1. TUJUAN PRAKTIKUM
1.1 Menentukan spontanitas reaksi oksidasi antara CuS O4 ( aq )❑ + Mg , HCl (aq) + Zn, dan
AgN O3+ Cu berdasarkan hasil pengamatan.
1.2 Menentukan apakah reaksi ion P b2+ ¿¿ + NaC 2 H 3 O2 dan P b2+ KI akan terbentuk
endapan atau tidak.
1.3 Menentukan perbedaan reaksi antara CuS O4 .5 H 2 O dengan KI dalam fasa padat dan
fasa larutan.
1.4 Menentukan pengaruh kekuatan asam/basa terhadap perubahan warna pada indicator
dari reaksi antara NaOH + H 2 C 2 O4 dan N H 3 + H 2 C 2 O4 serta menentukan perbedaan
kedua rekasi berlangsung.
1.5 Menentukan perubahan warna larutan reaksi kesetimbangan ion kromat dan ion
dikromat dalam suasana reaksi yang berbeda antara K 2 Cr O4 + NaOH , K 2 Cr O4 +
HCl
1.6 Menentukan apakah terjadi perubahan suhu dan warna larutan dari reaksi reduksi
hidrogen peroksida.
1.7 Menentukan pengaruh pemilihan reduktor pada reaksi kalium permanganate terhadap
perubahan warna dan waktu reaksi antara H 2 C 2 O4 + H 2 S O 4 + KMn O 4 dan FE ( II ) +
H 2 S O4 + KMn O 4
2. TEORI DASAR
Reaksi kimia adalah proses berubahnya pereaksi menjadi hasil reaksi (Syukri,
1999). Reaksi kimia merupakan suatu proses yang melibatkan dua atau lebih zat (reaktan)
yang akan menghasilkan suatu zat (produk) dengan sifat kimia/fisika yang baru, yang
berbeda dengan zat-zat pembentuknya.Reaksi kimia berfokus pada produk yang
dihasilkannya yang disertai dengan beberapa perubahan yang dapat diamati secara
kuantitatif. Beberapa kriteria yang menunjukkan telah terjadi reaksi kimia antara lain: (i)
adanya gas sebagai produk reaksi; (ii) adanya endapan; (iii) perubahan pH larutan; (iv)
perubahan warna larutan; atau (v) perubahan suhu larutan. Meskipun dapat diamati dari
perubahan-perubahan yang dapat diamati, terjadinya reaksi kimia harus dikuatkan dengan
analisis stoikiometri yang menunjukkan bagaimana zat-zat yang bereaksi dapat
membentuk zat baru.
Dari banyaknya reaksi kimia yang terjadi di setiap sisi kehidupan kita, reaksi kimia dapat
dibagi menjadi reaksi asam-basa dan reaksi reduksi-oksidasi (redoks).
Reaksi reduksi adalah reaksi yang penurunan bilangan oksidasi pada atom/unsur yang
bereaksi.
C u+2 +2 e−¿→ Cu ( s) ¿
Reaksi oksidasi adalah reaksi peningkatan bilangan oksidasi pada atom/unsur yang
bereaksi.
¿ −¿¿
Zn ( s ) → Z n +2 e ¿
Pada dasarnya reaksi redoks berlangsung di dalam pelarut air sehingga untuk
penyetaraan persamaan reaksi redoks selalu melibatkan ion H +¿¿ dan ion O H−¿¿.
Persamaan reaksi redoks dapat disetarakan dengan metode setengah reaksi dan
metode bilangan oksidasi. Reaksi redoks dapat terjadi dalam suasana asam yang
ditandai dengan adanya ion H +¿¿ maupun basa yang ditandai dengan ion O H−¿¿.
Alat :
3.1. Pipet tetes
3.2. Tabung reaksi
3.3. Rak tabung reaksi
3.4. Spatula
Bahan :
3.1. Larutan CuS O4 0,1 M H2O 3.11 Larutan NaOH 1 M
3.2. Larutan HCl 0,1 M 3.12 Larutan KMn O4 0,05 M
3.3. Larutan AgN O3 0,1 M 3.13 Larutan FE ( II )0,1 M
3.4. Larutan Na H 2 C2 O20,1 M 3.14 Larutan H 2 S O 4 2 M
3.5. Larutan KI 0,1 M 3.15 Larutan H 2 O 2 3 %
3.6. Larutan N H 33 0,1 M 3.16 Padatan CuS O 4 .5 H 2 O
3.7. Larutan HC ❑2 H 3 O20,1 M 3.17 Padatan KI
3.8. Larutan KCr O❑40,1 M 3.18 Logam Mg
3.9. Larutan K 2 Cr O4 0,1 M 3.19 Logam Cu
3.10 Larutan HCl 1M 3.20 Logam Zn
4. CARA KERJA
2. HCl ( aq ) + Zn( s) Terbentuk gelembung gas 2 HCl(aq)+ Zn(s )→ ZnC l 2 (aq)+ H 2 (s)
hidrogen
Tabung
K 2 C r 2 O7 0,1 M + HCl1 M (tabung III ) III: perubahan warna
2
−¿ ( aq )→ 2Cr O4 ¿
( aq ) +2 O H
C r 2 O 2−¿
7
¿
Fe ( II ) 0,1 M + H 2 S O4 2 M + KMn
berwarna bening
O4 0,05 M
Setelah beberapa tetes :
larutan berubah warna
menjadi ungu
Jumlah tetesan : 6
6. PEMBAHASAN
Pada percobaan ini, logam magnesium yang dimasukkan ke dalam larutan tembaga(II) sulfat
(CuS O 4 ¿ mengalami oksidasi dari 0 menjadi +2 dan menghasilkan endapan magnesium di
akhir reaksi. Sementara, atom tembaga akan mengalami penurunan bilangan oksidasi dari
+2 ke 0 sesuai reaksi berikut:
CuS O4 ( aq )+ Mg ( s ) → MgS O4 ( aq ) +Cu ( s )
Prinsip reaksi redoks yang sama terjadi juga pada percobaan kedua dan ketiga. Logam seng
dan tembaga akan mengalami kenaikan bilangan oksidasi dari 0 ke +2 yang membentuk
senyawa dengan anionnya. Hanya saja, tidak terjadi pembentukan endapan pada reaksi
logam seng dengan HCl . Hal ini karena akan dihasilkan produk berupa Seng(II) klorida (
ZnC l 2 ¿yang larut dalam air. Hal tersebut dapat terlihat pada reaksi berikut :
2 HCl ( aq ) + Zn ( s ) → ZnC l 2 ( aq ) + H 2 ( s )
AgN O3 ( aq ) +Cu ( s ) → Cu ( N O3 )2 ( aq )+2 Ag(s)
Berdasarkan data potensial reduksi unsur-unsur dalam keadaan standar di bawah ini,
didapatkan bahwa nilai potensial sel dari ketiga reaksi di atas bernilai positif sehingga ketiga
reaksi di atas dapat terjadi secara spontan, yaitu reaksi dapat berjalan dengan sendirinya
tanpa harus diberi energi tambahan, yang ditandai dengan terbentuknya endapan maupun
produk gas.
0
0 0 0
E sel=E reduksi−E oksidasi
0 0 0
E sel=E Cu−E Mg=+2,71 V
0 0 0
E sel=E H 2−E Zn=+0,76 V
0 0 0
E sel=E Ag−E Cu=+ 0,46V
Pada percobaan ini, larutan Pb ( N O3 ) 2 akan bereaksi dengan larutan NaC 2 H 3 O2 yang
akan menghasilkan Pb ( C2 H 3 O2 )2 dan NaN O3 yang keduanya larut dalam air sehingga
untuk percobaan pertama hanya terjadi pertukaran ion-ion pada tiap spesinya dengan tidak
terbentuk endapan.
Pb ( N O3 ) 2 ( aq )+ 2C 2 H 3 O2 Na ( aq ) → Pb ( C 2 H 3 O 2) 2 ( aq ) +2 NaN O3 ( aq )
Terbentuknya endapan pada reaksi kedua disebabkan karena Ksp Pb I 2 (25 ℃ ) = 7,9 x
(g
)
10−9 dan kelarutan Pb I 2 0,76 pada suhu 20 ℃ lebih kecil dibandingkan tingkat
L
kelarutan Pb ( C2 H 3 O2 )2(44,31 g/100 ml pada suhu 20℃ ), sehingga akan terbentuk
endapan Pb I 2 di akhir reaksi. Sementara timbal(II) asetat yang memiliki kelarutan cukup
tinggi akan terus larut jika dilarutkan dalam air hingga suatu saat dimana penambahan
timbal(II) asetat tidak bisa dilarutkan lagi, kondisi ini disebut dengan keadaan jenuh
larutan.
Pada percobaan ini, bilangan oksidasi logam tembaga akan direduksi dalam fasa
padat maupun larutan dengan kalium iodida. Tembaga (II) sulfat ¿) akan bereaksi dengan
padatan kalium iodida dan akan terbentuk produk berupa endapan tembaga(I) iodida ( CuI
) dan warna berubah menjadi hitam kecoklatan pada campuran tersebut.
Pada percobaan tersebut, reaksi pada fasa larutan lebih cepat dibandingkan dengan
fasa padat. Hal ini dapat kita ketahui penyebabnya melalui pendekatan teori tumbukan
terhadap berjalannya suatu reaksi. Makin banyak tumbukan yang terjadi, semakin besar
peluang terjadinya tumbukan efektif, makin besar peluang terjadinya suatu reaksi. Dalam
fasa larutan, atom-atom penyusun suatu senyawa terdisosiasi menjadi ion-ionnya. Dalam
keadaan yang demikian, makin banyak kemungkinan ion-ionnya untuk bertumbukan
karena pergerakan ion-ion dalam larutan yang jauh lebih bebas dibandingkan pada fasa
padatan ,dimana atom-atom penyusunnya terikat dalam struktur yang kaku. Dapat
disimpulkan, peluang terjadinya tumbukan efektif pada fasa larutan lebih besar daripada
fasa padatan sehingga reaksi yang berlangsung dalam fasa larutan lebih cepat daripada
reaksi pada fasa padatan.
Pada percobaan yang pertama, NaOH (basa kuat) direaksikan dengan asam oksalat
(asam lemah) dibutuhkan 10 tetes asam oksalat untuk membuat indikator berubah warna
dari ungu menjadi bening.
2 NaOH + PP+ H 2 C 2 O4 → N a2 C 2 O4 + 2 H 2 O
Sementara pada percobaan kedua, N H 3 (basa lemah) dititrasi dengan asam oksalat
membutuhkan 5 tetes untuk membuat indikator berubah warna.
❑ ❑ ❑
2 N H 3( aq) + PP+ H 2 C 2 O4 (aq ) → N H 4 C 2 O4 (aq )
Pada percobaan ini ion kromat ¿ dan dikromat (C r 2 O2−¿¿ 7 direaksikan dengan
pereaksi asam/basa untuk melihat bagaimana pengaruh suasana asam/basa terhadap reaksi
yang berlangsung. Larutan yang mengandung ion kromat berwarna kuning. Jika larutan
tersebut direaksikan dengan HCl 1 M, warna larutan akan berubah dari kuning ke jingga,
namun jika larutan direaksikan dengan NaOH 1 M tidak terjadi perubahan warna larutan.
Hal tersebut terjadi karena ion kromat hanya akan bereaksi jika dalam suasana asam tetapi
tidak bereaksi dalam suasana basa. Ini artinya bahwa ion kromat akan stabil (tidak
bereaksi) dalam suasana basa.
2− ¿( aq ) +H O ( l) ¿
2
+¿ (aq ) →C r2 O7 ¿
Cr O 2−¿ ( aq ) +2 H
4
¿
(suasana asam)
−¿→tidakbereaksi ¿
( aq) +O H
Cr O2−¿
4
¿
(suasana basa)
Reaksi berkebalikan terjadi pada larutan ion dikromat. Larutan ini berwarna jingga
mula-mula. Jika direaksikan dalam suasana asam, HCl 1 M, tidak terjadi perubahan warna
larutan. Sebaliknya, jika direaksikan dalam suasana basa, NaOH 1 M , terjadi perubahan
warna larutan dari jingga ke kuning. Hal tersebut terjadi karena ion dikromat hanya akan
bereaksi jika dalam suasana basa, sehinnga dapat disimpulkan bahwa ion dikromat akan
stabil (tidak bereaksi) dalam suasana asam.
2−¿ ( aq) +H O ( l) ¿
2
−¿ ( aq )→ 2Cr O4 ¿
C r 2 O 2−¿
7
( aq ) +2 O H ¿
(suasana basa)
+¿→tidakbereaksi ¿
C r 2 O2−¿+H
7
¿
(suasana asam)
Dalam percobaan ini, reaksi reduksi hidrogen peroksida yang dikataliskan dengan
KI akan menghasilkan gelembung udara berupa dan terjadi perubahan warna larutan dari
bening menjadi kuning. Gelembung udara ini adalah oksigen yang merupakan hasil dari
proses reduksi hidrogen peroksida dan perubahan warna terjadi karena adanya katalis KI.
Reaksi reduksi hidrogen peroksida sebagai berikut:
H 2 O 2❑
( aq ) .
+I❑
( aq )
→ H 2 O❑
❑
( l)
+ I O−¿¿
( aq )
❑
❑ −¿+O 2( g) ¿
−¿ → H 2O (l ) +I ( aq ) ¿
H 2 O 2❑
( aq ) + I O ( aq )
2 H 2 O 2❑ (aq )
→ 2 H 2 O❑( l )+ O2❑(g )
Berdasarkan reaksi yang sudah setara di atas, untuk 5 mol asam oksalat dibutuhkan 2 mol
kalium permanganat, sementara untuk bereaksi dengan 5 mol besi(II) hanya dibutuhkan 1
mol kalium permanganat. Hal ini sesuai dengan teori bahwa dibutuhkan jumlah ion
permanganat yang lebih sedikit jika bereaksi dengan besi(II).
Namun, dari data pengamatan justru didapat hasil yang sebaliknya. Jumlah tetes kalium
permanganat yang dibutuhkan untuk berekasi dengan asam oksalat lebih sedikit (4 tetes)
dibandingkan dengan reaksi dengan besi(II) sebanyak 6 tetes. Kemungkinan terdapat
kesalahan pada saat proses pengamatan berlangsung, seperti kesalahan konsentrasi reaktan,
larutan belum tercampur merata, maupun kesalahan mekanis.
7. KESIMPULAN
7.1. Berdasarkan hasil percobaan dan teori, reaksi terjadi secara spontan
dikarenakan dari E0 selnya yang bernilai positif.
7.2. Berdasarkan percobaan yang dilakukan, reaksi antara ion P b2+ ¿ (aq )+C H O Na (aq ) ¿
2 3 2
tidak menghasilkan endapan sedangkan reaksi antara ion P b2+ ¿ (aq )+2 KI (aq )¿
akan menghasilkan endapan Pb I 2yang berwarna kuning.
7.3. Berdasarkan hasil percobaan, reaksi antara CuS O 4 .5 H 2 O dengan KI dalam
fase larutan lebih cepat bereaksi dibandingkan reaksi pada fase padatannya.
7.4. Berdasarkan hasil percobaan, pengaruh kekuatan asam/basa dalam reaksi
titrasi akan mempengaruhi cepat/lamanya titrasi berlangsung. Titrasi
asam/basa kuat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan
asam/basa lemah untuk mencapai hasil akhir titrasi.
7.5. Berdasarkan hasil percobaan, ion kromat akan bereaksi pada suasana asam
yang ditandai dengan berubahnya warna larutan dari kuning ke jingga,
sedangkan ion dikromat akan bereaksi pada suasana basa yang ditandai
dengan berubahnya warna larutan dari jingga ke kuning.
7.6. Berdasarkan hasil percobaan, reaksi reduksi hidrogen peroksida ditandai
dengan bertambahnya suhu sistem dan, berubahnya warna larutan dari bening
ke kuning dan terbentuk gas oksigen.
7.7. Berdasarkan hasil percobaan, pemilihan reduktor berupa asam oksalat pada
reduksi kalium permanganat mempercepat reaksi terjadi dibandingkan
dengan reduktor berupa besi(II).
8. DAFTAR PUSTAKA