Oleh :
Mutiara rahmah (21.24.1.0001)
Assalamu’alaikum WR.WB.
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan karunia
serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan yang berjudul “SEJARAH PERUMUSAN PANCASILA DAN
PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT” ini tepat pada waktunya.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan oleh dosen pengampu Ibu Iim Halimatul M, M.Pd. Selain
itu,tujuan dari pembuatan makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang SEJARAH
PERUMUSAN PANCASILA DAN PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT.
Saya menyadari makalah yang saya buat ini masih banyak kekurangan-nya. Oleh
karena itu, saya harapkan kritik dan saran yang memotivasi untuk pembuatan makalah
kedepan-nya agar bisa lebih baik lagi.
Wassalamu’alaikum WR.WB.
Mutiara rahmah.
i
DAFATAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia bukanlah hadiah dari Belanda
ataupun Jepang. Kemerdekaan diraih melalui perjuangan panjang penuh liku-liku dengan
pengorbanan harta benda, jiwa, dan raga. Salah satu syarat untuk diakui oleh dunia
internasional, bahwa negara merdeka itu wajib memiliki Dasar Negara yaitu Pancasila dan
UUD Negara.
Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila
merupakan karunia yang tiada tara dari Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Pancasila menjadi sumber cahaya bagi seluruh bangsa Indonesia dalam membangun
peradaban bangsanya di masa-masa selanjutnya. Dalam membangun bangsa, Pancsila
merupakan sumber energi sebagai kekuatan dan sekaligus sebagai pedoman dalam
memperjuangkan kemerdekaan, menjadi alat pemersatu membangun kerukunan berbangsa,
dan sebagai pandangan hidup sehari-hari bagi bangsa Indonesia.
Perumusan Pancasila sebagai calon Dasar Negara dimulai melalui sidang BPUPKI.
Usulan calon Dasar Negara telah disampaikan oleh tokoh-tokoh dihadapan sidang pertama
BPUPKI. Pada sidang kedua disampaikan hasil rumusan Pancasila oleh Panitia sembilan
yang lazim dikenal sebagai Piagam Jakarta. Susunan Pancasila, terutama sila pertama
dalam Piagam Jakarta diusulkan untuk diganti, sehingga menjadi “Ketuhanan Yang Maha
Esa”. UUD 1945 dan Pancasila disahkan oleh PPKI menjadi Dasar Negara, pemersatu, dan
rumah bersama bangsa Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia. Sejarah
bangsa Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus gagasan tentang calon
dasar negara (Pancasila) itu adalah Mr. Muh. Yamin, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang, maka terbentuklah suatu rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana sejarah pembetukan Pancasila dari mulai Pengusulan, Perumusan dan
Pengesahan ?
2. Mengapa Pancasila diperlukan oleh Bangsa Indonesia ?
3. Bagaimana sumber Historis, Sosiologis, dan Politis Pancasila ?
4. Apa yang dimaksud dengan Sistem Filsafat ?
1
2
C. TUJUAN
Berdasarkan Rumusan Masalah diatas, terdapat beberapa tujuan dalam penulisan
makalah ini. Adapaun tujuan tersebut yakni untuk mengingat kembali sejarah perumusan
pancasila yang dijadikan sebagai dasar negara Indonesia dan mengambil banyak pelajaran
dari sejarah tersebut, serta mempelajari Pancasila sebagai suatu Sistem Filsafat. Selain itu,
penulisan makalah yang berjudul Sejarah Perumusan Pancasila dan Pancasila sebagai suatu
Sistem Filsafat ini juga untuk menambah wawasan tentang mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
secara mendadak serta tidak hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi
pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup
panjang dalam sejarah bangsa Indonesia (Kaelan, 2013:70). Tokoh penggagas lahirnya
Pancasila adalah Prof. Mohammad Yamin S.H, Prof. Mr. Dr. Supomo, dan Ir. Soekarno. Pada
sidang BPUPKI pertama aspirasi mereka menjadi cikal bakal lahirnya Pancasila. Proses
pembentukan seputar ideologi negara terjadi perdebatan sengit antar golongan. Yakni
Nasionalis, Islam, dan Komunis.
Pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang mengemukakan akan membentuk “Badan
Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia”(BPUPKI). Badan ini baru
terbentuk tanggal 29 April 1945 dan dilantik tanggal 28 Mei 1945 kemudian mulai bekerja
tanggal 29 Mei 1945. Badan ini beranggotakan 60 0rang dengan ketua Dr. Radjiman
Widiodiningrat.
Dengan dibentuknya BPUPKI, bangsa Indonesia dapat secara legal mempersiapkan diri
menjadi negara merdeka, merumuskan persyaratan yang harus dipenuhi bagi sebuah negara
merdeka. Hal yang pertama kali dibahas dalam sidang BPUPKI adalah permasalahan “Dasar
Negara”. Sidang BPUPKI dibagi menjadi dua bagian, yaitu:sidang pertama berlangsung
tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, hasil sidang pertama ini akan dibahas dalam sidang kedua
yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 16 Juli 1945.
1. Periode Pengusulan Pancasila
Sidang BPUPKI pertama berlangsung selama empat hari, secara berturut-turut tiga
tokoh yang tampil berpidato menyampaikan gagasan/usulan sebagai calon dasar negara.
Pada hari pertama tanggal 29 Mei 1945 Mr. Muh. Yamin yang diberi kesempatan untuk
menyampaikan pidatonya, tanggal 31 Mei 1945 pidato disampaikan oleh Mr. Soepomo,
sementara pada hari terakhir tepatnya tanggal 1 Juni 1945 kesempatan diserahkan kepada
Ir. Soekarno untuk menyampaikan pidato tentang rencana calon dasar negara.
Dalam pidatonya, Mr. Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan Dasar Negara
Indonesia sebagai berikut: 1) Pri Kebangsaan; 2) Pri Kemanusiaan; 3) Pri Ketuhanan; 4)
Pri Kerakyatan (permusyawatan dan perwakilan) dan; 5) Kesejahteraan Rakyat (Keadilan
sosial). Isi pidato yang disampaikan Mr. Muh. Yamin terdiri dari lima usulan, namun dari
kelima usulan tersebut Mr. Muh. Yamin tidak memberi nama atau istilah terhadap kelima
usulan tersebut.
Selanjutnya dalam pidato tentang usulan rencana dasar negara, Mr. Soepomo
menyampaikan lima usulan calon Dasar Negara yang terdiri dari: 1)
Nasionalisme/internasionalisme; 2) Takluk kepada Tuhan; 3) Kerakyatan; 4) Kekeluargaan
5
dan ; 5) Keadilan rakyat. Pada kesempatan ini, Mr. Soepomo walaupun dalam
usulannya ada lima rancangan usulan, namun kelima usulan tersebut belum diberikan
nama.
Usulan calon dasar negara dalam sidang BPUPKI pertama berikutnya disampaikan
oleh Ir. Soekarno. Pidato Ir. Soekarno tentang usulan calon dasar negara disampaikan
secara lisan tanpa teks. Ir. Soekarno mengusulkan Dasar Negara yang terdiri dari lima
prinsip yang rumusannya sebagai berikut: 1) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia); 2)
Internasionalisme (peri kemanusiaan); 3) Mufakat (demokrasi); 4) Kesejahteraan sosial;
dan 5) Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan yang berkebudayaan).
Lima prinsip sebagai calon dasar negara yang telah disampaikan dalam pidato tersebut,
oleh Ir. Soekarno diusulkan agar diberi nama “Pancasila”. Menurut Ir. Soekarno, kelima
sila itu masih bisa diperas menjadi “Tri Sila”, meliputi: 1) Sosio Nasionalisme yang
merupakan sintesa dari “kebangsaan (nasionalisme) dengan peri kemanusiaan
(internasionalisme); 2) Sosio Demokratis yang merupakan sintesa dari “mufakat”
(demokrasi) dengan kesejahteraan sosial dan; 3) Ketuhanan. Selanjutnya Ir. Soekarno juga
mengusulkan bahwa “Tri Sila” dapat diperas lagi menjadi “Eka Sila”, yang intinya adalah
gotong royong.
Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar filsafat
negara (philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno. Kemudian, sidang
pertama BPUPKI (29 Mei – 1 Juni 1945) ini berhenti untuk sementara.
2. Periode Perumusan Pancasila
Sidang BPUPKI ke dua dilanjutkan dengan agenda membahas pidato berkenaan dengan
usulan calon asas dasar negara yang telah disampaikan oleh tiga tokoh sejak tanggal 29
Mei sampai tanggal 1 Juni 1945. Pembahasan terhadap ketiga usulan calon asas dasar
negara itu tidak lagi dibahas oleh seluruh anggota BPUPKI, namun telah ditetapkan
sembilan tokoh yang dipercaya mampu mengemban tugas mulia itu. Kesembilan tokoh ini
kemudian lebih dikenal dengan istilah “Panitia Sembilan”, terdiri dari : 1) Ir. Soekarno; 2)
Drs. Moh. Hatta; 3) Mr. A.A. Maramis; 4) Abikoesno Tjokro soejoso; 5) Abdoel Kahar
Muzakir; 6) Haji Agus Salim; 7) Mr. Ahmad Soebardjo; 8) K.H. WachidHasym dan ; 9)
Mr. Muh. Yamin.
6
Pada 10 – 16 juli 1945 akhirnya Panitia Sembilan telah mencapai suatu hasil yang
sangat baik yaitu suatu perumusan Pancasila, yang lazim dikenal dengan istilah “Piagam
Jakarta”. yang susunannya sebagai berikut :
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawatan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara belum final, karena BPUPKI belum merupakan
perwakilan yang representatif. Oleh karena BPUPKI adalah sebuah badan hasil bentukan
Jepang, sehingga dipandang belum mencerminkan perwakilan orang Indonesia. Oleh
karena itu, dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dimana Ir.
Soekarno sebagai ketua dan Moh. Hatta sebagai wakil. Keanggotaan dari PPKI ini
beranggotakan 21 orang dan seluruhnya terdiri dari orang-orang Indonesia untuk
memeriksa hasil-hasil kerja BPUPKI sebagai bahan persiapan kemerdekaan Indonesia
nanti. Setelah kemerdekaan keanggotaan PPKI disempurnakan, sehingga menjadi Badan
Nasional. Semula PPKI bertugas untuk memeriksa hasil-hasil BPUPKI, kemudian
mempunyai kedudukan dan fungsi yang sangat penting yaitu :
a. Mewakili seluruh bangsa Indonesia.
b. Sebagai pembentuk negara (yang menyusun negara Republik Indonesia setelah
Proklamasi Kemerdekaan 1718-1945).
7
c. Menurut teori hukum badan seperti ini mempunyai wewenang untuk meletakkan dasar
negara (pokok kaidah negara yang fundamental (Darmodihardjo, 1989:31).
3. Periode Pengesahan Pancasila
Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu tanpa syarat. Pada 15
Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka
disambut oleh para pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia di
proklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan situasi politik dunia
pada masa itu. Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada sekutu
sehingga Jepang tidak memiiki kekuasaan secara politis di wilayah pendudukan, termasuk
Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu menimbulkan kesalahpahaman antara
kelompok pemuda dengan Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah peristiwa
penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda
pada waktu itu “mengamankan”), tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang
diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta
(Kartidirdjo, dkk,, 1975:26).
Pada tanggal 17 Agustus 1945 dicetuskanlah Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Teks
kemerdekaan atau disebut dengan teks Proklamasi itu di dikte kan oleh Moh. Hatta dan
ditulis oleh Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah bersejarah teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia ini di gagas dan ditulis oleh dua tokoh Proklamator tersebut
sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwi tunggal. Selanjutnya, naskah tersebut di ketik
ulang oleh Sayuti Melik. Rancangan pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh
BPUPKI yang diberi nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus 1945
8
karena situasi politik yang berubah (William Frederick dan Soeri Soeroto, 2002 :
hal.308-311).
PROKLAMASI
Kami Bangsa Indonesia dengna ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal
yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain. Diselenggarakan dengan cara
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Jakarta, 17 Agustus 2605
Atas Nama Bangsa Indonesia
Soekarno-Hatta
agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Tradisi dan kultur bangsa
Indonesia dapat ditelusuri melalui peran agama-agama besar, seperti : peradaban
Hindu, Budha, Islam, dan Kristen. Agama-agama tersebut meyumbang dan
menyempurnakan konstruksi nilai, norma, tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan yang
berkembanag dalam masyarakat. Misalnya, konstruksi tradisi dan kultur masyarakat
Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa dilepaskan dari peran peradaban Islam.
Sementara konstruksi budaya Toraja dan Papua tidak terlepas dari peradaban Kristen.
Demikian pula halnya dengan konstruksi budaya masyarakat Bali yang sepenuhnya
dibentuk oleh peradaban Hindu (Ali, 2010:75).
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai-nilai
Keuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan diwujudkan dalam
sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap mental, tingkh laku dan
perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan
bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak
ada kepribadian yang benar-benar sama. Setiap kepribadian mencerminkan keadaan
atau halnya sendiri, demikian halnya dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994 : 157).
Kepribadian bangsa indonesia sendiri sudah terbentuk sejak lama. Nilai-nilai
spiritual, sistem perekonomian, politik, dan budaya merupakan contoh keunggulan
yang berakar dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
Pancasila dikatakan sebaagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini kebenarannya,
kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa Indonesia yang dijadikan
sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan menimbulkan tekad
yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata (Bakry, 1994 : 158).
Pancasila sebagain pandangan hidup berarti nilai-nilai pancasila melekat dalam
kehidupan masyarakat dan dijadikan norma dalam bersikap dan bertindak. Ketika
pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka seluruh nilai
pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa
Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa Indonesia.
Pancasila telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia
(Bakry, 1994 : 157).
10
- Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, sejak zaman purbakala hingga pintu gerbang
kemerdekaan negara Indonesia, masyarakat nusantara telah melewati ribuan tahun
pengaruh agama-agama lokal, yaitu sekitar 14 abad pengaruh Hindu dan Budha, 7
abad pengaruh Islam, dan 4 abad pengaruh Kristen. Tuhan telah menyejarah dalam
ruang publik nusantara. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih brlangsungnya
sistem penyembahan dari berbagai kepercayaan dalam agama-agama yang hidup di
Indonesia. Pada semua sistem religi-politik tradisional di muka bumi, termasuk di
Indonesia, agama memiliki peranan sentral dalam pedefinisian institusi-institusi
sosial (Yudi-Latif, 2011 : 57-59).
- Sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab, Nilai-nilai kemanusiaan dalam
masyarakat Indonesia dilahirkan dari perpaduan pengalaman bangsa Indonesia
dalam menyejarah. Bangsa Indonesia sejak dahulu dikenal sebagai bangsa maritim
telah menjelajah ke berbagai penjuru nusantara, bahkan dunia. Hasil pengembaraan
itu membentuk karakter bangsa Indonesia yang kemudian oleh Soekarno disebut
dengan istilah Internasionalisme atau Perikemanusiaan. Berdasarkan rekam jejak
perjalanan bangsa Indonesia, tampak jelas bahwa sila Kemanusiaan Yang Adil Dan
Beradab memiliki akar yang kuat dalam Historitas kebangsaan Indonesia.
- Sila Persatuan Indonesia, Kebangsaan Indonesia merefleksikan suatu Kesatuan
dalam keragaman serta kebaruan dan kesilaman. Indonesia adalah bangsa majemuk
paripurna yang menakjubkan karena kemajemukan sosial, kultural, dan teritorial
dapat menyatu dalam suatu komunitas politik kebangsaan Indonesia. Indonesia
adalah sebuah bangsa besar yang mewadahi warisan peradaban nusantara dan
erajaan-kerajaan bahari terbesar di muka bumi. Jika di tanah dan air yang kuranag
lebih sama, nenek moyang Indonesia pernah menorehkan tinta keemasannya, maka
tidak ada alasan bagi manusia baru Indonesia untuk tidak dapat mengukir
kegemilangan (Yudi-Latif, 2011 : 377).
- Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, Demokrasi sebagai bentuk pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat memang merupakan fenomena baru di
Indonesia, yang muncul sebagai ikatan formasi negara republik Indonesia merdeka.
Tan Malaka mengatakan bahwa paham kedaulatan rakyat sebenarnya telah tumbuh
di alam kebudayaan Minangkabau, kekuasaan raja dibatasi oleh ketundukannya
pada keadilan dan kepatutan. Kemudian, Hatta menambahkan ada dua anasir tradisi
demokrasi di nusantara, yaitu ; hak untuk mengadakan protes terhadap peraturan
14
raja yang tidak adil dan hak untuk menyingkir dari kekuasaan raja yang tidak
disenangi (Yudi-Latif, 2011 : 387-388).
- Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Masyarakat dan makmur
adalah impian kebahagiaan yang telah berkobar ratusan tahun lamanya dalam dada
keyakinan bangsa Indonesia. Impian kebahagiaan itu terpahat dalam ungkapan
“Gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja”. Demi impian masyarakat
yang adil dan makmur itu, para pejuang bangsa telah mengorbankan dirinya untuk
mewujudkan cita-cita tersebut. Sejarah mencatat bahwa bangsa Indonesia
dahulunya adalah bangsa yang hidup dalam keadilan dan kemakmuran, keadilan ini
kemudian dirampas oleh kolonialisme ( Yudi-Latif, 2011 : 493-494).
2. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem filsafat dapat diklasifikasikan ke dalam
2 kelompok. Kelompok pertama, masyarakat awam yang memahami Pancasila sebagai
sistem filsafat yang sudah dikenal masyarakat Indonesia dalam bentuk pandangan
hidup, Way of life yang terdapat dalam agama, adat istiadat, dan budaya antar berbaga
suku bangsa di Indonesia. Kelompok kedua, masyarakat ilmiah-akademis yang
memahami Pancasila sebagai sistem filsafat dengan teori-teori yang bersifat akademis.
Kelompok pertama memahami sumber sosiologis pancasila sebagai sistem filsafat
dalam pandangan hidup atau kearifan lokal yang memperlihatkan unsur-unsur filosofis
Pancasila itu masih berbentuk pedoman hidup yang bersifat praktis dalam berbagai
aspek kehidupan. Dalam konteks agama, masyarakat Indonesia di kenal sebagai
masyarakat yang religius karena perkembangan kepercayaan yang ada di masyarakat
sejak animisme, dinamisme, politeistis, hingga monoteis.
Pancasila sebagai sistem filsafat, menurut Notanegoro merupakan satu kesatuan
utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Artinya, sila-sila Pancasila merupakan suatu
kesatuan utuh yang saling terkait dan saling berhubungan secara koheren. Notonegoro
menggambarkan kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila itu dalam bentuk kesatuan
dan hubungan hierarkis piramidal dan kesatuan hubungan yang saling mengisi atau
saling mengkualifikasi.
Kesatuan dan hubungan sila-sila Pancasila yang hierarkis piramidal digambarkan
Notonegoro (1980 : 110) dengan bentuk piramida yang bertingkat lima, sila Keuhanan
Yang Maha Esa berada dipuncak piramida dan sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh
Rakyat Indonesia sebagai alas piramida.
3. Sumber Politis Pancasila sebagai sistem filsafat
15
A. KESIMPULAN
Pancasila merupakan dasar negara yang dibentuk setelah bangsa Indonesia meraih
kemerdekaan. Proses perumusan Pancasila melalui beberapa tahap sidang yang melibatkan
banyak tokoh penting seperti Soekarno, M. Yamin, dan Soepomo. Pancasila merupakan
pandangan hidup bangsa dan dasar Filsafat Kenegaraan. Nilai-nilai Pancasila bersumber
dan di gali dari nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat.
Pentingnya Pancasila sebagai sistem filsafat ialah agar dapat diberikan
pertanggungjawaban rasional dan mendasar mengenai sila-sila dalam Pancasila sebagai
prinsip-prinsip politik, penyelenggaraaan negara, perspektif baru dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, dan kerangka evaluasi terhadap segala kegiatan yang bersangkut
paut dengan kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyakat.
B. SARAN
Menyadari makalah yang saya buat ini masih banyak kekurangan dan ketidak
lengkapan, untuk itu saya menyarankan kepada pembaca untuk mencari dari sumber-
sumber yang lain juga agar lebih memperjelas dan memperdalam materi PKn mengenai
Perumusan Pancasila dan Pancasila sebagai suatu Sistem Filsafat.
Dalam hal ini saya sebagai penulis mengharapkan juga kritik dan saran dari pembaca
yang memotivasi agar pembuatan makalah kedepannya saya bisa intropeksi dan
memperbaiki.
16
DAFTAR PUSTAKA
17