Anda di halaman 1dari 3

Indahnya Budaya Gotong Royong di Lombok

Jika anda pernah bepergian ke pulau Lombok atau hanya lewat saja, sudah
barang tentu di sepanjang jalan anda akan menyaksikan begitu banyaknya
tempat–tempat ibadah kaum muslimin, seperti masjid, mushalla, dan langgar.
Arsitekturnya juga bagus dan memiliki hazanah keindahan yang tidak kalah
dari tempat ibadah lain di negeri ini. Hal itu bisa terwujud karena masih
kentalnya budaya gotong-royong pada masayarakat Lombok. Maka tidak
heran jika pulau itu dikenal dengan seribu masjid.

Kenapa dijuluki daerah dengan seribu masjid? Karena masyarakat Lombok


bukan hanya memiliki jiwa gotong-royong yang tinggi, tetapi juga dikenal
dengan budaya beramal. Jadi anda tidak usah heran kenapa di setiap dusun di
daerah itu pasti memiliki sebuah mushalla dan masjid, bahkan lebih. Ikhwal
itu dikarenakan warisan leluhur berupa jiwa gotong royong masih melekat
dan dirawat dengan baik oleh masyarakat Lombok.

Dari sisi ekonomi, masyarakat Lombok belum bisa disebut masyarakat


dengan tingkat perekonomian menengah ke atas, bahkan masih banyak warga
Lombok yang hidupnya pas-pasan alias miskin. Namun, dari segi kebiasaan
beramal untuk amal akhirat jangan ditanya lagi. Bayangkan, ratusan masjid
mewah dibangun dengan swadaya gotong-royong. Mulai dari anak-anak
hingga orang tua bahu membahu beramal dan membangun rumah ibadah.

Bagi warga yang tidak memiliki uang bisa menyumbangkan tenaganya


sebagai pekerja. Ibu-ibu miskin jangan heran kalau mereka memikul pasir,
batu, dan menyiapkan makanan bagi warga yang bergotong royong.
Budaya gotong-royong diterapkan juga saat ingin membangun suatu tempat
ibadah. Mereka bermusyawarah terkait biaya yang digunakan dan yang lebih
mengagumkan lagi, dalam masalah biaya pembangunan masayarakat pulau
Lombok tidak menunggu dan mengharapkan adanya bantuan dari
pemerintah. Karena biaya pembangunan dikumpulkan dari masyarakat
melalui musyawarah dan mufakat. Maka tidak jarang ada para dhu'afa yang
menyisihkan sebagian kecil dari hartanya untuk disumbangkan sebagai biaya
pembangunan tempat ibadah tersebut.

Sebuah cerita nyata terkait pembangunan suatu mushalla di dusun Nyiur


Tebel Desa Dasan Lekong Kecamatan Sukamulia atau sekarang lebih dikenal
dengan Desa Persiapan Nyiur Tebel. Ada sebuah mushalla sederhana yang
bernama Syihabul Akhyar yang didirikan sekitar tahun 1960-an dengan
arsitektur yang sederhana.

Namun pada tahun 1998 warga Dusun Nyiur Tebel ingin membangun ulang
dan memperluas mushalla tersebut, tetapi terkendala perluasan lahan. Di
sebelah Selatan berbatasan dengan gang, sebelah Barat terdapat jalan raya,
sebelah Timur dan Utara terdapat rumah warga. Keinginan warga untuk
perluasan mushalla diungkapkan melalui musyawarah antar-warga. Hasilnya,
warga Dusun Nyiur Tebel sanggup membayar ganti rugi kepada pemilik
rumah H. Lalu Ayub sebagai pemilik rumah yang berada di sebelah Selatan
mushalla Syihabul Akhyar.

Uniknya, sang pemilik rumah hanya meminta ganti rugi harga bangunannya
saja, sedangkan tanahnya akan di wakafkan untuk perluasan pembangunan
mushalla tersebut. Sungguh mulia hati orang itu dan dia ikhlas mewakafkan
tanah miliknya untuk perluasan pembangunan mushalla.

Anda mungkin juga menyukai