Anda di halaman 1dari 10

INDISCHE PARTIJ

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


AMANDA MELANIA S.

(02)

ERIKA DIYAN R.

(10)

JIHAN AURA

(16)

YUNISHA PRIMA R.

(34)

INDISCHE PARTIJ
Didirikan di Bandung pada tanggal
25 Desember 1912 oleh :
Dr. Ernest Francois Eugene
Douwes Dekker yang kemudian
dikenal sebagai Dr. Danu Dirdjo
Setia Budhi
Dr. Cipto Mangoenkoesoemo
Soewardi Soerjaningrat yang
kemudian terkenal dengan nama
Ki Hadjar Dewantara.
Organisasi ini merupakan
organisasi pertama yang secara
tegas menyatakan berpolitik.
Dengan demikian Indische Partij
adalah partai politik pertama di
Indonesia.

Indische Partij ingin menggantikan


Indische Bond yang berdiri pada
tahun 1898. Indische Bond adalah
organisasi kaum Belanda
peranakan (Indo) dengan pimpinan
K. Zaalberg, seorang indo. Hal ini
disebabkan adanya keganjilankeganjilan yang terjadi
(diskriminasi) khususnya antara
keturunan Belanda totok dengan
orang Belanda campuran
(Indonesia).
Pendirian organisasi ini dipertegas
lagi pada sidang Indische Bond
yang diselenggarakan di Jakarta
tanggal 12 desember 1911, dengan
pokok pidato "Gabungan kulit
putih dengan sawo matang". Ia
berkata, bahwa jumlah kaum Indo
sangat sedikit, sehingga jika ia
bertindak seorang diri,maka ia tak
mungkin memperoleh keuntungan.

Indische Partij bermaksud


membangun rasa cinta dalam
setiap hati orang Hindia
terhadap bangsa dan tanah
airnya. Hal ini dilakukan dengan
cara menyadarkan masyarakat
dengan menghidupkan kembali
harga diri, rasa mampu, dan
rasa kebangsaan atau
nasionalisme. Dan dalam hal ini
mereka menganjurkan suatu
nasionalisme yang jauh lebih
luas dari nasionalisme Boedi
Oetomo. Dan cita-cita ini
mereka ini disebarluaskan
melalui Harian De Express.

Keanggotaan Indische Partij


Keanggotaan Indische Partij terbuka untuk semua golongan bangsa
tanpa membedakan tingkatan kelas, seks atau kasta, golongan
bangsa yang menjadi anggota Indische Partij adalah golongan
bumiputera, golongan Indo, Cina dan Arab.
Jika dibandingkan dengan Budi Utomo dan Sarekat Islam, maka
keanggotaan Indische Partij lebih kecil jumlahnya. Mungkin hal ini
disebabkan karena adanya perasaan takut untuk memasuki suatu
perkumpulan politik. Adanya pasal 111 Regerings-Reglement (RR),
yang berbunyi "Bahwa perkumpulan-perkumpulan atau persidanganpersidangan yang membicarakn soal pemerintahan (politik) atau
membahayakan keamanan umum dilarang di Hindia Belanda". Pasal
ini merupakan tembok penghalang yang sukar ditembus oleh
Indische Partij dalam mengembangkan jumlah Anggotanya.

TUJUAN
Dalam anggaran dasar indische partij (Pasal 2)
dirumuskan tujuan sebagai berikut :
a.
Untuk membangun patriotisme semua
Indiers kepada tanah air yang telah memberi
lapangan hidup kepada mereka.
b.
Menganjurkan kerjasama atas dasar
persamaan ketatanegaraan.
c.

Memajukan tanah air Hindia.

d.
Mempersiapkan kehidupan rakyat yang
merdeka.

Program Kerja Indische Partij


Meresapkan cita-cita kesatuan nasional Indonesia.
Memberantas kesombongan sosial dalam pergaulan, baik
di bidang pemerintahan maupun kemasyarakatan.
Memberantas usaha-usaha yang membangkitkan
kebencian antara agama yang satu dengan agama yang
lain.
Memperbesar pengaruh pro Hindia (Indonesia) di dalam
pemerintahan.
Memperbaiki keadaan ekonomi bangsa Indonesia,
terutama memperkuat mereka yang ekonominya lemah.

Penyebab Kemunduran
Persoalan yang menyangkut nasib tiga serangkai tersebut erat
hubungannya dengan tindakan Belanda pada tahun 1913, dalam
rangka memperingati bebasnya negeri Belanda dari penindasan
Prancis pada tahun 1813 merupakan suatu ironi bahwa negara yang
menjajah, merayakan kebebasan negerinya itu di negeri yang
dijajahnya sendiri, lebih-lebih untuk perayaan tersebut pemerintah
akan memungut biaya dari rakyat Hindia.
Melihat fenomena menarik tersebut, Suwardi Suryaningrat dan
kawan-kawan akhirnya membentuk Komite Bumi Putera. Tujuan
Komite itu adalah :
a.

Mencabut pasal 111 RR.

b.

Membentuk majelis perwakilan rakyat sejati.

c.

Adanya kebebasan berpendapat di tanah jajahan.

Salah satu pemimpin Komite Boemi Poetra, R.M. Soewardi


Soerjaningrat menulis sebuah risalah dengan judul Als Ik Eens
Nederlander Was (Seandainya Aku seorang Belanda). Di dalam risalah
itu ia menulis antara lain:

Seandainya Aku Seorang Belanda, masih belumlah saya dapat


berlaku sekehendak hati saya. Dengan sesungguhnya saya akan
mengharap-harap, semoga peringatan hari kemerdekaan itu, di pesta
seramai-ramainya, tapi saya tidak akan menyukai, jika anak-anak
negeri dari tanah jajahan ini dibawa-bawa larut berpesta. Saya akan
melarang mereka turut bergembira dan bersuka ria di hari-hari
keramaian itu, bahkan saya akan meminta dip agar tempar berpesta,
agar tidak ada seorang diantara anak-anak negeri yang dapat terlihat,
secara apa kita beriang-riang dalam memperingati hari kemerdekaan
kita itu.
..Sejalan dengan aliran itu, bukan saja tidak adil, tapi terlebih
lagi tidak patut, jika anak-anak negeri disuruh menyumbang uang pula
untuk turut membelanjai pesta itu. Jika mereka itu telah diperhatikan
dengan laku mengadakan pesta kemerdekaan untuk negeri Belanda,

Tulisan R.M. Soewardi Soerjaningrat ini mendapat


reaksi yang hebat dari pemerintah kolonial
Belanda. Terjadilah pemeriksaan-pemeriksaan
yang intensif terhadap Tiga Serangkai oleh
Kejaksaan. Dengan menggunakan "Hak Luar Biasa"
(Exorbitante rechten) Gubernur Jenderal Idenburg
mengeluarkan surat keputusan tanggal 18 Agustus
1913 untuk mengasingkan ketiga pemimpin Komite
Boemi Poetra itu. Beberapa tempat ditunjuk untuk
mereka. Kupang untuk Tjipto Mangoenkoesoemo,
Banda untuk R.M. Soewardi Soerjaningrat, dan
Bengkulu untuk Douwes Dekker. Disamping itu
ditetapkan pula dalam surat keputusan tanggal 18
Agustus 1913 bahwa mereka bebas berangkat
keluar Hindia Belanda. Mereka bertiga memilih
diasingkan di luar negeri, yaitu ke negeri Belanda.
Mereka berangkat ke Negeri pengasingan tanggal 6
September 1913. Hari keberangkatannya ini
diproklamasikan sebagai "Hari Raya Kebangsaan".

Anda mungkin juga menyukai