PDF Askep Alo - Compress PDF
PDF Askep Alo - Compress PDF
MAKALAH
Disusun oleh
Yulistyorini,S.kep,Ns
SURABAYA
2019
BAB 1
PENDAHULUAN
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke
darah atau melalui saluran limfatik. Edema paru dibedakan oleh karena sebab
Kardiogenik dan NonKardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena
pengobatannya sangat berbeda. Edema Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya
Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema Paru Kardiogenik yang akut
disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi dengan adanya faktor
presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri Khronik. (3)
Pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema
paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1 juta penderita edema paru yang perlu
pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Di Amerika serikat
diperkirakan 5,5 juta penduduk menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk. Ini
merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat perhatian dari perawat
di dalam merawat klien edema paru secara komprehensif bio psiko sosial dan
spiritual.
Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada tahun 1971.
Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai daerah, sehingga sampai tahun
1980 seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus
menunjukkan kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah.
Di Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate (IR) =
35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam
sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu
15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001); 19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun
2003).
Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di
luar jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). Angka kematian
edema paru akut karena infark miokard akut mencapai 38 – 57% sedangkan
karena gagal jantung mencapai 30% (Haas, 2002). Pengetahuan dan penanganan
yang tepat pada edema paru akut dapat menyelamatkan jiwa penderita.
Penanganan yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi yang
terjadi (Alpert, 2002). Karena itu dalam makalah ini akan dibahas tentang
patofisiologi, etiologi dan penatalaksanaan edema paru akut serta asuhan
keperawatannya.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. R dengan Acute Lung Oedema
Oedema di Ruang
IGD Lt.1 RSUD Dr. Soetomo Surabaya?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
kasus Acute
kasus Acute Lung Oedema secara
Oedema secara menyeluruh.
1.4.2 Bagi Penulis
Dengan makalah ini, di harapkan mampu memberikan pemahaman yang
lebih tentang kasus Acute
kasus Acute Lung Oedema.
Oedema.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
2.2 Etiologi
1. E dema p
pa
ar u kka
ar di og eni
nik
k
Yaitu edema paru yang bukan disebabkan karena gangguan pada jantung
atau sistem kardiovaskuler.
a. Penyakit pada arteri koronaria
Arteri yang menyuplai darah untuk jantung dapat menyempit karena
adanya deposit lemak (plaques)
(plaques).. Serangan jantung terjadi jika terbentuk
gumpalan darah pada arteri dan menghambat aliran darah serta merusak
otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut. Akibatnya, otot jantung
yang mengalami gangguan tidak mampu memompa darah lagi seperti
biasa.
b. Kardiomiopati
Penyebab terjadinya kardiomiopati sendiri masih idiopatik. Menurut
beberapa ahli diyakini penyebab terbanyak terjadinya kardiomiopati
dapat disebabkan oleh infeksi pada miokard jantung (miokarditis),
penyalahgunaan alkohol dan efek racun dari obat-obatan seperti kokain
dan obat kemoterapi. Kardiomiopati menyebabkan ventrikel kiri menjadi
lemah sehingga tidak mampu mengkompensasi suatu keadaan dimana
kebutuhan jantung memompa darah lebih berat pada keadaan infeksi.
Apabila ventrikel kiri tidak mampu mengkompensasi beban tersebut,
maka darah akan kembali ke paru-paru. Hal inilah yang akan
mengakibatkan cairan menumpuk di paru-paru (flooding)
(flooding)..
c. Gangguan katup jantung
Pada kasus gangguan katup mitral atau aorta, katup yang berfungsi untuk
mengatur aliran darah tidak mampu membuka secara adekuat (stenosis)
atau tidak mampu menutup dengan sempurna (insufisiensi). Hal ini
menyebabkan darah mengalir kembali melalui katub menuju paru-paru.
d. Hipertensi
Hipertensi tidak terkontrol dapat menyebabkan terjadinya penebalan pada
otot ventrikel kiri dan dapat disertai dengan penyakit arteri koronaria.
2. E de
dem
ma paru non kar
karddi ogeni
nik
k
a. Peningkatan Permeabilitas Kapiler
Edema paru biasanya disebabkan peningkatan tekanan pembuluh
Pada tahap awal terjadinya edema paru terdapat peningkatan
kandungan cairan di jaringan interstisial antara kapiler dan alveoli. Pada
edema paru akibat peningkatan permeabilitas kapiler paru dipikirkan
bahwa kaskade inflamasi timbul beberapa jam kemudian yang berasal dari
suatu fokus kerusakan jaringan tubuh. Neutrofil yang teraktivasi akan
beragregasi dan melekat pada sel endotel yang kemudian menyebabkan
pelepasan berbagai toksin, radikal bebas, dan mediator inflamasi seperti
asam arakidonat, kinin, dan histamin. Proses kompleks ini dapat diinisiasi
oleh berbagai macam keadaan atau penyakit dan hasilnya adalah
kerusakan endotel yang berakibat peningkatan permeabilitas kapiler
alveolar. Alveoli menjadi terisi penuh dengan eksudat yang kaya protein
dan banyak mengandung neutrofil dan sel inflamasi sehingga terbentuk
membran hialin. Karakteristik edema paru akibat peningkatan
permeabilitas kapiler paru adalah tidak adanya peningkatan tekanan
pulmonal (hipertensi pulmonal) (Z. Amin 2006).
2006).
Peningkatan tekanan kapiler paru dan edema paru dapat terjadi pada
penderita dengan kelebihan cairan intravaskular dengan ukuran jantung
normal. Ekspansi volume intravaskular tidak perlu terlalu besar untuk
terjadinya kongesti vena, karena vasokontriksi sistemik dapat
menyebabkan pergeseran volume darah ke dalam sirkulasi sentral.
Sindrom ini sering terjadi pada penderita yang mendapat cairan kristaloid
atau darah intravena dalam jumlah besar, terutama pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal, ataupun karena gagal ginjal itu sendiri (terjadi
retensi air). Pemberian kortikosteroid menyebabkan gangguan kongesti
vena lebih lanjut. Sindrom kongesti vena ( fluidoverload ) ini sering terjadi
pada penderita dengan trauma yang luas, yang mendapat cairan dalam
jumlah besar untuk menopang sirkulasi. Pada fase penyembuhan,
penyembuhan, terjadilah
edema paru. Keadaan ini sering dikacaukan dengan gagal jantung kiri atau
ARDS (acute
(acute respiratory distress syndrome).
syndrome ).
c. Edem Paru Neurogenik
Keadaan ini terjadi pada penderita yang mengalami trauma kepala,
kejang-kejang, atau peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak.
Diduga dasar mekanisme edema paru neurogenik adalah adanya
rangsangan hipotalamus (akibat penyebab di atas) yang menyebabkan
rangsangan pada sistem adrenergik, yang kemudian menyebabkan
pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke sirkulasi pulmonal dan
penurunan “compliance” ventrikel kiri. Akibatnya terjadi penurunan
pengisian ventrikel kiri à tekanan atrium kiri meningkat dan terjadilah
edema paru. Pada penderita dengan trauma kepala, edema paru dapat
terjadi dalam waktu singkat.
d. Edem Paru Karena Sindrom Nefrotik
Walaupun edema hampir selalu ditemukan untuk beberapa waktu
dalam perjalanan penyakit dan merupakan tanda yang mendominasi pola
klinis, namun merupakan tanda yang paling variabel di antara gambaran
terpenting sindroma nefrotik, terutama edema paru.
Mekanisme terbentuknya edema sangat kompleks; beberapa faktor
adalah: (1) Penurunan tekanan koloid osmotik plasma
plasma akibat penurunan
konsentrasi albumin serum; bertanggungjawab terhadap pergeseran cairan
ekstraselular dari kompartemen intra-vaskular ke dalam interstisial dengan
timbulnya edema dan penurunan volume intravaskular. (2)
Penurunannyata eksresi natrium kemih akibat peningkatan reabsorpsi
tubular.Mekanisme meningkatnya reabsorpsi natrium tidak dimengerti
secara lengkap, tetapi pada prinsipnya terjadi akibat penurunan volume
intravaskular dan tekanan koloid osmotik. Terdapat peningkatan ekskresi
renin dan sekresi aldosteron. (3) Retensi air . Penurunan tekanan koloid
osmotik plasma dan retensi seluruh natrium yang dikonsumsi saja tidaklah
cukup untuk berkembangnya edema pada sindrom nefrotik. Untuk
timbulnya edema harus ada retensi air.
2.3 Patofisiologi
Pada paru normal, cairan dan protein keluar dari mikrovaskular terutama
melalui celah kecil antara sel endotel kapiler ke ruangan interstisial sesuai dengan
selisih antara tekanan hidrostatik dan osmotik protein, serta permeabilitas
membran kapiler. Cairan dan solute yang keluar dari sirkulasi ke ruang alveolar
terdiri atas ikatan yang sangat rapat. Selain itu, ketika cairan memasuki ruang
interstisial, cairan tersebut akan dialirkan ke ruang peribronkovaskular, yang
kemudian dikembalikan oleh siistem limfatik ke sirkulasi. Perpindahan protein
plasma dalam jumlah lebih besar tertahan. Tekanan hidrostatik yang diperlukan
untuk filtrasi cairan keluar dari kirosirkulasi paru sama dengan tekanan hidrostatik
kapiler paru yang dihasilkan sebagian oleh gradien tekanan onkotik protein
(10,11)
1. Edem Paru Kardiogenik
Edem paru kardiogenik atau edem volume overload terjadi karena
peningkatan tekanan hidrostatik dalam kapiler paru yang menyebabkan
peningkatan filtrasi cairan transvaskular, ketika tekanan interstisial paru lebih
besar daripada tekanan pleural maka cairan bergerak menuju pleura visceral
viscer al yang
menyebabkan efusi pleura. Sejak permeabilitas kapiler endotel tetap normal, maka
cairan edem yang meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang
rendah. Peningkatan tekanan hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya
berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan ringan
tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan edema di perimikrovaskuler dan
ruang interstisial peribronkovaskular. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih
tinggi (>25) maka cairan edem akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus.
Kejadian tersebut akan menimbulkan lingkaran setan yang terus memburuk oleh
proses sebagai berikut :
a. Meningkatnya kongesti paru akan menyebabkan desaturasi, menurunnya
pasokan oksigen miokard dan akhirnya semakin memburuknya fungsi
jantung .
b. Hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan
vasokonstriksi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan.
Peningkatan tekanan ventrikel kanan melalui mekanisme interdependensi
ventrikel akan semakin menurunkan fungsi ventrikel kiri
c. Insufesiensi sirkulasi akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk
fungsi jantung.
Penghapusan cairan edem dari ruang udara paru tergantung pada transpor
aktif natrium dan klorida melintasi barier epitel yang terdapat pada membran
apikal sel epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium
secara aktif ditranspor keluar ke ruang instrstisial dengan cara Na/K-ATPase yang
terletak pada membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti,
kemungkinan melalui aquaporins yang merupakan saluran air yang ditemukan
terutama pada epitel alveolar sel tipe I (3,4)
Edem paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum klinis
Acute Heart Failure Syndrome (AHFS). AHFS ini didefinisikan sebagai
munculnya gejala dan tanda secara akut yang merupakan sekunder dari fungsi
jantung yang tidak normal
normal (1,3,4)
Secara patofisiologi edem paru kardiogenik ditandai dengan transudai
cairan dengan kandungan protein yang rendah ke paru akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini
terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau integritas dari membran alveoli-
kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan kemampuan difusi,
hiposemia dan sesak nafas.
Pada stage 1 distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat
peningkatan tekanan di atrium kiri, dapat memperbaiki pertukaran udara di paru
dan meningkatkan kemampuan difusi dari gas karbon monoksida. Pada keadaan
ini akan terjadi sesak nafas saat melakukan aktivitas fisik dan disertai ronkhi
inspirasi akibat terbukanya saluran nafas yang tertutup .
Apabila keadaan berlanjut hingga derajat berikutnya atau stage 2, edem
interstisial diakibatkan peningkatan cairan pada daerah interstisial yang longgar
dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini akan
mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan
petanda septum interlobuler (garis kerley B). Pada derajat ini akan terjadi
kompetisi untuk memperebutkan tempat antara pembuluh darah, saluran nafas dan
peningkatan jumlah cairan di daerah di interstisium yang longgar tersebut, dan
akan terjadi pengisian di lumen saluran nafas yang kecil yang menimbulkan
refleks nronkokonstriksi. Ketidakseimbangan antara ventilasi dan perfusi aka
mengakibatkan terjadinya hipoksemia yang berhubungan dengan ventilasi yang
semakin memburuk. Pada keadaan infark miokard akut misalnya, beratnya
hipoksemia berhubungan dengan tingkat peningkatan tekanan baji kapiler paru.
Sehingga seringkali ditemukan manifestasi klinis takipnea.
Pada proses yang terus berlanjut atau meningkat menjadi stage
s tage 3 dari edem
paru tersebut, proses pertukaran
pert ukaran gas sudah menjadi abnormal, dengan hipoksemia
yang berat dan seringkali hiperkapnea. Alveolar yang sudah terisi cairan ini terjadi
akibat sebagian besar saluran nafas yang besar terisi cairan berbusa dan
mengandung darah, yang seringkali dibatukkan keluar oleh si pasien. Secara
keseluruhan kapasitas vital dan volume paru semakin berkurang di bawah normal.
Terjadi pirai dari kanan ke kiri pada intrapulmonal akibat perfusi dari alveoli yang
telah terisi cairan. Walaupun hiperkapnea yang terjadi pada awalnya, tetapi
apabila keadaan semakin memburuk maka dapat terjadi hiperkapnea dengan
asidosis respiratorik akut apalagi bila pasien sebelumnya telah menderita penyakit
paru obstruktif kronik. Dalam hal ini terapi morfin yang telah diketahui memiliki
efek depresi pada pernafasan, apabila akan dipergunakan harus dengan pemantau
yang ketat.
2.4 Manifestasi Klinik
ALO dapat dibagi menurut stadiumnya (3 stadium),
a. Stadium 1
Adanya distensi pada pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
mengganggu pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas
difusi co. Keluhan pada stadium ini biasanya hanya berupa sesak napas
saat melakukan aktivitas.
b. Stadium 2
Pada stadium ini terjadi oedema paru interstisial. Batas pembuluh darah
paru menjadi kabur, demikian pula hilus serta septa interlobularis
menebal. Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor interstisial akan
lebih mempersempit saluran napas kecil, terutama di daerah basal karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi reflek bronkokonstriksi yang
dapat menyebabkan sesak napas ataupun napas menjadi berat dan
tersengal.
c. Stadium 3
Pada stadium ini terjadi oedema alveolar. Pertukaran gas mengalami
gangguan secara berarti, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita
tampak mengalami sesak napas yang berat disertai batuk berbuih
kemerahan (pink froty).
froty). Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun
dengan nyata.
2.5 WOC
Gagal jantung
kanan/kongesti
Oedem paru
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan
kemudian hiperkapnia.
b. Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark
miokard.
c. Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto
thoraks, EKG, enzim jantung (CK-MB, Troponin T), angiografi
koroner.
2. Radiologi
Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-
ray dada. Radiograph (X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih
terpusat yang menyinggung jantung dan pembuluh-pembuluh darah
utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column, dengan bidang-
bidang paru
p aru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap
pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari
dinding dada. X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin
menunjukan lebih banyak tampakan putih pada kedua bidang-bidang
paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang lebih parah dari pulmonary
edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang signifikan
pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang
paru yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli
sebagai akibat dari pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan
informasi yang minimal tentang penyebab
pen yebab yang mungkin mendasarinya.
Gambaran Radiologi yang ditemukan :
a. Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
b. Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
c. Kranialisasi vaskuler
d. Hilus suram (batas tidak jelas)
e. Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma
kecil atau nodul milier)
3. Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit
Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan
atrium kiri.
4. Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab
yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran dari
plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal pro-BNP. Ini
adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah yang
disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan
dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari
beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat tinggi menyarankan
cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang kurang dari
100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai
penyebabnya.
5. Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang
panjang dan tipis (kateter) yang disisipkan kedalam vena-vena besar
dari dada atau leher dan dimajukan melalui ruang – ruang sisi kanan
dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau
pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-
pembuluh darah dari paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan
secara langsung mengukur tekanan dalam pembuluh-pembuluh paru,
disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari 18
mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic
pulmonary edema, sementara wedge pressure yang kurang dari 18
mmHg biasanya menyokong non-cardiogenic cause of pulmonary
edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan
hanya pada intensive care unit (ICU).
2.9 Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengkajian Primer
(1) Airways
Airways
a. Sumbatan atau penumpukan secret.
secret.
b. Wheezing atau krekles.
c. Kepatenan jalan nafas.
(2) Breathing
a. Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat.
b. RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler
ireguler dangkal.
c. Ronchi, krekles.
d. Ekspansi dada tidak penuh.
e. Penggunaan otot bantu nafas.
(3) Circulation
a. Nadi lemah, tidak teratur.
b. Capillary refill.
c. Takikardi.
d. TD meningkat / menurun.
e. Edema.
f. Gelisah.
g. Akral dingin.
h. Kulit pucat, sianosis.
i. Output urine menurun.
(4) Disability
Status mental : Tingkat kesadaran secara kualitatif dengan Glascow
Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis :
Sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
Somnolen : keadaan kesadaran yang mau tidur saja. Dapat
dibangunkan dengan rangsang nyeri, tetapi jatuh tidur lagi. Delirium :
keadaan kacau motorik yang sangat, memberontak, berteriak-teriak,
dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat, dan waktu. Sopor/semi
koma : keadaan kesadaran yang menyerupai koma,reaksi hanya dapat
ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma : keadaan kesadaran yang
hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan rangsang
apapun.
(5) Exposure
Keadaan kulit, seperti turgor / kelainan pada kulit dsn keadaan
ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.
Subyektif : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot
bantu pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat,
Laju pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada
lapang paru,
3. Sistem Cardiovaskuler
Subyektif : sakit dada
Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah
vasokontriksi, kualitas darah menurun, Denyut jantung tidak
teratur, suara jantung tambahan
4. Sistem Neurosensori
Subyektif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal,
letargi
Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi
paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
5. Sistem genitourinaria
Subyektif : -
Obyektif : produksi urine menurun,
Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare
D. Pemeriksaan Penunjang :
1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar
oksigen darah, kadar karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa
yang mungkin muncul