BOLON
UPBJJ: UT MEDAN
Parenting menjadi isu yang hangat dewasa ini. Semakin tinggi kesadaran masyarakat untuk lebih
mempelajari bagaimana ilmu-ilmu parenting agar dapat diimplementasikan bagi putra-putrinya, atau
sebagai bekal untuk membina rumah tangga di kemudian hari. Terdapat 4 jenis gaya parenting, yaitu
gaya asuh otoriter, berwibawa, permisif, dan terlalu protektif. Berikut adalah sedikit penjelasan
mengenai keempat gaya asuh tersebut.
Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Setidaknya sampai usia 5 tahun anak tidur
bersama orangtuanya. Ibu juga selalu menemani di manapun anaknya berada. Tidak jarang kita
melihat ibu menggendong anaknya sambil melakukan kegiatan rumah seperti menyapu, memasak,
berbelanja, dan lain-lain. Bahkan hampir setiap perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu
rela untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah.
Pada usia 0-5 tahun, anak juga diajak untuk bersosialisasi dengan keluarga dan kerabat sehingga
dapat lebih mengenal saudara dan mudah bersosialisasi. Orang tua di Jepang juga beranggapan
bahwa sebisa mungkin menemani putra-putrinya sehingga anak merasakan kasih sayang
orangtuanya.
Setelah fase usia 5 tahun, anak boleh bereksplorasi melakukan sesuatu, lalu usia 5-15 tahun anak
mulai diajari untuk melakukan kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar untuk disiplin, dan
melakukan apa yang dilakukan oleh orang tua. Fase ini mengajari anak-anak untuk dapat
berkontribusi melakukan cara-cara yang telah dilakukan secara turun temurun. Pada fase ini
orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai hak dan kewajiban anak, apa yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
Oleh karena itu kegiatan pendidikan moral di sekolah juga mulai diajarkan, tidak hanya sebagai mata
pelajaran yang diselipkan pada mata pelajaran lain. Di sini anak diajarkan dan diberikan ruang untuk
melakukan kegiatan sosial seperti saling melayani, kegiatan makan siang di sekolah, dan kegiatan
lain yang juga kerap dilakukan di sekolah-sekolah Indonesia. Kegiatan sekolah dan rumah yang
bersifat rutin, meskipun terkesan monoton merupakan cara Jepang untuk menbuat anak-anak
belajar untuk disiplin.
Setelah anak berusia 15 tahun, orang tua mulai memberikan ruang agar anak dapat lebih mandiri
dengan mengurangi batasan yang diterapkan pada fase sebelumnya. Hubungan tidak hanya sebagai
orang tua dan anak, tetapi juga sebagai teman dan setara. Anak didukung untuk menjadi pribadi
yang mandiri, dapat berpikir dan menentukan pilihan dan lebih bersifat demokratis.
Fase ini mempersiapkan anak untuk melakukan kegiatan keterampilan bagi dirinya sendiri dan
keluarga serta belajar bertingkah laku yang baik dan sopan (menurut adat Jepang). Anak mulai
diajarkan independent (mandiri) dan dipersiapkan untuk dapat siap menjadi orang dewasa. Setelah
usia 20 tahun anak dianggap resmi menjadi dewasa dengan biasanya
Selain mengajari dan mempersiapkan anak untuk dapat hidup di komunitas sosial masyarakat yang
lebih luas, anak juga diberikan semangat untuk dapat memahami dan menghormati perasaanya
sendiri. Orang tua mengajarkan anaknya untuk melakukan hal yang tidak mempermalukannya.
Contohnya tidak menegur anaknya atau menasehati anaknya di muka umum ketika melakukan hal
yang dirasa kurang pantas. Orangtua memilih menunggu situasi dan tempat yang lebih privasi untuk
menasehatinya. Anak diajarkan untuk dapat memiliki sikap empati dan saling menghormati orang
lain.
Orang tua di Jepang tidak menggangap gaya asuh mereka menjadi gaya asuh yang terbaik. Begitu
pula dewasa ini nilai budaya barat pun menginsipirasi cara orangtua di Jepang dalam mendidik
anaknya. Meskipun terjadi pergeseran dan perubahan, namun gaya asuh orang tua di Jepang yang
menyayangi putra-putrinya tidak berubah.
Setelah membaca gaya asuh orang tua di Jepang, dapat dipahami bahwa gaya asuh mereka
merupakan perpaduan antara sedikit gaya permisif dan gaya authoritative (berwibawa). Demikian,
perbedaan gaya asuh orang tua di amerika dan gaya asuh orang tua di Jepang.
Dimodifikasi dari:
https://www.kompasiana.com/buyungokita/%205f22b2a4d541df59d84bebe2/sisi-positif-Parenting-
budaya-jepang?page=all#section2
Jawaban
1 . Fungsi bahasa menurut M.A.K.Hallliday
M.A.K. Halliday adalah seorang ahli bahasa Inggris yang terkenal dengan
kontribusinya dalam mengembangkan teori Sistemik Fungsional (SFL)
dalam linguistik. Ada beberapa fungsi bahasa menurut M.A.K. Halliday.
Kongres X Jakarta
(28-31 Oktober 2013)
1. Diikuti 1168 peserta dari Indonesia dan luar negeri
2. Membahas usulan tentang pemantapan kedudukan
Fungsi bahasa
3. Pengoptimalan pembelajaran bahasa Indonesia
4. Penerapan uji kemahiran bahasa Indonesia
5. Peningkatan kegunaan bahasa Indonesia
6. Peningkatan teguran oleh KPI kepada lembaga Penyiaran
- Ibu dan anak memiliki hubungan yang sangat dekat. Bahkan hampir
setiap perempuan yang telah melahirkan dan menjadi ibu rela
untuk berhenti bekerja dan fokus untuk mendidik anaknya di rumah.
- Setelah fase usia 5 tahun, anak boleh bereksplorasi melakukan
sesuatu, lalu usia 5-15 tahun anak mulai diajari untuk melakukan
kegiatan seperti membersihkan rumah, belajar untuk disiplin, dan
melakukan apa yang dilakukan oleh orang tua. Pada fase ini
orangtua memberikan batasan yang jelas mengenai hak dan
kewajiban anak, apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh
dilakukan.