Anda di halaman 1dari 6

41. „VRIJE ARBEIDSORDONNANTIE BUITENGEWESTEN".

MARET 1941.

Barang kuno jang sudah mendjadi buah mulut dan buah perse-
lisihan paham antara pergerakan rakjat dengan Pemerintah, ialah
,,poenale sanctie". Sudah pernah kita kupas soal „herendienst",
saudara kembar dari ,,poenale sanctie" ini, dua barang antik jang
tidak patut dipakai lagi. /
Bagaimanakah hakikatnja dan riwajat ,,poenale sanctie" itu?
Umpamanja satu maskapai hendak membuka kebun di Deli atau
dilain tempat di Indonesia ini, jang disana tidak ada orang jang suka
mendjadi kuli. Maka kuli itu perlu didatangkan dari lain daerah,
tanah Djawa. Dan supaja maskapai2 jang mempunjai onderneming
itu tidak menanggung risiko dalam hal ini, diadakan kontrak antara
si kuli dengan maskapai, jang dinamakan : „koelie-contract".
Dalam hal inipun teorinja sederhana sadja. Akan tetapi praktek-
nja lain lagi. Kita djangan lupa bahwa „koelie-contract" itu diteken
oleh dua pihak jang amat djauh berlainan kedudukan dan kekuasa-'
annja. Disatu pihak kapitalis jang djauh lebih tjerdas dan besar
kekuatan serta kekuasaannya, sedang dipihak jang kedua seorang
kuli jang tak bisa tulis-batja dan tak bisa memahamkan bagaimana-
kah jang sebenarnja hakikat dan akibat dari kontrak jang dia teken.
Si kuli pergi berlajar meninggalkan negerinja atas ongkos maskapai
ketanah Deli umpamanja, jang amat asing bagi dirinja, masuk ke-
bawah kekuasaan tuan kebun, jang dalam kebunnja itu kekuasannja
besar luar biasa. Lebih2 dimasa belum ada „arbeidsinspectie" atau
jang sematjam itu.
Kita tak usah membentangkan bagaimanakah nasib jang pernah
diderita oleh si kuli jang bekerdja dibawah peraturan „poenale
sanctie" itu satu-persatu. Pengamukan dan perkelahian dengan
asisten2 kebun, - lebih2 beberapa tahun jang dulu2 -, jang seringkah
terdjadi di onderneming2, dan jang telah memakan kurban jang
bukan sedikit diantara asisten2 kebun bangsa Belanda, tjukup meng-
gambarkan kepada kita prateknja sistem ,,poenale sanctie" itu. Su-
ku-bangsa Djawa seringkali dinamakan orang bangsa jang se-dji-
nak-djinaknja diatas dunia (het zachtste volk der aarde). Kalau
satu bangsa jang sudah begitu halus tabiatnja, mendjadi mata-gelap
sampai mengurbankan djiwa madjikannja, dan djiwanja sendiri,
itu sudah satu bukti jang tjukup, bahwa jang mendjadi sebab dan
lantaran bukanlah perkara jang enteng2; tentu ada apa2-nja, jang
sudah sangat keterlaluan. Dan kalau kuli jang tak tahan lagi beker-
dja dalam keadaan jang tak terderita olehnja, lari, dia terus ditang-
kap oleh Pemerintah, polisi, dihadapkan kemuka hakim dan dihukum
lantaran „memutuskan kontrak". Kalau dilihat dengan katja mata
„juridisch", memang jang sematjam itu tak ada salahnja. Akan'te-
tapi bukan semua jang menurut „recht" itu djuga „rechtvaardig",
bukan jang menurut putusan hakim itu semua bersifat adil./
„Poenale sanctie" bukan masalah baru. Sudah semendjak per-
mulaan abad ini (1902), hal ini telah mendjadi perbintjangan dan
buah protes dalam Tweede Kamer di Negeri Belanda. Dimasa anak
Indonesia belum buka mulut, belum pandai, atau belum mendapat
kesempatan bersuara, dimasa djari anak Indonesia masih kaku dan
belum diberi kesempatan untuk menggerakkan pena, mengutarakan
perasaan hari mereka kepada jang berwadjib, walaupun hatinja
sudah remuk redam, dimasa itu sudah ada djuga orang2 jang turut
mempunjai perasaan, berdjuang dengan sendjata politik jang ada
ditangan mereka, untuk penghapusan sistim koeli-ordonnantie ini.
„De koelie-ordonnantie is een vermomde slavernij"..., kata ang-
gota G .W. Melchers dalam Tweede Kamer ditahun 1'902. „Koe-
lieordonanntie" itu ialah perhambaan jang pakai kedok. „Koelie-
contracten" itu harus dihapuskan. Tidak sepadan dengan ketjer-
dasan kita (bangsa Belanda), apabila di Archipel itu masih sadja
dibiarkkan kepada golongan kapital mentjari kuli dengan tjara jang
demikian. Adakanlah sistim pemindahan (imigrasi) dengan tjara
merdeka ..." (lihatlah Handelingen Tweede Kamer). Dalam tahun
1903 anggota itu djuga, tidak menj embun j ikan suaranja, bahkan
tetap mendesak untuk penghapusan poenale sanctie itu.
Dalam tahun 1904 Troelstra mentjampuri urusan ini. Van Kol
pun ber-ulang2 memperdengarkan kritiknja jang tadjam2. Akan
tetapi „poenale sanctie" tetap hidup terus. Liat, seperti liatnja hidup
benalu dipohon limau.
Dalam tahun 1910 masih perlu anggota Schaper dalam Tweede
Kamer menerangkan, apakah jang menjebabkan terdjadinja per-
lakuan se-wenang2 terhadap kuli2:
„Lantaran adanja kontrak itu, si kuli dapat diperlakukan dengan
se-wenang2 dapat ditipu tentang pemberian beras dan ditipu
tentang pembajaran upahnja, sedangkan ia sendiri tidak dapat lari
sebab berutang, dan kalau ia mentjoba melepaskan dirinja dari
tangan seorang madjikan jang d jahat, ia akan dibawa kembali ke-
onderneming itu dengan perantaraan polisi. 1)

Tidak usah kita turutkan langkah perdjuangan partai2 bangsa


Belanda sendiri di Negeri Belanda itu untuk menghapuskan „poe-
nale sanctie" ini dari tahun-ketahun. Bagaimana hasilnja perdju*
angan mereka dalam 20 tahun, dapat njata apabila kita fikirkan
bahwa dalam tahun 1924, masih perlu anggota Schaper itu djuga
berteriak dari kursinja di Staten Generaal : „Masih terus djuga kuli2
kontrak itu dipukul, ditindju, disepak-terdjang, dan akibatnja ialah
pembatjokan dan pembunuhan atas asisten2, anak2 muda jang ma-
lang nasib itu, jang datang ke Hindia dan tidak dapat menahan
hatinja. terhadap hamba-sahaja jang pakai kedok ini..."2)
Usulnja, supaja „koelie-ordonantie" itu dihapuskan se-lambat-
lambatnja dalam 5 tahun, ditolak dengan 60 suara lawan 14...
Benalu membelit terus!

Dalam tahun 1927 Stokvis mengemukakan mosi supaja Pemerin-


tah Hindia mempertimbangkan agar „poenale sanctie" dapat di-
hapuskan dalam waktu jang ditentukan. Mosi ini dikuatir-kan oleh
anggota S.D.A.P. Cramer dalam Staten Generaal.
Dalam pada itu masalah ini mendjadi masalah internasional.
Artikel 5 dari Volkenbond berkehendak kepada penghapusan

1 „...De koelie is zo onvrij, dat men hem kau doen wat men wil : dat men hem kan
ranselen en bedriegen op de rijst en op het loon, terwijl hij niet kan weglopen; vooreerst
omdat hij in de schuld zit, en in de tweede plaats. omdat hij het arbeidscontract niet
verbreken mag. Doet hij dit laatste dan wordt hij met den sterken arm teruggebracht.
Hij kan zich dus niet aan slechte patroons met slechte ondergeschikten onttrekken."
2 „Nog altijd worden de koelies geranseld, gestompt en geschopt, en het gevolg daarvan is,
als reactie, doodslag op assistenten, op de arme jongelui die naar Indie gaan en zich
niet weten te beheerschen tegenover deze vermomde slaven..."
Diantara tahun 1912 dengan 1920 terdjadi 474 X pembatjokan antara kuli dengan
asisten2 kebun, djadi pukul rata 60 X dalam satu tahun atau 5 X dalam sebulan !
sistem pekerdjaan sebagai „poenale sanctie'' itu. Hadji A. Salim
memperdengarkan dengan lantang akan suara rakjat Indonesia di-
gedung Volkenbond di Djenewa. Dua kali beliau itu kesana!
Apakah hasilnja semua perdjuangan ini, perdjuangan di Negeri
Belanda, perdjuangan di Indonesia, diluar dan didalam Dewan
Rakjat, perdjuangan digelanggang internasional... ?
Dalam bulan Desember 1928, mosi Cramer di Tweede Kamer
untuk menghapuskan ,,poenale sanctie" itu ditolak dengan 48 suara
lawan 22-. ....... !
Demikianlah sistem jang terlalu amat kuno ini terus djuga berlaku
dinegeri jang sudah „modern" ini, jang diatur menurut kebudajaan
negeri jang „beschaafd", negeri jang beradab..."
„Totdat de grote volksmacht in Indie, zulk een arbeidsmethode
zal wegvagen met zoveel, dat niet meer is van dezen tijd'7, kata
Daan van der Zee, penjusun rentjana ringkas pergerakan partainja,
S.D.A.P., jakni rupanja tjara bekerdja jang sematjam itu akan terus
hidup sampai pada satu saat kekuatan rakjat sendiri akan mengha-
puskannya, beserta lain2 aturan jang tidak sepadan lagi dengan masa
sekarang ini.

Sekarang kita ditahun 1941. Sudah banjak jang terdjadi antara


1928 — 1941 ini. Sjukur kita utjapkan, lantaran ramalan Daan van
der Zee itu, ini kali sedikit meleset. Sebab baru2 ini sudah terberita
bahwa Pemerintah akan memasukkan satu usul kedalam sidang
Dewan Rakjat, supaja „poenale sanctie" dihapuskan sama sekali.
Sudah kenjataan dan sudah diakui rupanja oleh instansi2 Pemerin-
tah, bahwa sistem pekerdjaan merdeka, jang djuga sudah mulai di-
tjoba pada dua-tiga tempat, sangatlah memuaskan hasilnja. Maka
ordonansi jang baru itu, kabarnja akan bernama ,,Vrije Arbeids-
ordonnantie Buitengewesten".
Sambutan kita : Kita hargakan tinggi sikap Pemerintah jang
mengambil inisiatif dalam urusan ini dengan selekasnja, sehingga
tidak usah ditunggukan sampai ada reaksi jang berupa „volksmacht"
sebagai jang diramalkan oleh Daan van Zee itu.
Kita pertjaja, bahwa Dewan Rakjat akan menerima penghapusan
„poenale sanctie" ini. Kepada „Economische Groep" dibawah pim-
pinan De Villeneuve, kita berseru, bahwa ada lebih taktis dan sim-
patik apabila mereka djangan men-tjoba2 menegakkan benang basah
dalam hal ini. Kepentingan kaum ondernemers dan kapital akan
lebih terpelihara dan terbela dengan penghapusan „koelie-ordon-
nantie" made in abad ke 19 itu.
Java Bode menerangkan bahwa belumlah dipastikan, bahwa
urusan ini mungkin diselesaikan dalam tahun ini djuga.
Sahut kita : „Kerdja baik harus dilekaskan!" Kita akui bahwa ke-
menangan dalam perdjuangan politik itu tak mungkin lekas ditja-
pai. Akan tetapi, sudah empat-puluh-tahun dilakukan perdjuangan
dalam hal ini. Apakah 40 tahun atau seumur orang dewasa itu, ma-
sih belum tjukup lama lagi?
Dalam Kabinet Pemerintah Agung di London sekarang ada dua
orang Menteri dari kalangan S.D.A.P., jakni Albarda dan Van den
Tempel, dari partai politik jang bukan ketjil usahanja dalam per'-
djuangan penghapusan „poenale sanctie" ini. Kalau betul Pemerin-
tah Agung di London senantiasa tetap kuat perhubungannja dengan
Pemerintah disini, besar djuga harapan kita, bahwa barang2 kuno
ini mungkin diobral se-lekas2-nja dengan tjara jang memuaskan,
djangan kemari-tanggung. Kita tunggu pula!

Dari Pandji Islam.

Anda mungkin juga menyukai