang
dapat menghambat tindakan operasi
19
6) ECG : mendeteksi, kelainan yang mungkin terjadi yang dapat
mempengaruhi tindakan operasi.

Menurut (Setyorini, 2014) pemeriksaan fisik mioma uteri meliputi :

1) Pemeriksan abdomen : teraba massa didaerah pubis atau abdomen


bagian bawah dengan konsistensi kenyal, bulat, berbatas tegas,
sering berbenjol atau bertangkai, mudah digerakan, tidak nyeri.
2) Pemeriksaan bimanual : didapatkan tumor tersebut menyatu atau
berhubungan dengan uterus, ikut bergerak pada pergerakan serviks.

G. Penatalaksanaan
1) Pengobatan Konservatif

Dalam dekade terakhir ada usaha untuk mengobati mioma uterus


dengan Gonadotropin releasing hormone (GnRH) agonis. Pengobatan
GnRH agonis selama 16 minggu pada mioma uteri menghasilkan
degenerasi hialin di miometrium hingga uterus menjadi kecil. Setelah
pemberian GnRH agonis dihentikan mioma yang lisut itu akan
tumbuh kembali di bawah pengaruh estrogen oleh karena mioma itu
masih mengandung reseptor estrogen dalam konsentrasi tinggi.

2) Pengobatan Operatif

Tindakan operatif mioma uteri dilakukan terhadap mioma yang


menimbulkan gejala yang tidak dapat ditangani dengan pengobatan
operatif, tindakan operatif yang dilakukan antara lain :

• Miomektomi

Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa


pengangkatan uterus. Miomektomi dilakukan pada wanita yang
ingin mempertahankan fungsi reproduksinya. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara
ekstirpasi lewat vagina (Wiknjosastro, 2008:345).

• Histerektomi
20
Histerektomi adalah pengangkatan uterus yang umumnya
merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat dilaksanakan
perabdomen atau pervaginum. Adanya prolapsus uteri akan
mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total umumnya
dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya karsinoma
serviks uteri (Wiknjosastro, 2008:345). Tindakan ini terbaik untuk
wanita berumur lebih dari 40 tahun dan tidak menghendaki anak
lagi atau tumor yang lebih besar dari kehamilan 12 minggu disertai
adanya gangguan penekanan atau tumor yang cepat membesar.

Menurut (Yatim, 2008) obat-obatan yang biasa diberikan kepada


penderita mioma uteri yang mengalami perdarahan melalui vagina yang
tidak normal antara lain :

1) Obat anti inflamasi yang nonsteroid (Nonsteroid Antiinflamation =


NSAID)
2) Vitamin
3) Dikerok (kuretase)
4) Obat-obat hormonal (misalnya pil KB)
5) Operasi penyayatan jaringan myom ataupun mengangkat rahim
keseluruhan (Histerektomi)
6) Bila uterus hanya sedikit membesar apalagi tidak ada keluhan,
tidak memerlukan pengobatan khusus.

H. Komplikasi

Menurut (Manuaba, 2010:325) Komplikasi mioma uteri terbagi


menjadi 3 yaitu :

1) Perdarahan sampai terjadi anemia


2) Degenerasi ganas mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma
ditemukan hanya 0,32-0,6% dari seluruh mioma; serta merupakan 50-
75% dari semua sarkoma uterus.

21
3) Torsi atau putaran tangkai mioma bertangkai dapat terjadi torsi atau
terputarnya tumor 24 (Prawirohardjo, 2011). Hal itu dapat
menyebabkan gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis.

1.3 Alat dan Bahan Histerektomi


A. Persiapan alat
1) Linen
• Duk besar : 4 buah
• Duk sedang : 4 buah
• Duk kecil : 6 buah
• Duk besar lubang : 1 buah
• Scort steril: 4 buah
• Towel : 4 buah
• Sarung meja mayo : 1 buah

2) Bhp
• Kassa : 60 buah
• Big has: 6 buah
• Mess no. 10 : 1 buah
• Colter monopolar : 1 buah
• Selang suction : 1 buah
• Handscoon : 10 pasang
• Underpad steril : 1 buah
• Benang Vycril no.2/0 : 2
• Benang Monosin no.3/0 : 1
• Benang Chormik no2/0 : 1 buah

3) Instrument
• Hand mess no.3
• Metzenbaum : 1 buah
• Gunting benang : 1 buah

22
• Gunting jaringan : 1 buah
• Pinset anatomis : 2 buah
• Pinset cirugis : 2 buah
• Duk klem : 5 buah
• Klem tali pusat : 2 buah
• Pean :2 buah
• Kocher lurus sedang : 2 buah
• Kocher bengkok panjang : 1 buah
• Klem peritoneum : 4 buah
• Ring klem : 2 buah
• Langen beck : 1 buah
• Retraction haak : 1 buah
• Babcock : 1 buah
• Cuching : 2 buah
• Bengkok : 1 buah

23
1.4 Standar Operasional Prosedur (SOP)

HISTEREKTOMI

No. Dokumen No. Revisi Halaman

½
Universitas
Muhammadiyah Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh :
Manado

PENGERTIAN Pengangkatan uterus dengan atau tanpa ovarium secara keseluruhan,


biasanya dilakukan pada pasien mioma uteri atau sesudah Sectio Caesarea
terjadi rupture uteri

TUJUAN Agar tidak terjadi komplikasi.

KEBIJAKAN Pengangkatan uterus.

PERSIAPAN 1. Berpuasa minimal 6 jam sebelum operasi (kecuali emergency)


PASIEN 2. Pasang IVFD
3. Pasang dauwer kateter
4. Konsultasi anastesi
5. Pemerikasaan laboratorium ( minimal : HB, golda, BT, CT, HbsAg,
GDS)
6. Persiapan darah
7. Informed consent dari suami atau keluarga

PERSIAPAN a. Linen
ALAT 1) Duk besar : 4 buah
2) Duk sedang : 4 buah
3) Duk kecil : 6 buah
4) Duk besar lubang : 1 buah
5) Scort steril: 4 buah
6) Towel : 4 buah
7) Sarung meja mayo : 1 buah

24
b. Bhp
1) Kassa : 60 buah
2) Big has: 6 buah
3) Mess no. 10 : 1 buah
4) Colter monopolar : 1 buah
5) Selang suction : 1 buah
6) Handscoon : 10 pasang
7) Underpad steril : 1 buah
8) Benang Vycril no.2/0 : 2
9) Benang Monosin no.3/0 : 1
10) Benang Chormik no2/0 : 1 buah
11) Supratule: 20 cm
12) Hypavix : 20 cm
13) Underpad non steril : 1 buah

c. Instrument
1) Hand mess no.3
2) Metzenbaum : 1 buah
3) Gunting benang : 1 buah
4) Gunting jaringan : 1 buah
5) Pinset anatomis : 2 buah
6) Pinset cirugis : 2 buah
7) Duk klem : 5 buah
8) Klem tali pusat : 2 buah
9) Pean :2 buah
10) Kocher lurus sedang : 2 buah
11) Kocher bengkok panjang : 1 buah
12) Klem peritoneum : 4 buah
13) Ring klem : 2 buah
14) Langen beck : 1 buah
15) Retraction haak : 1 buah
16) Babcock : 1 buah
17) Cuching : 2 buah
18) Bengkok : 1 buah

PROSEDUR 1) Membantu mengatur posisi pasien untuk dilakukan pembiusan


PELAKSANAAN (anastesi SAB)
2) Perawat instrument melakukan surgical scrub ( cuci tangan )
gowning (memakai gaun operasi) dan gloving (memakai sarung
tangan).
3) Perawat instrument memakai scoret dan handscoon steril kepada
tim operasi lain.

25
4) Antisepsis area yang akan di operasi. Perawat instumen
memberikan dressing forsep (diinfektan klem) dan kasa dalam kom
berisi betadine.
5) Dilakukan draping area operasi, meletakkan underpad steril dari
bawah ( dari simpsis kebawah) dilanjutkan dengan duk besar buntu
ditempatkan yang sama, selanjutnya duk sedang dari bawah pusat
keatas lalu terakhir duk besar lubang diseluruh bagian tubuh.
6) Perawat instrument memasang selang suction dan fiksasi dengan
meggunakan towl klem ( duk klem )
7) Perawat instrument mendekatkan meja mayo kedekat pasien.
8) Membaca doa.
9) Operator melakukan marker daerah yang akan diinsisi. Perawat
instrument memberikan handves mes kepada operator dan
memberikan klem pean dan kasa pada asisten untuk merawat
perdarahan.
10) Irisan diperdalam sampai memotong lemak dengan menggunakan
gunting mayo hingga tampak facia, rawat perdarahan.
11) Memberikan mess kepada operator untuk membuka facia.
12) Memberikan gunting mayo dan pinset cirrugis kepada operator
untuk memperlebar fascia sedangkan asisten diberi pinset sirugis
dan langen beck.
13) Facia dilebarkan hingga tampak musculus dectus abdominalis.
14) Memberikan pinset anatomis pada operator, muskulus rectus
abdominalis dipisahkan secara tumpul hingga tampak peritonium.
15) Memberikan pinset anatomis dan gunting matzemboun kepada
operator dan pinset anatomis kepada asisten untuk membuka
peritonium.
16) Memberikan 2 peritonium klem untuk menjepit peritonium pada
kedua sisi dan diperlebar mengikuti garis insisi kulit.
17) Memberikan big kasa untuk menyisihkan dan melindungi usus
asisten diberikan haak besar untuk membebaskan lapangan
pandang.
18) Tampak mioma sebesar 26-28 ingg. Bentuk bertangakai, tidak
didapatkan perlengkapan dengan jaringan disekitarnya.
19) Ovarium bentuk dan ukuran normal
20) Tuba bentuk dan ukuran normal
21) Memberikan bor mioma kepada operator untuk ditancapkan pada
mioma sebagai pegangan
22) Memberikan 2 klem panjang pada operator untuk menjepit
ligamentum sotundum dan potong diantara 2 klem dengan gunting
mayo

26
23) Memberikan safil 1 untuk meligasi ligamentum yang ditinggal
dengan ziede 2 untuk jaringan yang akan dibuang, hal yang sama
dilakukan pada sisi kontra lateral
24) Memberikan gunting matzemboum dan pinset cirugis pada
operator untuk membuka blaer tiap 2 cm diatas plicavasica cinaria,
asisten diberi kocher panjang untuk menjepit jaringan yang dibuka
dan diberi kasa kecil basah untuk melindungi vesica urinaria
25) Dengan kedua ujung jari telunjuk operator melakukan tunal
avascuter untuk membuka ligamentum infodibulum pelvicurn
kemudian diberikan 2 klem panjang untuk menjepit dan dipotong
dengan gunting mayo diantara kedua klem.
26) Memberikan safil 1 untuk meligasi sisa ligamentum yang ditinggal
dan ziede 2 untuk jaringan yang dibuang, hal yang sama dilakukan
pada sisi kontra lateral
27) Memberikan 2 buah hysterektomi klem untuk menjepit vasa
uterina, dipotong dengan gunting mayo diantara klem dengan
tengah dari terdistal
28) Memberikan safil 1 untuk meligasi jaringan yang ditinggal dan
ziede 2 jarum round untuk jaringan yang diangkat, hal yang sama
dilakukan pada sisi kontra lateral
29) Ligamentum sacrocevacalis dan purbocervikalis ditelusuri sampai
setinggi portio kemudian diklem dan dipotong dengan gunting
mayo. Berikan safil 1 untuk meligasir jaringan yang ditinggal
dengan ziede 2 jarum round yang dibuang
30) Memberikan mess/ gunting mayo pada operator untuk memotong
uterus sampai setinggi portio, asisten diberi kokher panjang untuk
menjepit vagina stump pada keempat sisi
31) Memberikan kasa alkohol dan pinset anatomis kepada operator
untuk memasukkan kasa kedalam vagina, pinset anatomis
diturunkan
32) Memberikan safil 1 dan pinset cirugis kepada operator untuk
menjahit sudut kanan dan kiri pada vaginal stump dan dengan
benang yang sama dilakukan penutupan vaginal stump door loopen
1 asisten diberi pinset.
33) Evaluasi dan rawat perdarahan
34) Mendekatkan ligamentum rotundum dan jahitan sudut vagina pada
sisi yang sama
35) Ambil kasa kecil yang melindungi vesica orinasia
36) Memberikan pinset anatomis dan catgut plain 2-0 jarum round
untuk retro peritoneolisasi pada operator, asisten diberikan
haemostatik pean

27
37) Mengeluarkan big kass dari rongga peritonium dan pastikan tidak
ada sesuatu yang tertinggal
38) Memberikan 4 peritonium klem untuk menjepit keempat sisi
peritonium
39) Menyiapkan p2 hangat untuk mencuci rongga abdomen,
memberikan steal doppers dan suction untuk mengeluarkan
bilasannya
40) Melakukan penutupan luka operasi lapis demi lapis
41) Peritonium : jahit dengan menggunakan plain no.1 jarum round
42) Musculus didekatkan dengan
43) Fascia : jahit dengan menggunakan
44) Lemak : jahit dengan menggunakan
45) Kulit : jahit sub kutikuler dengan menggunakan
46) Memberikan luka operasi dengan kasa basah dan kasa kering
47) Menutup luka operasi dengan supratule kasa steril dan hipafix
48) Membersihkan kulit dari darah dan sisa antisepsis
49) Melakukan vaginal toucher untuk mengambil kasa alkohol melalui
vagina.
50) Merapikan pasien dan instrument ( hitung kelengkapannya)
51) Operasi selesai.
52) Pasien dibersihkan dan alat dirapikan.
53) Pindahkan pasien keruang RR.

Dokumentasikan

Instalasi Terkait Instalasi Kamar Bedah (IKO)

28
BAB II

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

2.1 Media Promosi

2.2 Tujuan Promosi

2.3 Manfaat Promosi

29
BAB III

JURNAL

3.1 ANALISA PICOT


1) P : Patient/Problem

Mioma uteri adalah salah satu tumor jinak yang paling umum pada
sistem reproduksi wanita, insidensi sekitar 50-60%, dan sering terjadi pada
usia reproduksi.

The National Center for Chronic Disease Prevention and Health


Promotion di Amerika Serikat melaporkan pada tahun 2000 proporsi mioma
uteri pada pasien histerektomi 44,2% dan 38,7% pada tahun 2004. Medical
Surveillance Monthly Report, Armed Force Amerika Serikat periode 2001-
2010 melaporkan terdapat 11.931 kasus mioma uteri (insidens rate 57,6 per
10.000 tiap tahun) pada wanita usia reproduksi aktif. Penelitian yang
dilakukan Rammeh di Prancis tahun 2005 terhadap 2.760 kasus tumor
pelvis, menemukan 2.709 kasus mioma uteri (proporsi 98,1 %). Di Nigeria
(2014) melaporkan prevalensi mioma uteri sebanyak 44,41% pada wanita
dengan usia 31-40 tahun dengan usia rata-rata terjadi pada wanita usia 30,5
tahun

2) I : Intervension

Pengobatan operatif meliputi miomektomi, histerektomi dan embolisasi


arteri uterus. Mioma adalah indikasi paling umum untuk histerektomi di
Amerika Serikat dan Australia.

Penatalaksanaan yang diberikan kepada pasien seperti ini meliputi


tindakan konservatif dan tindakan operatif. Tindakan konservatif yang
dilakukan pada kasus ini adalah pemberian tablet zat besi, antibiotik, anti
perdarahan dan transfusi PRC. Hal ini bertujuan untuk mengurangi gejala
yang terjadi pada pasien dan meningkatkan kadar hemoglobin darah pasien
untuk persiapan dilakukan tindakan operatif. Terapi operatif yang dilakukan
30
pada pasien ini adalah histerektomi, Pasca tindakan konservatif dan operatif
kepada pasien, keluhan pasien berkurang dan memberikan hasil yang baik.

3) C : Comparation
---

4) O : Outcom

Penanganan Mioma uteri pada pasien usia 40 tahun menggunakan terapi


konservatif sperti pemberian tablet zat besi, antibiotik, antiperdarahan dan
transfusi PRC dan terapi operatif histerektomi telah mendapatkan hasil yang
baik.

5) T : Time
Penelitian ini dilakukan pada bulan juni 2020 oleh Tadulako University,
Palu, Indonesia

31
DAFTAR PUSTAKA

Fitria,Ninok.2020. “MAKALAH HISTEREKTOMI”

https://pdfcoffee.com/makalah-histerektomi-pdf-free.html , di akses pada


23 April 2022 pukul 16.55

D, Rahayu Putri.2020. “Konsep Penyakit Mioma Uteri”

http://eprints.umpo.ac.id/6124/3/BAB%202.pdf , di akses pada 23 April


2022 pukul 17.30

Alwan, Saputra.2021. “Sop Histerektomi”

https://pdfcoffee.com/sop-histerektomi-pdf-free.html , di akses pada 23


April pukul 19.30

Jurnal, Medical Profession (MedPro). “SEBUAH LAPORAN KASUS: MIOMA

UTERI USIA 40 TAHUN”


https://jurnal.fk.untad.ac.id/index.php/medpro/article/download/364/196/9
25 di akses pada 25 April 2022 pukul 13.30

32

Anda mungkin juga menyukai