Anda di halaman 1dari 13

Modul 1.

Wawasan Kebangsaan dan Nilai-nilai Bela Negara

Pada modul ini, BAB I Pendahuluan, memuat upaya tujuan nasional yang tercantum
dalam UUD 1945. Maka diperlukan ASN yang profesional, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, mampu menyelenggarakan pelayanan publik bagi
masyarakat dan mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi
kehormatan negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta senantiasa
mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang atau golongan.
Kepentingan bangsa dan negara harus ditempatkan di atas kepentingan lainnya. Agar
kepentingan bangsa dan negara dapat selalu ditempatkan di atas kepentingan lainnya
dibutuhkan langkah-langkah konkrit, melalui: memantapkan wawasan kebangsaan,
menumbuhkembangkan kesadaran bela negara, dan mengimplementaskani sistem
administrasi NKRI.
Pada BAB II Wawasan Kebangsaan, kami peserta Orientasi PPPK ini diharapkan
mampu menjelaskan sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia, wawasan kebangsaan, 4
konsensus dasar dan Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
Indonesia. Sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia membuktikan bahwa para pendiri
bangsa (founding fathers) mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
kelompok atau golongan. Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia dalam
rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri bangsa
dan kesadaran terhadap sistem nasional yang bersumber dari Pancasila, UUD NRI Tahun
1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi
bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil, makmur, dan sejahtera.
Pada BAB III Nilai-Nilai Bela Negara, kami diharapkan mampu menjelaskan sejarah
Bela Negara, ancaman, kewaspadaan dini, pengertian Bela Negara, nilai dasar Bela Negara,
Pembinaan Kesadaran Bela Negara lingkup pekerjaan, indikator nilai dasar Bela Negara dan
aktualisasi kesadaran Bela Negara bagi ASN. Agresi Militer II Belanda yang berhasil meguasai
Ibukota Yogyakarta dan menawan Soekarno Hatta tidak meluruhkan semangat perjuangan
Bangsa Indonesia. Perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan baik
dengan hard power (perang gerilya) maupun soft power (pemerintahan darurat) di Kota Bukit
Tinggi. Yang menjadi sejarah Bela Negara, semua negara dan bangsa memiliki ancamannya
masing-masing, termasuk Indonesia sehingga dibutuhkan kewaspadaan dini untuk mencegah
potensi ancaman menjadi ancaman. Dengan sikap dan perilaku yang didasarkan pada
kesadaran bela Negara dan diaktualisasikan oleh ASN tujuan nasional dapat tercapai.
Pada BAB IV Sistem Administrasi NKRI, kami diharapkan mampu menjelaskan bentuk
Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, makna Kesatuan dalam
Sistem Penyelenggaraan Negara, perspektif sejarah Negara Indonesia, makna dan Pentingnya
Persatuan dan Kesatuan Bangsa, prinsip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa, pengamalan
Nilai-nilai Persatuan dan Kesatuan, nasionalisme, kebijakan publik dalam format Keputusan
dan/atau tindakan Administrasi Pemerintahan, Landasan Idiil : Pancasila, UUD 1945:
Landasan konstitusionil SANKRI dan peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5
Tahun 2014 tentang aparatur Sipil Negara. Bentuk Negara kesatuan yang disepakati oleh
para pendiri bangsa dan kemudian ditetapkan berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 juga memiliki makna pentingnya kesatuan dalam sistem penyelenggaraan
Negara. Perspektif sejarah Negara Indonesia mengantarkan pada pemahaman betapa
pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa yang didasarkan pada prinsip-prinsip persatuan
dan kesatuan bangsa dan nasionalisme. Kebijakan publik dalam format keputusan dan/atau
tindakan administrasi pemerintahan (SANKRI) memiliki landasan idiil yaitu Pancasila
landasan konstitusionil , UUD 1945 sebagai sistem yang mewadahi peran Aparatur Sipil
Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang aparatur Sipil Negara.

PPPK38_13_Kamalludin | 1
Modul 2. Analisis Isu Kontemporer

Pada BAB I Pendahuluan, memuat tentang tujuan Reformasi Birokrasi pada tahun
2025 untuk mewujudkan birokrasi kelas dunia, merupakan respon atas masalah rendahnya
kapasitas dan kemampuan ASN dalam menghadapi perubahan lingkungan strategis yang
menyebabkan posisi Indonesia dalam percaturan global belum memuaskan. Permasalahan
lainnya adalah kepedulian ASN dalam meningkatkan kualitas birokrasi yang masih rendah
menjadikan daya saing Indonesia dibandingkan negara lain baik di tingkat regional maupun
internasional masih tertinggal. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014
tentang Aparatur Sipil Negara, untuk menjalankan profesi sebagai ASN dengan berlandaskan
pada: a) nilai dasar; b) kode etik dan kode perilaku; c) komitmen, integritas moral, dan
tanggung jawab pada pelayanan publik; d) kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas; dan e) profesionalitas jabatan.
Pada BAB II Perubahan Lingkungan Strategis, kami diharapkan mampu menjelaskan
konsepsi perubahan lingkungan strategis dan modal insani dalam menghadapi perubahan
lingkungan strategis seperti modal intelektual, modal emosional, modal sosial, modal
ketabahan, modal etika/moral, dan modal kesehatan (kekuatan) fisik/jasmani. Modal insani
adalah komponen yang sangat penting di dalam organisasi. Modal insani yang dimaksud,
bahwa manusia merupakan suatu bentuk modal yang tercermin dalam bentuk pengetahuan,
gagasan, kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja. Dalam konsepsi perubahan
lingkungan strategis itu sendiri seorang ASN harus mampu: mengambil tanggung jawab,
menunjukkan sikap mental positif, mengutamakan keprimaan, menunjukkan kompetensi, dan
memegang teguh Kode Etik.
Pada BAB III Isu-isu Strategis Kontemporer, kami diharapkan mampu
mengidentifikasi isu-isu strategis kontemporer. Sebagai Aparatur Negara dihadapkan pada
pengaruh yang datang dari eksternal juga internal yang kian lama kian menggerus kehidupan
berbangsa dan bernegara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai
konsensus dasar berbangsa dan bernegara. Fenomena tersebut menjadikan pentingnya setiap
ASN mengenal dan memahami secara kritis terkait isu-isu strategis kontemporer diantaranya;
korupsi, narkoba, paham radikalisme/terorisme, money laundry, proxy war, dan kejahatan
komunikasi masal seperti cyber crime, Hate Speech, dan Hoax, dan lain sebagainya. Maka dari
itu, untuk menghalangi isu-isu di atas terjadi maka diperlukan upaya membangun kesadaran
positif terutama pada saat menggunakan media komunikasi.
Pada BAB IV Teknik Analisis Isu, kami diharapkan mampu menerapkan teknik analisis
isu-isu dengan menggunakan kemampuan berpikir kritis. Untuk menghadapi perubahan
lingkungan strategis akan memberikan pengaruh besar terhadap keberlangsungan
penyelenggaraan pemerintahan, sehingga dibutuhkan kemampuan berpikir kritis, analitis,
dan objektif terhadap satu persoalan, sehingga dapat dirumuskan alternatif pemecahan
masalah yang lebih baik dengan dasar analisa yang matang. Isu adalah masalah yang
dikedepankan untuk ditanggapi; kabar yang tidak jelas asal usulnya dan tidak terjamin
kebenarannya; kabar angin; desas desus. Isu kritikal dipandang sebagai topik yang
berhubungan dengan masalah-masalah sumber daya yang memerlukan pemecahan disertai
dengan adanya kesadaran publik akan isu tersebut. Isu kritikal saat dipisahkan menjadi 3
bagian berdasarkan urgensitasnya yakni isu saat ini, isu berkembang, dan isu potensial.
Selanjutnya perlu dilakukan analisis untuk bagaimana memahami isu tersebut secara utuh
dan kemudian dengan menggunakan kemampuan berpikir konseptual dicarikan alternatif
jalan keluar pemecahan isu. Terdapat beberapa teknik isu yaitu Teknik Tapisan Isu, Teknik
Analisis Isu, dan Analisis Kesenjangan (Gap Analisys). Perubahan adalah sesuatu keniscayaan
yang tidak bisa dihindari, menjadi bagian yang selalu menyertai perjalanan peradaban
manusia. Cara kita menyikapi terhadap perubahan adalah hal yang menjadi faktor pembeda
yang akan menentukan seberapa dekat kita dengan perubahan tersebut.

PPPK38_13_Kamalludin | 2
Modul 3. Kesiapsiagaan Bela Negara

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan konsep kegiatan pembangunan karakter


bangsa. Hal ini diselenggarakan salah satunya melalui pembinaan kesadaran bela negara bagi
setiap warga negara Indonesia dalam rangka penguatan jati diri bangsa yang berdasarkan
kepribadian dan berkebudayaan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara RI 1945.
Kesiapsiagaan bela negara merupakan aktualisasi nilai-nilai bela negara dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai peran dan profesi warga negara, demi
menjaga kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala
bentuk ancaman.
Pada BAB II Kerangka Kesiapan Bela Negara, kami diharapkan mampu menjelaskan
kerangka bela negara. Kesiapsiagaan merupakan suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh
seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang
beragam. Bela negara adalah adalah kebulatan sikap, tekad dan perilaku warga negara yang
dilakukan secara ikhlas, sadar dan disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang
dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan
Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan hidup
berbangsa dan bernegara. Apabila kegiatan kesiapsiagaan bela negara dilakukan dengan baik,
maka dapat diambil manfaatnya antara lain: membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan
pengaturan kegiatan lain; membentuk jiwa kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan
seperjuangan; membentuk mental dan fisik yang tangguh; menanamkan rasa kecintaan pada
bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan diri; dan manfaat lainnya.
Pada BAB III Kemampuan Awal Bela Negara, kami diharapkan mampu menjelaskan
kemampuan awal kesiapsiagaan bela negara. Dalam kemampuan awal bela negara bisa secara
fisik dan non fisik. Secara fisik dapat ditunjukkan dengan cara menjaga kesamaptaan
(kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga kesehatan jasmani dan rohani. Sedangkan secara
non fisik, yaitu dengan cara menjaga etika, etiket, moral dan memegang teguh kearifan lokal
yang mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan terhormat. Untuk bisa melakukan
internalisasi dari nilai-nilai dasar bela negara tersebut, kita harus memiliki kesehatan dan
kesiapsiagaan jasmani maupun mental yang mumpuni, serta memiliki etika, etiket, moral dan
nilai kearifan lokal sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Pada BAB IV Rencana Aksi Bela Negara, kami diharapkan mampu menyusun rencana
aksi bela negara. Aksi Nasional Bela Negara memiliki elemen-elemen pemaknaan yang
mencakup: 1) rangkaian upaya-upaya bela negara; 2) guna menghadapi segala macam
Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan Tantangan; 3) dalam menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara, 4) yang diselenggarakan secara selaras, mantap, sistematis, terstruktur,
terstandardisasi, dan massif; 5) dengan mengikutsertakan peran masyarakat dan pelaku usaha;
6) di segenap aspek kehidupan nasional; 7) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, 8) serta didasari oleh
Semangat Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil, dan Makmur sebagai penggenap Nilai-
nilai Dasar Bela Negara, 9) yang dilandasi oleh keinsyafan akan anugerah kemerdekaan, dan;
10) keharusan bersatu dalam wadah Bangsa dan Negara Indonesia, serta; 11) tekad untuk
menentukan nasib nusa, bangsa, dan negaranya sendiri.
Pada BAB V Kegiatan Kesiapsiagaan Bela Negara, kami diharapkan mampu
melakukan kegiatan kesiapsiagaan bela negara. Beberapa kegiatan yang menjadi
kesiapsiagaan bela negara seorang ASN adalah seperti baris berbaris, tata upacara,
keprotokolan, kewaspadaan diri, membangun tim, caraka malam dan api semangat bela
negara. Baris berbaris dan tata upacara akan mewujudkan disiplin yang prima, agar dapat
menunjang pelayanan yang prima pula. Dan keprotokolan merupakan pengaturan yang berisi
norma-norma atau aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan mengenai tata cara agar suatu
tujuan yang telah disepakati dapat dicapai.

PPPK38_13_Kamalludin | 3
Modul 4. Berorientasi Pelayanan

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan latarbelakang pemberian materi modul ini
untuk memfasilitasi pembentukan nilai Berorientasi Pelayanan pada peserta melalui
substansi pembelajaran yang terkait dengan bagaimana memahami dan memenuhi
kebutuhan masyarakat; ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan; serta melakukan
perbaikan tiada henti. Tujuan dari modul ini dan setelah mengikuti pembelajaran modul ini,
peserta mampu mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya.
Pada BAB II Konsep Pelayanan Publik, kami diharapkan mampu memahami dan
menjelaskan pelayanan publik secara konseptual/teoretis. Pelayanan publik sebagaimana
tercantum dalam UU Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah salah
satu dari penyelenggara pelayanan publik, yang kemudian dikuatkan kembali dalam UU
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), yang menyatakan bahwa salah
satu fungsi ASN adalah sebagai pelayan publik. Prinsip pelayanan publik yang baik itu
meliputi partisipatif, transparan, responsif, tidak diskriminatif, mudah dan murah, efektif dan
efisien, aksesibel, akuntabel, dan berkeadilan. Tiga (3) unsur penting dalam pelayanan publik
khususnya dalam konteks ASN, yaitu 1) penyelenggara pelayanan publik yaitu ASN/Birokrasi,
2) penerima layanan yaitu masyarakat, stakeholders, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang
diberikan dan/atau diterima oleh penerima layanan. Pelayanan publik yang berkualitas harus
berorientasi kepada pemenuhan kepuasan pengguna layanan. Apabila dikaitkan dengan tugas
ASN dalam melayani masyarakat, pelayanan yang berorientasi pada customer satisfaction
adalah wujud pelayanan yang terbaik kepada masyarakat atau dikenal dengan sebutan
pelayanan prima. Pelayanan prima didasarkan pada implementasi standar pelayanan yang
dimiliki oleh penyelenggara. Budaya pelayanan oleh ASN akan sangat menentukan kualitas
pemberian layanan kepada masyarakat. Dengan membangun budaya pelayanan prima itu
harus sudah menjadi tugas sekaligus sikap seorang ASN. Dalam rangka penguatan budaya
kerja sebagai salah satu strategi transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan
berkelas dunia, Pemerintah telah meluncurkan Core Values (Nilai-Nilai Dasar) ASN
BerAKHLAK. Core Values ASN BerAKHLAK merupakan akronim dari Berorientasi Pelayanan,
Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif.
Pada BAB III Berorientasi Pelayanan, kami diharapkan mampu memahami dan
menjelaskan panduan perilaku (kode etik) nilai Berorientasi Pelayanan, serta memberikan
contoh perilaku spesifik yang kontekstual dengan jabatan dan/atau organisasinya;
mengaktualisasikan nilai Berorientasi Pelayanan dalam pelaksanaan tugas jabatannya
masing-masing; dan menganalisis kasus dan/atau menilai contoh penerapan Berorientasi
Pelayanan secara tepat. Perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai pedoman
bagi para ASN dalam pelaksanaan tugas sehari-hari: memahami dan memenuhi kebutuhan
masyarakat, ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan, serta yang paling utama
melakukan perbaikan tiada henti. Namun pada praktiknya, penyelenggaraan pelayanan
publik menghadapi berbagai hambatan dan tantangan aktualisasi Nilai Berorientasi
Pelayanan. Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan
di era digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas
dan business as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi,
pola, dan cara dalam pemberian pelayanan publik. Terobosan itulah yang disebut dengan
inovasi pelayanan publik. Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi
pemerintah dalam memberikan layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi
pelayanan publik. Harus adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi masyarakat, dan

PPPK38_13_Kamalludin | 4
stakeholders terkait lainnya perlu dibangun sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan
berkembangnya inovasi.
Modul 5. Akuntabel

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan pembahasan berfokus pada pembentukan


nilai-nilai dasar akuntabilitas. Peserta diklat akan dibekali melalui substansi pembelajaran
yang terkait dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin dan
berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien serta tidak menyalahgunakan kewenangan jabatannya.
Pada BAB II Potret Pelayanan Publik Negeri ini, kami diharapkan mampu
menjelaskan akuntabel secara konseptual-teoritis yang bertanggungjawab atas kepercayaan
yang diberikan. Baik sadar atau tidak, kenyataan layanan publik di negeri ini kerap
dimanfaatkan oleh ‘oknum’ pemberi layanan untuk mendapatkan keuntungan pribadi
ataupun kelompok. Peribahasa ‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’ untuk
memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu layanan yang lebih cepat
dari biasanya. Sayangnya, konsep ini sering bercampur dengan konsep sedekah dari sisi
penerima layanan yang sebenarnya tidak tepat. Waktu berlalu, semua pihak sepakat, menjadi
kebiasaan, dan dipahami oleh hampir semua pihak selama puluhan tahun. Sehinga, di
masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme, ‘kalau bisa dipersulit, buat apa
dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan kambing hitam dalam buruknya layanan
publik, namun, definisi ‘oknum’ itu seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil
saja, bila dilakukan oleh semua, berarti ada yang salah dengan layanan publik di negeri ini.
Pada BAB III Konsep Akuntabilitas, kami diharapkan mampu menjelaskan panduan
perilaku (kode etik akuntabel). Akuntabilitas adalah kata yang seringkali kita dengar, tetapi
tidak mudah untuk dipahami. Ketika seseorang mendengar kata akuntabilitas, yang terlintas
adalah sesuatu yang sangat penting, tetapi tidak mengetahui bagaimana cara mencapainya.
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan responsibilitas atau tanggung
jawab. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab yang berangkat dari moral
individu, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban untuk bertanggung jawab kepada
seseorang/organisasi yang memberikan amanat. Dalam konteks ASN Akuntabilitas adalah
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya sebagai pelayan
publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik. Amanah seorang
ASN menurut SE Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 adalah menjamin terwujudnya
perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN BerAKHLAK.
Pada BAB IV Panduan Perilaku Akuntabel, kami diharapkan mampu memberikan
contoh perilaku dengan pelaksanaan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin
dan berintegritas tinggi, penggunaan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien serta tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan. Akuntabilitas
dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak menjadi landasan dasar dari
sebuah Administrasi sebuah negara. Walaupun Akuntabilitas dan Integritas adalah faktor
yang sangat penting dimiliki dalam kepimpinan, Integritas menjadi hal yang pertama harus
dimiliki oleh seorang pemimpin ataupun pegawai negara yang kemudian diikuti oleh
Akuntabilitas. Pengelolaan konflik kepentingan dan kebijakan gratifikasi dapat membantu
pembangunan budaya akuntabel dan integritas di lingkungan kerja. Akuntabilias dan
integritas dapat menjadi faktor yang kuat dalam membangun pola pikir dan budaya
antikorupsi.
Pada BAB V Akuntabel dalam Konteks Organisasi Pemerintahan, kami diharapkan
mampu menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan. Keterbukaan informasi telah
dijadikan standar normatif untuk mengukur legitimasi sebuah pemerintahan. Dalam payung
besar demokrasi, pemerintah senantiasa harus terbuka kepada rakyatnya sebagai bentuk
legitimasi. Seorang ASN harus menghindarkan diri dari praktek kecurangan dan perilaku

PPPK38_13_Kamalludin | 5
korupsi. Harus amanah dalam penggunaan Sumber Daya Milik Negara, tidak
menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk
mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain.
Modul 6. Kompeten

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan pembahasan kompeten, berfokus pada


penguatan kualitas SDM, untuk sektor keAparaturan, pembangunan diarahkan untuk
mewujudkan birokrasi berkelas dunia. Wujud birokrasi berkelas dunia tersebut dicirikan
dengan apa yang disebut dengan SMART ASN, yaitu ASN yang memiliki kemampuan dan
karakter meliputi: integritas, profesinal, hospitality, networking, enterprenership,
berwawasan global, dan penguasaan IT dan Bahasa asing. ASN diharapkan memiliki sifat dan
kompetensi dasar, utamanya: inovasi, daya saing, berfikir kedepan, dan adaptif. Sifat dan
kompetensi dasar ini krusial untuk mewujudkan instansi pemerintah yang responsif dan
efektif.
Pada BAB II Tantangan Lingkungan Strategis, kami diharapkan mampu memahami
konteks lingkungan strategis yang mempengaruhi pengelolaan dan tuntutan karakter dan
kompetensi ASN yang sesuai. Pengaruh kondisi dunia saat ini yang penuh gejolak (volatility)
disertai penuh ketidakpastian (uncertainty), situasinya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi (complexity) serta ambiguitas (ambiguity) akan berimbas pada penyesuaian
proses bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru. Adaptasi terhadap keahlian baru perlu
dilakukan setiap waktu, sesuai kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih lambat, dibandingkan
dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri. Seorang ASN harus memiliki kompetensi
yang bisa menyesuaikan dengan tantangan lingkungan yang strategis tersebut. Agar bisa
mengejar kondisi VUCA dan Disrupsi Teknologi.
Pada BAB III Kebijakan Pembangunan Aparatur, kami diharapkan mampu
memahami kebijakan dan pendekatan pengelolaan ASN; mampu memahami dan peka
terhadap isu-isu kritikal dalam merespons penyesuaian kompetensi ASN. Prinsip pengelolaan
ASN yaitu berbasis merit, yakni seluruh aspek pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian
kualifikasi, kompetensi, dan kinerja, termasuk tidak boleh ada perlakuan yang diskriminatif,
seperti hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya yang bersifat
subyektif. Salah satu kunci penting membangun kapabilitas birokrasi yang adaptif dengan
tuntutan dinamika masa depan, antara lain, pentingnya disusun strategi dan paket keahlian
kedepan. Sehingga isu pengembangan kompetensi menjadi bagian penting dalam merespon
tantangan lingkungan strategis, kebijakan pembangunan nasional, termasuk di dalamnya
pembangunan aparatur.
Pada BAB IV Pengembangan Kompetensi, kami diharapkan mampu memahami
pentingnya pengelolaan pengembangan ASN dalam konteks pembangunan nasional dan
tantangan global; mampu mengajukan pemikiran-pemikiran kritis dalam penguatan
kompetensi ASN di lingkungan instansi dan konteks nasional serta global; dan mampu
menjelaskan aspek kompeten secara konseptual-teoritis dengan perilaku terus belajar dan
mengembangkan kapabilitas diri. Konsepsi kompetensi adalah meliputi tiga aspek penting
berkaitan dengan perilaku kompetensi meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap
yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38
Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN, kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis; 2)
Kompetensi Manajerial; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural.
Pada BAB V Perilaku Kompeten, kami diharapkan mampu menjelaskan panduan
perilaku kompeten sebagai wujud nilai kompeten sebagai bagian nilai-nilai dasar ASN,
BerAkhlak; mampu memberikan contoh perilaku dengan peningkatan kompetensi diri untuk
menjawab tantangan yang selalu berubah, membantu orang lain belajar serta pelaksanaan
tugas dengan kualitas terbaik; dan mampu menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan

PPPK38_13_Kamalludin | 6
kompeten secara tepat. Seorang harus berkinerja, berAkhlak, dan meningkatkan kompetensi
diri. Setiap orang termasuk ASN selayaknya memiliki watak sebagai pembelajar sepanjang
hayat, yang dapat bertahan dan berkembang dalam orintasi Ekonomi Pengetahuan.
Pembelajar yang relevan saat ini adalah yang memiliki kemampuan secara efektif dan kreatif
menerapkan keterampilan dan kompetensi ke situasi baru, di dunia yang selalu berubah dan
kompleks.
Modul 7. Harmonis

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan berfokus pada kompetensi Harmonis dalam
Core Value BerAKHLAK ini mengembangkan pengetahuan dan pemahaman kepada setiap
ASN mengenai keberagaman berbangsa, rasa saling menghormati, dan bagaimana menjad
pelayan dan abdi masyarakat yang baik. Setelah memperoleh pengetahuan dan pemahaman
tersebut maka ASN akan mampu menunjukkan kemampuan menciptakan suasana harmonis
dilingkungan bekerja, memberikan layanan yang berkeadilan kepada masyarakat, serta dapat
menunjukkan perilaku yang beretika dan menjadi perekat bangsa dalam segala aspek
kehidupan sebagai warga negara. Tujuan materinya membentuk ASN yang mampu
mengaktualisasikan nilai harmonis dalam pelaksanaan tugas dan jabatannya.
Pada BAB II Keanekaragaman Bangsa dan Budaya, kami diharapkan mampu
memahami dan menjelaskan keanekaragaman bangsa Indonesia serta dampak, manfaat dan
potensi disharmonis di dalamnya. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang
terdiri dari 17.504 pulau. Nama alternatif yang biasa dipakai adalah Nusantara. Dengan
populasi mencapai 270.203.917 jiwa pada tahun 2020, Indonesia menjadi negara
berpenduduk terbesar keempat di dunia. Indonesia juga dikenal karena kekayaan sumber
daya alam, hayati, suku bangsa dan budaya nya. Kekayaan sumber daya alam berupa mineral
dan tambang, kekayaan hutan tropis dan kekayaan dari lautan diseluruh Indonesia.
Keanekaragaman ini tentunya memiliki potensi dan tantangannya terutama bagi ASN.
Potensinya jelas, banyak manfaat dan keuntungan dari keberagaman suku, ras, agama dan
golongan, namun tantangannya pun tidak sedikit yang bisa saja sewaktu-waktu akan
mengalami gesekan. Dalam menjalankan tugas pelayanan kepada masyarakat ASN dituntut
dapat mengatasi permasalahan keberagaman, bahkan menjadi unsur perekat bangsa dalam
menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Itulah sebabnya mengapa peran dan
upaya selalu mewujudkan situasi dan kondisi yang harmonis dalam lingkungan bekerja ASN
dan kehidupan bermasyarakat sangat diperlukan.
Pada BAB III Mewujudkan Suasana Harmonis, kami diharapkan mampu menjelaskan
dan menerapkan nilai harmonis sesuai kode etik ASN secara konseptual teoritis yang meliputi
saling peduli dan meghargai perbedaan, serta memberikan contoh perilaku dengan
menghargai setiap orang apapun latar belakangnya, suka menolong orang lain serta
membangun lingkungan kerja yang kondusif. Harmoni adalah ketertiban alam dan
prinsip/hukum alam semesta. Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari
suasana tempat kerja. Energi positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak
positif bagi karyawan yang akhirnya memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan
internal, dan kinerja secara keseluruhan. Tiga hal yang dapat menjadi acuan untuk
membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif: membuat tempat kerja yang
berenergi, memberikan keleluasaan untuk belajar dan memberikan kontribusi, dan berbagi
kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi. Etika publik ASN dalam mewujudkan
suasana harmonis sudah termaktub dalam pasal 5 UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 ada 12 kode
etik dan kode perilaku ASN. Tiga fokus utama dalam pelayanan publik, yakni: pelayanan publik
yang berkualitas dan relevan, sisi dimensi reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai bantuan
dalam menimbang pilihan sarana kebijakan publik dan alat evaluasi, serta Modalitas Etika,
menjembatani antara norma moral dan tindakan faktual. Beberapa peran ASN dalam
kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni dalam pelaksanaan tugas dan

PPPK38_13_Kamalludin | 7
kewajibannya adalah harus bersikap dan adil, bisa mengayomi semua kepentingan, memiliki
sikap toleran atas perbedaan, memiliki suka menolong baik kepada pengguna layanan, dan
menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya.
Pada BAB IV Studi Kasus Penerapan Nilai Harmonis, kami diharapkan mampu
menganalisis kasus atau menilai contoh penerapan harmonis secara tepat. Dalam kondisi
tertentu ASN yang baik diharapkan mampu memberikan solusi untuk mengatasi kondisi dan
potensi disharmonis.
Modul 8. Loyal

Pada BAB I Pendahuluan, diawali setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu
mengaktualisasikan nilai loyal (berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan
negara) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai ASN.
Pada BAB II Konsep Loyal, kami diharapkan mampu menjelaskan loyal secara
konseptual-teoritis yang berdedikasi dan mengutamakan kepentingan Bangsa dan Negara.
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya
mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai
kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh
organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara lain: taat pada peraturan, bekerja
dengan integritas, tanggung jawab pada organisasi, kemauan untuk bekerja sama, rasa
memiliki yang tinggi, hubungan antar pribadi, kesukaan terhadap pekerjaan, keberanian
mengutarakan ketidaksetujuan, dan menjadi teladan bagi Pegawai lain. Loyal, merupakan
salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus
berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
Pada BAB III Panduan Perilaku Loyal, kami diharapkan mampu menjelaskan panduan
perilaku (kode etik) loyal. ASN sebagai profesi, salah satunya berlandaskan pada prinsip Nilai
Dasar sebagaimana termuat pada Pasal 4 UU ASN. Beberapa Nilai-Nilai Dasar ASN yang dapat
diwujudkan dengan Panduan Perilaku Loyal yang pertama ini diantaranya:
1) Memegang teguh ideologi Pancasila;
2) Setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta pemerintahan yang sah;
3) Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia; dan
4) Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah.
Seorang ASN juga harus mampu menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan
negara, menjaga rahasia jabatan dan negara, hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sifat dan sikap loyal warga negara
termasuk ASN terhadap bangsa dan negaranya dapat diwujudkan dengan
mengimplementasikan nilai-nilai dasar bela negara dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu:
Cinta Tanah Air, Sadar Berbangsa dan Bernegara, Setia pada Pancasila sebagai Ideologi
Negara, Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara, serta Kemampuan Awal Bela Negara.
Pada BAB IV Loyal dalam Konteks Organisasi Pemerintah, kami diharapkan mampu
mengaktualisasikan loyal dalam konteks organisasi pemerintah; dan menganalisis kasus
dan/atau menilai contoh penerapan loyal secara tepat pada setiap materi pokok. Disiplin
adalah suatu kondisi yang tercipta dan terbentuk melalui proses dari serangkaian perilaku
yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan (loyalitas), ketenteraman,
keteraturan, dan ketertiban. Sedangkan Disiplin ASN adalah kesanggupan ASN untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Dampak negatif yang dapat terjadi jika seorang ASN tidak disiplin adalah turunnya harkat,
martabat, citra, kepercayaan, nama baik dan/atau mengganggu kelancaran pelaksanaan tugas
Unit Kerja, instansi, dan/atau pemerintah/negara. Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No.
5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu

PPPK38_13_Kamalludin | 8
sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik serta perekat dan pemersatu bangsa.
Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari
implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi
Pemerintah. Kemampuan ASN dalam memahami dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
menunjukkan kemampuan ASN tersebut dalam wujudkan nilai loyal dalam kehidupannya
sebagai ASN yang merupakan bagian/komponen dari organisasi pemerintah maupun sebagai
bagian dari anggota masyarakat.
Modul 9. Adaftif

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan mata pelatihan ini diberikan untuk
memfasilitasi pembentukan nilai-nilai Adaptif kepada peserta melalui substansi pembelajaran
yang terkait dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan lingkungan, terus
berinovasi dan mengembangkan kreativitas, berperilaku adaptif serta bertindak proaktif.
Setelah mengikuti pembelajaran mata pelatihan ini, peserta diharapan mampu memahami
dan mengaktualisasikan nilai-nilai adaptif dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Pada BAB II Mengapa Adaftif, kami diharapkan mampu memahami pentingnya
mengapa nilai-nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas jabatannya.
Adaptif merupakan salah satu karakter penting yang dibutuhkan oleh individu maupun
organisasi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terdapat alasan mengapa nilai-
nilai adaptif perlu diaktualisasikan dalam pelaksanaan tugas-tugas jabatan di sektor publik,
seperti di antaranya perubahan lingkungan strategis, kompetisi yang terjadi antar instansi
pemerintahan, perubahan iklim, perkembangan teknologi dan lain sebagainya. Kondisi
perubahan lingkungan strategis, kompetisi di sektor publik, komitmen mutu, perkembangan
teknologi, dan tantagan praktek administrasi publik ini semua berkaitan dengan mengapa
Adaftif dibutuhkan. Karena jika tidak, maka seorang ASN tidak akan pernah bisa lagi melayani
publik dengan baik.
Pada BAB III Memahami Adaftif, kami diharapkan mampu menjelaskan adaptif secara
konseptual-teoritis yang terus berinovasi dan antusias dalam menggerakan serta menghadapi
perubahan. Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk bertahan
hidup dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau ancaman yang timbul. Dengan
demikian adaptasi merupakan kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan
tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri). Organisasi maupun
individu dituntut untuk menyesuaikan diri dengan apa yang menjadi tuntutan perubahan. Di
dunia usaha hal ini lebih mudah dimengerti ketika terjadi perubahan pada selera pasar akan
memaksa pelaku usaha untuk menyesuaikan produk mereka agar sesuai dengan apa yang
menjadi keinginan pasar. Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi
di mana ASN memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk penyelarasan organisasi
yang berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan proses internal yang
berkesinambungan. Dalam konteks budaya organisasi, maka nilai adaptif tercermin dari
kemampuan respon organisasi dalam mengadaptasi perubahan. Di sektor publik, budaya
adaptif dalam pemerintahan ini dapat diaplikasikan dengan tujuan untuk memastikan serta
meningkatkan kinerja pelayanan publik.
Pada BAB IV Panduan Perilaku Adaftif, kami diharapkan mampu menjelaskan
panduan perilaku (kode etik) adaptif. Perilaku adaptif merupakan tuntutan yang harus
dipenuhi dalam mencapai tujuan – baik individu maupun organisasi – dalam situasi apa pun.
Salah satu tantangan membangun atau mewujudkan individua dan organisasi adaptif tersebut
adalah situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan Ambiguity). Organisasi adaptif
yaitu organisasi yang memiliki kemampuan untuk merespon perubahan lingkungan dan
mengikuti harapan stakeholder dengan cepat dan fleksibel. Budaya organisasi merupakan
faktor yang sangat penting di dalam organisasi sehingga efektivitas organisasi dapat
ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang tepat dan dapat mendukung tercapainya

PPPK38_13_Kamalludin | 9
tujuan organisasi. Bila budaya organisasi telah disepakati sebagai sebuah strategi perusahaan
maka budaya organisasi dapat dijadikan alat untuk meningkatkan kinerja.
Pada BAB V Adaftif dalam Konteks Organisasi Pemerintah, kami diharapkan mampu
memberikan contoh perilaku dengan cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan, terus
berinovasi dan mengembangkan kreativitas, bertindak proaktif; dan menganalisis kasus atau
menilai contoh penerapan adaptif secara tepat. Terdapat tiga kemampuan kognitif proses
pembelajaran fundamental untuk pemerintahan dinamis yaitu berpikir ke depan (think
ahead), berpikir lagi (think again) dan berpikir lintas (think across).
Modul 10. Kolaboratif

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan Kolaborasi menjadi hal sangat penting di
tengah tantang global yang dihadapi saat ini. Banyak ahli merumuskan terkait
tantangantantangan tersebut. Kolaborasi kemudian menjadi solusi dari berbagai fragmentasi
dan silo mentality. Modul ini hadir untuk memberikan pengetahuan tentang kolaborasi
khusunya di birokrasi pemerintah. Internalisasi materi yang ada dalam modul ini diharapkan
dapat membentuk karakter ASN yang kolaboratif. Fragmentasi dan silo mentality yang
menjadi image negatif dari birokrasi pemerintah pada akhirnya dapat dikikis. Birokrasi akan
berdiri dengan tegak dalam menatap tantangan global. Tujuan dari pembelajaran ini untuk
membentuk kompetensi dasar CPNS terkait pelaksanaan kolaborasi. Setelah mengikuti
pembelajaran, peserta diharapkan dapat memiliki pengetahuan serta mampu membangun
kolaborasi untuk mendukung tujuan organisasi.
Pada BAB II Konsep Kolaborasi, kami diharapkan mampu menjelaskan berbagai
konsep kolaborasi, Collaborative Governance (CG), serta Whole of Government (WoG).
Kolaborasi adalah suatu olah proses yang melibatkan pihak-pihak keahlian yang berbeda,
yang melihat aspek yang berbeda dari suatu masalah, dapat secara konstruktif
mengeksplorasi perbedaan dan menemukan solusi baru untuk masalah yang seharusnya lebih
sulit dipecahkan tanpa perspektif orang lain. Dan juga Kolaborasi adalah proses yang
kompleks, yang menuntut terencana, berbagi pengetahuan yang disengaja yang menjadi
tanggung jawab semua pihak. Sedangkan kolaborasi pemerintahan (CG) adalah pengaturan
pemerintahan di mana satu atau lebih publik lembaga secara langsung melibatkan pemangku
kepentingan non-negara dalam suatu proses pengambilan keputusan kolektif yang bersifat
formal, berorientasi pada konsensus, dan deliberatif dan yang bertujuan untuk membuat atau
menerapkan kebijakan publik atau mengelola publik program atau aset. Pada CG pemilihan
kepemimpinan harus tepat yang mampu membantu mengarahkan kolaboratif dengan cara
yang akan mempertahankan tata kelola stuktur horizontal sambil mendorong pembangunan
hubungan dan pembentukan ide. Selain itu, Kolaboratif harus memberikan kesempatan
kepada berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama dalam menghasilkan
nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai sumber daya untuk tujuan bersama.
WoG adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan yang menyatukan upaya-
upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi
yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program
dan pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency,
yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan
yang relevan.
Pada BAB III Praktik dan Aspek Normatif Kolaborasi Pemerintah, kami diharapkan
mampu menganalisis praktik kolaborasi di organisasi pemerintah. Praktik kolaborasi
memberikan gambaran tentang panduan perilaku kolaboratif, hasil penelitian praktik
kolaborasi pemerintah, serta studi kasus praktik kolaborasi pemerintah. Selain itu, sub-bab
ini juga mendeskripsikan tentang aspek normatif kolaborasi pemerintah dari beberapa
peraturan perundang-undangan. Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021)
menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar

PPPK38_13_Kamalludin | 10
lembaga pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan,
strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif
antara entitas publik. Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) UU No. 30 th 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan
Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama
antar-Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam
ketentuan peraturan perundangundangan”. Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban
memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
meminta bantuan untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan tertentu.
Modul 11. Smart ASN

Pada BAB I Pendahuluan, diawali dengan Era Teknologi Informasi saat ini memberikan
kemudahan dalam melakukan segala hal. Banyak manfaat yang diperoleh dari kemajuan
teknologi informasi, salah satunya perkembangan pesat bidang komunikasi. Saat ini, perilaku
manusia dalam berkomunikasi menjadi semakin kompleks. Dahulu, manusia berkomunikasi
dengan cara bertemu, namun kini dengan adanya teknologi, tersedia media baru dalam
berkomunikasi, yaitu melalui jejaring sosial. Jejaring sosial ini membuat manusia terhubung
satu sama lain tanpa harus bertatap muka. Dengan media baru ini, informasi juga dapat
disebarluaskan dengan cepat. Berbagai tantangan di ruang digital harus diimbangi dengan
literasi digital yang mumpuni. Modul ini bukan hanya sebagai buku panduan semata, namun
diharapkan para peserta mampu mengikuti dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi
secara cepat. Sehingga terwujudlah kinerja yang bukan hanya cakap di dunia nyata namun
juga cakap di dunia digital. Kompetensi dasar yang ingin dicapai melalui modul ini adalah
pembentukan karakter yang efektif, efisien, inovatif, dan memiliki kinerja yang bermutu,
dalam penyelenggaraan program pemerintah, khususnya program literasi digital, pilar literasi
digital, sampai implementasi dan implikasi literasi digital dalam kehidupan bersosial dan
dunia kerja.
Pada BAB II Literasi Digital, kami diharapkan mampu memiliki pemahaman mengenai
literasi digital. Ruang digital adalah lingkungan yang kaya akan informasi. Keterjangkauan
(affordances) yang dirasakan dari ruang ekspresi ini mendorong produksi, berbagi, diskusi,
dan evaluasi opini publik melalui cara tekstual (Barton dan Lee, 2013). Literasi juga terkait
cara melakukan sesuatu di dunia dan cara mengembangkan ide-ide baru tentang dan solusi
untuk masalah yang dihadapi kita. Konsep literasi digital telah lama berkembang seiring
dengan perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK). Kompetensi literasi digital
diperlukan agar seluruh masyarakat digital dapat menggunakan media digital secara
bertanggung jawab. Hal ini termasuk dalam visi misi Presiden Jokowi untuk meningkatkan
Sumber Daya Manusia (SDM). Penilaiannya dapat ditinjau dari etis dalam mengakses media
digital (digital ethics), budaya menggunakan digital (digital culture), menggunakan media
digital dengan aman (digital safety), dan kecakapan menggunakan media digital (digital
skills).
Pada BAB III Pilar Literasi Digital, kami diharapkan mampu mengenali berbagai
bentuk masalah yang ditimbulkan akibat kurangnya literasi digital. Digital culture merupakan
pilar literasi digital mengenai kemampuan untuk membangun wawasan kebangsaan ketika
berinteraksi di ruang digital. Pilar ini menekankan bahwa Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika
merupakan nilai-nilai yang harus dijadikan sebagai landasan kecakapan digital. Empat Pilar
Literasi Digital terdiri atas Etika Digital, Budaya Digital, Keamanan Digital dan Keterampilan
Digital.
Pada BAB IV Implementasi Leterasi Digital dan Implikasinya, kami diharapkan
mampu mengimplementasikan materi literasi digital pada kehidupan sehari-hari bagi peserta,
mampu mengaplikasikan materi literasi digital dana kehidupan sehari-hari bagi peserta, dan
menunjukkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan kecakapan, keamanan, etika, dan budaya

PPPK38_13_Kamalludin | 11
dalam bermedia digital. Transformasi digital di sektor pendidikan di Indonesia bukanlah
suatu wacana yang baru. Jika sebelumnya berbagai wacana, kebijakan pendukung, serta
sosialisasi tentang era industri 4.0 belum berhasil membuat industri pendidikan universitas,
institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, hingga sekolah dasar dan menengah mencapai
progress signifikan pada transformasi digital pendidikan Indonesia, terjadinya pandemi
COVID-19 justru memberikan dampak luar biasa dalam aspek ini (Suteki, 2020). Sejalan
dengan perkembangan ICT, muncul berbagai model pembelajaran secara daring. Selanjutnya,
muncul pula istilah sekolah berbasis web (web-school) atau sekolah berbasis internet (cyber-
school), yang menggunakan fasilitas internet. Bermula dari kedua istilah tersebut, muncullah
berbagai istilah baru dalam pembelajaran yang menggunakan internet, seperti online
learning, distance learning, web-based learning, dan e-learning (Kuntarto dan Asyhar, 2016).
Modul 12. Manajemen ASN

Pada Pendahuluan, diawali dengan Aparatur Sipil Negara mempunyai peran yang amat
penting dalam rangka menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban
modern, demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan
kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dengan
pebuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun 1945. Kesemuanya itu
dalam rangka mencapai tujuan yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Berbagai tantangan
yang dihadapi oleh aparatur sipil negara dalam mencapai tujuan tersebut semakin banyak
dan berat, baik berasal dari luar maupun dalam negeri yang menuntut aparatur sipil negara
untuk meningkatkan profesionalitasnya dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta bersih
dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Pada Kegiatan Belajar 1: Kedudukan, Peran, Hak dan Kewajiban dan Kode Etik
ASN, kami diharapkan mampu memahami dan menjelaskan bagaimana kedudukan, peran,
hak dan kewajiban, dan kode etik ASN. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk
menghasilkan Pegawai ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari
intervensi politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. PPPK adalah warga
Negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian berdasarkan perjanjian kerja sesuai dengan kebutuhan Instansi Pemerintah
untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. Pegawai ASN
berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang ditetapkan oleh
pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua
golongan dan partai politik. Pegawai ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai
politik. Adapun peran ASN, untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka pegawai ASN
berfungsi sebagai berikut: pelaksana kebijakan publik, pelayan publik; dan perekat dan
pemersatu bangsa. Hak adalah suatu kewenangan atau kekuasaan yang diberikan oleh
hukum, suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum, baik pribadi maupun umum. Dapat
diartikan bahwa hak adalah sesuatu yang patut atau layak diterima. Agar dapat melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dapat meningkatkan produktivitas, menjamin
kesejahteraan ASN dan akuntabel, maka setiap ASN diberikan hak. ASN PPPK berhak
mendapatkan: gaji dan tunjangan, cuti, perlindungan dan pengembangan kompetensi.
Pada Kegiatan Belajar 2: Konsep Sistem Merit Dalam Pengelolaan ASN, kami
diharapkan mampu memahami konsep sistem merit dalam pengelolaan ASN. Konsep Sistem
Merit menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan ASN. Sistem merit pada
dasarnya adalah konsepsi dalam manajemen SDM yang menggambarkan diterapkannya
obyektifitas dalam keseluruhan semua proses dalam pengelolaan ASN yakni pada
pertimbang-an kemampuan dan prestasi individu untuk melaksanakan pekerjaanya. UU ASN
secara jelas mengakomodasi prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen ASP. ASN
merupakan motor penggerak pemerintahan, pilar utama dalam melaksanakan tugas sebagai
pelayan publik yang secara langsung maupun tidak langsung bersinggungan dengan

PPPK38_13_Kamalludin | 12
masyarakat. Oleh karena itu kinerja ASN menjadi indikator utama yang menentukan kualitas
ASN itu sendiri.
Pada Kegiatan Belajar 3: Mekanisme Pengelolaan ASN, kami diharapkan mampu
memahami mekanisme pengelolaan ASN. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan
Manajemen PPPK. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan,
pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi,
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan
pensiun dan hari tua, dan perlindungan, manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan;
pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi;
pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan perlindungan.
Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya administratif terdiri
dari keberatan dan banding administrative.

PPPK38_13_Kamalludin | 13

Anda mungkin juga menyukai